Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jalan sebagai prasarana transportasi adalah salah satu faktor yang sangat penting

dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Jalan dibutuhkan untuk

mendukung pembangunan nasional baik di sektor ekonomi, sosial budaya, politik,

industri, pertahanan dan keamanan. Oleh sebab itu dalam hal pembangunan beserta

perawatan jalan raya haruslah diperhitungkan secara matang. Menurut Muaya (2015)

banyak hal yang menyebabkan kerusakan pada kontruksi jalan, antara lain akibat

pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan, temperature, air (genangan), dan

kontruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan teknis. Air (genangan)

merupakan salah satu penyebab kerusakan atau mengurangi keawetan bagi kontruksi

jalan dengan perkerasan aspal.

Genangan air dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jalan dikarenakan air

dapat melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal. Saat ikatan aspal dan agregat

longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban yang menimbulkan retak

atau kerusakan jalan lainnya. Selain itu, genangan air pada permukaan jalan dalam skala

yang tinggi dapat mengakibatkan air tanah yang terletak di bawah permukaan tanah

menjadi jenuh. Air yang meresap masuk ke dalam perkerasan jalan dapat mengakibatkan

retakan pada struktur perkerasan jalan hal ini diakibatkan karena lemahnya daya dukung

tanah dasar akibat fluktuasi kadar air tanah. Lemahnya daya dukung tanah ini terjadi

akibat pengembangan volume tanah pada tanah dasar perkerasan (Nurhudayah, 2009).

1
Beberapa ruas jalan di Indonesia yang terletak di daerah yang berhubungan

dengan pantai mengalami permasalahan dengan air laut yang kebanyakan disebabkan

oleh cuaca

2
ekstrim sehingga mengakibatkan terjadinya banjir pasang-surut atau dengan istilah air

rob, yaitu naiknya permukaan air laut yang menggenangi kontruksi jalan dengan

perkerasan aspal (Muaya, 2015).

Menurut Setiadji dkk (2014) banjir rob yang kerab terjadi di kawasan pesisir pantai

Indonesia menyebabkan genangan air di jalan raya. Akibatnya kondisi jalan perkerasan

lentur di daerah genangan rob banyak mengalami kerusakan, baik tergolong rusak ringan

maupun rusak berat. Di samping itu air rob berasal dari air laut yang memiliki kandungan

tingkat keasaman, kadar klorida (Cl-), kadar sulfat (SO42-), dan tingkat alkalinitas yang

tinggi sehingga dapat melemahkan kemampuan lekatan aspal dalam mempertahankan

ikatan antar agregat baik kohesi maupun adhesi. Kondisi ini dapat diperparah, apabila

jalan terendam dalam waktu lebih dari 24 jam (standart kekuatan sisa Marshall), dan

terbebani oleh beban kendaraan yang melebihi batas yang telah ditentukan. Salah satu

jenis lapis permukaan yang telah dikenal luas di Indonesia adalah lapis permukaan aspal

beton (laston). Lapisan permukaan aspal beton merupakan lapisan pertama yang akan

mengalami kerusakan yang diakibatkan karena banjir rob.

Menurut Sukirman (1992:11) laston (lapisan aspal beton) merupakan suatu lapisan

pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang

mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan, dan dipadatkan pada suhu tertentu.

Perkerasan ini merupakan lapis pada bagian permukaan yang bersifat struktural.

Pembagian lapis aspal terdapat 3 lapisan yaitu beton aspal lapis pengikat (Asphalt

Concrete Binder Course, AC- BC), beton aspal lapis aus (Asphalt Concrete Wearing

Course, AC-WC), dan lapis pondasi (AC-Base).


Sesuai dengan namanya, lapis perkerasan AC-WC berfungsi sebagai lapis aus

dengan tebal minimal 4,0 cm. Perkerasan beton aspal lapis aus (AC-WC) merupakan

lapisan yang terletak paling atas yang membuat lapisan ini bersentuhan langsung dengan

roda-roda kendaraan, panas matahari dan air hujan. Dilihat dari letak dan fungsinya,

membuat perkerasan AC-WC sangat rentan dengan kerusakan seperti pengelupasan

(stripping) dan perubahan bentuk (deformasi).

Berhubungan dengan masalah banjir rob yang sering terjadi di pesisir pantai

tentunya perkerasan AC-WC merupakan lapisan pertama yang akan berhubungan

langsung dengan kondisi tersebut. Maka perlu dilakukan uji laboratorium tentang

Pengaruh Lama Perendaman Air Laut terhadap kinerja Laston (AC-WC) berdasarkan Uji

Marshall. Pengujian dilakukan dengan uji Marshall untuk mendapatkan parameter

stabilitas, flow, atau kelelehan, rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam agregat

(VMA), Marshall Quontient, serta rongga terisi aspal (VFA).

B. Tujuan Penulisan Tugas Akhir

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengetahui sifat fisik dan mekanik bahan-bahan penyusun campuran laston (AC-
WC).

2. Untuk mengetahui pengaruh perendaman air laut terhadap kinerja laston (AC-WC)

berdasarkan uji Marshall.


C. Ruang Lingkup Tugas Akhir

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pengujian yang berjudul Pengaruh

Lama Perendaman Air Laut terhadap Laston (AC-WC) Berdasarkan Uji Marshall.

Pengujian dilakukan dengan Marshall untuk mendapatkan parameter stabilitas, flow

(kelelehan), rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam agregat (VMA), Marshall

Quentient, dan rongga terisi aspal (VFA).

1. Lapis Aspal beton

Lapisan aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal keras dan agregat, dicampur dan dihampar dalam keadaan panas serta

dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, 1992). Ciri lainnya adalah memiliki sedikit

rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh

karena itu aspal beton memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku. (Menurut Bina

Marga Departemen Pekerjaan Umum 2010) sesuai fungsinya Laston (AC) mempunyai 3

macam campuran yaitu:

1) Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-

Wearing Course), dengan tebal minimum adalah 4 cm, 2) Laston sebagai lapisan

antara, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course), dengan

tebal nominal minimum adalah 6 cm, dan 3) Laston sebagai lapisan pondasi,

dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base), dengan tebal nominal

minimum adalah 7,5 cm.

Sebagai lapis permukaan perkerasan jalan, Laston (AC) mempunyai nilai struktur, kedap

air, dan mempunyai stabilitas tinggi.


Lapis aspal beton sabagai lapis permukaan/Asphalt Concrete-Wearing Course,

merupakan lapis perkerasan yang berada paling atas yang berfungsi sebagai lapis aus.

AC- WC mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya.

Walaupun bersifat non-struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan

terhadap penurunan mutu akibat pengaruh cuaca. Sehingga menambah lama waktu

pelayanan/penggunaan jalan.

Lapis aus permukaan (AC-WC) mempunyai fungsi menyelimuti perkerasan dari

pengaruh air, menyediakan permukaan yang halus, menyediakan permukaan yang

mempunyai karakteristik yang kesat, rata sehingga aman dan nyaman untuk dilalui

pengguna dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya. Bahan penyusun laston antara

lain adalah Agregat, bahan pengisi (filler), gradasi agregat campuran laston, aspal semen

penetrasi 60/70.

Sebagai lapisan antara (AC-BC) adalah lapisan yang terletak dibawah lapisan aus.

Tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk

memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

Dibawah lapisan (AC-BC) merupakan lapis pondasi (Base Course) yang berupa

granular agregat serta berpengikat baik aspal maupun semen, mempunyai fungsi

mendukung beban pada lapis permukaan.

Maksud dan tujuan penggunaan lapis aspal beton (Laston) adalah:

a. Pembuatan lapis aspal beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu

lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu

memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai

lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya.


b. Sebagai lapis permukaan, lapis aspal beton harus dapat memberikan

kenyamanan yang tinggi

c. Lapis aspal beton dibuat melalui proses penyiapan bahan, pencampuran,

pengangkutan, penghampran serta pemadatan yang benar-benar terkendali

sehingga dapat diperoleh lapisan yang memenuhi syarat.

2. Lama Perendaman Air Laut

Air laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas di permukaan

bumi yang memisahkan dangan menghubungkan suatu benua dengan benua lainnya dan

suatu pulau dengan pulau lainnya. Menurut Mitri (2009), air laut secara umum dikenal

sebagai musuh utama kontruksi perkerasan jalan Laston, air laut banyak mengandung

unsur-unsur yang diantaranya ada yang sangat merugikan terhadap suatu perkerasan

jalan. Jika air laut menggenangi suatu perkerasan jalan dan ditambah dengan beban lalu

lintas yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan suatu perkerasan jalan

tersebut.

Laut merupakan wilayah yang paling luas di permukaan bumi, dengan luas

mencapai 70% dari seluruh permukaan dunia, dan memiliki sifat korositas yang sangat

agresif. Kandungan yang terdapat pada air laut adalah klorida (55%), natrium (31%),

sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari

bikarbonat, bromide, asam borak, strontium, dan florida. Tiga sumber utama garam di

laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik, dan sirkulasi lubang-lubang

hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam (menurut Muaya, 2015).

Beberapa hal yang menyebabkan air laut bersifat merusak adalah sebagai berikut :

1. Air laut merupakan elektrolit yang memiliki sifat konduktivitas tinggi.


2. Mempunyai kandungan oksigen terlarut yang tinggi.
3. Temperatur permukaan air laut umumnya tinggi.

4. Ion klorida yang terkandung pada air laut merupakan ion negative.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rano (2005) dalam Mitri (2009),

kehadiran air laut dapat menurunkan nilai stabilitas campuran beton. Semakin lama

campuran beton aspal direndam dalam air laut, maka nilai stabilitas beton aspal akan

semakin menurun.

3. Kinerja laston berdasarkan parameter Marshall

Menurut Sukirman (1992:188) kinerja pemeriksaan campuran aspal beton dapat

diperiksakan dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall. Pemeriksaan ini pertama

kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S Corp of

Enginer. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya stabilitas terhadap

kelelehan plastis (flow) dari suatu campuran agregat dan aspal.

Benda uji tersebut berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm

dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan menggunakan hammer

(penumbuk) dengan berat 10 pon (4,535 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm), dibebani

dengan kecepatan tetap 50 mm/menit. Dari proses persiapan benda uji sampai

pemeriksaan dengan alat Marshall, diperoleh data-data berupa Specific Gravity, Stablity,

Flow, Marshall Quentient, Void in Mixture, Void in Mineral Aggregates, Void Filled with

Aggregates dan Kadar Aspal Optimum.

Di dalam campuran beton aspal yang paling utama adalah cukupnya stabilitas

yang dapat menahan deformasi dan kelelehan plastis yang diakibatkan oleh beban statis

dan dinamis oleh lalu lintas sehungga tidak layak menimbulkan bekas roda, keriting dan

penurunan atau kenaikan pada permukaan perkerasan jalan. Stabilitas adalah


kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan

plastis yang
dinyatakan dalam kilogram atau pound. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan

langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Nilai yang

terbaca tersebut, kemudian dikoreksi dengan faktor koreksi terhadap alat Marshall yang

dipakai dan faktor koreksi volume benda uji (Wahjoedi, 2009). Nilai stabilitas naik

dengan bertambahnya kadar aspal dan akan mencapai puncaknya pada suatu kadar aspal

tertentu. Selain itu pertambahan kadar aspal akan menurunkan nilai stabilitas.

Menurut Muaya (2015) kelelehan plastis atau flow adalah keadaan perubahan

bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh, yang

dinyatakan dalam mm. Nilai kelelehan yang tinggi memberikan ciri campuran yang

plastis disebabkan kadar aspal yang tinggi. Sedangkan jika nilai kelelehan amat rendah

akan memberikan ciri campuran yang kaku disebabkan kadar aspal rendah. Pelelehan

meningkat secara konsisten dengan makin bertambahnya kadar aspal. Kelelehan plastis

(flow) adalah keadaan dimana terjadi perubahan bentuk dari suatu campuran akibat suatu

beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam satuan mm. Alat Marshall dilengkapi

dengan proving ring (cincin penguji) yang memiliki kapasitas 2267,962 kg atau 5000

pon. Pada cincin ini dilengkapi dengan arloji pengukur untuk mengukur stabilitas

campuran dan arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan (flow).

Marshall Qountient yaitu hasil bagi stabilitas dan flow, yang dihunakan sebagai

indikator kelenturan potensial terhadap keretakan. Nilai Marshall Quotient dinyatakan

dalam kg/mm, Campuran dengan stabilitas tinggi dan kelelehan plastis yang rendah

menghasilkan nilai MQ yang tinggi dan menunjukan campuran tersebut kaku sehingga

perkerasan mudah mengalami perubahan bentuk jika mendapatkan beban lalu lintas

seperti
potensia terhadap retak. Sebaliknya, campuran dengan stabilitas rendah dengan kelelehan

palstis yang tinggi menghasilkan MQ rendah sehingga cenderung plastis dan tidak stabil.

Void in Mix (VIM) adalah volume pori/rongga di antara partikel agregat yang

diselimuti aspal dalam campuran yang telah dipadatkan, yang dinyatakan dalam (%)

terhadap volume total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis

perkerasan, semakin tinggi nilai VIM menunjukan semakin besar rongga dalam

campuran sehingga campuran bersifat porous. Nilai VIM yang terlalu rendah akan

menyebabkan bleeding karena suhu yang tinggi, maka viskositas aspal menurun sesuai

sifat termoplastisnya. Pada saat itu apabila lapis perkerasan menerima beban lalu lintas

maka aspal akan terdesak keluar permukaan karena tidak cukupnya rongga bagi aspal

untuk melakukna penetrasi dalam lapis perkerasan.

Void Mineral Agregates (VMA) adalah volume pori di antara partikel agregat

dalam campuran yang telah dipadatkan, termasuk pori (rongga udara) yang terisi oleh

aspal yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total campuran. Kuantitas rongga

udara berpengaruh terhadap kinerja suatu campuran karena jika VMA terlalu kecil maka

campuran akan bermasalah pada durabilitasnya dan jika VMA terlalu besar maka bisa

menyebabkan masalah terhadap stabilitas dan tidak ekonomis untuk diproduksi.

Sedangkan Void Filled with Asphalt (VFA) adalah volume pori di antara partikel-

partikel agregat yang terisi aspal dalam campuran padat, yang dinyatakan dalam (%)

terhadap volume total campuran.


D. Kegunaan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan pemahaman dan

menambah wawasan yang diantaranya adalah:

1. Manfaat bagi mahasiswa, dapat mengetahui pengaruh lama perendaman air laut

terhadap lapis aspal beton (AC-WC) serta dapat mengetahui pula karakteristik bahan

penyusun yang sesuai.

2. Manfaat bagi pendidikan, dapat menambah perbendaharaan buku pengetahuan

referensi untuk perkerasan jalan raya.

3. Manfaat bagi praktisi atau instansi terkait, hasil dari penelitian yang sudah dilakukan

dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mencapai lapis perkerasan aspal yang

berkualitas.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan pengujan maka

penjelasan mengenai definisi operasional dijabarkan sebagai berikut:

1. Laston merupakan lapisan perkerasan campuran panas yang terdiri dari bahan

penyusun berupa agregat kasar tertahan ayakan no. 8, agregat halus lolos ayakan no.

8 bahan pengisi berupa aspal keras penetrasi 60/70 dan bahan pengisi (filler) berupa

semen lolos ayakan no. 200.

2. Agregat kasar merupakan agregat yang melalui proses pemecahan dengan crusher

stone dan tertahan ayakan no. 8 dan agregat halus lolos ayakan no. 8. Agregat yang

digunakan berasal dari daerah Lumajang.

3. Aspal merupakan bahan pengikat yang digunakan dalam perencanaan campuran

laston dengan jenis aspal keras yang memiliki nilai penetrasi 60/70.

1
0
4. Perendaman bahan uji menggunakan air laut dari pantai Jolangkung daerah Malang

bagian Selatan.

5. Variasi lama perendaman yang dilakukan adalah 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam,

dan 120 jam.

6. Uji Marshall dilakukan dengan menggunakan alat Marshall Test skala laboratorium

untuk mengetahui nilai-nilai parameter diantaranya stabilitas, flow, Marshall

Quontient, VIM, VMA, dan VFA.

1
1

Anda mungkin juga menyukai