THALASEMIA
Diajukan sebagai Tugas pada Mata Kuliah Tumbuh Kembang Anak
OLEH:
IIS RAHAYU
1520312016
DOSEN:
dr. EVA CHUNDRAYETTI, Sp. A (K)
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
THALASEMIA Makalah ini penulis susun dengan tujuan pencapaian dalam menyelesaikan
tugas semester III pada mata kuliah Tumbuh Kembang Anak.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Demikianlah makalah ini penulis sampaikan mudah-mudahan bermanfaat bagi semua,
untuk itu penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ 1
Daftar isi.................................................................................................. 2
BAB 1 Pendahuluan................................................................................ 3
A. Latar Belakang.......................................................................... 3
B. Tujuan....................................................................................... 4
BAB 2 Pembahasan................................................................................. 5
A. Pengertian ............................................................................... 5
B. Epidemiologi............................................................................ 6
C. Patofisologi.............................................................................. 8
D. Klasifikasi................................................................................ 12
E. Manisfestasi Klinik................................................................... 21
F. Gejala............................ 21
G. Stadium thalasemia.................................................................. 22
H. Terapi....................................................................................... 23
BAB 3 Kesimpulan................................................................................. 28
Daftar Pustaka. 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit thalasemia mungkin salah satu penyakit yang masih kurang dimengerti di
masyarakat awam, untuk mengenalinya kita akan menjelaskan tentang apa itu penyakit
thalasemia. Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya
bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai
Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi
ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya,
beberapa tipe berbeda dari thalassemia lebih endemik pada area geografis tertentu.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit, mendeskripsikan
suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia. Beliau menemukan adanya
nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus darah tepi, yang mana awalnya beliau
pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya.
Namun tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial
pada temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley
curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam
yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada tahun yang sama saat Cooley
melaporan adanya bentuk anemia berat yang akhirnya dinamakan mengikutinya namanya.
Sebagi tambahan, Wintrobe di Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua
orangtua dari anak yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan
yang ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk homozigot
dari anemia hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe. Bentuk
anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan bentuk ringannya
dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari bahasa Yunani yaitu
thalassa yang berarti laut (mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti berhubungan
dengan darah.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian thalasemia
2. Untuk mengetahui patofisologi thalasemia
3. Untuk mengetahui klasifikasi thalasemia
4. Untuk mengetahui cirri-ciri penyakit thalasemia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua
kepada anaknya dimana terjadi kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan
produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai
globin.
keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan
substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan
atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat
secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.
Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak
di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin
yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut
Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3%
sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika
membawa gen untuk thalassemia-. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari
B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir
semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Thalassemia-
lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol.
Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens
thalassemia- mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia- juga umum ditemukan di
Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia- lebih sering
akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah
mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat
transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif
setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita
thalassemia- mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan
thalassemia- mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.
Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik,
sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat
fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab
tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang
dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan
yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam
komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan
transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus
yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,
Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun
pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb
pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak
menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien
dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen pada globin alfa akan
menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan
menyebabkan penyakit beta-thalassemia
Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua
orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa/carier.
Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai
globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda
pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-, rantai yang berlebihan, tidak mampu
membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai
cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-;
situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia- adalah rantai pada tahun-tahun
pertama kehidupan, dan rantai pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif
bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil,
mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart ( 4) dan Hb
H (4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi
klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut
(insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan
kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan
yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang
berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai ,
yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai yang berlebihan untuk membentuk Hb
F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan
lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki
kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan
thalassemia-. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan
terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi
dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan
ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan
meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari
penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang
bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan
menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur,
maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau
dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih
merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi
diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang
bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena
adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan
hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini
terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-
organ tersebut (organ damage).
Hipotesa Malaria
Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk bertahan
hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat
bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi
G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi
genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada
penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot.
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel
Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan
tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-, malaria serebral fatal yang
diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada
penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit.
Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-.
D. KLASIFIKASI THALASEMIA
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan
penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb
yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah
I. Thalasemia beta
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. Pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami
anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan dan tidak
mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini
mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi
protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi
dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang
diproduksi menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil, terdistorsi,
dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun dan
memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom yaitu hipokromik,
mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-
sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun
mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas.
Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah
baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-
tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara lain :
Trait thalassemia-
o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis
o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi
selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-
mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu
ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil
kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar
dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe .
Thalassemia- yang terkait dengan variasi struktural rantai
o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia- mayor
o Ekspresi gen homozigot thalassemia (+) menghasilkan sindrom mirip anemia
Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya
bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
o Kebanyakan bentuk thalassemia- heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya
tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.
o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan
pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis
biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.
Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama
kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan
fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan
tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia adalah rantai dan yang kurang atau
hilang sintesisnya dalah rantai . Rantai bersifat larut sehingga mampu membentuk
hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan memproduksi molekul Hb
yang lain seperti Hb Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi lebih
ringannya manisfestasi klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan
thalasemia beta.
Patofisiologi thalasemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada thalasemia
homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya hanya memiliki Hb Barts yang
tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir semuanya adalah Hb
Barts sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar pasien lahir mati dengan
tanda hipoksia intrauterin.
Tabel 1. Thalassemia-
/-
--/- 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies
Thalassemia- mayor
o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai , maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena 4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi
itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb
embrional normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen.
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan
gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan
manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan
transfusi.
E. MANISFESTASI KLINIK
Pada talasemia mayor, gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun. Gejala yang Nampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan
umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut
membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adnaya pembesaran
limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena kemapuannya terbatas.limpa yang
Gejala lain (khas) ialah bentuk mukayang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebardan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya
memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar). Keadaan kulit pucat
kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat transfuse darah kulit menjadi kelabu
serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi
(hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa,jantung akan mengakibatkan
F. GEJALA THALASEMIA
Semua penyakit Thalasemia memiliki gejala yang mirip, namun tingkat beratnya gejala
bervariasi. Mayoritas penderita akan mengalami anemia yang ringan. Anemia inilah yang
menyebabkan wajah pucat, tubuh lemas, nafsu makan turun, dan insomnia atau susah tidur.
Pada beberapa kasus terjadi penebalan dan pembesaran tulang, terutama pada tulang kepala dan
wajah. Selain itu tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Hal ini karena sumsum
tulang yang berperan penting dalam menghasilkan hemoglobin tersebut. Jika terjadi kelebihan
zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, sehingga dapat mengakibatkan gagal
jantung. Penderita yang terkena Thalasemia sejak kecil maka pertumbuhannya akan lebih lambat
dibandingkan anak normal lainnya. Penderita beta- thalasemia mayor bisa mengalami gejala
yang lebih berat yaitu terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus atau borok),
G. STADIUM THALASEMIA
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi
darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan
kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
Stadium I
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada
dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial
dan ventrikular.
H. TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL
sepanjang waktu.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah
kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius
ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk
terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,
25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya
imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan
penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron
overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).
Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.
onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan
jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis
portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi
penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang
tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk
fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada
Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi
penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-
fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa
berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan
Gambar 8. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk
setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga
bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.
Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : asam folat,
asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan
yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara.
Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin
individu yaitu Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi
beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.
biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari
thalassemia dan . Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi
(khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria
dan efek samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai
thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat
ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa
B. SARAN
1. Diharapkan kepada tenaga kesahatan untuk lebih teliti dalam menegakan diagnosa
yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke-15.
2001.
3. Mirzanie, H. Internoid. Yogyakarta : Tosca Enterprise, 2005.
4. Ikhwan Rinaldi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, jilid II. Jakarta : Pusat
Terapi.