Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

THALASEMIA
Diajukan sebagai Tugas pada Mata Kuliah Tumbuh Kembang Anak

OLEH:
IIS RAHAYU
1520312016

DOSEN:
dr. EVA CHUNDRAYETTI, Sp. A (K)

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
THALASEMIA Makalah ini penulis susun dengan tujuan pencapaian dalam menyelesaikan
tugas semester III pada mata kuliah Tumbuh Kembang Anak.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Demikianlah makalah ini penulis sampaikan mudah-mudahan bermanfaat bagi semua,
untuk itu penulis ucapkan terima kasih.

Padang, Januari 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................ 1

Daftar isi.................................................................................................. 2

BAB 1 Pendahuluan................................................................................ 3

A. Latar Belakang.......................................................................... 3

B. Tujuan....................................................................................... 4

BAB 2 Pembahasan................................................................................. 5

A. Pengertian ............................................................................... 5

B. Epidemiologi............................................................................ 6

C. Patofisologi.............................................................................. 8

D. Klasifikasi................................................................................ 12

E. Manisfestasi Klinik................................................................... 21

F. Gejala............................ 21

G. Stadium thalasemia.................................................................. 22

H. Terapi....................................................................................... 23

BAB 3 Kesimpulan................................................................................. 28

Daftar Pustaka. 29
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit thalasemia mungkin salah satu penyakit yang masih kurang dimengerti di

masyarakat awam, untuk mengenalinya kita akan menjelaskan tentang apa itu penyakit

thalasemia. Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya

bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai

Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi

ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya,

beberapa tipe berbeda dari thalassemia lebih endemik pada area geografis tertentu.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit, mendeskripsikan

suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia. Beliau menemukan adanya

nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus darah tepi, yang mana awalnya beliau

pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya.

Namun tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial

pada temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley

curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam

menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.


Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik hipokromik ringan

yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada tahun yang sama saat Cooley

melaporan adanya bentuk anemia berat yang akhirnya dinamakan mengikutinya namanya.

Sebagi tambahan, Wintrobe di Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua

orangtua dari anak yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan

yang ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk homozigot

dari anemia hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe. Bentuk
anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan bentuk ringannya

dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari bahasa Yunani yaitu

thalassa yang berarti laut (mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti berhubungan

dengan darah.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian thalasemia
2. Untuk mengetahui patofisologi thalasemia
3. Untuk mengetahui klasifikasi thalasemia
4. Untuk mengetahui cirri-ciri penyakit thalasemia

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Thalasemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua

kepada anaknya dimana terjadi kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan

produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai

globin.

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat

keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan

substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan

atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat

secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.
Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak

di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin

yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk

thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal ( 4 atau 4) tetapi

komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal

juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.

Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit

genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut

Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3%

sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika

membawa gen untuk thalassemia-. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari

populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia.

B. EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini

mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir

semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.

Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Thalassemia-

lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol.

Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens

thalassemia- mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia- juga umum ditemukan di

Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia- lebih sering

ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

Mortalitas dan Morbiditas


Thalassemia- mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena

akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah

mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat

transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif

setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita

thalassemia- mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan

thalassemia- mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.

Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik,

diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.


Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-, mortalitas dan morbiditas bervariasi

sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat

fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab

tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang

dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan

morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.


Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi; mereka

yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam

komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan

transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan

komplikasi yang potensial.


Usia

Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala

bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus

yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,

digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun

pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb

Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.


Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak

pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,

elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak

menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien

dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya

terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.


C. PATOFISOLOGI

Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen pada globin alfa akan
menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan
menyebabkan penyakit beta-thalassemia

Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena


kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.
Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot,
sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot (-/-).

Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua
orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa/carier.

Produksi Rantai Globin


Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan baik
proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai
globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai
globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur
tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin (atau
mirip-) dan dua rantai globin non-. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe
rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda
dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap
perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai (rantai mirip-) berkombinasi dengan rantai
membentuk Hb Portland (22) dan dengan rantai untuk membentuk Hb Gower-1 (22).
Selanjutnya, ketika rantai telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan
rantai (22). Hb Fetal dibentuk dari 22 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari 22. Hb
fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai 22.
Gambar 2. Gen rantai yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-
rantai non- untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai
globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda
pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-, rantai yang berlebihan, tidak mampu
membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai
cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-;
situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia- adalah rantai pada tahun-tahun
pertama kehidupan, dan rantai pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif
bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil,
mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart ( 4) dan Hb
H (4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi
klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut
(insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan
kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan
yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang
berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai ,
yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai yang berlebihan untuk membentuk Hb
F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan
lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki
kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan
thalassemia-. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan
terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi
dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan
ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan
meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari
penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang
bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan
menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur,
maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau
dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih
merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi
diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang
bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena
adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan
hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini
terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-
organ tersebut (organ damage).

Hipotesa Malaria

Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk bertahan
hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat
bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi
G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi
genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada
penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot.

Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel
Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan
tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-, malaria serebral fatal yang
diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada
penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit.
Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-.
D. KLASIFIKASI THALASEMIA
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan

penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb

yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah

sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai maupun .

I. Thalasemia beta

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. Pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.

Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami
anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.

Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan dan tidak
mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini
mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi
protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi
dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang
diproduksi menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil, terdistorsi,
dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun dan
memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom yaitu hipokromik,
mikrosisitk dan poikilositik.

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-
sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun
mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas.
Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah
baru.

Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-
tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.

Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara lain :

Silent carrier thalassemia-


o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu
thalassemia-+.
o Bentuk silent carrier thalassemia- tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.
Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Trait thalassemia-
o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis

Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya

o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi
selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-
mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu
ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil
kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar
dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe .
Thalassemia- yang terkait dengan variasi struktural rantai
o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia- mayor
o Ekspresi gen homozigot thalassemia (+) menghasilkan sindrom mirip anemia
Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya
bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
o Kebanyakan bentuk thalassemia- heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya
tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.

o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan
pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis
biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.
Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama
kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan
fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan
tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.


Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis.
Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia


o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan
oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia
dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium
sering merupakan kejadian terminal.
o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target.
Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah
splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai
, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL
kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas
pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah
adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

II. Thalasemia alpha

Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia adalah rantai dan yang kurang atau
hilang sintesisnya dalah rantai . Rantai bersifat larut sehingga mampu membentuk
hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan memproduksi molekul Hb
yang lain seperti Hb Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi lebih
ringannya manisfestasi klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan
thalasemia beta.

Patofisiologi thalasemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada thalasemia
homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya hanya memiliki Hb Barts yang
tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir semuanya adalah Hb
Barts sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar pasien lahir mati dengan
tanda hipoksia intrauterin.

Bentuk thalasemia heterozigot (0 dan -+) menghasilkan ketidakseimbangan jumlah


rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan HbH dimana kelainan ini ditandai
dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin disebut delesi.

Tabel 1. Thalassemia-

Genotip Jumlah gen Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis


Saat Lahir > 6 bulan
/ 4 Normal N N
-/ 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/ atau 2 Trait thal- 2-10% Hb Barts N

/-
--/- 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4

Silent carrier thalassemia-


o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan
secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen yang terletak pada kromosom 16.
o Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam
beberapa pemeriksaan.
o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis
Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan
adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk
mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang
menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.
Trait thalassemia-
o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16
atau satu gen pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di
Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts ( 4) dapat ditemukan
pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan
kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb H
o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia-
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah
merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital
akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer (Hb H) yang tidak stabil
dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini
dinamakan sebagai Heinz bodies.

Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies

Thalassemia- mayor
o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai , maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena 4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi
itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb
embrional normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen.
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan
gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan
manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan
transfusi.
E. MANISFESTASI KLINIK

Pada talasemia mayor, gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1

tahun. Gejala yang Nampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan

umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut

membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adnaya pembesaran

limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena kemapuannya terbatas.limpa yang

membesar ini akan mudah rupturhanya karena trauma ringan saja.

Gejala lain (khas) ialah bentuk mukayang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal

hidung, jarak antara kedua mata lebardan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya

gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. (gambaran raduilogis tulang

memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar). Keadaan kulit pucat

kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat transfuse darah kulit menjadi kelabu

serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi

(hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa,jantung akan mengakibatkan

gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis). (Ngastiyah, 2005)

F. GEJALA THALASEMIA

Semua penyakit Thalasemia memiliki gejala yang mirip, namun tingkat beratnya gejala

bervariasi. Mayoritas penderita akan mengalami anemia yang ringan. Anemia inilah yang

menyebabkan wajah pucat, tubuh lemas, nafsu makan turun, dan insomnia atau susah tidur.
Pada beberapa kasus terjadi penebalan dan pembesaran tulang, terutama pada tulang kepala dan

wajah. Selain itu tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Hal ini karena sumsum

tulang yang berperan penting dalam menghasilkan hemoglobin tersebut. Jika terjadi kelebihan

zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, sehingga dapat mengakibatkan gagal

jantung. Penderita yang terkena Thalasemia sejak kecil maka pertumbuhannya akan lebih lambat

dibandingkan anak normal lainnya. Penderita beta- thalasemia mayor bisa mengalami gejala

yang lebih berat yaitu terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus atau borok),

pembesaran limpa, dan batu empedu.

G. STADIUM THALASEMIA

Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi

darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan

kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan

thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu :

Stadium I
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red

Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya

ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram

(EKG) dalam 24 jam normal.


Stadium II
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan

memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada

dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal

pada EKG dalam 24 jam


Stadium III
o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi

ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial

dan ventrikular.

H. TERAPI

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah

diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan

terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada

penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan

genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena

penyakit thalassemia berat.


Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah

merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada

usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk

menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL

sepanjang waktu.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi

lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah

merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.


Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan

kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat

untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.


Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk

mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius

ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk

terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,

25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya

imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan

penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh

organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron

overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).

Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-

Sulfametoksazol.

Terapi Khelasi (Pengikat Besi)


Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda

onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan

jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks

hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting

untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih

banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute

pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).


Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat

pasien tidur selama 5 hari/minggu.

Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini

diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis

portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi

penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang

tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah

transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk

menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan

tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk

fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada

biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien

dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi

penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-

fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa

berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari

besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.

Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan

penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan

transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.


Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL /

kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan

kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Gambar 8. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang

dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak

berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk

setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga

bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.

Diet

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : asam folat,

asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan

yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi

penyerapan zat besi di usus.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia

ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara.

Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin

individu yaitu Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi

beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.

Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot

biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari

thalassemia dan . Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi

(khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria
dan efek samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai

thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat

ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa

normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

B. SARAN
1. Diharapkan kepada tenaga kesahatan untuk lebih teliti dalam menegakan diagnosa

penyakit thalasemia ini.


2. Diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk dapat memberikan konseling dan skrining

yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke-15.

Jakarta : EGC ; 1996


2. Mansjoer, A, dkk. Kapita selekta kedokteran jilid I. Jakarta : Media Aesculapius,

2001.
3. Mirzanie, H. Internoid. Yogyakarta : Tosca Enterprise, 2005.
4. Ikhwan Rinaldi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, jilid II. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007.


5. Slyvia A. Price, Lorraine M.Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC. 2006.


6. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New

York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division ; 2007


7. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan Kedua. Jakarta

: Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006


8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan pelayanan medic.

Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006.


9. Daniel W. Foster. 1994. Thalassemia in Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi 13, EGC. Jakarta


10. Prof. DR. Dr. A. halim Mubin SpPd, MSc, KPTI, Ilmu Penyakit Dalam, Diagnosis dan

Terapi.

Anda mungkin juga menyukai