Anda di halaman 1dari 8

SEPA : Vol. 8 No.

2 Pebruari 2012 : 51 182 ISSN : 1829-9946

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PERGESERAN NILAI BUDAYA


KARAPAN SAPI

FUAD HASAN
Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Universitas Trunojoyo

Masuk 20 Februari 2012; Diterima 27 Februari 2012

ABSTRACT

Karapan sapi is no longer known as a cultural ritual on the farm, but there is a shift
function to be a race or a championship. This study aims to determine 1) the motivation that drives
owners to follow karapan sapi, and 2) determine the impact of a shift in cultural values of karapan
sapi from social and economic aspects.
The data used as discussion material is primary and secondary data derived from
interviews with karapan cow owners, department of tourism, and the police. Data were analyzed
descriptively and quantitatively.
The results showed that 1) the motivation of the owner of the karapan cow is not financial
but hobby and prestige; 2) economically, karapan is unprofitable for karapan cow owners but have
a positive impact on the employment and business opportunities for the supply of factors of
production, crafts, street trader, hotels and travel agents, as well as government revenue. While the
social impact is the preservation of cultural karapan sapi, rising social status of karapan cow
owners, and the appearance of potential conflicts and gambling. There are other effects, namely:
the existence of violence to karapan cows.

Keywords: karapan sapi, cultural values, socio-economic

PENDAHULUAN kebudayaan yang dihormati, salah satunya


Indonesia merupakan bangsa yang kaya adalah karapan sapi. Kerapan Sapi adalah
akan keanekaragaman etnis dan suku, karena sebagai salah satu wujud hasil budaya yang
memang Indonesia terbentuk dari berbagai berupa kesenian yang mana kerapan sapi
suku-suku bangsa, dan setiap suku bangsa merupakan salah satu jenis atraksi yang
mempunyai kebudayaan masing-masing. diangkat dari budaya Madura dan bentuk dari
Sehingga tidak asing apabila diasumsikan budaya tersebut adalah memperagakan lomba
dengan kata bhineka tunggal ika, yang artinya pacuan sapi yang memang khusus untuk
berbeda beda tetapi tetap satu. Apabila kita dilombakan.
melihat dalam konteks global, maka kebudayaan Dalam even karapan sapi para penonton
yang dimiliki ini sebetulnya dapat dijadikan aset tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan
negara sebagai keunggulan dan kekayaan ketangkasan para jokinya, tetapi sebelum
budaya khas Indonesia yang tidak tertandingi memulai para pemilik biasanya melakukan
oleh negara-negara lain sehingga hal tersebut ritual arak-arakan sapi disekelilingi pacuan
dapat mengangkat citra Indonesia dimata dunia. disertai alat musik seronen perpaduan alat music
Partisipasi masyarakat dalam melestarikan khas Madura sehingga membuat acara ini
budaya sendiri harus saling terjalin dengan baik, menjadi semakin meriah.
sehingga kesadaran kolektif dan jiwa optimis Karapan sapi pada awalnya adalah
akan tertanam di setiap manusia Indonesia. budaya untuk menyambut musim tanam padi
Dengan keaneragaman kebudayaan dengan maksud membangun komunikasi dan
yang muncul dalam keberadaan di nusantara ini, informasi saat tanam ketika hujan mulai jatuh di
ada beberapa macam kebudayaan yang sangat beberapa bagian pulau. Semua bagian
unik dan tetap dinilai sebagai salah satu masyarakat biasanya terlibat dan bergembira,

75
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

baik pemilik sapi maupun pemilik tegal/sawah, Guna mengetahui dampak sosial,
walaupun sebenarnya jarang masyarakat di dilakukan pengamatan, wawancara dan
Madura memiliki bersama-sama kedua barang pencatatan terhadap peristiwa sosial seperti
mewah tersebut. (Santoso,2006). bentuk kriminalitas, keharmonisan berbagai
Karapan sapi sekarang tidak lagi pihak, dan jumlah wisatawan untuk kemudian
dikenal sebagai sebuah ritual kebudayaan pada dideskripsikan.
pertanian, tetapi menjadi ajang perlombaan atau
kejuaraan sehingga ada pergeseran fungsi. Yang HASIL DAN PEMBAHASAN
tadinya berfungsi untuk membangun Upaya pelestarian budaya dan menarik
komunikasi dan informasi serta solidaritas antar wisatawan telah dilakukan oleh dinas pariwisata
masyarkaat bergeser fungsi menjadi untuk dan kebudayaan yang dalam pengelolaannya
mencari pemenang pacuan sapi. Bahkan sudah membagi karapan sapi menjadi dua, yaitu
menjadi even pariwisata di Indonesia yang tidak karapan sapi pariwisata dan karapan sapi
hanya disaksikan oleh turis local tapi juga turis tradisional.
dari mancanegara pun banyak yang 1. Karapan sapi pariwisata diadakan khusus
menyaksikan karapan sapi ini. Pergeseran untuk kegiatan pariwisata yang diadakan
fungsi ini tentunya akan membawa dampak baik rutin setiap bulan sekali dan atau insidental
yang diharapkan (positif) maupun dampak yang sesuai dengan pesanan wisatawan.
tidak diharapkan (negatif). Wisatawan yang ingin menonton karapan
Berdasarkan pada uraian di atas, tujuan sapi tetapi tidak ada jadwal karapan, maka
penelitian ini adalah mengetahui 1) motivasi bisa memesan ke dinas pariwisata dan
yang mendorong pemilik sapi untuk mengikuti kebudayaan untuk mengadakan karapan
karaparan; dan 2 ) dampak dan ekonomi sapi dengan jumlah sapi dan waktu
ekonomi akibat pergesan fungsi kebudayaan pelaksanaan disepakati bersama dimana
karapan sapi biaya penyelengaraan ditanggung oleh
wisatawan.
METODOLOGI PENELITIAN 2. Karapan sapi tradisonal, yaitu karapan sapi
Penelitian dilakukan di Bangkalan pada yang bertujuan mendapatkan juara atau
Juni-Oktober 2011. Jenis data yang akan memperebutkan hadiah. Hal ini yang
dijadikan bahan pembahasan adalah data primer membedakan dengan karapan sapi
dan data skunder. Data primer didapatkan pariwisata yang tanpa hadiah. Karapan sapi
melalui wawancara langsung baik dengan tradisional juga menjadi objek pariwisata.
menggunakan kuisioner maupun penggalian Dalam pelaksanaanya, ada yang diadakan
secara mendalam terhadap narasumber dimana rutin setiap tahun dan ada yang insidental
terdiri dari pemilik sapi karapan dan pihak diadakan misalnya kapolda cup, karapan
pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah yang diadakan perorangan untuk acara
dinas pariwisata dan kepolisian. Sedangkan data tertentu, atau karapan yang diadakan
skunder diperoleh dari penelusuran pustaka. kelompok pengkarap. Kelompok pengkarap
Dampak Ekonomi dapat dilihat terhadap di Bangkalan dikenal dengan nama Perkasa
pelaku atau pemilik karapan sapi, pemerintah (Persatuan Karapan Sapi) dengan
daerah, dan masyarakat. Untuk mengetahui perwakilan ada di setiap eks kawedanan.
dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar Karapan sapi tradisional yang rutin
adalah dengan pendekatan biaya yang diselenggarakan setiap tahun adalah
dikeluarkan oleh pemilik sapi dalam memperebutkan piala presiden di
memelihara sapi dan keikutsertaan dalam lomba pamekasan. Kompetisi piala presiden secara
karena biaya yang dikeluarkan akan mengalir ke berurutan dimulai dari
masyarakat baik sebagai tenaga kerja maupun a. Tingkat eks kawedanan. Kabupaten
penyedia faktor produksi dan peluang ekonomi bangkalan mempunyai 5 eks
lainnya. kawedanan, yaitu: Bangkalan, Blega,
Sepuluh, Tanah Merah, dan Arosbaya.

76
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

Pada tingkat eks kawedanan diambil 6 dipelihara oleh 1 orang/hari. Kedua, menitipkan
pasang sapi pemenang - 3 pasang sapinya kepada orang lain untuk memelihara
pemenang atas dan 3 pasang pemenang tanpa mengupahnya, tetapi biaya pakan dan
bawah untuk kemudian diikutsertakan perawatan tetap dikeluarkan oleh pemilik.
pada tingakatan selanjutnya. Pemilik mengijinkan pemelihara untuk
b. Tingkat kabupaten. Peserta karapan mengikutsertakan sapinya pada lomba karapan
pada tingkat ini adalah para pemenang sapi di daerah/lokasi pemelihara dan apabila
di tingkat eks kawedanan sehingga total mendapatkan hadiah maka hadiah tersebut
peserta di tingkat kabupaten bangkalan menjadi hak pemelihara. Jadi upah pemelihara
ada 30 pasang (masing-masing 6 pasang adalah dari hadiah tersebut. Dalam metode
dari 5 eks kawedanan). Seperti halnya kedua ini, pemelihara tidak mengutamakan
pada tingkat sebelumnya, pada tingkat orientasi ekonomi tetapi lebih pada hobby.
kabupaten juga diambil 6 pasang Kegiatan yang dilakukan dalam
pemenang untuk diikutkan pada tingkat pemeliharaan meliputi 1) membersihkan
puncak. kandang sehingga kondisi kandang selalu
c. Tingkat Karisidenan. Empat kabupaten terjaga kebersihannya sehingga nyaris tidak ada
di Madura (Bangkalan, Sampang, kotoran sapi dalam kandang maupun di pantat
Pamekasan, dan Sumenep) masing- sapi; 2) memandikan sapi dua kali sehari agar
masing mengirimkan 6 pasang sapi sapi-sapi tersebut tidak kepanasan karena
karapan yang sudah menjadi pemenang jamunya memang yang menghangatkan tubuh,
di tingkat kabupaten untuk diadu dan 3) memberi pakan baik berupa
diambil 6 pasang pemenang (3 rumput/dedauanan maupun jamu; dan 4)
pemenang atas dan 3 pemenang bawah). memijat yang lakukan dengan mginjak-injak
Tingkat karisidenan merupakan tingkat tubuh sapi agar otot-otot sapi tidak kaku dan
puncak yang Lokasi aliran darahnya lancar. Orang yang bertugas
penyelenggaraannya diadakan di memandikan dan memijat sapi dikenal dengan
Kabupaten Pamekasan. tukang obu.
Guna melatih sapi agar bisa berlari
Motivasi Pengkerap kencang maka sapi selalu dilatih pacuan secara
Sapi karapan membutuhkan biaya rutin minimal 1 kali latihan per bulan dengan 3
pemeliharaan yang tidak sedikit. Rata-rata biaya kali lintasan setiap latihan. Dalam latihan
rutin yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tersebut, pemilik sapi karapan menggunakan
adalah Rp. 5.880.000,- per pasang dalam satu joki yang dibayar setiap latihan dengan besaran
bulan. Table 5.1 menunjukkan rincian biaya tergantung dari kondisi keuangan sipemilik sapi.
rata-rata pemeliharaan sepasang sapi karapan. Besarannya adalah berkisar Rp 50.000 Rp
Dalam pemeliharaan ada dua metode yang 500.000/latihan. Biaya yang paling banyak
dipakai oleh pemilik sapi karapan, yaitu: dikeluarkan dalam pemeliharaan adalah untuk
pertama, pemilik memelihara sapi di rumahnya membeli telur (54,83%) yang seakan-akan
dengan memakai tenaga kerja untuk menjadi pakan utama. Telur yang diberikan
memeliharanya dan mengupahnya secara harian adalah telur ayam kampung yang kadang-
atau bulanan. Setiap pasang sapi karap cukup kadang juga dicampur dengan telur bebek.

Tabel 1. Rata-rata biaya Rutin Pemeliharaan Sepasang Sapi Karapan Per Bulan
Jumlah
No Komponen Biaya Persentase
Satuan
1 Tenaga kerja
a. Pemeliharaan 30 HKO 687.500 11,16
b. Joki 3 HKO 412.500 6,7

77
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

Lanjutan Tabel 1.
2 Pakan
a. Telur 2.347,5 butir 3.375.000 54,83
b. Rumput/dedaunan 60 ikat 900.000 14,62
c. Jamu 780.000 12,67
Jumlah 5.880.000 100,00
Sumber: Data Primer diolah (2011)

Pemberian pakan telur ini bertujuan itu ada biaya yang harus dikeluarkan pada saat
untuk menambah stamina si sapi dan membuat mengikuti perlombaan, yaitu:
larinya semakin kencang. Jumlah telur yang 1. Biaya pendaftaran. Besaran biaya
diberikan oleh pemilik sapi kerap berbeda-beda, pendaftaran tergantung dari hadiah yang
paling sedikit 10 butir/hari untuk sepasang sapi diperebutkan berkisar antara Rp 300.000
dan paling banyak 200 butir/hari. Besarnya 2.500.000
jumlah telur akan sangat berpengaruh dengan 2. Biaya transportasi. Biaya ini dikeluarkan
prestasi sapi. Sapi yang mengkonsumsi 200 untuk mengangkut sapi dari kandang dan
butir/hari adalah sapi yang sudah masuk final rombongan pengiring ke lokasi perlombaan.
piala presiden tingkat karisidenan. Besarnya tergantung dari jarak antara
Komponen biaya terbesar kedua adalah kandang dengan lokasi perlombaan.
untuk rumput/dedaunan. Rumput atau dedaunan 3. Biaya tenaga kerja pengiring. Setiap pasang
yang diberikan, bukan rumput pakan sapi pada sapi membutuhkan 10 tenaga kerja
umumnya untuk penggemukan, tetapi rumput pengiring yang bertugas mempersiapkan
atau dedaunan yang bisa memberikan tenaga sapi dari kandang sampai ke persiapan start
karena dalam karapan sapi yang dimanfaatkan di arena perlombaan. Sebelum karapan
adalah tenaga si sapi. Daun yang diberikan dimulai, sapi di pegang oleh 10 orang
adalah daun lamtoro beserta buahnya yang tersebut, masing-masing 5 orang untuk satu
masih muda, daun jagung, daun sorgum (bulir sapi. Dua orang paling depan yang
dalam istilah lokal madura) dan daun beruk memegang kepala (2 sapi) mendapatkan
(istilah lokal madura). Jamu yang diberikan upah masing-masing Rp 250.000/hari dan
pada sapi kerap merupakan parutan kunyit, jahe, pengiring yang lain Rp 50.000/hari.
temulawak, kunci, gula merah, kopi, miniman 4. Biaya tambahan untuk joki. Upah joki pada
bersoda dan anggur malaga. Masing-masing saat latihan berbeda dengan pada saat
pengkerap mempunyai racikan ramuan lomba. Joki akan mendapatkan upah dua
tersendiri. kali sampai enam kali lipat dibandingkan
Tabel 5.1 hanya menunjukkan rata-rata pada saat latihan dan akan mendapatkan
biaya rutin yang paling minimal dikeluarkan, tambahan lagi kalau menjadi juara.
sedangkan bagi pengkarap yang kondisi 5. Biaya konsumsi. Biaya ini dikeluarkan
keuangannya besar bisa membeli ramuan untuk konsumsi rombongan pengiring
khusus yang tidak bisa dibeli oleh pengkarap 6. Biaya bahan perangsang. Untuk merangsang
lain. Biaya untuk ramuan tersebut bisa mencapai sapi berlari kencang, pengkarap
Rp 2 juta/pasang/bulan. Sedangkan kalau akan memberikan bahan-bahan tertentu kepada
ada acara pertandingan maka biaya juga akan sapi. Bahan-bahan tersebut adalah:
meningkat. Tiga bulan sebelum mengikuti minuman suplemen, balsem, jahe, cabe, dan
perlombaan, pemeliharaan sapi akan lebih spirtus.
intensif terutama untuk pemberian telur dan 7. Biaya beli nomor peserta. Selain biaya
jamu. Konsumsi telur yang biasanya akan pedaftaran, peserta bisa membeli nomor
dinaikkan 50% dari konsumsi pada hari-hari peserta dimana nomor tersebut akan
biasa. Demikian juga dengan latihan akan berpengaruh pada posisi race dan lawan
bertambah menjadi 2 kali dalam sebulan. Selain tanding. Nomor ini sering disebut dengan

78
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

nomor pathek. Harga nomor ini bisa juara, harganya menjadi tinggi apalagi juara
mencapai 50 juta tergantung dari hadiah pada level karisidenan. Salah satu pengkerap
yang diperebutkan. yang sapinya pernah menjadi juara di piala
Biaya di atas belum termasuk biaya presiden sudah ditawar 700 jutaan, tetapi tidak
awal/modal yang meliputi kandang, bibit sapi, dilepas dengan alasan kalau saya lepas, nanti
dan perlengkapan karapan. Kondisi kandang dia (pemilik baru) yang akan menjadi juara,
sapi kerap berbeda dibanding kandang sapi kalau sudah mulai sakit-sakitan akan saya bawa
potong. Kebersihan kandang sapi kerap sangat ke surabaya untuk dipotong. Alasan ini
terjaga. menunjukkan bahwa pemilik/pengkerap tidak
Bibit sapi biasanya didatangkan dari mau disaingi oleh orang lain yang akan
Pulau Sapudi dengan harga yang sangat variatif. meurunkan gengsinya.
Harga termahal sepasang bibit sapi kerap di
Bangkalan adalah Rp 450 juta yang ada di Dampak Sosial
Kecamatan Galis. Berdasarkan kepemilikannya, Karapan sapi yang sampai saat ini
satu pengkerap bisa memilliki lebih dari masih berlangsung mempunyai dampak sosial
sepasang sapi. Satu pengkerap paling banyak secara langsung yaitu lestarinya tradisi atau
memiliki 9 pasang sapi. budaya madura. Namun demikian, karapan sapi
Pendapatan yang diperoleh dari tidak bisa dipastikan akan lestari pada masa
pengkarap adalah hanya bersumber dari hadiah mendatang. Apabila masyarakat sudah
yang didapat, dimana dalam setiap lomba hanya berorientasi pada motitif ekonomi maka karapan
diambil 6 pemenang yaitu 3 pemengan atas dan sapi dikhawatirkan akan hilang karena secara
3 pemenang bawah. Hadiah paling besar adalah ekonomi tidak menguntungkan sehingga tidak
mobil. Semakin besar hadiah yang diperoleh ada orang yang mau memlihara sapi karapan.
maka sapi yang juara adalah sapi yang Oleh karena itu pemerintah harus mencari solusi
mendapatkan perlakuan sangat mahal. Sapi bagaimana agar biaya modal dan pemeliharaan
tersebut tidak akan diikutkan dalam lomba karapan sapi tidak mahal. Menurut para
karapan dengan hadiah dengan harga di bawah pengkerap, pada tahun 1980-an perhatian
mobil. Dalam satu tahun biasanya ada 5-6 pemerintah terhadap karapan sapi sangat besar
lomba, dengan lomba terbesar memperebutkan dimana diwujudkan dalam menanggung biaya
piala presiden yang diikuti oleh pengkarap dari transportasi dan juga konsumsi apabila ada
seluruh kabupaten di Madura. event karapan sapi. Pemerintah bisa kembali
Besarnya biaya dan tidak seimbangnya melakukan hal tersebut atau pemerintah punya
hadiah yang diperoleh menunjukkan bahwa pengkerap binaan yang khusus untuk karapan
yang menjadikan pengkarap sapi bertahan sapi pariwisata bukan untuk karapan tradisional
sampai saat ini adalah bukan dari keuntungan yang penuh gengsi.
yang diperoleh secara ekonomi. Tetapi ada Selain itu, karapan sapi juga
faktor lain yang mendorong mereka untuk mempunyai dampak sosial yang menyangkut
melanggengkan karapan sapi, yaitu hobby. pada pengkerap secara individu dan juga
Pengkerap rela merugi secara ekonomi masyarakat umum, baik positif maupun negatif.
asalkan hobby-nya tersalurkan dan secara Status sosial yang berpengaruh dan merupakan
tersembunyi mempunyai motif gengsi yang tokoh informal di Madura adalah Ulama (tokoh
sangat tinggi. Pasangan sapi yang bisa menjadi agama) dan Blater (individu yang sangat
juara akan memberikan gengsi yang tinggi bagi berpengaruh karena ke-jagoan-nya) (Cahyo et
pemiliknya. Oleh karena itu, pemilik akan al, 2010). Pengkerap pada umumnya adalah
berusaha semaksimal mungkin agar sapinya dari kalangan blater yang biasanya juga sebagai
menjadi juara walaupun dengan biaya yang kebun (kepala desa). Bagi klebun yang
besar. Besarnya tujuan untuk memperoleh memiliki sapa karapan akan merangkul blater
gengsi ini dibuktikan juga dengan menolaknya untuk ikut serta dalam rombongan kerapan.
pengkarap terhadap tawaran sapi yang juara Selain itu dengan dengan memiliki sapi kerapan
oleh pembeli. Sapi yang sudah pernah menjadi akan menunjukkan bahwa secara ekonomi

79
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

dianggap sebagai orang yang kaya. Apalagi a. tukang tongko (orang yang bertugas
kalau sapi kerapan miliknya menjadi juara maka mengendalikan sapi pacuan di atas
akan menaikkan harga diri (harkat dan martabat) kaleles);
atau gengsi pengkerap. Karapan sapi juga b. tukang tambeng (orang yang menahan
menjadi media komunikasi bagi para pengkerap. tali kekang sapi sebelum dilepas);
Karapan sapi mempunyai dampak sosial c. tukang gettak (orang yang menggertak
yang lain, yaitu munculnya kriminalitas dalam sapi agar pada saat diberi aba-aba dapat
bentuk perjudian/taruhan dan pertikaian yang melesat dengan cepat);
bisa berakhir dengan carok. Karapan sapi d. tukang tonja (orang yang bertugas
memang selalu diwarnai praktik perjudian yang menarik dan menuntun sapi); dan
dilakukan oleh oknum anggota masyarakat yang e. tukang gubra (anggora rombongan yang
menonton kegiatan tersebut (Amin, 2011). bertugas bersorak-sorak untuk memberi
Karapan sapi bisa dijadikan ajang perjudian atau semangat pada sapi pacuan).
bertaruh bagi para penjudi dan hal ini biasa 2. Masyarakat penyuplai pakan baik penyedia
terjadi. Jumlah taruhannya bervariasi, mulai dari rumput/dedaunan, jamu, madu, maupun
yang kelas seribu rupiahan, bahkan ratusan juta telur. Paling besar mendapatkan
rupiah. Penonton yang berdiri di sepanjang keuntungan disini adalah penyuplai telor.
lintasan ini taruhannya relatif kecil, tidak Dalam perebutan piala presiden di tingkat
sampai jutaan rupiah. Tetapi, para petaruh besar, kabupaten dilombakan 30 pasang sapi yang
sebagian besar duduk di podium atau hanya berasal dari 5 kawedanan, dimana tiap
melihat dari tempat kejauhan. Transaksinya pun kawedanan mengirimkan 6 pasang.
dilakukan di luar arena, dan biasanya Dengan rata-rata 82 butir telur/pasang/hari
berlangsung pada malam hari sebelum karapan maka kebutuhan telur ayam kampung
sapi dimulai. perhari untuk karapan sapi di Kabupaten
Karapan sapi merupakan lomba yang Bangkalan adalah 2.460 butir, padahal
sangat rawan dengan perkelahian kalau ada peserta di tingkat kawedanan selalu
kecurangan dalam lomba. Karena selain harga melebihi 6 pasang.
diri yang dipertaruhkan, biaya yang dikeluarkan 3. Masyarakat pedagang makanan dan
oleh pengkerap juga sangat bersar sehingga kerajinan. Setiap ada karapan sapi,
mudah bagi pengkerap terletup emosinya. pedagang makanan dan kerajinan selalu
Apalagi para pengkerap adalah blater yang ada di lokasi karapan baik untuk karapan
identik dengan jagoan dimana selalu membawa tradisional maupun pariwisata. Pada
senjata tajam dimanapun berada. karapan pariwisata, pemerintah daerah
selalu mengundang pedagang makanan
Dampak Ekonomi lokal dan kerajinan khas madura (cendera
Secara ekonomi, bagi pengkerap atau mata dan batik). Pedagang datang ke lokasi
pemilik sapi karapan tidak ada keuntungan karena dalam karapan sapi selalu ramai
finansiall yang diperoleh, tetapi adanya karapan dikunjungi wisatawan baik domestik
sapi mempunyai multiplyer effect yang besar maupun mancanegara. Peneliti belum bisa
bagi masyarakat umum dan pemerintah daerah. memperkirakan perhitungan perputaran
Masyarakat yang bisa mendapatkan keuntungan uang atas transaksi tersebut di lokasi
dari adanya karapan sapi adalah: karapan. Kunjungan wisatawan domestik
1. Masyarakat sebagai tenaga kerja baik dan mancanegara untuk karapan sapi
sebagai pemelihara, joki, maupun cenderung meningkat (Tabel 5.2).
pengiring/rombongan dalam karapan. 4. Masyarakat pelaku ekonomi lainnya:
Meskipun jumlahnya tidak besar, tetapi perhotelan atau penginapan - terutama
dengan karapan sapi maka ada lapangan untuk tourism mancanegara dan travel
pekerjaan. Secara rinci, pihak yang terlibat agent.
sebagai tenaga kerja dalam karapan sapi 5. Pemerintah daerah mendapatkan retribusi
adalah: dan pajak

80
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

Tabel 2. Kunjungan Wisatawan untuk Karapan Sapi di Kabupaten Bangkalan Tahun 2005 - 2010
No Tahun Wisnus Wisman Jumlah
1. 2005 10.000 49 10.049
2. 2006 25.214 375 25.589
3. 2007 18.325 - 18.325
4. 2008 14.160 - 14.160
5. 2009 41.582 402 41.984
6. 2010 50.128 548 50.676
Sumber: Dispora, Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bangkalan (2011)

Dampak lainnya Penyiksaan itu merupakan


Hal yang menjadi perhatian kalangan penyimpangan dari budaya asli yang terjadi
ulama dan pecinta binatang adalah perlakuan sejak terlibatnya pemilik modal. Karapan
terhadap sapi pada saat perlombaan. Agar yang semula digelar secara santai untuk
sapinya lari kencang, apapun dilakukan oleh hiburan setelah panen berubah menjadi
pengkerap. Sapi-sapi itu berpacu dalam sesuatu yang menegangkan. Apalagi setelah
kesakitan, dan pantatnya berdarah. Cairan melibatkan gengsi atau taruhan harga diri dan
merah itu meleleh akibat garukan paku sang taruhan uang (Pemangku Budaya di Madura)
joki yang ditancapkan pada gagang kayu Pembantu Rektor I Universitas
seperti parut. Tidak hanya itu. Mata, pantat Madura (Unira) Pamekasan mengemukakan,
yang luka, dan sekitar lubang anus si sapi munculnya penyiksaan pada sapi itu sekitar
diolesi cuka, sambal, dan balsem. tahun 1980-an. Diperkirakan, penggunaan
Selain paku yang ditancapkan pada paku dan kekerasan lainnya karena semakin
tongkat sepanjang sekitar 15 sentimeter itu, kerasnya kompetisi. Maka cara-cara yang
bagian dalam ekor sapi diikat dengan kayu digunakan juga melebihi batas kompetisi
yang juga berpaku. Saat berlari, ekor yang seperti itu. Karena itu, alangkah baiknya jika
dipasangi kayu berpaku itu naik turun, dan tradisi karapan sapi dikembalikan ke asalnya
menusuk kulit sekitar dubur sapi. Sapi-sapi yang hanya mengadu kekuatan otot sapi
itu terlihat meronta, mengentak-entakkan (kompas, 2008).
kaki dan mendengus berulang-ulang. Tidak Guna menghapuskan penyiksaan
heran jika setiap pasangan sapi karapan harus sapi, pemerintah bisa membuat peraturan
dipegang oleh banyak orang agar tidak kalap tentang pelarangan penyikasaan dan
dan lari sembarangan. dilaksanakan secara tegas. Pemerintah bisa
Pada kondisi seperti itu, tidak jelas memulai untuk karapan sapi pariwisata.
apakah setiap pasangan sapi karapan berlari
karena kekuatan ototnya atau karena ingin KESIMPULAN DAN SARAN
lepas dari rasa sakit. Bisa jadi, pasangan sapi Kesimpulan
akan diadu beberapa kali. Artinya, sapi-sapi 1. Secara ekonomi, memelihara sapi
tersebut akan mendapatkan perlakuan karapan tidak menguntungkan
menyakitkan berulang-ulang. 2. Motif pengkerap memelihara sapi
Seolah tanpa beban, begitu pacuan kerapan adalah hobby dan status sosial
usai, para pemilik sapi langsung 3. Dampak sosial karapan sapi:
menyembuhkan luka-luka itu, meski tindakan a. Meningkatnya harga diri dan status
itu menimbulkan rasa sakit baru. Caranya, sosial pengkerap
luka itu ditetesi spiritus, zat cair yang b. bagi masyarakat madura adalah
mengandung alkohol dan mudah menguap. terpeliharanya tradisi karapan sapi
Atau ditetesi air panas bercampur garam. yang merupakan warisan lelulur
Dengan cairan itu luka-luka diyakini bisa
cepat kering dan sembuh.

81
Fuad Hasan: Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi

c. munculnya tindak kriminal Kawasan Kaki Jembatan


pertikaian bahkan sampai terjadi Suramadu. Makalah seminar
carok dan tindak perjudian nasional Perumahan Pemukiman
4. Dampak ekonomi: dalam Pembangunan Kota:
a. Membuka peluang kerja Maret 2010. Surabaya.
b. Memberi peluang usaha untuk pakan
sapi, telur ayam kampung, makanan, Dispora, Kebudayaan, dan Pariwisata, 2011.
kerajinan, perhotelan, dan travel Kunjungan Wisatawan.
agent Bangkalan
c. Memberikan pendapatan daerah
5. dampak lainnya: terjadi tindak kekerasan Efendi EH., 2010. Pergeseran Fungsi-Fungsi
atau penyiksaan terhadap hewan (sapi Sosial Budaya Karapan Sapi
kerap) Pada Masyarakat Desa Ranu
Bedali. Skripsi. UMM Malang.
Saran
Pemerintah harus mencari solusi Santoso B.I., 2006. Karapan Sapi Di Pulau
bagaimana agar biaya modal dan Madura Dari Aspek Komunikasi
pemeliharaan karapan sapi tidak mahal Dan Aspek Local Wisdom Pada
sehingga kelestarian tradisi karapan sapi Sektor Pertanian: Makalah sain
tetap terjaga apabila pengkerap beralih dan Filsafat. Tidak
orientasi ekonomi. dipublikasikan.
Guna menghapuskan penyiksaan
sapi, pemerintah bisa membuat peraturan Suyatno, 2010. Sosiologi: Perubahan Sosial.
tentang pelarangan penyikasaan dan Undip Press
dilaksanakan secara tegas. Pemerintah bisa
memulai untuk karapan sapi pariwisata. www.antaranews.com, Karapan Sapi Madura
Selalu Bernuansa Perjudian.
DAFTAR PUSTAKA Diakses 4 Agustus 2011
www.kompas.com, Pantat Dipaku, Mata dan
Abdullah Irwan, 2006. Konstruksi dan Dubur Diolesi Balsem, Diakses 4
Reproduksi Kebudayaan.Pustaka Agustus 2011
Pelajar.Yogayakarta

Cahyo N.P, Johan S.,dan Sri A.S, 2010.


Konsep Penataan Pemukiman
dalam Rangka Pembangunan

82

Anda mungkin juga menyukai