OLEH:
KELOMPOK VI
AMELISA BINUWARA (1110942002)
ANGGI ALFIONITA (1110942012)
ROHIMA RIRIN (1110942026)
SRI RAHMIWATI YUNED (1110942032)
WINDY PRATIWI (1110942036)
PUTRO MEKAR KENCANA M (1110942040)
DOSEN:
YENNY RUSLINDA, MT
PENDAHULUAN
Pengelolaan sampah (limbah padat) merupakan masalah klasik yang sering terjadi di daerah
perkotaan. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi selalu berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi dan aktivitas masyarakat, menyebabkan jumlah sampah (limbah padat) yang
dihasilkan juga semakin tinggi. Pengelolaan sampah kota yang saat ini banyak diterapkan di
beberapa kota di Indonesia masih terbatas pada sistem 3P (Pengumpulan, Pengangkutan, dan
Pembuangan). Sampah dikumpulkan dari sumbernya, kemudian diangkut ke Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Pengelolaan sampah tersebut dimulai dari sumbernya sampai ke tempat pembuangan akhir.
Dari evaluasi yang telah dilakukan, dapat diidentifikasikan masalah-masalah pokok dalam
pengelolaan persampahan di kota antara lain disebabkan oleh bertambah kompleksnya
masalah persampahan sebagai konsekuensi logis dari pertambahan penduduk dan
keheterogenan tingkat sosial penduduk kota. Situasi dana serta prioritas penanganan yang
relatif rendah dari pemerintah daerah, merupakan masalah umum dalam skala nasional. Selain
itu adanya keterbatasan teknik penanganan dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah
untuk menangani persampahan menambah lengkapnya masalah pengelolaan persampahan.
Dalam bidang teknologi, masalah timbul karena konsep pengelolaan persampahan yang
terkadang tidak cocok untuk diterapkan di daerah, serta kurang terbukanya kemungkinan
modifikasi konsep tersebut di lapangan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukanlah suatu sistem pengelolaan sampah yang
baik dan tepat serta sarana dan prasarana yang mendukung untuk mengolah sampah agar tidak
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka
dirasa perlu untuk dibuat Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).
Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk mendesign suatu Tempat Pembuangan
Akhir Terpadu (TPST) di suatu kawasan, dengan waktu design adalah 10 tahun kedepan,
sedangkan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Teknik
Pengolahan Sampah (TPS).
1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini memuat beberapa hal, yaitu:
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sampah merupakan buangan padat atau setengah padat terdiri dari zat organik dan zat
anorganik yang kehadirannya tidak diinginkan atau tidak berguna oleh masyarakat. Setiap
aktivitas manusia menghasilkan sampah, dengan bertambahnya jumlah penduduk
mengakibatkan sampah yang dihasilkan semakin besar. Hal ini menyebabkan masalah sampah
mulai mengganggu baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan yang
menyebabkan tercemarnya tanah, air dan udara. Maka dari itu sampah tersebut perlu
pengelolaan khusus agar tidak membahayakan kesehatan manusia, lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan (Tchobanoglous, 1993).
Pengelolaan persampahan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang mengontrol
jumlah timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, transfer dan transport, daur ulang serta
pembuangan sampah dengan memperhatikan faktor kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik,
konservasi lingkungan, estetika, dan pertimbangan lingkungan lainnya (Tchobanoglous,1993).
Sampah menurut SNI 19-2454-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan
didefenisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik
yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak mengganggu lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah
dapur), daun-daunan, ranting, karton/kertas, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa
penyapuan dan sebagainya.
Pengelolaan sampah saat ini hanya menggunakan single method, yaitu wadah-kumpul-angkut-
buang, sampah sepenuhnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jika ada masalah
dengan transportasi sampah dan TPA maka seluruh sistem pengelolaan sampah menjadi
macet. Untuk mencegah kebuntuan sistem pengelolaan sampah, perlu dikembangkan metode-
metode lain. Salah satu metode yang sangat fleksible dan realistik dikembangkan adalah
implementasi prinsip 3R yaitu reduce (mengurangi sampah), reuse (guna ulang sampah), dan
recycle (daur ulang) dalam pengelolaan sampah, dan merupakan prinsip utama dalam
pengelolaan sampah berwawasan lingkungan (environmental friendly) (Departemen PU,
2008).
Beberapa faktor yang mempengaruh komposisi sampah (Damanhuri, 2004) antara lain:
1. Cuaca;
2. Frekuensi pengumpulan;
3. Musim;
4. Tingkat sosial ekonomi;
5. Pendapatan perkapita;
6. Kemasan produk.
Secara umum teknik operasional pengelolaan sampah dikenal dalam beberapa subsistem
sebagai berikut (Damanhuri, 2004):
1. Sumber sampah (waste generation);
2. Pewadahan sampah (storage);
3. Pengumpulan (collection);
4. Pemindahan (transfer) dan Pengangkutan (transport);
5. Pengelolaan dan pemanfaatan kembali (processing and recovery );
6. Pembuangan akhir (disposal).
Elemen-elemen yang terdapat pada pengelolaan sampah dan hubungan antar elemen tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.1:
3. Sampah berbahaya
Sifat dari sampah ini nonbiodegradable, bertambah secara biologis, mematikan atau efek
komulatif merusak, seperti baterai.
4. Sampah institusi
Merupakan sampah yang berasal dari institusi-institusi seperti kantor, sekolah, rumah
sakit, penjara.
5. Sampah konstruksi dan bangunan
Merupakan sampah yang berasal dari pembuatan konstruksi dan pemugaran bangunan.
Biasanya berupa kayu, beton, plesteran dan puing-puing bangunan.
6. Sampah pelayanan kota
Adalah sampah yang berasal dari fasilitas pelayanan kota seperti sampah taman kota dan
sampah kontainer.
7. Sampah instalasi pengolahan air limbah
Biasanya berupa buangan padat atau setengah padat dari instalasi pengolahan air, instalasi
pengolahan air buangan, dan industri. Pengumpulannya bukan tanggung jawab
manajemen persampahan kota.
8. Sampah industri
Jenis sampah yang dihasilkan tergantung dari jenis industri, jika industri makanan maka
sampah yang dihasilkan tidak jauh beda dengan sampah domestik.
9. Sampah pertanian
Sampah yang berasal dari aktivitas pertanian dan peternakan, banyak mengandung bahan
organik.
Bahan buangan berbentuk padat seperti kertas, logam, plastik merupakan bahan yang biasa
didaur ulang. Bahan ini didaur pakai secara langsung atau harus mengalami proses terlebih
dahulu untuk menjadi bahan baku baru. Bahan buangan ini banyak dijumpai, dan biasanya
merupakan bahan pengemas produk. Bahan inilah yang pada tingkat konsumen kadang
menimbulkan permasalahan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota. Di negara industri,
aplikasi pengemas yang mudah didaur ulang akan menjadi salah satu faktor yang
meningkatkan nilai saing produk tersebut di pasar. Contoh sampah yang berpotensi untuk
didaur ulang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Kertas:
Kertas koran
Kardus Kardus kemas
Kertas kualitas tinggi Kertas komputer, kertas tulis HVS
Kertas campuran Campuran kertas bersih, koran, majalah, putih/warna
Beberapa penjelasan mengenai jenis plastik yang dapat/tidak bisa didaur ulang, yaitu:
a. PETE atau PET (polyethylene terephthalate)
Biasa dipakai untuk botol plastik tembus pandang/transparan seperti botol air mineral,
botol minuman, botol jus, botol minyak goreng, botol kecap, botol sambal, botol obat, dan
botol kosmetik dan hampir semua botol minuman lainnya. Untuk pertekstilan, PET
digunakan untuk bahan serat sintetis atau lebih dikenal dengan polyester. PETE/PET
direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. penggunaan berulang kali terutama pada
kondisi panas akan menyebabkan melelehnya lapisan polimer dan keluarnya zat
karsinogenik dari bahan plastik tersebut, sehingga dapat menyebabkan kanker untuk
penggunaan jangka panjang.
f. PS (polystyrene)
Biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai seperti
sendok, garpu gelas, dan lain-lain. Polystyrene dapat mengeluarkan bahan styrene ke
dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan ini harus dihindari, karena
berbahaya untuk kesehatan, selain itu bahan ini sulit didaur ulang. Banyak negara bagian
di Amerika sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan styrofoam termasuk
negara China.
g. Double Layers
Double layers adalah plastik yang 1 (satu) lembar terdiri dari 2 (dua) lapis (lapis luar dan
dalam berbeda).Contohnya plastik beda bahan :LDPE & HDPE. Keunggulan plastik
double layers di Elfrida :
Daya seal lebih bagus (jika lapis di dalam LDPE, lapis luar LDPE)
Penampilan lebih menarik (karena dua sisi warna berbeda)
Bisa membuat amplop yang isi di dalamnya tidak kelihatan.
Di Indonesia, potensi daur ulang sampah kering adalah 15-25%, sedangkan potensi sampah
basah yang dapat dikomposkan adalah 30-40%, sehingga potensi daur ulang sampah
diperkirakan akan sebesar 45-65%. Namun tingkat daur ulang di kota-kota Indonesia baik
melalui usaha pemulung maupun usaha daur ulang di rumah tangga dan pengomposan
jumlahnya diperkirakan hanya sebesar 8,1% (Damanhuri, 2004).
BAB III
KONDISI EKSISTING WILAYAH DESIGN
3.1 Umum
Kota EXECUTIVE memiliki luas wilayah sebesar 1000 m2 dengan jumlah penduduk sebesar
10.000 jiwa selama waktu perencanaan.
Utara : Enviro
Barat : TL
Timur : Lingkungan
Selatan: Air
3.2 Kependudukan
Masyarakat di Kota EXECUTIVE memiliki mata pencaharian pada umumnya sebagai petani
dan pedagang.
Sistem pengolahan sampah di Kota EXECUTIVE ini dilakukan secara sederhana dan diolah
sendiri oleh masyarat penghasil sampah karena daerah ini termasuk daerah yang tidak
mendapat pelayanan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota. Sehingga
pengelolaan sampah dilakukan secara individu untuk mengurangi timbulan sampah dengan
cara dibakar di masing-masing pekarangan penduduk.
Pemerintah Kota EXECUTIVE masih menggunakan prinsip lama dalam mengolah sampah
yang dihasilkan yaitu prinsip Kumpul- Angkut-Buang. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya mengolah sampah. Jumlah timbulan sampah
rata-rata selama periode desain = 2,8 l/o/h.
Tabel 3.1 Komposisi sampah dan potensi daur ulang masing-masing komponen sampah
Kota EXECUTIVE.
Potensi daur Ulang Sampah
Jenis Sampah Komposisi Sampah (%)
(%)
Sampah Makanan 68 41
Basah Sampah Halaman 6 41
Sampah Basah 74
Kering Tekstil 0,7 -
Karet 0,4 -
Kulit 0,2 -
Kertas 8 48
Plastik 12 48
Kaca 2 48
Logam 0,7 48
Lain-lain 2
Sampah Kering 26
BAB IV
Timbulan Sampah
28 m3
Kota
Becak Motor
TPST
S. S.
Organik Anorganik
20,72 m3 7,28 m3
Fasilitas Pemisaha
Transforma n Material
si Sampah
Dumptruck
a. Pewadahan di Sumber
Jenis-jenis pewadahan yang biasa digunakan adalah:
1. Untuk pemukiman, menggunakan kantong plastik ( 10 liter), bin atau tong plastik (
10 liter);
2. Untuk pasar, menggunakan bin atau tong (120 liter) dan bak sampah (1m3);
3. Untuk pertokoan, menggunakan kantong plastik (10 liter) dan bin atau tong plastik (10
liter);
4. Untuk bangunan institusi, menggunakan tong sampah (5 liter);
5. Untuk tempat umum dan jalan taman, menggunakan bin (120 liter).
Sampah basah dan kering dibedakan dengan memisahkan tempat atau wadah
pengumpulannya. Sampah basah diletakkan di kantong plastik atau bin berwarna biru dan
sampah kering diletakkan di kantong plastik atau bin berwarna merah.
Di TPST, sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, yaitu sampah basah dan sampah
kering. Sampah basah dan sampah kering tersebut dipilah kembali berdasarkan komposisi
masing-masing sesuai dengan jenisnya.
d. Pengolahan di TPST
Pengolahan sampah di TPST terdiri dari composting, reuse dan recycling. Sampah basah
yang terdiri dari sampah organik dapat dikompos yang dilakukan oleh petugas TPST.
Pengomposan di TPST ini menggunakan komposter yaitu komposter biophosko. Sampah
organik akan di cacah terlebih dahulu dengan mengunakan Mesin Pencacah sampah baru
kemudian dilanjutkan dengan pengomposan menggunakan mesin Rotary Klin(Komposter
Biophosko). Sampah kering dipilah oleh petugas TPST untuk memisahkan sampah yang
bisa di daur ulang dengan sampah yang tidak bisa di daur ulang. Untuk sampah yang bisa
di daur ulang akan dipadatkan dengan menggunakan kompaktor, setelah sampah
dikompaksi, sampah akan disimpan didalam gudang untuk kemudian akan dijual ke Lapak
atau industri pengrajin baraang bekas dalam periode waktu tertentu.
Sisa sampah yang tidak dapat didaur ulang dan dikompos akan diangkut ke TPA
menggunakan truk sampah tipe Dump Truck kapasitas 10 m3.
4.5
Spesifikasi
Alat
- Mesin
- Kompaktor
Menghasilkan sampah dalam ukuran yang relatif kecil
Bekerja pada tekanan tinggi (100 200 lb/in2)
Lebih tepat di gunakan untuk persiapan pada recovery dan daur ulang sampah
Pekerja yang dibutuhkan di TPST adalah sebanyak 9 orang dengan spesifikasi sebagai
berikut:
- Staff : 1 orang
- Teknisi : 1 orang
Perhitungan biaya investasi untuk pengembangan sistem pengelolaan sampah di TPST kota
EXECUTIVE dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Jadi, untuk Biaya operasional selama 10 tahun, memerlukan biaya operasional sebanyak =
Rp. 165.900.000x 10 = Rp. 1.659.000.000,-
Semua sampah kering yang bisa didaur ulang akan dijual ke lapak, sedangkan kompos yang
dihasilkan 50 % akan dijual dan sisanya dimanfaatkan untuk pertamanan di kawasan Kota
EXECUTIVE dan sebagai aktivator pembuatan kompos selanjutnya. Perkiraan pendapatan
dari penjualan hasil pengolahan sampah tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.
Berdasarkan Tabel diatas, perkiraan pendapatan dari penjualan hasil pengolahan sampah
adalah Rp. 6.514.380.000,-/tahun. Jumlah pendapatan ini dapat menutupi biaya operasional
dan pemeliharaan bahkan biaya investasi pelaksanaan pengelolaan sampah di kawasan kota
EXECUTIVE yang hanya Rp. 2.997.000.000,-/tahun (Jumlah Anggran Inventasi dan
Operasional). Dengan kata lain, break event point dapat terjadi pada bulan ke 4 pelaksanaan
TPST.
1. Peraturan/Hukum
2. Kelembagaan
Kelembagaan dalam hal ini maksudnya adalah TPST ini beada di bawah pemerintah
tingkat kelurahan yang terdiri atas beberapa bidang, yaitu:
- Bidang Kebersihan;
- Tim Sorting;
- Tim Composting;
3. Pembiayaan
4. Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat adalah salah satu aspek terpenting yang sangat mempengaruhi
kelancaran dari fasilitas ini. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengajak masyarakat
dalam fasilitas ini adalah dengan cara sosialisasi. Apabila sosialisasi berjalan dengan baik,
maka masyarakat akan mengerti akan pentingnya fasilitas ini dan menganggap sampah
tidak sebagai benda yang tidak berguna tetapi sebagai aset yang dapat menghasilkan nilai
ekonomi.
BAB V
PENUTUP
1. Jumlah sampah yang masuk dan keluar TPST adalah sebagai berikut:
2. Layout TPST:
4. Rancangan Desain
a. Pewadahan di Sumber
Jenis-jenis pewadahan yang biasa digunakan adalah:
- Untuk pemukiman, menggunakan kantong plastik ( 10 liter), bin atau tong plastik (
10 liter);
- Untuk pasar, menggunakan bin atau tong (120 liter) dan bak sampah (1m3);
- Untuk pertokoan, menggunakan kantong plastik (10 liter) dan bin atau tong plastik (10
liter);
- Untuk bangunan institusi, menggunakan tong sampah (5 liter);
- Untuk tempat umum dan jalan taman, menggunakan bin (120 liter).
Sampah basah dan kering dibedakan dengan memisahkan tempat atau wadah
pengumpulannya. Sampah basah diletakkan di kantong plastik atau bin berwarna biru
dan sampah kering diletakkan di kantong plastik atau bin berwarna merah.
Di TPST, sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, yaitu sampah basah dan sampah
kering. Sampah basah dan sampah kering tersebut dipilah kembali berdasarkan
komposisi masing-masing sesuai dengan jenisnya.
d. Pengolahan di TPST
Pengolahan sampah di TPST terdiri dari composting dan compaction. Sampah basah
yang terdiri dari sampah organik dapat dikompos yang dilakukan oleh petugas TPST.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, E dan Tri Padmi. 2004. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. TL-3150. Teknik
Lingkungan ITB : Bandung.
Tchobanoglous. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc Graw-Hill, Inc : New Tork.