Anda di halaman 1dari 7

Neuritis Optik

3.1 Definisi
Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh inflamasi dan
demyelinisasi pada nervus optikus akibat reaksi autoimun. Pada neuritis optikus, serabut saraf
menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal
atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan9.
Neuritis optik terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. Retrobulbar neuritis : menunjuk kepada lesi saraf yang akut dan tidak ditemukan
adanya gambaran fundus yang abnormal.
2. Papilitis : mengarah kepada lesi anterior diamana diskus menjadi membengkak dan
hiperemis.
3. Neurorenitinitis : memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi ditujukan
kepada suatu proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat retina dan uvea.9

3.2 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi dari optic neuritis di amerika serikat adalah 5 per 100.000 penduduk.
Pada ras kaukasian, wanita dan orang yang hidup di dataran tinggi lebih banyak terkena
penyakit ini. Pada umumnya terjadi pada usia antara 15-49 tahun (usia rata-rata 30-35
tahun).16
3.3 Etiologi
Optik Neuritis (ON) mungkin berhubungan dengan demyelinisasi (disertai dengan Multipel
Sclerosis lebih dari 50%), infeksi, parainfeksi atau autoimmune disease. Pada orang dewasa,
demyelinisasi adalah penyebab yang tersering dimana penyebab demyelinisasi sendiri tidak
diketahui. ON yang disebabkan infeksi sangat jarang terjadi, meskipun begitu yang paling
sering menyebabkan ON adalah virus herpes, Cytomegalovirus, lyme disease, TB dan fungi.
Para infeksi yang dapat menyebabkan ON adalah sinus disease, vaksinasi dan enchepalitis.
SLE, sjogren syndrome, ankylosing spondylitis dan sarcoidosis telah dilaporkan sebagai
penyakit autoimun yang juga dapat menyebabkan ON.17

3.4 Patofisiologi
Hingga saat ini reaksi autoimun merupakan teori yang masih dipegang dalam patofisiologi
neuritis optik. Dalam reaksi ini myelin nervus optikus mengalami destruksi sehingga akson
hanya dapat memberikan impuls listrik dalam jumlah yang sangat kecil. Bila keadaan ini
terus menerus terjadi, maka sel ganglion retina aka mengalami kerusakan ireversibel. Setelah
destruksi myelin berlangsung, axon dari sel ganglion retina akan mulai berdegenerasi.
Monosit melokalisir daerah tersebut diikuti oleh makrofag untuk memfagosit myelin. Antrosit
kemudian berproliferasi dengan diikuti deposisi jaringan sel glia. Daerah gliotik (sklerotik)
dapat berambah jumlahnya dan meluas ke otak dan medulla spinalis (multipel sklerosis).12
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi dan terkadang
terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun,
tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T
diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan
serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral
(dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi
yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun
dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga
berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu
diantara pasien Neuritis optikus.13

3.5 Manifestasi Klinik


Riwayat dan pemeriksaan merupakan dasar dari diagnosis optic neuritis. Pasien dewasa
dengan ON sering ditandai dengan penurunan penglihatan yang unilateral. Bilateral juga
dapat terjadi, tetapi ini lebih sering terjadi pada anak-anak atau populasi Asia dan disebut
sebagai 'optospinal MS'. Persepsi penglihatan terhadap warna biasanya juga terpengaruh,
dengan warna-warna seperti efek washed out sebelum penurunan penglihatan terjadi. Nyeri
orbital di dalam atau di sekitar mata.17

Manifestasi klinis biasanya ditandai dengan nyeri subakut unilateral disertai kehilangan
penglihatan yang progresif selama beberapa hari sampai 2 minggu. Kehilangan penglihatan
mulai dari kabur hingga tidak respon terhadap cahaya. Kilatan cahaya dapat terlihat saat
penderita menggerakkan bola matanya. Pada penderita juga terjadi penurunan penglihatan
setelah berolahraga atau saat suhu tubuh meningkat (uhthoff phenomenon).
Tanda dari terjadinya optic neuritis ialah abnormallitas penglihatan terhadap warna,
menurunnya kontras dari penglihatan, defek lapangan pandang dan reflek pupil aferen defek
positif.19

a. Tajam penglihatan
Dalam praktek umum, tanda-tanda disfungsi saraf optik dapat diperoleh dari pengujian visual
acuity menggunakan grafik Snellen untuk menentukan derajat kehilangan penglihatan.
ketajaman visual pada penderita Optic neuritis dapat berkisar mulai dari 6/6 hingga no light
perception. Hilangnya visus dapat : ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60), berat ( 20 / 70)
Pemeriksaan penglihatan warna sangat penting dan ini dapat dideteksi dengan menggunakan
ishihara test. Pola yang paling umum didapatkan pada penderita ON adalah redgreen
confusion. Defek relatif aferen pupil merupakan tanda klinis dari ON dan sangat penting
bahwa tes ini dilakukan dengan benar. Perlakuan percobaan neuritis optik (ONTT)
menunjukkan bahwa sekitar 48% pasien dengan ON pada satu mata memiliki optik neuropati
pada mata kontralateralnya. Pada anak-anak, ON cukup sering bilateral dan berulang.
Penurunan subjektif pada kontras penglihatan adalah indikator lain dari disfungsi nervus
optikus.17
Uhthoffs phenomenon merupakan hilangnya visus sementara waktu yang terjadi secara
intermiten yang terjadi di Multiple sclerosis dan optic neuropati. Syndrome ini juga dapat
dicetuskan oleh stress emosional, perubahan cuaca, menstruasi, cahaya, makanan, merokok.
Patofisiologi dari Unthoffs syndrome belum diketahui, walaupun adanya hambatan hantaran
hingga peningkatan pada suhu tubuh atau perubahan pada kadar elektrolit darah dapat
dipercaya memegang peranan.
b. Gangguan lapangan pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapangan pandang adalah tipe defek visual yang sering
ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang dilaporkan, termasuk skotoma
centrocecal, setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang yang normal.

c. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral walaupun mata tersebut buta.
Umumnya, bagaimanapun defek/kerusakan afferent pupil di karakteristikan dengan susahnya
atau hilangnya konstriksi pada penyinaran langsung, hal ini didapati pada mata yang
ipsilateral. Tes dengan lampu senter yang berayun adalah metode sederhana untuk
mendeteksi hal ini.

OPTHALMOSKOPI
a. Perubahan awal11

Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal dalam 44 % kasus.
Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang berat pada mata yang
sama, hal ini dijumpai pada 18 % dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap
awal di karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis.
Edema dari diskus optikus (1:3) dengan atau tanpa peripapillary flame-shaped hemorrhages
(papillitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda) atau normasl diskus (2:3)
retrobulbar ON lebih sering pada dewasa. (willeye)

b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap


Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk menyatakan hal ini,
ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan
yang terpisah. Pembungkus vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan split lamp
untuk melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.

c. Perubahan lanjut
Pada retrobulbar optik neuritis, diskus yang normal dapat dijumpai selama 4-6 minggu, saat
dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut kadang-kadangdidapati gambaran optik atropi
sekunder. Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial
pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini,
serabut saraf atropi dapat diamati pada retina dengan berangkat lampu hijau merah.

3.6 Penegakan Diagnosis


Anamnesa
Riwayat
Pasien dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang
berulang, dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang sama.

Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:


1. Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau
kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada
serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200.
2. Penglihatan warna terganggu.
3. Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau bersamaan dengan
berkurangnya tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di bagian belakang bila digerakkan.
4. Adanya defek lapang pandang.
5. Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik (tanda
Uhthoff).
6. Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan
melengkung (Pulfrich phenomenon), kemungkinan dikarenakan konduksi yang asimetris
antara nervus optikus.

Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.
Langkah-langkah pemeriksaan:
1. Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai kehilangan total
penglihatan.

2. Pemeriksaan segmen anterior


Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun kornea dalam keadaan
wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena dan defek pupil aferen relatif atau
Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada kasus yang bilateral, defek ini bisa tidak
ditemukan.16,2
3. Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan bentuk retrobulbar, maka
papil tampak normal, dengan berjalannya waktu, nervus optikus dapat menjadi pucat akibat
atrofi. Pada kasus neuritis optik bentuk papilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis
dan difus, dengan perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar.
Jika ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa kepada
neuroretinitis.14,2

Pemeriksaan Tambahan
- Tes konfrontasi
- Tes ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu, umumnya
warna merah yang terganggu.2

Pemeriksaan Anjuran
- Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan
foto sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala.
- Dengan MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.2

3.8 Penatalaksanaan
Terapi Jangka Pendek
Dalam ONTT, pada pasien yang diberi perlakuan dalam 8 hari setelah onset gejala untuk
menerima prednison oral (1 mg per kilogram berat badan per hari selama 14 hari, dengan
selanjutnya tapering-off selama 4 hari), dan pasien yang menerima intravena
metilprednisolon (250 mg setiap 6 jam selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral mg (1 per
kilogram per hari selama 11 hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari), atau oral
placebo. Pengobatan dengan metilprednisolon intravena ternyata menghasilkan pemulihan
visus yang lebih cepat. Angka kejadian multiple sclerosis dua tahun setelah pengobatan
dengan infus metilprednisolon sebesar 7,5 persen, dibandingkan dengan 14,7 persen di antara
pasien yang menerima prednisone dan 16,7 persen placebo.18
Menurut Wills Eye Manual, terapi terhadap neuritis optik adalah sebagai berikut13:
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral
c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke 15 sejak
pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat
menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya
mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan pandangan
visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -1 selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan
resiko rekuren atau kekambuhan

3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :


a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata
kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang
tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI
sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan.

Terapi jangka panjang


Interferon beta-1a dan interferon beta-1b telah terbukti dapat mengurangi angka kejadian
multipel sklerosis pada pasien dengan demielinasi akut optik neuritis dan dua atau lebih
karakteristik dari lesi demielinisasi pada MRI. Controlled high-risk Subjects Avonex Multiple
Sclerosis Prevention Study (CHAMPS) termasuk 383 pasien dengan neuritis optik akut atau
demielinasi lainnya yang berada pada resiko tinggi untuk terkena multiple sclerosis berdasar
bukti MRI (dua atau lebih whitematter lesion). Semua pasien menerima 1 g per hari intravena
metilprednisolon selama 3 hari; 193 pasien secara acak diberikan suntikan intramuskular 30
mg interferon beta-1a (Avonex) selama 27 hari dan 190 secara acak untuk suntikan mingguan
plasebo. pasien yang diobati dengan interferon beta-1a memiliki angka probabilitas lebih
rendah untuk terjadinya multiple sklerosi selama 3 dibandingkan dengan mereka yang
menerima placebo. 18

3.9 Prognosis
Perbaikan visual yang terjadi pada penderita ON ini cukup cepat, bertahap dan
berlangsung hingga 1 tahun setelah serangan. Ketajaman visual yang diperoleh rata-rata 1
tahun setelah serangan neuritis optik adalah 20/15, dan kurang dari 10% pasien memiliki
ketajaman visual tetap kurang dari 20/40. Parameter lain dari fungsi visual, termasuk
sensitivitas kontras, persepsi warna, dan lapang pandang, meningkat seiring dengan
peningkatan ketajaman visual. Kebanyakan dari pasien, yang mengalami serangan neuritis
optic lebih dari sekali, dapat mempertahankan visus yang sangat baik selama minimal 15
tahun setelah serangan neuritis optic pertama.16
Meskipun prognosis keseluruhan untuk ketajaman visual setelah serangan neuritis optik akut
sangat baik, beberapa dari pasien mengalami hilangnya penglihatan cukup parah yang
menetap setelah satu kali serangan. Lebih jauh lagi, bahkan pasien dengan peningkatan fungsi
visual untuk "normal" mungkin mengeluh photopsias atau kehilangan visual sementara akibat
overheat atau setelah olahraga (Uhthoff phenomenon). Dua hipotesis utama tentang gejala
Uhthoff adalah bahwa (1) peningkatan suhu tubuh dapat mengganggu konduksi dari akson n.
optic (2) olahraga dapat mempengaruhi lingkungan metabolic disekitar n. optic yang juga
dapat mengganggu konduksi dari akson.
Sekitar 25% pasien yang mengalami serangan neuritis optik akut akan mengalami serangan
kedua pada mata yang sakit atau serangan baru pada mata yang sebelumnya tidak terkena.
Resiko kambuhnya atau serangan baru secara substansial lebih tinggi pada pasien yang
diobati dengan dosis rendah prednison oral dibandingkan pasien yang tidak mendapat
perawatan atau yang dirawat dengan 3-hari dosis tinggi (1 g / hari) intravena
metilprednisolon diikuti dengan 2-minggu dosis rendah (1 mg / kg / hari) prednison.16

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. hal 825.

2. American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco :


LEO. 2008-2009. Hal. 144.

3. Ropper, A. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. New York: McGraw-
Hill. Hal.213

4. A.K. Kurana. Comprehensive Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12 New Age
International 2007. P 288-96.

5. Froetscher M & Baehr M. Duus. Topical Diagnosis in Neurology. 4 edition. 2005.


Stuttgart: Thieme. p 130 137.

6. Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI. 2006. p 25 46.

7. Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. p 31 33.
8. Gilroy Jhon. Abnormalities of Pupillary Light Reflex. In : Basic Neurology. Third
edition.
9. Siregar, N. Papilitis. 2003. USU Digital Library
10. Chu, E. R. 2009. Optic neuritis more than a loss of vision. Australian Family physician
Vol. 38, No. 10, October 2009.
11. Schiefer, U. 2007. Clinical Neuro-Ophthalmology. Nw York: Springer.
12. Guy V. Jirawuthiworavong. 2010. Demyelinating Optic Neuritis. Article
(http://eyewiki.aao.demyelinating_optic_neuritis, Diakses 23 Maret 2012)
13. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis.
Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh dari URL:
http://www.uptodate.com/opticneuritis.
14. Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth dan John P. Whitcher, MD, MPH. 2008. Vaughan
& Asburys General Ophthalmology. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
15. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye
Disease. 2008. P 250-52.
Optic neuritis : diagnosis, treatment and prognosis. Dapat diunduh dari URL :
http://www.osbbd.com/pdf/Optic%20Neuritis%20CME.pdf (tanggal diunduh : 4 Juni 2012)

PN, shams. 2009. Optic neuritis : Review. The National Hospital for Neurology &
Neurosurgery, London, UK. Dapat diunduh dari URL :
http://www.msforum.net/journal/download/20091682.pdf (tanggal diunduh : 4 Juni 2012)

Balcer, Laura J. 2006. Optic neuritis. Dapat diunduh dari URL : http://www.nejm.org (tanggal
diunduh : 4 Juni 2012)

S J Hickman, C M Dalton. 2002. Management of acute optic neuritis. Neuro-Ophthalmology


Department, Moorfields Eye Hospital, London. Dapat diunduh dari URL :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12493277 (diunduh pada tanggal : 4 Juni 2012)

Anda mungkin juga menyukai