Anda di halaman 1dari 25

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

Identitas Pasien

Nama : Tn. L

Umur : 70 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Muh.Yusuf Lemoe Pare-Pare

Tanggal Masuk : 27 Februari 2016

Tanggal Periksa : 29 Februari 2016

No RM : 01.92.71

Keluhan Utama

Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah diderita sejak 3

hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dirasa memberat terutama setelah

beraktivitas, akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. dan pasien sering

terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien tidur lebih nyaman dengan 3

bantal. Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak yang sulit
dikeluarkan, dan jika keluar dahak berwarna hijau, demam (+), nyeri dada (-)

saat batuk. Mual (+) muntah (-) BAK dan BAB tidak ada kelainan.

+ 3 bulan SMRS, pasien mengeluh sesak nafas, sesak dipengaruhi

aktivitas (-), dipengaruhi cuaca (+) terutama saat dingin, nafas bunyi mengi (-),

batuk (+), berdahak (-), demam (-), sering terbangun malam hari karena sesak (-),

nyeri dada (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (-), mual (-), muntah (-), nafsu

makan biasa, keringat pada malam hari (-), berat badan menurun (-), BAB dan

BAK biasa. Pasien tidak berobat kepuskesmas maupun ke rumah sakit.

Riwayat penyakit sebelumnya :

- Riwayat hipertensi (+)

- Riwayat DM disangkal

- Riwayat penyakit paru (+)

Riwayat pribadi dan keluarga :

- Riwayat Merokok (+) 1 stengah bungkus/hari

- Riwayat minum alkohol (-)

- Riwayat di rawat di RS dengan keluhan yang sama (+)

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : sakit sedang, compos mentis, gizi cukup

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 150/90 mmHg


Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 38,2 C

C. Kepala : mesochepal, simetris.

D. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Pupil isokor (3 mm / 3mm), Reflek cahaya (+/+).

E. Hidung : Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).

F. Telinga : darah (-), secret (-).

G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).

H. Leher : Limfonodi tidak membesar.

I. Thorax : retraksi (-).

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan Rhonki (+/+)


Wheezing (-/-)

Ekspirasi memanjang (+)

J. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

K. Trunk

Inspeksi : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi : Nyeri ketok (-)

L. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium darah (29 Februari 2016)

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Rutin Wbc 5,64x103/uL 4 - 11 x 103/uL
Rbc 3,95x106/uL 4,5-5,5 x 106/uL
Hgb 12,9 g/dL 13 - 16 g/dL
Hct 37,5 % 40 50 %
Mcv 94,8 fl 80 100 pl
Mch 32,6 pg 27 - 34 pg
Mchc 34,3 g/dl 31 - 36 g/dl
150 - 400 x
Plt 132x103/uL
103/uL
Neut 2,51 % 50.0 - 70,0
Lymph 1,75 % 20,0 40,0
Mono 0,945 % 2,00 8,00
Eos 0,340 % 1,00 3,00
Baso 0,087 % 0,00 0,10
GDS 99 mg/dl 140
Creatinine 0,99 mg/dl Laki-laki 0,5 0,9

B. Foto Rontgen Thorax PA (29 Februari 2016)

Kesan:

1. Cardiomegali dengan aorta dilatasi

2. Bronchitis

3. Sinus diafragma normal

IV. ASSESSMENT

- Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut

- Hipertensi

V. PLANNING

Pengobatan :

- IVFD RL 28 tpm
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Salbutamol 2 mg 3 x 1
- GG 3 x 1
- Cetirizine 1 x 1
- Paracetamol 3 x 1
- Scopamin 2 x 1
VI. PROGNOSIS

- Ad vitam : baik

- Ad sanam : dubia et malam

- Ad fungsionam : dubia et bonam

VII. FOLLOW UP

INSTRUKSI
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT
DOKTER
29/02/2016 S : Batuk (+) sekitar 2 hari seelum P:

masuk rumah sakit. Lendir (+), warna - IVFD RL 28 tpm


- Cefadroxil 2 x 500
putih. Sesak (+) saat batuk, mual (-),
mg
muntah (-), Riwayat merokok (+) 1 - Salbutamol 2 mg 3

setengah bungkus/hari, riwayat minum x1


- GG 3 x 1
alkohol (-), riwayat HT (+), riwayat - Cetirizine 1 x 1
- Paracetamol 3 x 1
DM (-). BAB baik normal, BAK lancar - Scopamin 2 x 1

O : SS/GK/CM

TD : 150/90 mmHg Rencana


N : 96x/menit
P : 24x/menit Pemeriksaan
S : 36,5 C
Foto Thoraks PA
An (-), Ik (-)
DVS R-2 cmH2O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh

-/-
BJ : I/II murni regular, BT (-)
Abd : peristaltik (+) kesan

normal,
Eks : Akral hangat, edema (+/+)

Lab :

HGB : 12,9 g/dL


PLT : 132x103/uL
WBC : 5,64x103/uL
HCT : 37,5 %

A:

PPOK
Pneumonia
01/03/2016 S : Batuk (+), Lendir (+), warna putih. P:

Sesak (+) saat batuk, mual (-), muntah - IVFD RL 28 tpm


- Ranitidin 1g/12
(-),demam (-)
J/IV
Nyeri perut (+), BAB baik normal, - Cefadroxil 2 x 500

BAK lancar mg
- Salbutamol 2 mg 3
O : SS/GK/CM
x1
TD : 110/80 mmHg - GG 3 x 1
N : 76x/menit - Cetirizine 1 x 1
P : 24x/menit - Paracetamol 3 x 1
- Scopamin 2 x 1
S : 36,5 C
An (-), Ik (-)
DVS R-2 cmH2O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh

-/-
BJ : I/II murni regular, BT (-)
Abd : peristaltik (+) kesan

normal,
Eks : Akral hangat, edema (+/+)
Foto Thorax :

Cardiomegali dengan aorta

dilatasi

Bronchitis

Sinus diafragma normal

A:

PPOK
Dyspepsia

VIII. RESUME :

Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah diderita sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dirasa memberat terutama setelah

beraktivitas, akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. dan pasien sering

terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal.

Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan

jika keluar dahak berwarna hijau, demam (+), nyeri dada (-). Mual (+) muntah (-)

BAK dan BAB tidak ada kelainan. Riwayat hipertensi (+), riwayat DM disangkal,

riwayat penyakit paru (+), riwayat merokok (+) 1 stengah bungkus/hari, Riwayat

minum alkohol (-), Riwayat di rawat di RS dengan keluhan yang sama (+).

Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang/ gizi kurang/ composmentis.

Pada status vitalis didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi : 80 x/menit,

Pernapasan: 24 x/menit, Suhu : 38,2 C, Kepala, mata, telinga, hidung dalam batas
normal, kemudian pada pemeriksaan thoraks didapatkan bentuk thoraks barrel chest,

pergerakan simetris kiri sama dengan kanan, retraksi (-), sela iga melebar, vocal

fremitus kiri dan kanan dalam batas normal, pulmo dextra dan pulmo sinistra baik,

bunyi pernapasan vesikuler, bunyi tambahan didapatkan suara Rh +/+ dikedua

lapangan paru, Wh -/-. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik (+) kesan

meningkat. Pada pemeriksaan lab didapatkan Hgb 12,9 g/dL kesan menurun, Plt

132x103/uL kesan menurun. Hasil foto thoraks menunjukkan kesan Cardiomegali

dengan aorta dilatasi dan Bronchitis. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisis pasien serta pemeriksaan penunjang di atas, pasien dapat didiagnosa sementara

dengan penyakit paru obstruksi kronis.

IX. ANALISA KASUS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala

ringan, sampai gejala yang berat. Namun diagnosa PPOK dapat ditegakkan

berdasarkan gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada gambaran klinis, bila

ditemukan sesak nafas yang kronik dan progresif, serta riwayat terpajan oleh faktor-

faktor resiko. Maka diagnosa dari PPOK harus dipertimbangkan, dan kemudian

dikonfirmasi dengan melakukan spirometri.

Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan keluhan sesak hebat

sejak 3 hari SMRS. Dari anamnesis, ditemukan adanya sesak, bersifat kronik

progresif (memburuk selama 3 bulan), disertai batuk berulang yang berdahak hingga

terdapat perubahan warna dahak dan ada riwayat terpajan faktor resiko (merokok 1
setengah bungkus saat masih muda). Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan

adanya barrel shaped chest, penggunaan otot bantu nafas, terdapat ronkhi, serta

ekspirasi yang memanjang. Dari data tersebut kecurigaan adanya PPOK dapat

ditegakkan, dan kemudian dipastikan dengan menggunakan rontgen thorax PA. Dari

hasil rontgen thorax PA menunjang diagnosis PPOK, dimana ditemukannya corakan

bronkhovesikuler di 2/3 lapangan paru.

Dari seluruh hasil pemeriksaan di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosis

pasien ini adalah PPOK. Maka terapi farmakologis yang dilakukan adalah pemberian

bronkodilator, kortikosteroid, antibiotik spektrum luas, mukolitik. Selanjutnya juga

diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang. Oleh karena itu dilakukan

spirometri, dengan kesan obstruksi berat dan restriksi sedang.


TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel

parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak

minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut,

tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara

distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat

dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria

PPOK.

2. FAKTOR RISIKO

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :


a. Riwayat merokok

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam

tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3. Hipereaktiviti bronkus

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia


III. PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Konsep patogenesis PPOK

Perbedaan patogenesis asma dan PPOK


IV. DIAGNOSIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,

gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan

jelas dan tanda inflasi paru

Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

- Keluhan

- Riwayat penyakit

- Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

B. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus

A. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
-
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i

leher dan edema tungkai

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah


- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

B. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP

( %). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau

tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai

alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20%

nilai awal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit


3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisa terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

V. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,

sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan

stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena

PPOK adalah penya

kit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah

menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi

paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus

dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara


berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi

keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit

gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di

klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus

dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu

cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat

penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi

penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

2. Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan


bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan

jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow

release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : Amoksisilin

Makrolid

- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat

Sefalosporin

Kuinilon

Makrolid baru

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan

N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,

tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin


e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak diajnjurkan sebagai

pemberian rutin.

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.

4. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi

hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena

berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas

darah.
Algoritme penanganan PPOK
Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan pelayanan

kesehatan primer / Puskesmas

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

1. Gagal napas

- Gagal napas kronik

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang

3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik :

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH

normal, penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

- Bronkodilator adekuat

- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

- Antioksidan

- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun

Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada

kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya

kadar limposit darah.

Kor pulmonal :

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal

jantung kanan.

Anda mungkin juga menyukai