Anda di halaman 1dari 6

Imunisasi merupakan prosedur pencegahan penyakit menular yang diberikan

kepada anak sejak masih bayi hingga remaja. Melalui program ini, tubuh
diperkenalkan dengan bakteri atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau
dimatikan dengan tujuan untuk merangsang sistem imun guna membentuk
antibodi. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi berguna untuk melindungi
tubuh dari serangan mikroorganisme tersebut di masa yang akan datang. Inilah
yang disebut dengan kekebalan aktif.

Bayi yang baru lahir memang telah memiliki antibodi dari ibunya yang diterima saat
masih di dalam kandungan. Namun kekebalan ini hanya dapat bertahan hingga
beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu bayi akan rentan terhadap berbagai
jenis penyakit dan perlu mulai memproduksi antibodinya sendiri. Dengan imunisasi,
sistem kekebalan tubuh anak akan siap untuk menghadapi penyakit menular
tertentu di masa depan, sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan.

Efek samping imunisasi

Umumnya efek samping imunisasi tergolong ringan, seperti bengkak atau bekas
berwarna kemerahan di bagian yang disuntik, demam, mual, nyeri, pusing, dan
hilang nafsu makan. Untuk efek samping yang tergolong besar, seperti kejang,
jarang sekali terjadi.
Namun pertimbangkanlah kembali jika Anda berencana untuk tidak memberi anak
vaksinasi karena risiko efek samping vaksinasi itu sendiri lebih kecil dibandingkan
manfaat imunisasi.

Jenis-jenis vaksin di Indonesia

Berikut ini adalah jenis-jenis vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Di Indonesia, vaksin hepatitis B, polio, BCG, DTP, dan campak
merupakan vaksinasi yang diwajibkan. Sedangkan sisanya merupakan vaksinasi
yang sifatnya hanya dianjurkan.
Hepatitis B

Hepatitis B merupakan salah satu penyakit infeksi hati berbahaya yang disebabkan
oleh virus.
Pemberian vaksin hepatitis B pada anak dilakukan dalam kurun waktu 24 jam
setelah kelahirannya, bahkan yang paling baik adalah dalam kurun waktu 12 jam.
Vaksin ini kembali diberikan saat anak genap berusia satu bulan dan enam bulan.
Efek samping yang umum dari vaksinasi hepatitis B adalah demam dan kelelahan,
sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah gatal-gatal, kulit kemerahan,
serta pembengkakan pada wajah.

Polio

Polio merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Pemberian


vaksin polio harus dilakukan dalam satu rangkaian, yaitu pada saat anak baru
dilahirkan dan pada saat anak berusia dua, empat, lalu enam bulan. Selanjutnya
vaksin booster diberikan saat anak berusia satu setengah hingga dua tahun,
kemudian pada usia lima tahun. Dosis vaksin booster diberikan untuk lebih
memperkuat sistem kekebalan tubuh terhadap virus polio.
Efek samping vaksin polio yang paling umum adalah demam dan kehilangan nafsu
makan, sedangkan efek samping yang sangat jarang terjadi adalah reaksi alergi.

BCG

Vaksin BCG diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis atau yang lebih
dikenal sebagai TBC. Penyakit ini menyerang sistem pernapasaan dan tergolong
berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pemberian vaksin BCG hanya dilakukan satu kali, yaitu pada kisaran saat anak baru
dilahirkan hingga berusia dua bulan.

Efek samping vaksin BCG yang paling umum adalah demam dan munculnya
benjolan bekas suntik pada kulit, sedangkan efek samping yang sangat jarang
terjadi adalah reaksi alergi.

DTP

Vaksin DTP merupakan jenis vaksin gabungan. Vaksin ini diberikan untuk mencegah
penyakit difteri, tetanus, dan pertusis. Pertusis lebih dikenal dengan sebutan batuk
rejan.
Difteri merupakan penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan sesak napas,
radang paru-paru, hingga masalah pada jantung dan kematian. Sedangkan tetanus
merupakan penyakit kejang otot yang juga tidak kalah mematikannya. Dan yang
terakhir adalah batuk rejan atau pertusis, yaitu penyakit batuk parah yang dapat
mengganggu pernapasan. Sama seperti difteri, batuk rejan juga dapat
menyebabkan radang paru-paru, kerusakan otak, bahkan kematian.

Pemberian vaksin DTP harus dilakukan dalam lima dosis, yaitu pada saat anak
berusia:

Dua bulan
Empat bulan
Enam bulan
Satu setengah hingga dua tahun
Lima tahun
Efek samping vaksin DTP yang tergolong umum adalah rasa nyeri, demam, dan
mual. Efek samping yang jarang terjadi adalah kejang-kejang. Selain vaksin DTP,
tersedia juga vaksin Td yang melindungi tubuh dari difteria dan batuk rejan. Vaksin
Td diberikan untuk anak di atas umur 7 tahun yang tidak menerima vaksin DTP.
Vaksin Td perlu diulangi tiap sepuluh tahun untuk mempertahankan kekebalan
tubuh terhadap difteria dan batuk rejan.
Campak

Campak adalah penyakit virus yang menyebabkan demam, pilek, batuk, sakit
tenggorokan, dan ruam. Vaksin campak diberikan dalam tiga dosis yaitu pada saat
anak berusia sembilan bulan, dua tahun dan enam tahun. Efek samping vaksin
campak yang paling umum adalah demam dan hilangnya nafsu makan.
MMR

Selain vaksin campak biasa, ada pilihan alternatif yaitu vaksin MMR yang
merupakan vaksin kombinasi. Vaksin ini merupakan gabungan antara vaksin
campak, gondong, dan campak Jerman.
Gondong merupakan penyakit virus yang menyebabkan terjadinya pembengkakan
kelenjar parotis di bawah telinga. Gejala lain dari gondong adalah demam, nyeri
sendi, dan sakit kepala. Campak Jerman merupakan penyakit virus yang dapat
menyebabkan nyeri sendi, batuk dan pilek, demam, pembengkakan kelenjar di
sekitar kepala dan leher, serta munculnya ruam berwarna merah pada kulit.
Pemberian vaksin MMR dilakukan saat anak berusia satu tahun tiga bulan dan dapat
diulang saat anak berusia enam tahun.

Efek samping vaksin MMR yang paling umum adalah demam dan efek samping
yang jarang terjadi adalah sakit kepala, ruam berwarna ungu pada kulit, muntah,
nyeri pada tangan atau kaki, dan leher kaku.

Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi, salah satunya adalah isu autisme
akibat pemberian vaksin MMR. Isu tersebut sama sekali tidak benar karena para ahli
yang melakukan penelitian yang besar dan secara mendetail. Hingga kini tidak
ditemukan kaitan yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.

Hib

Vaksin Hib diberikan untuk mencegah infeksi mematikan yang disebabkan oleh
bakteri haemophilus influenza tipe B. Beberapa kondisi parah yang dapat
disebabkan virus Hib adalah meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang
paru-paru), septic arthritis (radang sendi), dan pericarditis (radang kantong
jantung).
Pemberian vaksin Hib harus dilakukan dalam empat dosis, yaitu saat anak berusia
dua, empat, dan enam bulan. Dosis terakhir vaksin Hib diberikan pada saat anak
berusia lima belas bulan hingga delapan belas bulan.

Efek samping yang mungkin terjadi setelah vaksin Hib adalah kemerahan dan
sedikit nyeri pada luka bekas suntikan.

PCV

Vaksin PCV diberikan untuk mencegah penyakit pneumonia, meningitis, dan


septicaemia yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae.
Pemberian vaksin ini harus dilakukan secara berangkai, yaitu saat anak berusia dua,
empat, dan enam bulan. Selanjutnya pemberian vaksin dapat kembali dilakukan
saat anak berusia dua belas bulan hingga lima belas bulan. Untuk anak di atas 2
tahun yang belum pernah menerima vaksin PCV, hanya memerlukan satu kali suntik
atau satu dosis untuk melindunginya dari bakteri tersebut.
Efek samping vaksin PCV yang bisa terjadi adalah pembengkakan dan warna
kemerahan pada bagian yang disuntik, serta diikuti dengan demam ringan.

Rotavirus

Vaksin rotavirus merupakan jenis vaksin untuk mencegah diare. Pemberian vaksin
ini dilakukan secara berangkai, yaitu pada saat anak berumur dua, empat, dan
enam bulan. Efek samping vaksin rotavirus yang paling umum adalah nyeri pada
perut, mual dan muntah, demam, serta diare.
Varisela

Vaksin varisela merupakan vaksin untuk mencegah penyakit cacar air yang
disebabkan oleh virus varicella zoster. Vaksin ini hanya bisa diberikan pada anak
berusia satu tahun ke atas. Vaksin terhadap cacar air ini hanya cocok untuk mereka
yang belum pernah terkena cacar air. Dosis vaksin yang diperlukan hanya satu kali.
HPV

Vaksin HPV diperuntukkan kepada remaja perempuan untuk mencegah kanker


serviks atau kanker pada leher rahim yang sebagian besar kasusnya disebabkan
oleh virus human papillomavirus. Vaksin ini dapat diberikan sejak usia dua belas
tahun dengan frekuensi pemberian sebanyak tiga kali. Jarak antara dosis pertama
dan kedua adalah 2 bulan, sedangkan jarak antara dosis pertama dan ketiga adalah
6 bulan. Efek samping pemberian vaksin HPV yang bisa muncul adalah demam,
sedangkan yang tergolong lebih jarang adalah batuk, gatal-gatal, dan ruam pada
kulit.
Hepatitis A

Pemberian vaksin hepatitis A hanya bisa dianjurkan untuk anak berusia dua tahun
ke atas dan terdiri dari dua dosis yang jaraknya 6 bulan. Efek samping vaksin
hepatitis A yang umum adalah demam dan rasa lelah, sedangkan efek samping
yang tergolong jarang adalah gatal-gatal, batuk, sakit kepala, dan hidung
tersumbat.
Tifus

Vaksin tifus diberikan untuk mencegah tifus yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhi. Gejala penyakit ini sebenarnya tergolong umum, yaitu demam,
diare, dan sakit kepala. Namun jika tidak segera ditangani, gejala tersebut bisa
memburuk, dan menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi usus dan
pendarahan dalam.
Pemberian vaksin tifus bisa dilakukan pada saat anak telah berusia dua tahun
frekuensi pengulangan tiap tiga tahun sekali. Vaksinasi tifus tidak termasuk
vaksinasi wajib dan tidak cocok bagi mereka dengan kekebalan tubuh yang rendah
seperti penderita HIV.

Efek samping vaksin tifus yang paling umum adalah diare, mual, sakit kepala, dan
nyeri pada bagian perut.

Influenza

Vaksin influenza diberikan untuk mencegah virus-virus influenza. Vaksinasi pada


anak-anak bisa dilakukan sejak mereka berusia enam bulan hingga 18 tahun
dengan frekuensi pengulangan satu kali tiap tahunnya. Vaksin influenza bukan
termasuk vaksinasi wajib dan biasanya hanya dianjurkan untuk orang-orang dengan
kekebalan tubuh yang rendah. Efek samping vaksin influenza di antaranya adalah
demam, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Sedangkan efek
samping yang jarang terjadi adalah bersin-bersin, sesak napas, sakit pada telinga,
dan gatal-gatal

Anda mungkin juga menyukai