Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tidak

terkecuali bangsa Indonesia yang merupakan negara berkembang. Perkembangan

teknologi yang semakin pesat menimbulkan dampak adanya globalisasi informasi,

mode, serta menjamurnya berbagai macam perangkat media massa dan elektronik,

seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang mengakibatkan perubahan nilai

serta pola atau gaya hidup masyarakat Indonesia.

Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.

Kehidupan yang semakin modern membawa manusia pada pola perilaku yang unik,

yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

Bagi sebagian orang gaya hidup merupakan suatu hal yang penting karena dianggap

sebagai sebuah bentuk ekspresi diri.

Dampak dari globalisasi tersebut adalah belanja. Belanja adalah kata yang

sering digunakan dalam kehibudapan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik

di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Lembaga survey Internasional

Nielsen menyatakan, terjadi peningkatan daya beli masyarakat Indonesia pada tahun

2011. Kondisi itu dimotori oleh kelas menengah yang mengalami peningkatan belanja
sebesar 17%, diikuti oleh kelas bawah sebesar 7% dan kelas atas sebesar 5% (Jurnas,

2011).

Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. Loudon dan Bitta (1984)

menyatakan bahwa remaja adalah kelompok yang berorientasi konsumtif, karena

kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru. Jatman (Lina dan Rosyid,

1997) juga mengatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat

yang tidak terlepas dari pengaruh perilaku konsumtivisme ini, sehingga tidak aneh

jika remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan.

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti

tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah tersebut mempunyai arti yang lebih

luas, mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik (Hurlock, 1997).

Menurut mappiare ( dalam mubin & cahyadi, 2006), mengatakan bahwa masa remaja

berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi bawinta dan 13 tahun

sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang

cukup berada, terutama di kota-kota besar, mengunjingi mall membeli pakaian,

sepatu bermerek yang sedang menjadi tren pada saaat ini dan mereka juga sering

menghabiskan waktu dan uangnya di caf-caf, sendiri ataupun bersama temannya.

Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang

beredar (Tambunan, 2001).


Mahasiswi yang dapat digolongkan remaja menemukan adanya pergaulan

masyarakat kota besar yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan hidup. Fenomena

tersebut sangat erat kaitannya dengan lingkungan kampus, menemukan bahwa

terdapat keanekaragaman sosial dan budaya untuk bersosialisasi dan mampu

beradaptasi agar dapat menyesuaikan diri di lingkungannya. Keadaan tersebut terjadi

karena mahasiswa merupakan individu yang paling mudah terpengaruh oleh

perubahan serta berada pada tahap pencarian jati diri dan memiliki keinginan untuk

mencoba-coba hal baru.

Dalam proses penyesuaian diri remaja menuju kedewasaan, ada tiga tahap
perkembangan remaja, Hurlock (1997) membagi masa remaja menjadi tiga periode
yaitu :

Remaja awal pada usia 12-15 tahun


Remaja tengah atau madya pada usia 15-18 tahun
Dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun.

Reynold (Rosandi, 2004) menyatakan bahwa remaja puteri lebih banyak

membelanjakan uangnya daripada remaja putera untuk keperluan penampilan seperti

pakaian, kosmetik, asesoris, dan sepatu. Beberapa remaja puteri mengaku bahwa

mereka tidak dapat menahan diri atau mengendalikan diri ketika mereka memiliki

kebutuhan akan suatu produk atau barang yang hendak dibelinya. Adapun salah satu

alasan mereka adalah ketika mereka membutuhkan suatu barang saat itu, umumnya

mereka tidak mempertimbangkan terlebih dahulu dan langsung membelinya karena

yang utama adalah mereka mendapatkan barang yang diinginkannya saat itu juga.
Remaja juga pada umumnya membeli sesuatu tidak berdasarkan kebutuhan dan

kemampuan yang dimilikinya. Alasan mereka adalah jika tidak segera dibeli, mereka

khawatir kehabisan atau tidak mendapatkan barang tersebut. Seandainya pun mereka

tidak memiliki uang, maka usaha yang mereka lakukan adalah dengan cara

meminjam sebagian kekurangan uang dari total jumlah harga barang yang akan

dibelinya pada temannya. Pada sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 100 orang

remaja puteri usia 16-19 menunjukan hasil pada variabel kecenderungan perilaku

konsumtif masuk dalam kategori sedang yaitu 64 orang (64%). Sedangkan pada

variabel gaya hidup brand minded subjek penelitian berada pada kategori sedang

yaitu 68 orang subjek (68%) (Elfina, 2009).

Berkaitan dengan hal tersebut, Kunto (1999) mengungkapkan: Generasi yang

paling tidak aman terhadap gaya hidup hedonis adalah remaja. Kita tahu siapa yang

suka jalan-jalan di mall dan bergaya disana. Kita hafal, siapa yang suka membuat

sensasi. Kalangan mana yang paling banyak mampir di mall, diskotik, pesta mode,

dan kegiatan hura-hura lainya? Anak remaja! ganja, sabu, ataupun obat-obatan

berbahaya, minuman keras, pornografi terlalu sering dikaitkan dengan anak remaja.

Keadaan tersebut mengindikasikan adanya kecenderungan perilaku konsumtif

di kalangan remaja. Lubis (Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif

adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional,

melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional

lagi. Pengertian ini sejalan dengan pandangan Lina (1997) yang menyatakan bahwa
perilaku konsumtif melekat pada seseorang apa bila orang tersebut membeli sesuatu

di luar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor

kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan.

Fromm (Aryani, 2006) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era

kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan

hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Perilaku konsumtif seringkali

dilakukan secara berlebihan sebagai usaha seseorang untuk memperoleh kesenangan

atau kebahagiaan, meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh hanya bersifat

semu.

Tinjauan mengenai perilaku konsumtif perlu ditelusuri melalui pemahaman

mengenai perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi

oleh berbagai faktor, yang dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal

dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi kebudayaan, kelas sosial, kelompok

sosial, kelompok referensi, keluarga, serta demografi. Sedangkan faktor internal yang

mempengaruhi adalah motivasi, harga diri, pengamatan dan proses belajar,

kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup (Engel, Blackwell & Miniard, 1995;

Hawkins, 2007; Kotler, 2006)

Hawkins (2007) mengatakan bahwa gaya hidup seseorang mempengaruhi

kebutuhan, keinginan serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Gaya hidup juga

seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesuatu.


Pembentukan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh situasi yang pernah

dijumpainya, kelas sosialnya, kelompok sosial, keluarganya, dan ciri-ciri pribadinya

(Hawkins, Best & Mothersbaugh, 2007).

Salah satunya adalah gaya hidup pada remaja. Gaya hidup remaja masa kini

semakin hari semakin menarik untuk diperhatikan. Remaja dengan segala potensi dan

persahabatannya yang mulai menemukan jati dirinya tenyata memberikan banyak

kisah dan gambaran unik didalamnya. Banyak gaya hidup remaja masa kini yang

menarik perhatian, mulai dari gaya bahasa, gaya busana, gaya pergaulan hingga gaya

kejahatan remaja. Latar belakang sosial, ekonomi dan budaya mempengaruhi setiap

gerak langkah mereka.

Nas Sande (Susianto, 1993) berpendapat bahwa remaja akan menciptakan

suasana yang mendukung perkembangan dalam proses kehidupan dengan

menampilkan dan mengembangkan gaya hidup tertentu sebagai kompensasi

kesadaran untuk memperkuat identitas individual. Salah satunya adalah dengan

menggunakan barang-barang yang memiliki merek yang bergengsi dan mahal dimana

barang-barang bermerek tersebut juga digunakan untuk melihat dan menilai rekan-

rekannya.

Gaya hidup yang mengutamakan merek seperti itu disebut sebagai gaya hidup

brand minded. Brand minded adalah pola pikir seseorang terhadap objek-objek

komersil yang cenderung berorientasi pada merek eksklusif dan terkenal (McNeal,
2007). Sehingga gaya hidup brand minded adalah gaya hidup yang berorientasi pada

penggunaan produk dengan merek eksklusif dan terkenal.

Gaya hidup adalah konsepsi sederhana yang mencerminkan nilai konsumen.

Hal ini sesuai dengan Mowen & Minor (2001) yang mengatakan bahwa gaya hidup

menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya,

dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.

Brandon dan Forney (2002) mengatakan bahwa gaya hidup berasal dari nila-

nilai dasar individu yang mendasari perilaku konsumen seseorang dapat

merefleksikan suatu tren dan gaya berbusana orang tersebut. Begitu juga halnya

dengan remaja puteri. Remaja puteri yang ada di kota-kota besar akan merasakan

kepuasan tersendiri saat mengenakan produk bermerek. Salah seorang dari remaja

tersebut mengungkapkan :

Akan muncul rasa percaya diri dan bangga dengan barang-barang yang

Mereka menjadi fanatik dengan produk impor dan mencari merek- merek

terkenal. Memang, di samping kualitasnya yang cukup bagus, mereka juga punya

alasan lain, yaitu malu atau gengsi bila memakai produk tak bermerek (Roosalina,

2006).

Pertanyaan penelitian ini apakah terdapat hubungan antara gaya hidup hedonis

dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada mahasiswi?


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk menguji secara

empiric dengan mengadakan penelitian berjudul hubungan antara gaya hidup brand

minded dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada mahasiswi.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Hubungan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan perilaku

konsumtif pada remaja puteri

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberi sumbangan yang bermanfaat bagi Psikologi Sosial terutama

mengenai hubungan antara gaya hidup hedonis dengan kecenderungan prilaku

konsumtif pada remaja puteri.

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan

bagi remaja berkaitan dengan gaya hidup hedonis dengan kecenderungan perilaku

konsumtif. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi yang

bermanfaat bagi pihak lain yang terkait dengan masalah remaja seperti orang tua dan

pendidik sebagai acuan bagi mereka untuk mendidik dan memberikan bimbingan

yang tepat bagi remaja.

D.KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian tentang gaya hidup brand minded sudah ada yang memenliti yaitu

elfina (2009) dengan judul Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan

Kecenderungan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. subjek pada penelitian kali

ini yaitu remaja putri usia 16 sampai 19 tahun. Metode pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan skala kecenderugan perilaku konsumtif dan skala gaya

hidup brand minded. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan yang

positif dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada remaja putri.

Skripsi dari Rifky Anugrah (2011) dengan judul Pengaruh Sikap Terhadap

Terhadap Produk dan Gaya Hidup Brand Minded Terhadap Keputusan Membeli

SmartPhone BlackBerry pada Siswa SMA AL-AZHAR BSD. Subjek penelitian ini

adalah 350 siswa-siswi SMA Al-Azhar Bumi Serpon Damai (BSD). Metode

pengumpulan data dalam penelitian menggunakan skala gaya hidup dan skala sikap.
Hasil dari penelitian ini ada pengaruh yang signifikan sikap terhadap produk dan gaya

hidup brand minden terhdap keputusan membeli smartphone blackberry pada siswa

SMA Al-Azhar Bumi Serpon Damai.

Penelitian yang membahas tentang perilaku konsumtif remaja sudah ada yang

meneliti yaitu jurnal dari Wahyudi (2013) dengan juduul Tinjauan Tentang Perilaku

Konsumtif Remaja Pengunjung Mall Samarinda Central Plaza. Subjek penelitian ini

remaja berkunjung di Mall Samarinda Central Plaza. Metode pengumpulan data

Observasi, Wawancara, Penelusuran pustaka. Hasil penelitian ini menunjukan adanya

perilau konsumtif pada remaja yang mengunjungi mall samarinda central plaza

dengan intensitas tinggi.

Skripsi dari Meida (2009). Dengan judul Hubungan Antara Konformitas dan

Harga Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Subjek penelitian ini

siswi kelas X SMA Negri 1 Sragen sebanyak 122 orang dengan perincian 3 kelas (52)

orang untuk uji coba dan 4 kelas (70) orang untuk penelitian. Metode pengunmpulan

data yang digunakan adalah skala psikologis yaitu skala perilaku konsumtif, skala

konformitas dan skala harga diri. Hasil dari penelitian ini terdapat hubungan yang

signifikan antara konformitas dan harga diri dengan perilaku konsumtif pada remaja

putri.

Pada jurnal

Anda mungkin juga menyukai