Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke Infark merupakan penyebab stroke yang tersering. Dari seluruh


kasus stroke, sekitar 80% disebabkan oleh Infark, dan lebih dari setengahnya
(44% dari seluruh kasus stroke) mempunyai penyakit aterombotik sebagai
keadaan yang mendasarinya. Infark aterombotik mempunyai patomekanisme yang
cukup kompleks dan multifaktorial, karena melibatkan faktor genetik, lingkungan
dan berbagai macam tipe sel. Pengetahuan tentang patomekanisme stroke Infark
aterombotik penting untuk dapat melakukan pencegahan dan intervensi terapi
pada penderita stroke.
Aterosklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Penyakit ini mengenai arteri sedang dan
besar. Walaupun lesi aterosklerotik dapat ditemukan di sembarang tempat di
sepanjang pembuluh darah, lesi ini baru mempunyai makna klinis jika mengenai
pembuluh-pembuluh darah penting, diantaranya pembuluh darah otak.
Keadaan aterosklerosis ini akan tetap asimtomatik sampai didapatkan satu
diantara hal-hal berikut:
1. Penurunan aliran darah yang tiba-tiba ygterjadi pada bagian distal stenosis,
trombosis yang superimpose pada plak aterosklerosis, atau
2. Emboli ke arah distal dari plak yang mengalami ulserasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Infark cerebri juga di kenal sebagai stroke iskemik, terjadi
ketika pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak terganggu sehingga
aliran darah otak terganggu. Ada dua tipe yang umum dari stroke iskemik :
aterotrombotik dan emboli, yang juga dikenal sebagai penyebab utama
yang umum terjadi. Penyebab dari stroke iskemik tidak dapat di ketahui
sekitar 40 % dari semua kasus

2.2 Anatomi
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang
A.corotis interna danA. Vertobralis yang di daerah basis cranii akan
membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus akan
bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem
anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian
depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula
interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui
foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A.
basilaris.
Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini
memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3
bagian belakang cerebrum.
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium
berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah
tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan
belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah
mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang
berturut-turut dari dalam ke luar dsb tunika intima, media danadventisia.
Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah
adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang lebih besar, sel-sel endotel
ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subendotel.
Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda
dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut
lamina elastica interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica
externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara
serabut-serabut tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah.
Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan
mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang
memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel
otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika
media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-
serat kolagen dan proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan
vena yang setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal,
namun diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan
saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun
mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.

2.3 Etiologi
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri
yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa
terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam
keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak
juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut
emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang
menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum
tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-
obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan
darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

2.4 Faktor Resiko


(1) Hipertensi
Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis
tidak diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan
tekanan darah secara nyata menurunkan resiko terjadinya stroke.
Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan
permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap lipoprotein. Selain itu
juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti
renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler
yang menyebabkan aterogenesis dari banyak penelitian, didapatkan
bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri, namun meliputi
beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma
hipertensi yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat
menjadi faktor resiko terjadinya aterosklerosis.
Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil
lipid, resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH
dan penurunan kelancaran aliran darah arterial.

(2) Hiperlipidemi
Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa
hiperlipidemi berhubungan dengan aterogenesis. Orang yang menderita
kelainan genetis yang menyebabkan tingginya kadar kolesterol dalam
darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa
adanya faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol
terbukti merupakan komponen utama dalam plak aterosklerosis. Jenis
kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL,
sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung
aterosklerosis karena HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan
kolesterol.
Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar
kolesterol total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih
besar dari pada orang orang dengan kadar kolesteral total <220 mg%.
Namun demikian, hiperlipidemi tidak berhubungan dengan peningkatan
resiko stroke Infark.

(3) Merokok
Mengapa rokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum
diketahui dengan pasti. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa secara
statistik merokok lebih berhubungan dengan kejadian perdarahan
subarakhnoid dari pada dengan stroke Infark aterombotik. Beberapa
faktor yang diduga berhubungan dengan aterogenesis karena merokok
adalah:
(a) stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin
(b) penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2
(c) reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh darah
(d) meningkatnya adhesi trombosit, dan
(e) meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang
terkandung di dalam rokok.
Selain itu, pada percobaan pada binatang ditemukan bahwa hipoksia
merangsang proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula
pada orang yang merokok. Peneliti lain menghubungkan merokok
dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikan reaktivitas
trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin serta kenaikan
kadar fibrinogen dalam plasma. Jumlah nikotin dan zat kimia yang
dihisap oleh perokok bervariasi sehingga sulit untuk menentukan secara
langsung hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan resiko
aterosklerosis, namun dipercaya bahwa semakin banyak rokok yang
dihisap, semakin tinggi resiko terkena penyakit aterosklerosis. Studi
statistik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan proses
aterogenesis ekstra dan intrakranial. Pada studi Framingham didapatkan
bahwa merokok merupakan faktor yang signifikan untuk kejadian
stroke Infark aterombotik pada laki-laki berusia dibawah 65 tahun.
Penelitian lain di Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai resiko
terkena stroke 1,6 kali lebih banyak dari bukan perokok. Sedangkan
dari penelitian Framingham perokok berat (>40 batang sehari)
mempunyai resiko terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (<10
batabg sehari). Beberapa peneliti menyebutkan hubungan antara jumlah
rokok yang dihisap dengan resiko aterosklerosis, antara lain wanita
yang merokok lebih dari 25 batang rokok resiko relatif terkena semua
jenis stroke adalah 3,7 sedangkan untuk terkena perdarahan
subarakhnoid resiko relatifnya lebih besar yaitu 9,8 dan tidak
tergantung pada faktor resiko lain seperti penggunaan kontrasepsi oral,
hipertensi danalkohol. Dari Honolulu Heart study dan the Nurses Health
Study didapatkan resiko relatif merokok pada lelaki 2,5 x dari orang
normal dan pada wanita 3,1 x lipat. Dikatakan juga bahwa penghentian
kebiasaan merokok menurunkan resiko stroke secara signifikan dari
tahun ke tahun, bahkan setelah 5 tahun berhenti merokok, tingkat resiko
terkena strokenya menjadi hampir sama dengan yang bukan perokok.

(4) Diabetes mellitus


DM telah terbukti sebagai faktor resiko yang kuat untuk semua
manifestasi klinik penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme
peningkatan aterogenesis pada penderita DM meliputi gangguan pada
profil lipid, gangguan metabolisme asam arakidonat, peningkatan
agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, angguan fibrinolisis,
disfungsi endotel, glikosilasi protein dan adanya resistensi insulin
hiperinsulinemi

(5) Fibrinogen
Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan
peningkatan resiko stroke, namun masih belum jelas apakah
peningkatan kadar fibrinogen ini merupakan faktor resiko ataukah
merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau indikator adanya suatu
reaksi inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan reaktan yang
akan dikeluarkan dalam fase akut suatu reaksi inflamasi.
Dari penelitian terakhir didapatkan beberapa faktor resiko tambahan
seperti:
(a) Lipoprotein (a) / Lp(a)
Lp(a) adalah suatu lipoprotein plasma yang kaya kolesterol
(seperti LDL) dan ditandai dengan adanya apo(a) yang dikontrol
secara genetis. Lp(a) telah terbukti merupakan faktor resiko
independen untuk PJK dan stroke permatur. Lp(a) mempunyai
struktur yang homolog dengan plasminogen dengan proses
trombosis. Lp(a) mempunyai struktur yang homolog dengan
plasminogen sehingga lp(a) dapat menghambat fibrinolisis karena
adanya kompetisi dengan plasminogen di reseptor plasminogen di
permukaan sel endotel. Lp(a) juga ternyata dapat mengatur ekspresi
PAI-1 pada sel endotel sehingga menyebabkan terhambatnya
pembentukan plasmin karena aktivasi tPA terhambat. Penelitian lain
juga menemukan Lp(a) menghambat produksi dan sekresi tPA dari
sel endotel sehingga aktivasi plasminogen terhambat yang
mengakibatkan terganggunya fibrinogen. Lp(a) juga dianggap
merangsang pertumbuhan plaque aterosklerosis dengan
menghambat aktivasi TGF sehingga merangsang proliferasi sel
otot polos. Selain itu dinyatakan pula bahwa pembentukan
kompleks yang tak larut antara Lp(a) dengan kalsium pada lesi
aterosklerosis dapat menambah pertumbuhan plaque. Juga
dilaporkan Lp(a) merangsang ekspresi molekul adhesi pada sel
endotel.
Hipotesis terakhir menyebutkan bahwa kadar Lp(a) yang
tinggi tidak bersifat aterogenik jika kadar LDL tidak meningkat,
sehingga Lp(a) bukan merupakan penyebab primer anterogenesis.
Uji saring Lp(a) untuk menentukan faktor resiko dianjurkan untuk
penderita dengan riwayat keluarga PJK, MI, stroke atau penderita
hiperkolesterolemi familial dan disfungsi ginjal dengan
mikroalbuminemi, dan penderita dengan obesitas sentral.

(b) LDL yang teroksidasi


Menurut hipotesis respon terhadap cedera LDL yang bersifat
aterogenik adalah LDL yang teroksidasi (ox-LDL). Fungsi utama
LDL adalah mengangkut asam lemak tak jenuh, vitamin yang larut
dalam lemak dan kolestrol ke sel yang membutuhkannya. Selama
perjalanannya, LDL mengalami oksidasa dengan hasil metabolik
yang bermacam-macam. Jika LDL adadalam jumlah yang banyak
dalam pembuluh darah, ox-LDL ini akan dijumpai dalam jumlah
banyak pula dalam darah. Ox-LDL berbahaya bagi endotel dan sel
otot polos. Terhadap endotel, ox-LDL merangsang pengeluaran
molekul adhesi dan zat kemoktratan sehingga menyebabkan
disfungsi endotel. Ox-LDL sendiri bersifat kemotaktik terhadap
monosit dan dapat menyebabkan pembentukan M-CSF
(macrophage colony stimulating factro). Ox-LDL ditemukan secara
imunohistokimia dalam makrofag yang ada pada lesi aterosklerosis.
Tubuh manusia memiliki mekanisme perlindungan terhadap
oksidasi ini antara lain melalui enzim-enzim SOD (superoksida
dismutase) GPx (glutation peroksidase) selain juga adanya zat-zat
antioksidan dari makanan baik berupa vitamin E, flavonoid
(dikandung oleh sayuran, buah-buahan, the hijau), -tokoferol, -
karoten dan lain-lain

(c) Inflamasi dan infeksi


Inflamasi dan infeksi berkaitan dengan aterogenesis,
khususnya melalui aktivasi dan proliferasi makrofag, sel endotel,
dan sel otot polos pembuluh darah. Inflamasi dan infeksi ditandai
dengan dikeluarkannya berbagai macam protein plasma ke dalam
darah, antara lain CRP (C-reaactive protein) yang melipatgandakan
sinyal sitokin. Kadar CRP berkolerasi langsung dengan tingkat
keparahan aterosklerosis koroner, serebral, dan arteri prifer. Dari 2
penelitan yang indipenden, disimpulkan bahwa kadar CRP dapat
memprediksikan resiko Infark miokard dan stroke dikemudian hari.
Selain CRP, zat lain yang meningkat pada inflamasi adalah molekul
adhesi seperti slCAM-1, sVCAM-1 dan s-selektum. Zat-zat ini
merangsang penempelan monosit pada dinding endotel, dimana hal
ini merupakan tahap awal dari proses aterogenesis. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa molekul adhesi ini dapat menajdi
faktor resiko yang berdiri sendiri untuk penyakit kardiovaskuler dan
stroke, dan yang secara statistik paling bermakna menunjukkan
hubungan dengan derajat aterosklerosis adalah kadar sVCAM1.
Infeksi kronis dari beberapa virus danbakteri diduga berhubungan
dengan proses aterosklerosis. Hal ini ditunjang dengan
ditemukannya virus dan bakteri seperti Cytomegalovirus,
Chlamydia pneumoniae, dan helicobacter pylori pada plak
aterosklerosis.
(d) Hiperhomosisteinemi
Merupakan faktor resiko indipenden untuk terjadinta Infark
miokard, stroke dan penyakit vaskuler prifer. Dasar peningkatan
resiko aterogenesis pada hyperhomosteinemia masih belum jelas.
Ada beberapa mekanisme yang diduga berhubungan, yaitu:
homosistein mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap
endotel karena zat ini dapat mengkatalisir produksi hidrogen
peroksida,
homosistein meningkatkan oksidasi LDL,
homosistein meningkatkan proliperasi sel otot polos dan
produksi kolagen,
homosistein meningkatkan resiko trombosis dengan cara
menurunkan aktifitas AT-III , menurunkan kadar faktor V dan
VII, inhibisi aktivasi protein C, penurunan ikatan tPA.
Homosistein juga diketahui dapat menrunkan sintesis NO.

(6) Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1)


Resiko trombosis meningkat jika faktor-faktor koagulasi dan
inhibitor fibrinolisis meningkat. Gangguan fibrinolisis dapat
meningkatkan proses aterogenesis dengan deposisi fibrin dan trombosis
pada lesi aterosklerosis. PAI-1 merupakan salah satu inhibitor
fibrinolisis yang penting. Zat ini bekerja sebagai inhibitor primer
terhadap tPA dan aktivator plasminogen type urokinase.
Peningkatan aktivitas PAI-1 merupakan prediktor indipenden untuk
terjadinya Infark miokard ulang dalam waktu 3 tahun kedepan. Banyak
penelitian cross sectional menemukan hubungan antara kadar PAI-1
dengan kadar fibrinogen, dan berkaitan juga dengan sejumlah variabel
sindroma resistensi insulin. Ditemukan juga bahwa kenaikan kadar PAI-
1 ini mempunyai dasar genetis.

2.5 Patofisiologi
A. Proses aterotrombotik tejadi melalui 2 cara, yaitu:
1. Aterotrombotik in situ, terjadi akibat adanya plak yang terbentuk
akibat proses aterosklerotik pada dinding pembuluh darah
intrakranial, dimana plak tersebut membesar yang dapat disertai
dengan adanya trombus yang melapisi pembuluh darah arteri
tersebut. Apabila proses tersebut terus berlangsung maka akan
terjadi penyumbatan pembuluh darah tersebut dan penghentian
aliran darah disebelah distal.
2. Tromboemboli (artery to artery embolus), terjadi akibat lepasnya
plak aterotrombolik yang disebut sebagai emboli, yaitu akan
menyumbat arteri disebelah distal dari arteri yang mengalami
proses aterosklerotik.

B. Pola Terjadinya Ateroma


1. Distribusi Pembentukan Ateroma
Ateroma sering ditemukan pada arang tua, akan tetapi
proses pembentukannya telah terjadi sejak masa kanak-kanak
hingga dewasa muda. Proses tersebut terus berlangsung tanpa
menimbulkan gejala selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya terjadi
pada arteri yang berukuranbesar (arkus aorta) dan arteri yang
berlekuk-lekuk (sifon karotis), dan arteri yang konfluen
(a.basilaris). Sedangkan pada tempat yang jarang terjadi
pembentukan ateroma yaitu pada ujung distal arteri karotis interna
hingga karotikus dan pada arteri serebri anterior. Sehingga
lepasnya ateroma tersebut lebih sering menyebabkan penyumbatan
pada arteri serebri media. Adanya distribusi khusus terjadinya
ateroma diatas sebenarnya disebabkan karena adanya
haeomodynamics shear stress dantrauma endotel pembuluh darah
pada daerah tersebut, yaitu pada tempat dimana terdapat perbedaan
aliran darah, stagnasi darah dan turbulensi.
Proses pembentukan ateroma dapat terjadi hanya pada satu
sisi pembuluh darah saja, hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan geometri anatomi pembuluh darah secara individual.
Biasanya disertai oleh adanya proses aterosklerotik yang
ditemukan di tempat lain, yaitu dengan adanya angina atau Infark
miokardium, atau claudicasio. Proses pembentukan ateroma
tersebut yang terjadi di berbagai arteri, diotak, aorta, atau
pembuluh darah lain mempunyai proses yang sama. Adanya faktor
genetika juga berpengaruh pada proses tersebut, yang diperberat
dengan faktor lain seperti hipertensi. Hal ini menjelaskan mengapa
pada ras kulit hitam dan kulit berwarna lebih sering terbentuk
ateroma pada arterioklerotik intrakranial dibandingkan pada arteri
ekstrakranial

Gambar-1: Distribusi ateroma

2. Proses Pembentukan Ateroma


Pembentukan ateroma sebenarnya telah dimulai dengan
pembentukan Fatty streak sejak masa kanak-kanak. Proses tersebut
dimulai dengan adanya kerusakan jaringan. Pada hipotesa
Response to Injury Hypothesis, penyebab kerusakan pada endotel,
baik perubahan struktural ataupun perubahan fungsional, akibat
adanya faktor-faktor seperti hiperkholesterolemia kronis, adanya
perubahan fungsional shear stress aliran darah pada endotel
pembuluh darah,ataupun adanya disfungsi akibat toksin atau zat-
zat lain. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan perubahan
permiabilitas endotel, perubahan sel- sel endotel atau perubahan
hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya,
sehingga daya aliran darah didalamnya dapat menyebabkan
pelepasan sel endotel kemudian terjadi hubungan langsung antara
komponen darah dan dinding arteri. Kerusakan endotel akan
menyebabkan pelepasan faktor pertumbuhan yang akan
merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah.
Lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui trasnport aktif
danpasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah
menjadi mikrofag akan memfagosit kholesterol LDL, sehingga
akan terbentuk foam sel. Oleh karena itu, gambaran mikroskopis
dari fatty streak akan berupa kumpulan sel-sel yang berisi lemak
sehingga tampak seperti busa yang disebut sebagai foam cells.
Beberapa tahun kemudian proses tersebut berlanjut dengan
terjadinya sel-sel otot polos arteri dari tunika adventisia ke tunika
intima akibat adanya pelepasan platelet derived grawth factor
(PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain itu, sel-
sel otot polos tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan akan
berubah menajdi lebih sintesis (fibrosis). Makrofag, sel endotel, sel
otot polos maupun limfosit T (terdpat pada stadium awal plak
aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokines yang memperkuat
interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan kolesterol
intra dan eksta seluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk
plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan
lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan
menginvasi dan menyebar kedalam tunika media dinding
pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan
terjadi penyempitan lumen.
Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang
mengalami sklerosis (akibat pecahnya pembuluh darah vasa
vasorum) akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Hal ini akan terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi
trombosit, yang mengawali koagulasi darah dan trombosis.
Trombosit akan terangsang dan menempel pada endotel yang
rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik.

Gambar 2. Pembentukan ateroma

3. Trombosis
Pembentukan trombus arteri dipengaruhi oleh 3 bagian
yang penting, yaitu adanya keadan subendotel vaskuler, trombin
dan metabolisme asam arakhidonat. Trombolis diawali dengan
adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen
dibawahnya. Sherry mengatakan pula bahwa proses trombosis
terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dandinding
pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal
ini disebabkan karena adanya glikoptotein dan proteoglikan yang
melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel
yang bersifat vasodilator dan inhibisi paltelet agregasi.Pada endotel
yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-
serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang
trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat didalam granula-granula
didalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang
mengandung lemak.
Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Perlekatan tersebut ditentukan pula oleh adanya unsur-unsur
matriks pembuluh darah dankecapatan aliran darah.
Trombosit yang teraktifasi akan berubah bentuk menjadi
bulat dan menggelembung, membentuk psodopodia, dan
menampilkan glikoprotein pada permukaan membran trombosit
sebagai reseptor. Perlekatan trombosit dengan serat kolagen
melalui Von Willebrand factor (VWF).Perlekatan tersebut akan
merangsang pelepasan Platelet Factor 3 (PF3=Clot accelerating
factor). Bila terdapat kerusakan pembuluh darah, akan
menyebabkan bertambah banyaknya zat-zat yang biasanya terdapat
pada pembuluh darah yang normal, seperti seratserat
kolagen,katekolamin, adrenalin, noradrenalin, dan juga ADP,
dimana akan menyebabkan bertambah eratnya perlekatan
trombosit.
Pada kecepatan aliran darah yang cepat, perlekatan
trombosit pada ajringan kolagen melibatkan reseptor glikoprotein
(GP) yaitu GP VI dan GP Ib- VIX pada Von Willebrand factor
(vWF). Sedangkan pada aliran darah yang lambat, akan melibatkan
reseptor GP VI, Integrin 2 1, dan GP Ib-V-IX pada vWF.
Adanya kerusakan dinding pembuluh darah juga
menyebabkan pelepasan tromboplastin (Tissue factor III) dan
faktor hageman (Contact factor XII) dari jaringan yang akan
menyebabkan pembentukan trombin dari protrombin. Trombin
akan memacu agregasi trombosit dan merangsang perubahan
fibrinogen menjadi fibrin, dimana fibrin akan mempererat
perlekatan trombosit dan merangsang p-selektin sel endotel yang
menambah permeabilitas sel. Trombin mengikat trombosit melalui
2 reseptor,yaitu moderate affinity reseptor dan high affinity
receptor (GP IbV-IX dan vWF receptor). Fibrin akan memacu adesi
trombosit,hal ini terjadi karena adanya reseptor GP Iib-IIIa
(integrin IIB3) pada fibrin tersebut.
Pengikatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh
darah mengaktivasi trombosit untuk merangsang pelepasan Ca++,
juga akan merangsang pembentukan psodopodia dan penyebaran
sel trombosit. Saat trombosit mengalami adesi dan penyebaran, -
granul dan delta granul yang berada di dalam trombosit akan
berkumpul ditengah sel trombosit. Bila terdapat aktivasi, alfa dan
delta granul tersebut akan berjalan menuju ke membran trombosit,
danakan melepaskan zat-zat didalamnya, seperti ADP, epinephrine,
Ca++, PGDF (platelet growth derived factor), -TG (
thromboglobulin), PF-4 (platelet 4=antiheparin factor), 5HT
(serotonin), vWF (von Willebrand factor), dan fibrinogen, ATP,
adenosine nukleotides, dan juga kalium ke dalam plasma darah.
Zat-zat tersebut akan merangsang terjadinya agregsi trombosit
laindisekitarnya. ADP yang berkaitan dengan reseptor P2Y1 yang
terdapat pada trombosit, menyebabkan pelepasan agregasi
trombosit yang irreversibel.
Asam arakhidonik dilepaskan dari fosfolipdi membran sel
oleh enzim fosfolipase A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu,
stimuli mekanik, trombin, norepineprin, bradikinin, trauma fisik
dan sebagainya. Asam arakhidonat dilepaskan dari fosfolipid
membran sel oleh enzim fosfolipase A-2 atau oleh bahan kimia,
hormon tertentu, stimuli mekanik, trombin, norepineprin,
bradikinin, trauma fisik dan sebagainya.
Asam arakhidonat yang dilepaskan akan dimetabolisir
melalui 4 jalur, seperti bagan dibawah ini:
a) oleh enzim cyclo-oksigenase akan dibentuk tromboksan dan
prostaglansdin lain
b) Enzim lipooksigenase akan dibentuk hydroxy-acid
(leukotriene)
c) Akan terjadi reacylation sehingga terbentuk fosfolipid
d) Akan terjadi hydrophic binding yang akan membentuk albumin
Leukotrien mempunyai peranan penting dala penyakit radang
dan alergi. Sedangkan peranan reacylatin dan hydrophic binding
masih belum jelas.
Asam arakhidonik, oleh enzim cyclo-oxygenase, dirubah
menjadi Prostaglandin G2 (PGG2), kemudian menjadi
Prostaglandin-H2 (PGH2),yang merupakan peroksida yang tidak
stabil. PGH2 ini akan dirubah menjadi PGF2 (vasokonstriksi),
PGE2 (vasodilatasi), PGD2(antiagregasi), Prostasiklin (PGI2) di
endotel pembuluh darah dan Tromboksan A2 (TXA2) di dalam
trombosit. Perubahan ini pada keadaan normal harus dalam
keadaan seimbang. Prostasiklin (PGI2) dibentuk akibat adanya
enzim prostasiklin sintetase, dan berfungsi sebagai vasodilatasi dan
anti penggumpalan trombosit. Sedangkan Tromboksan A2 (TXA2)
dibentuk akibat adanya enzim tromboksan sintetase dan berfungsi
sebagai vaso konstriksi dan pengumpulan trombosit.

2.6 Gejala Klinis


Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
A. Gejala-gejala penyumbatan system karotis
1. Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis interna:
a) buta mendadak (amaurosis fugaks)
b) disfasia bial gangguan terletak pada sisi yang dominan
c) hemiparesis kontra lateral

2. gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior


a) hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan kedua tungkai
lebih menonjol
b) gangguan mental (bila lesi di frontal)
c) gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
d) inkontinensia
e) bisa kejang-kejang

3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media


a) bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama,
bila tidak di pangkal, maka lengan lebih menonjol.
b) Hemihipestesia
c) gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang
terserang.

4. gangguan pada kedua sisi


a) hemiplegi dupleks
b) sukar menelan
c) gangguan emosional, mudah menangis.

B. Gejala gangguan sistem vertebro-basiler:


1. Gangguan pada arteri serebri posterior
a) hemianopsia homonim kobntralateral dari sisi lesi
b) hemiparesis kontralateral
c) hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif kontralateral.
2. Gangguan pada arteri vertebralis
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi
sindrom Wallenberg. Sumbatan pada sisi yang tidak dominan
seringkali tidak menimbulkan gejala.

2.7 Gambaran Radiologi


1. CT Scan
Computed Tomography Scan juga disebut CT scan, merupakan
proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-X untuk mengambil
gambar otak. Dengan menggunakan komputer, beberapa seri gambar
sinar-X akan memperlihatkan gambar tiga dimensi kepala dari
beberapa sudut. CT scan dapat menunjukkan ; jaringan lunak, tulang,
otak dan pembuluh darah. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area
otak yang abnormal, dan dapat menentukan penyebab stroke , apakah
karena insufisiensi aliran darah (stroke iskemik), rupture pembuluh
darah (hemoragik) atau penyebab lainnya. CT scan juga dapat
memperlihatkan ukuran dan lokasi otak yang abnormal akibat tumor,
kelainan pembuluh darah, pembekuan darah, dan masalah lainnya.
Pada CT scan, gambaran infark terlihat normal pada 12 jam
pertama. Manifestasi pertama terlihat tidak jelas dan terlihat gambaran
pembekuan putih pada salah satu pembuluh darah, seperti kehilangan
gambaran abu-abu-putih, dan sulcus menjadi datar (effacement).
Setelah itu, gambaran yang timbul secara progresif menjadi gelap pada
area yang terkena infark, dan area ini akan menjalar ke ujung otak,
yang melibatkan gray matter dan white matter. Kemungkinan region
yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan menggunkan CT scan
atau karena bagian dari otak (brainstem, cerebellum) dengan
menggunakan CT scan tidak menunjukkan bayangan yang jelas.
Perdarahan intracerebral akan mengalami kesalahan interpretasi
sebagai stroke iskemik jika computed tomography tidak dilakukan 10-
14 hari setelah stroke. CT scan menunjukkan nilai positif pada stroke
iskemik pada beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai
dengan berat setelah 2 sd. 7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda
iskemik sulit didapatkan pada 3 -. 6 jam kejadian. Tanda-tanda infark
pada computed tomography yaitu grey matter mengalami isodense
dengan white matter, kehilangan basal ganglia dan hyperdense artery.
Infark timbul apabila otak tidak menerima suplai darah yang cukup
maka otak akan mati. Infark dapat berbentuk sangat kecil dan bulat.
Infark lakunar biasa ditemukan pada bagian intrakranial seperti
(ganglia basalis, thalamus, kapsula interna dan batang otak).
Jika tanda-tanda ini ditemukan sangat tepat untuk melakukan suatu
keputusan misalnya apakah memberikan/tidak memberikan
thrombolysis.

Gambar 3. Gambaran CT Scan pada Stroke iskemik

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih
yang menggunakan medan magnet, frekuensi radio tertentu dan
seperangkat computer untuk menghasilkan gambar irisan penampang
otak. MRI mendeteksi kelainan neurology lebih baik dari CT scan
misalnya stroke, abnormalitas batang otak dan cerebellum, dan multiple
sclerosis. MRI dapat mengidentifikasi zat kimia yang terdapat pada area
otak yang membedakan tumor otak dan abses otak. Perfusi MRI dapat
digunakan untuk mengestimasi aliran darah pada sebagian area. Diffusi
MRI dapat digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema )
secara tiba-tiba. MRI menggunakan medan magnet untuk mendeteksi
perubahan isi jaringan otak. Stroke dapat mengakibatkan penumpukan
cairan pada sel jaringan otak segera 30 menit setelah terjadi serangan.
Dengan efek visualisasi (MRI angiogram ) dapat pula memperlihatkan
aliran darah di otak dengan jelas. Pemeriksaan MRI -- Infark pada
stroke akut.
a)
akut : Low signal (hypointense) pada area T1, high signal
(hyperintense) pada spin density dan/atau T2. Biasanya diikuti
distribusi vascular. Massa parenkim berubah.
b) sub akut : Low signal pada T1 , high signal pada T2 . Diikuti
distribusi vascular. Revaskularisasi dan rusaknya blood-brain
barrier .
c) Old : Low signal pada T1 , high signal pada T2, kehilangan
jaringan dengan infark yang luas.

Dengan menggunakan CT scan dan MRI dapat diketahui serangan


stroke disebabkan oleh iskemik atau perdarahan. Defisit neurologi
bervariasi berdasarkan pembuluh darah yang mengalami penyumbatan
atau kerusakan otak yang terjadi. Manifestasi klinik meliputi : defisit
motorik, gangguan eliminasi, defisit sensori-persepsi, gangguan
berbicara, dan gangguan perilaku. Manifestasi ini dapat muncul
sementara atau permanen tergantung iskemia atau nekrosis yang terjadi
juga treatment yang dilakukan.
3. Gambaran Patologi Anatomi
a) Makroskopik
1) 6-12 jam : pucat dan lunak, struktur massa kelabu kabur, massa
putih :butiran halus (-)
2) 48-72 jam: perlunakan dan penghancuran, pembengkakan
berbentuk lingkaran sampai ukuran tertentuherniasi jika
resolusi (10 hari);daerah infark mencair-kista pada lesi dibatasi
percabangan pembuluh darah, dikelilingi jaringan glia padat;
leptomening tebal dan keruh.

b) Mikroskopik
1) 6-12 jam : intensitas pewarnaan jaringan menurun,
pembengkakan badan sel saraf dan kekacauan susunan
sitoplasma serta kromatin inti, neuron merah, fragmentasi axon
dan kerusakan myelin oligodendrosit dan astrosit.
2) 48 jam : pembuluh darah tampak nyata dan PMN
3) 72-96 jam : berkelompoknya makrofag disekitar pembuluh
darah minggu II : astrositosis prominen resolusi akhir(beberapa
minggu/bln):gliosis fibriler mengganti daerah nekrosis/mengisi
kista.

2.8 Penatalaksanaan
1. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh
FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan
dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya
infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan
dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang
dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala
dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan
memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang
mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel
darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga
memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran
darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv
dilanjutkan oral 300 mg/hari.

2. Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)


Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua
kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi
trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko
untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung
fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri,
infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat
diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6
jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti
anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x
0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <
100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II
= 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko
terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan
heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10
hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat
jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin
25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat
jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin,
cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1
x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine.

3. Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok
ini karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik
sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-
obatan tersebut antara lain :
a. CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan
sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif.
Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver
2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan,
dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.
Therapeutic Windows 2 14 hari.
b. Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran
dan menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV
dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu
ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,.
Therapeutic Windows 7 12 jam.
c. Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai
efek anti oksidan downstream dan upstream. Efek
downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga
mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke
arteri. Efek upstream adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti
trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS
(inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan
eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
d. Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat
anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis
30 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi
motorik yang bermakna.

2.9 Komplikasi
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau
nonneurologis. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau
kompresi batang otak, kejang, dan transformasi hemoragik. Gangguan
nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan
jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia
reaktif.
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan
biasanya parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang
berulang terjadi pada 20-80% kasus. Penggunaan antikonvulsan sebagai
profilaksis kejang pada pasien stroke tidak terbukti bermanfaat. Terapi
kejang pada pasien stroke sama dengan penanganan kejang pada
umumnya.
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark
selalu disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan
menggunakan CT Scan 5% dari kejadian infark dapat berkembang menjadi
transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran dan etiologi stroke dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi ini. Penggunaan antitrombotik,
terutama antikoagulan dan trombolitik meningkatkan kejadian
transformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark berdarah tergantung
pada volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.

2.10 Prognosis
Prognosis stroke iskemik dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Tingkat kesadaran: sadar 16 % meninggal, somnolen 39 % meninggal,
yang stupor 71 % meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.
2. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka angka kematian
meningkat tajam.
3. Jenis kelamin: laki laki lebih banyak (16 %) yang meninggal dari
pada perempuan (39 %).
4. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
5. Lain lain: cepat dan tepatnya pertolongan
BAB III
PENUTUP

Telah dibicarakan proses aterosklerosis, faktor-faktor resiko yang mempercepat


perjalanan penyakit aterosklerosis dan akibat proses aterogenesis pada jaringan
otak. Pemahaman tentang hal ini penting karena menyangkut pada strategi
penanganan stroke secara rasional.
DAFTAR PUSTAKA

Bierman EL. Atheroma and other forms of atheroclerosis, in Isselbacher KJ.


Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan
S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 903-948
Cotran RS. Robbins pathologic basic of disease. 4t ed. Philadelphia: WB
Saunders, 1989: 556-69
Harrisons principle of internal medicene. New York: McGraw Hill, 1994: 1106-
116.
Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson.
2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.

Anda mungkin juga menyukai