PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Infark cerebri juga di kenal sebagai stroke iskemik, terjadi
ketika pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak terganggu sehingga
aliran darah otak terganggu. Ada dua tipe yang umum dari stroke iskemik :
aterotrombotik dan emboli, yang juga dikenal sebagai penyebab utama
yang umum terjadi. Penyebab dari stroke iskemik tidak dapat di ketahui
sekitar 40 % dari semua kasus
2.2 Anatomi
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang
A.corotis interna danA. Vertobralis yang di daerah basis cranii akan
membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus akan
bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem
anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian
depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula
interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui
foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A.
basilaris.
Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini
memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3
bagian belakang cerebrum.
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium
berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah
tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan
belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah
mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang
berturut-turut dari dalam ke luar dsb tunika intima, media danadventisia.
Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah
adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang lebih besar, sel-sel endotel
ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subendotel.
Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda
dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut
lamina elastica interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica
externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara
serabut-serabut tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah.
Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan
mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang
memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel
otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika
media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-
serat kolagen dan proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan
vena yang setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal,
namun diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan
saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun
mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.
2.3 Etiologi
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri
yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa
terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam
keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak
juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut
emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang
menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum
tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-
obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan
darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
(2) Hiperlipidemi
Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa
hiperlipidemi berhubungan dengan aterogenesis. Orang yang menderita
kelainan genetis yang menyebabkan tingginya kadar kolesterol dalam
darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa
adanya faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol
terbukti merupakan komponen utama dalam plak aterosklerosis. Jenis
kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL,
sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung
aterosklerosis karena HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan
kolesterol.
Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar
kolesterol total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih
besar dari pada orang orang dengan kadar kolesteral total <220 mg%.
Namun demikian, hiperlipidemi tidak berhubungan dengan peningkatan
resiko stroke Infark.
(3) Merokok
Mengapa rokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum
diketahui dengan pasti. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa secara
statistik merokok lebih berhubungan dengan kejadian perdarahan
subarakhnoid dari pada dengan stroke Infark aterombotik. Beberapa
faktor yang diduga berhubungan dengan aterogenesis karena merokok
adalah:
(a) stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin
(b) penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2
(c) reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh darah
(d) meningkatnya adhesi trombosit, dan
(e) meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang
terkandung di dalam rokok.
Selain itu, pada percobaan pada binatang ditemukan bahwa hipoksia
merangsang proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula
pada orang yang merokok. Peneliti lain menghubungkan merokok
dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikan reaktivitas
trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin serta kenaikan
kadar fibrinogen dalam plasma. Jumlah nikotin dan zat kimia yang
dihisap oleh perokok bervariasi sehingga sulit untuk menentukan secara
langsung hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan resiko
aterosklerosis, namun dipercaya bahwa semakin banyak rokok yang
dihisap, semakin tinggi resiko terkena penyakit aterosklerosis. Studi
statistik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan proses
aterogenesis ekstra dan intrakranial. Pada studi Framingham didapatkan
bahwa merokok merupakan faktor yang signifikan untuk kejadian
stroke Infark aterombotik pada laki-laki berusia dibawah 65 tahun.
Penelitian lain di Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai resiko
terkena stroke 1,6 kali lebih banyak dari bukan perokok. Sedangkan
dari penelitian Framingham perokok berat (>40 batang sehari)
mempunyai resiko terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (<10
batabg sehari). Beberapa peneliti menyebutkan hubungan antara jumlah
rokok yang dihisap dengan resiko aterosklerosis, antara lain wanita
yang merokok lebih dari 25 batang rokok resiko relatif terkena semua
jenis stroke adalah 3,7 sedangkan untuk terkena perdarahan
subarakhnoid resiko relatifnya lebih besar yaitu 9,8 dan tidak
tergantung pada faktor resiko lain seperti penggunaan kontrasepsi oral,
hipertensi danalkohol. Dari Honolulu Heart study dan the Nurses Health
Study didapatkan resiko relatif merokok pada lelaki 2,5 x dari orang
normal dan pada wanita 3,1 x lipat. Dikatakan juga bahwa penghentian
kebiasaan merokok menurunkan resiko stroke secara signifikan dari
tahun ke tahun, bahkan setelah 5 tahun berhenti merokok, tingkat resiko
terkena strokenya menjadi hampir sama dengan yang bukan perokok.
(5) Fibrinogen
Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan
peningkatan resiko stroke, namun masih belum jelas apakah
peningkatan kadar fibrinogen ini merupakan faktor resiko ataukah
merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau indikator adanya suatu
reaksi inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan reaktan yang
akan dikeluarkan dalam fase akut suatu reaksi inflamasi.
Dari penelitian terakhir didapatkan beberapa faktor resiko tambahan
seperti:
(a) Lipoprotein (a) / Lp(a)
Lp(a) adalah suatu lipoprotein plasma yang kaya kolesterol
(seperti LDL) dan ditandai dengan adanya apo(a) yang dikontrol
secara genetis. Lp(a) telah terbukti merupakan faktor resiko
independen untuk PJK dan stroke permatur. Lp(a) mempunyai
struktur yang homolog dengan plasminogen dengan proses
trombosis. Lp(a) mempunyai struktur yang homolog dengan
plasminogen sehingga lp(a) dapat menghambat fibrinolisis karena
adanya kompetisi dengan plasminogen di reseptor plasminogen di
permukaan sel endotel. Lp(a) juga ternyata dapat mengatur ekspresi
PAI-1 pada sel endotel sehingga menyebabkan terhambatnya
pembentukan plasmin karena aktivasi tPA terhambat. Penelitian lain
juga menemukan Lp(a) menghambat produksi dan sekresi tPA dari
sel endotel sehingga aktivasi plasminogen terhambat yang
mengakibatkan terganggunya fibrinogen. Lp(a) juga dianggap
merangsang pertumbuhan plaque aterosklerosis dengan
menghambat aktivasi TGF sehingga merangsang proliferasi sel
otot polos. Selain itu dinyatakan pula bahwa pembentukan
kompleks yang tak larut antara Lp(a) dengan kalsium pada lesi
aterosklerosis dapat menambah pertumbuhan plaque. Juga
dilaporkan Lp(a) merangsang ekspresi molekul adhesi pada sel
endotel.
Hipotesis terakhir menyebutkan bahwa kadar Lp(a) yang
tinggi tidak bersifat aterogenik jika kadar LDL tidak meningkat,
sehingga Lp(a) bukan merupakan penyebab primer anterogenesis.
Uji saring Lp(a) untuk menentukan faktor resiko dianjurkan untuk
penderita dengan riwayat keluarga PJK, MI, stroke atau penderita
hiperkolesterolemi familial dan disfungsi ginjal dengan
mikroalbuminemi, dan penderita dengan obesitas sentral.
2.5 Patofisiologi
A. Proses aterotrombotik tejadi melalui 2 cara, yaitu:
1. Aterotrombotik in situ, terjadi akibat adanya plak yang terbentuk
akibat proses aterosklerotik pada dinding pembuluh darah
intrakranial, dimana plak tersebut membesar yang dapat disertai
dengan adanya trombus yang melapisi pembuluh darah arteri
tersebut. Apabila proses tersebut terus berlangsung maka akan
terjadi penyumbatan pembuluh darah tersebut dan penghentian
aliran darah disebelah distal.
2. Tromboemboli (artery to artery embolus), terjadi akibat lepasnya
plak aterotrombolik yang disebut sebagai emboli, yaitu akan
menyumbat arteri disebelah distal dari arteri yang mengalami
proses aterosklerotik.
3. Trombosis
Pembentukan trombus arteri dipengaruhi oleh 3 bagian
yang penting, yaitu adanya keadan subendotel vaskuler, trombin
dan metabolisme asam arakhidonat. Trombolis diawali dengan
adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen
dibawahnya. Sherry mengatakan pula bahwa proses trombosis
terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dandinding
pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal
ini disebabkan karena adanya glikoptotein dan proteoglikan yang
melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel
yang bersifat vasodilator dan inhibisi paltelet agregasi.Pada endotel
yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-
serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang
trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat didalam granula-granula
didalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang
mengandung lemak.
Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Perlekatan tersebut ditentukan pula oleh adanya unsur-unsur
matriks pembuluh darah dankecapatan aliran darah.
Trombosit yang teraktifasi akan berubah bentuk menjadi
bulat dan menggelembung, membentuk psodopodia, dan
menampilkan glikoprotein pada permukaan membran trombosit
sebagai reseptor. Perlekatan trombosit dengan serat kolagen
melalui Von Willebrand factor (VWF).Perlekatan tersebut akan
merangsang pelepasan Platelet Factor 3 (PF3=Clot accelerating
factor). Bila terdapat kerusakan pembuluh darah, akan
menyebabkan bertambah banyaknya zat-zat yang biasanya terdapat
pada pembuluh darah yang normal, seperti seratserat
kolagen,katekolamin, adrenalin, noradrenalin, dan juga ADP,
dimana akan menyebabkan bertambah eratnya perlekatan
trombosit.
Pada kecepatan aliran darah yang cepat, perlekatan
trombosit pada ajringan kolagen melibatkan reseptor glikoprotein
(GP) yaitu GP VI dan GP Ib- VIX pada Von Willebrand factor
(vWF). Sedangkan pada aliran darah yang lambat, akan melibatkan
reseptor GP VI, Integrin 2 1, dan GP Ib-V-IX pada vWF.
Adanya kerusakan dinding pembuluh darah juga
menyebabkan pelepasan tromboplastin (Tissue factor III) dan
faktor hageman (Contact factor XII) dari jaringan yang akan
menyebabkan pembentukan trombin dari protrombin. Trombin
akan memacu agregasi trombosit dan merangsang perubahan
fibrinogen menjadi fibrin, dimana fibrin akan mempererat
perlekatan trombosit dan merangsang p-selektin sel endotel yang
menambah permeabilitas sel. Trombin mengikat trombosit melalui
2 reseptor,yaitu moderate affinity reseptor dan high affinity
receptor (GP IbV-IX dan vWF receptor). Fibrin akan memacu adesi
trombosit,hal ini terjadi karena adanya reseptor GP Iib-IIIa
(integrin IIB3) pada fibrin tersebut.
Pengikatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh
darah mengaktivasi trombosit untuk merangsang pelepasan Ca++,
juga akan merangsang pembentukan psodopodia dan penyebaran
sel trombosit. Saat trombosit mengalami adesi dan penyebaran, -
granul dan delta granul yang berada di dalam trombosit akan
berkumpul ditengah sel trombosit. Bila terdapat aktivasi, alfa dan
delta granul tersebut akan berjalan menuju ke membran trombosit,
danakan melepaskan zat-zat didalamnya, seperti ADP, epinephrine,
Ca++, PGDF (platelet growth derived factor), -TG (
thromboglobulin), PF-4 (platelet 4=antiheparin factor), 5HT
(serotonin), vWF (von Willebrand factor), dan fibrinogen, ATP,
adenosine nukleotides, dan juga kalium ke dalam plasma darah.
Zat-zat tersebut akan merangsang terjadinya agregsi trombosit
laindisekitarnya. ADP yang berkaitan dengan reseptor P2Y1 yang
terdapat pada trombosit, menyebabkan pelepasan agregasi
trombosit yang irreversibel.
Asam arakhidonik dilepaskan dari fosfolipdi membran sel
oleh enzim fosfolipase A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu,
stimuli mekanik, trombin, norepineprin, bradikinin, trauma fisik
dan sebagainya. Asam arakhidonat dilepaskan dari fosfolipid
membran sel oleh enzim fosfolipase A-2 atau oleh bahan kimia,
hormon tertentu, stimuli mekanik, trombin, norepineprin,
bradikinin, trauma fisik dan sebagainya.
Asam arakhidonat yang dilepaskan akan dimetabolisir
melalui 4 jalur, seperti bagan dibawah ini:
a) oleh enzim cyclo-oksigenase akan dibentuk tromboksan dan
prostaglansdin lain
b) Enzim lipooksigenase akan dibentuk hydroxy-acid
(leukotriene)
c) Akan terjadi reacylation sehingga terbentuk fosfolipid
d) Akan terjadi hydrophic binding yang akan membentuk albumin
Leukotrien mempunyai peranan penting dala penyakit radang
dan alergi. Sedangkan peranan reacylatin dan hydrophic binding
masih belum jelas.
Asam arakhidonik, oleh enzim cyclo-oxygenase, dirubah
menjadi Prostaglandin G2 (PGG2), kemudian menjadi
Prostaglandin-H2 (PGH2),yang merupakan peroksida yang tidak
stabil. PGH2 ini akan dirubah menjadi PGF2 (vasokonstriksi),
PGE2 (vasodilatasi), PGD2(antiagregasi), Prostasiklin (PGI2) di
endotel pembuluh darah dan Tromboksan A2 (TXA2) di dalam
trombosit. Perubahan ini pada keadaan normal harus dalam
keadaan seimbang. Prostasiklin (PGI2) dibentuk akibat adanya
enzim prostasiklin sintetase, dan berfungsi sebagai vasodilatasi dan
anti penggumpalan trombosit. Sedangkan Tromboksan A2 (TXA2)
dibentuk akibat adanya enzim tromboksan sintetase dan berfungsi
sebagai vaso konstriksi dan pengumpulan trombosit.
b) Mikroskopik
1) 6-12 jam : intensitas pewarnaan jaringan menurun,
pembengkakan badan sel saraf dan kekacauan susunan
sitoplasma serta kromatin inti, neuron merah, fragmentasi axon
dan kerusakan myelin oligodendrosit dan astrosit.
2) 48 jam : pembuluh darah tampak nyata dan PMN
3) 72-96 jam : berkelompoknya makrofag disekitar pembuluh
darah minggu II : astrositosis prominen resolusi akhir(beberapa
minggu/bln):gliosis fibriler mengganti daerah nekrosis/mengisi
kista.
2.8 Penatalaksanaan
1. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh
FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan
dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya
infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan
dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang
dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala
dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan
memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang
mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel
darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga
memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran
darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv
dilanjutkan oral 300 mg/hari.
3. Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok
ini karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik
sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-
obatan tersebut antara lain :
a. CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan
sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif.
Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver
2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan,
dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.
Therapeutic Windows 2 14 hari.
b. Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran
dan menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV
dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu
ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,.
Therapeutic Windows 7 12 jam.
c. Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai
efek anti oksidan downstream dan upstream. Efek
downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga
mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke
arteri. Efek upstream adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti
trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS
(inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan
eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
d. Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat
anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis
30 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi
motorik yang bermakna.
2.9 Komplikasi
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau
nonneurologis. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau
kompresi batang otak, kejang, dan transformasi hemoragik. Gangguan
nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan
jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia
reaktif.
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan
biasanya parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang
berulang terjadi pada 20-80% kasus. Penggunaan antikonvulsan sebagai
profilaksis kejang pada pasien stroke tidak terbukti bermanfaat. Terapi
kejang pada pasien stroke sama dengan penanganan kejang pada
umumnya.
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark
selalu disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan
menggunakan CT Scan 5% dari kejadian infark dapat berkembang menjadi
transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran dan etiologi stroke dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi ini. Penggunaan antitrombotik,
terutama antikoagulan dan trombolitik meningkatkan kejadian
transformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark berdarah tergantung
pada volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.
2.10 Prognosis
Prognosis stroke iskemik dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Tingkat kesadaran: sadar 16 % meninggal, somnolen 39 % meninggal,
yang stupor 71 % meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.
2. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka angka kematian
meningkat tajam.
3. Jenis kelamin: laki laki lebih banyak (16 %) yang meninggal dari
pada perempuan (39 %).
4. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
5. Lain lain: cepat dan tepatnya pertolongan
BAB III
PENUTUP