Anda di halaman 1dari 4

MUAMALAH DILUAR JUAL BELI

Ringkasan Materi Fikih Kelas IX semester 2

A. Pengertian dan Hukum Gadai


Gadai menurut istilah syara' ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari
seseorang kepada orang lain untuk mendapatkan hutang. Hukum asal gadai adalah
mubah/boleh. Allah SWT berfirman :














Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan
(borg) yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah : 283)

B. Pemanfaatan Barang Gadai


Barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya oleh baik oleh yang menggadaikan
maupun oleh penerima gadai, kecuali jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Pihak yang menggadaikan tidak lagi mempunyai barang tersebut secara sempurna,
sementara itu pihak penerima gadai hanya berhak menahan barang gadai, tidak
memilikinya.
C. Hikmah Gadai
Gadai disyari'atkan untuk memelihara harta agar tidak hilang hak pemberi pinjaman.
Apabila telah jatuh tempo, yang memberi jaminan wajib membayar. Jika ia tidak bisa
membayar, maka jika penggadai mengijinkan kepada yang mendapat jaminan dalam
menjualnya, ia menjualnya dan membayar hutang. Dan jika tidak, penguasanya
memaksanya membayarnya atau menjual barang yang digadaikan. Jika ia tidak
melakukan, niscaya penguasa/pemerintah menjualnya dan membayarkan hutangnya.
Gadai adalah amanah di tangan penerima gadai (kreditor) atau orang yang diberi
amanah, ia tidak bertanggung jawab kecuali ia melakukan tindakan melewati batas
atau melakukan kelalaian.
D. Pengertian dan Hukum Borg
Borg atau jaminan dalam fiqih adalah penyerahan suatu barang sebagai penguat
hutang-pihutang. jaminan benda sebagai borg ini akan diambil oleh orang berhutang
jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu pembayaran yang ditentukan telah tiba dan
hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti hutang
dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang. Hukum
borg ialah seperti hutang-piutang yaitu sunnat bagi yang memberikan hutang
(menerima borg) dan mubah bagi yang berhutang (menyerahkan borg/jaminan).
E. Pemanfaatan Borg
Perbedaan antara borg dan gadai adalah dalam hal pemanfaatan barang. Pemanfaatan
borg tetap berada pada pemilik barang. Sebagai contoh : Seseorang meminjam uang
dengan jaminan (borg) tanah sawahnya, maka penggarapan dan hasil panen menjadi
milik hak si Penerima barang.
Ingat !!!
Apabila kita melakukan akad gadai, pemanfaatan barang yang digadaikan harus
dibicara sejak awal perjanjian agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan.

A. Pengertian dan Hukum Memberikan Upah


Upah dalam bahasa arab disebut dengan ( ) yang berarti balasan. Upah menurut
istilah adalah pemberian sesuatu barang atau uang kepada seseorang yang telah
bekerja, sebagai balas jasa atas tenaga atau jerih payah yang dilakukannya.
Firman Allah :




















Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah
kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila
telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang maruf. Itulah yang
dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari
kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.(QS. al-Baqarah : 232)
Rasulullah SAW bersabda :


)



Artinya : "Berikanlah upah kepada karyawan lpekerja sebelum keringatnya k,ering".
(HR. Ibnu Majah)
Upah merupakan hak pekerja yang harus dibayarkan sesuai dengan jenis
pekerjeannya. Menunda-nunda pembayaran upah tidak dibenarkan dalam ajaran Islam
karena termasuk perbuatan aniaya.
Memberikan upah kepada pekerja dalam Islam hukumnya mubah (boleh). Setelah
seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan untuk kepentingan orang lain maka orang
yang mendapatkan jasa setelah aqad hukumnya wajib memberikan upah kepada orang
yang telah memberikan jasa.
B. Manfaat Upah
1. Bagi Penerima Upah
a. Sebagai penghasilan halal karena diberikan secara ikhlas oleh pemilik pekerjaan.
b. Dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Bagi Pemberi Upah
a. Melatih sikap/mental untuk menghargai pihak lain.
b. Disenangi oleh orang lain.
c. Menjalin hubungan batin antara pemilik pekerjaan dan pekerja.

C. Kewajiban dan Hak Buruh/Pegawai


Seseorang pegawai/buruh pada hakekatnya adalah pemegang amanah majikan/pemilik
perusahaan. Oleh sebab itu ia berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman :









Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat (Q.S. An-Nisa : 58)

Ingat !
Tidak memberikan upah pada orang yang telah bekerja adalah perbuatan dhalim dan
termasuk makan harta orang lain dengan cara bathil. Orang yang memakan harta
orang lain dengan bathil diibaratkan Allah sama dengan makan api.

A. Pengertian dan Dalil Hutang Piutang


Hutang piutang ( ) adalah aqad yang dilakukan untuk memberikan sesuatu benda
atau uang, dengan perjanjian akan dibayar kembali dalam jumlah dan nilai yang sama.
Hutang piutang merupakan salah satu bentuk transaksi yang memerlukan waktu
beberapa lama. Agar tidak terjadi lupa atau keliru, maka hendaknya dibuatkan catatan
tertulis bahkan bila perlu diadakan saksi.
Firman allah SWT, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya (AI Baqarah : 282)

B. Hukum Hutang Piutang


1. Hukum orang yang berhutang adalah mubah (boleh) sedangkan orang yang
memberikan hutang hukumnya sunah sebab ia termasuk orang yang menolong
sesamanya.
2. Hukum orang yang berhutang menjadi sunah dan hukum orang yang menghutangi
menjadi wajib, jika peminjam itu benar-benar dalam keadaan terdesak, misalnya
hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan dan
lain sebagainya, maka
Rasulullah SAW bersabda :
)











Artinya : "Tidak ada seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim
dua kali kecuali seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya dua kali". (HR. Ibnu
Majah)

C. Manfaat Hutang Piutang


Hutang pihutang sangat besar manfaatnya, karena dengan hutang pihutang,
seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu bagi orang yang
mampu sebaiknya memberikan hutang kepada orang yang memerlukan sehingga
tercipta sikap gotong royong sesama manusia.
D. Kewajiban Orang Yang Berhutang
Orang yang berhutang wajib mengembalikan hutangnya sesuai dengan waktu yang
telah dijanjikan. apabila sampai batas waktu tersebut belum dapat mengembalikan, dia
harus menyampaikan hal tersebut kepada pemberi hutang.

Ingat !!!
Islam mengajarkan kepada kita, apabila kita melakukan hutang piutang hendaklah
dicatat sebagai tanda bukti

A. Pengertian dan Hukum Pinjam Meminjam


Pinjam meminjam ( ) merupakan salah satu bentuk tolong menolong dari
seseorang kepada orang lain. Pengertian meminjam adalah aqad untuk memberikan
manfaat dari suatu benda halal milik seseorang kepada orang lain tanpa ada tukaran
tertentu dan tidak mengurangi atau merusak zat benda itu.
Pinjam meminjam hukumnya mubah bagi peminjam dan sunah bagi pemberi pinjaman
karena ada unsur tolong menolong.
Firman Allah, artinya : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. (QS. al-Maidah : 2)
Hukum pinjam meminjam di atas dalam keadaan tertentu dapat berubah. Apabila
pinjam-meminjam itu untuk hal yang sangat penting, maka hukum peminjam adalah
sunah dan memberi pinjaman adalah wajib. Misalnya kelaparan. pakaian untuk
menutup aurat, dan sebagainya. Juga bisa menjadi haram hukumnya jika
meminjamkan sesuatu untuk kejahatan dan kemaksiatan.
B. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
1. Orang yang meminjamkan disyaratkan :
a. Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa atau
anak kecil tidak sah meminjamkan
b. Benar-benar pemilik barang yang dipinjamkan.
2. Peminjam, disyaratkan :
a. Mampu berbuat kebaikan
b. Menjaga barang yang dipinjam agar tidak rusak.
3. Barang yang dipinjamkan disyaratkan :
a. Ada manfaatnya
b. Barang itu kekal/bersifat tetap, tidak habis setelah diambil manfaatnya. Oleh karena
itu makanan yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak
sah dipinjamkan
4. Aqad yaitu ijab qabul
C. Kewajiban Peminjam
1. Mengembalikan barang itu kepada pemiliknya jika telah selesai.
2. Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak.
3. Merawat barang pinjaman dengan baik selama dipinjam.
D. Berakhirnya Masa Pinjaman
Pinjam meminjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya
dan harus segera dikembalikan kepada pemiliknya. Pinjam meminjam juga berakhir
apabila satu dari dua belah pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam
dapat meminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam meminjam bukan merupakan
perjanjian yang tetap. Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan
dan yang meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka
yang dibenarkan adalah yang meminjamkan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini
didasarkan pada hukum asalnya yaitu belum dikembalikan.
E. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pinjam meminjam
Untuk melestarikan hubungan baik antara peminjam dan pemilik barang yang
dipinjamkan, perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan halal. Pinjam
meminjam barang untuk perbuatan maksiat hukumnya haram.
b. Peminjam hendaknya berhati-hati dalam menggunakan barang pinjaman agar tidak
menimbulkan kerusakan pada barang yang dipinjam
c. Peminjam wajib mengembalikan barang pinjaman sesuai perjanjian yang telah
disepakati dengan pemilik barang
d. Apabila peminjam belum dapat mengembalikan barang pinjaman sesuai janjinya
(bukan karena disengaja), peminjam seharusnya memberitahukan dan meminta maaf
atas keterlambatan pengembalian barang yang dipinjam.
e. Sesuai dengan prinsip gotong royong pemilik barang sebaiknya memberi
kelonggaran kepada peminjam sampai dapat mengembalikan pinjamannya.

Anda mungkin juga menyukai