Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN NY.

SB DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA TAK TERINCI DENGAN
MASALAH UTAMA RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WISMA DRUPADI RSJ GRHASIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Semester VI Prodi
DIV Keperawatan

Pembimbing: Abdul Ghofur, SKP M.Kes

Disusun oleh:

Desy Nurwulan (P07120213010)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN NY. SB DENGAN


DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA TAK TERINCI DENGAN
MASALAH UTAMA RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WISMA DRUPADI RSJ GRHASIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Semester VI Prodi
DIV Keperawatan

Disusun Oleh :

Desy Nurwulan (P07120213010)

Telah mendapat persetujuan pada tanggal..............................................

Oleh :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

(Abdul Ghofur, S.Kp. M.Kes)


( Mufit Dewi W, SST )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Skizofrenia tak terinci dengan masalah utama resiko perilaku kekerasan
B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian
Skizofrenia tak terinci
a. Pengertian Skizofrenia Tak terinci
Skizofrenia tak terinci
Menurut Arif (2006), skizofrenia tak terinci merupakan sejenis
skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit dihubungkan
dengan skizofrenia lainnya. Skizofrenia tak terinci dikarakteristikkan
dengan prilaku yang disorganisasi dan gejala-gejala psikologis yang
mungkin memenuhi lebih dari satu tipe atau kelompok kriteria
skizofrenia.
Menurut Lisa (2008), skizofrenia tak terinci didiagnosis dengan
memenuhi kriteria umum untuk diagnos skizofrenia, tidak memenuhi
kriteria untuk skizofrenia paranoid; hebefrenik; katatonik dan tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia tak terinci atau depresi pasca
skizofrenia.
Tanda dan gejala yang timbul pada klien dengan skizofrenia
sebagai berikut:
a. Gejala positif
1) Waham
2) Halusinasi
3) Kekacauan alam pikir
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, gembira berlebihan,
agresif, mondar mandir, bicara dengan semangat
5) Pikiran penuh dengan kecurigaan
6) Menyimpan rasa permusuhan

b. Gejala negatif
1) Alam perasaan: tumpul atau datar
2) Menarik diri
3) Kontak emosional amat miskin atau pendiam
4) Pasif, apatis
5) Sulit dalam berpikir abstrak
6) Pola pikir sterotipy

Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stresor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol. Perilaku kekerasan dianggap
sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang
sebagai suatu rentang, di mana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang lain (Yosep, 2010).
2. Etiologi Perilaku kekerasan
Menurut Keliat (2010) penyebab perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :

a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi
factor predisposisi yang mungkin / tidak mungkin terjadi jika factor
berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbu agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiyaya
atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3) Social budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
ada menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan dapat diterima
(permissive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseibangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap

3. Akibat dari Perilaku kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan risiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Risiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

4. Tanda dan Gejala :


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang Respon Marah


Adaptif
Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Amuk/PK
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkap mencapai tidak dapat mengekspre marah dan
-kan marah tujuan mengungkap -sikan bermusuha
tanpa kepuasan/saat -kan secara fisik, n yang kuat
menyalahkan marah dan perasaannya, tapi masih dan hilang
orang lain tidak dapat tidak berdaya terkontrol, kontrol,
dan menemukan dan mendorong disertai
memberikan alternatif. menyerah. orang lain amuk,
kelegaan. dengan merusak
ancaman. lingkungan.

6. Patofisiologi
Proses terjadinya amuk dimula dari kemarahan yang timbul
sebagai akibat adanya ancaman integritas diri atau keutuhan.
7. Pohon Masalah
Risiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
Ancaman terhadap kebutuhan

Stres
Cemas

Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak adekuat

Menantang Menjaga keutuhan orang lain Menarik diri

Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah

Marah berkepanjangan Ketegangan menurun Marah tidakterungkap

Rasa marah teratasi


Muncul rasa bermusuhan

Marah pada diri sendiri Rasa bermusuhan menahun Marah pada orang lain

Depresipsikosomatik Agresif/ amuk


akibat

core problem
Perilaku kekerasan
Penatalaksanaan regimen penyebab
terapeutik tidak efektif
8. Penatalaksanaan medis
a. Terapi Somatik
Menurut menerangkan bahwa terapi Somatik adalah terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptife menjadi perilaku adaktif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien,
tetapi target terapi adalah perilaku klien .
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada klien dengan
menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali).
9. Proses Keperawatan
Data yang perlu dikaji :
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan/amuk
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
3) Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.

Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

10. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Risiko perilaku kekerasan
11. Rencana tindakan keperawatan
a. Risiko Perilaku kekerasan
1) Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkunganya.
2) Tujuan Khusus:
Klien dapat membina hubungan salingpercaya.
Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran interaksi
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya :
- Beri salam terapeutik
- Perkenalkan diri
- Tanyakan nama dan nama panggilan
- Jelaskan tujuan interaksi
- Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat )
- Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya
- Lakukan kontak singkat tetapi sering
b) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
Rasional: Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat
dijadikan titik awal penanganan
Tindakan:
- Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel /
kesal
- Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/kesal
- Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan dengan sikap tenang
c) Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
Rasional: Untuk mengetahui hal yang dialami dan
dirasakan saat melakukan perilaku kekerasan.
Tindakan :
- Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
dirasakannya saat jengkel/marah.
- Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien
- Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
jengkel/kesal yang dialami klien.
d) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
Rasional: Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang
biasa klien lakukan dan dengan bantuan perawat bisa
membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif
Tindakan:
- Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal, pada
orang lain, pada lingkungan dan pada diri sendiri)
- Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
- Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai
4) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Rasional: Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan
diharapkan klien dapat mengubah perilaku destruktidf
menjadi konstruktif.
Tindakan:
- Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah
dilakukan klien
- Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan
oleh klien.
- Tanyakan pada klien apakah apakah ingin mempelajari
cara baru yang sehat
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Rasional: Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat
menghindari perilaku kekerasan.
Tindakan:
- Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
- Beri reinforcement positif atas kegiatan fisik yang biasa
dilakukan klien.
- Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu: tarik nafas
dalam dan pukul kasur dan bantal.
- Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien
- Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam
- Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
sebanyak 5 kali
- Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam
- Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang
akan dilaksanakan sendiri oleh klien
- Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari
- Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara pencegahan
perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian (self evaluation)
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Rasional: dengan berbicara yang baik (meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan) dapat menhindari perilaku
kekerasaan.
Tindakan :
- Diskusikan cara bicara yang baik pada klien.
- Beri contoh cara bicara yang baik: meminta dengan baik,
menolak dengan baik dan mengungkapkan perasaan yang
baik).
- Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.
- Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilakukan diruangan.
- Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang
baik dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self
evaluation)
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah
perilaku kekerasan
Rasional: ibadah yang biasa dilakukan dapat digunakan untuk
menetramkan jiwa sehingga perilaku kekerasan dapat terhindar
Tindakan:
- Diskusikan dengan klien tentang kegiatan ibadah yang
pernah dilakukan
- Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapt dilakukan
- Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanan
kegiatan ibadah
- Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)
7) Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
Rasional: Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum
obat dan bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri.
Tindakan:
- Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
diminumnya (nama, warna, besar); waktu minum
obat;cara minum obat.
- Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
secara teratur.
- Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu,
cara minum).
- Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
- Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila
merasakan efek yang tidak menyenangkan.
- Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
8) Klien dapat mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK):
stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
Rasional: dengan mengikuti TAK klien bisa mengungkapan
perasaan yang berhubungan dengan perilaku kekerasan kepada
temen dan perawat.
Tindakan:
- Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi
pencegahan perilaku kekerasan.
- Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK
dan beri pujian atas keberhasilanya.
9) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan
pencegahan perilaku kekerasan.
Rasional: Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien,
dengan melibatkan keluarga, maka mencegah klien kambuh.
Tindakan:
- Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien
selama ini
- Jelaskan cara-cara merawat klien: terkait dengan cara
mengontrol perilaku marah secara konstruktif, sikap dan
cara bicara.
- Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah,
penyebab marah dan cara menghadapi klien saat marah
- Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai
keluarga

.
12. Evaluasi
Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan
keperawatan yang telah dibuat. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2005) yaitu:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontraindikasi dengan masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP. Jakarta:
Selemba Medika
Keliat, Budi Ana. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi Ana. 2010.Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC

Luana, 2007, Kekambuhan Skizofrenia. [Diakses 20 Nopember 2012].


Dipublikasikan dalamhttp://www. Yayasan Harapan Permata Hati Kita.
htm.
Maramis, 2008, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University
Press
Stuart dan Sundeen. 2011. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Townsend, Mary C. 2010.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatrik. EGC : Jakarta.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT Refik
Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai