SB DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA TAK TERINCI DENGAN
MASALAH UTAMA RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WISMA DRUPADI RSJ GRHASIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Semester VI Prodi
DIV Keperawatan
Disusun oleh:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Semester VI Prodi
DIV Keperawatan
Disusun Oleh :
Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Skizofrenia tak terinci dengan masalah utama resiko perilaku kekerasan
B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian
Skizofrenia tak terinci
a. Pengertian Skizofrenia Tak terinci
Skizofrenia tak terinci
Menurut Arif (2006), skizofrenia tak terinci merupakan sejenis
skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit dihubungkan
dengan skizofrenia lainnya. Skizofrenia tak terinci dikarakteristikkan
dengan prilaku yang disorganisasi dan gejala-gejala psikologis yang
mungkin memenuhi lebih dari satu tipe atau kelompok kriteria
skizofrenia.
Menurut Lisa (2008), skizofrenia tak terinci didiagnosis dengan
memenuhi kriteria umum untuk diagnos skizofrenia, tidak memenuhi
kriteria untuk skizofrenia paranoid; hebefrenik; katatonik dan tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia tak terinci atau depresi pasca
skizofrenia.
Tanda dan gejala yang timbul pada klien dengan skizofrenia
sebagai berikut:
a. Gejala positif
1) Waham
2) Halusinasi
3) Kekacauan alam pikir
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, gembira berlebihan,
agresif, mondar mandir, bicara dengan semangat
5) Pikiran penuh dengan kecurigaan
6) Menyimpan rasa permusuhan
b. Gejala negatif
1) Alam perasaan: tumpul atau datar
2) Menarik diri
3) Kontak emosional amat miskin atau pendiam
4) Pasif, apatis
5) Sulit dalam berpikir abstrak
6) Pola pikir sterotipy
Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stresor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol. Perilaku kekerasan dianggap
sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang
sebagai suatu rentang, di mana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang lain (Yosep, 2010).
2. Etiologi Perilaku kekerasan
Menurut Keliat (2010) penyebab perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi
factor predisposisi yang mungkin / tidak mungkin terjadi jika factor
berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbu agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiyaya
atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3) Social budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
ada menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan dapat diterima
(permissive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseibangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap
6. Patofisiologi
Proses terjadinya amuk dimula dari kemarahan yang timbul
sebagai akibat adanya ancaman integritas diri atau keutuhan.
7. Pohon Masalah
Risiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
Ancaman terhadap kebutuhan
Stres
Cemas
Marah pada diri sendiri Rasa bermusuhan menahun Marah pada orang lain
core problem
Perilaku kekerasan
Penatalaksanaan regimen penyebab
terapeutik tidak efektif
8. Penatalaksanaan medis
a. Terapi Somatik
Menurut menerangkan bahwa terapi Somatik adalah terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptife menjadi perilaku adaktif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien,
tetapi target terapi adalah perilaku klien .
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada klien dengan
menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali).
9. Proses Keperawatan
Data yang perlu dikaji :
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan/amuk
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
3) Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
.
12. Evaluasi
Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan
keperawatan yang telah dibuat. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2005) yaitu:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontraindikasi dengan masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP. Jakarta:
Selemba Medika
Keliat, Budi Ana. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi Ana. 2010.Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC