Anda di halaman 1dari 7

TETANUS NEONATORUM

Definisi

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman pada sinaps
ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muskular (neuro
muscular junction) dan saraf autonom.

Kejadian penyakit ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan


neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman),
khususnya perawatan tali pusat.

Etiologi

Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium tetani.

Epidemiologi

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada


jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologik
lingkungan peternakan/pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus
pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DTP yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi,
akibat perbedaan aktivitas fisiknya

Patogenesis

Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anaerobik,
berbuah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin.
Dalam jaringan yang anaerobik ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat nanah, nekrosis jaringan, atau
akibat adanya benda asing, seperti bambu, pecahan kaca, dan sebagainya.

1
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor
endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan
menyebar ke seluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut daripada lewat
pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama
serabut motor. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin
tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi,
toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan
potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak
aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinapas yang terkena.
Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot,
sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin
meningkat akan menimbulkan kejang, terutama pada otot yang besar.

Dampak Toksin

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena
eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempal pada cerebral
gangliosides diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.
3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan
gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart
block, atau takikardia.

Diagnosis

Anamnesis
Persalinan yang kurang higienis terutama yang ditolong tenaga nonmedis
yang tidak terlatih.
Perawatan tali pusat yang tidak higienis, pemberian dan penambahan suatu zat
pada tali pusat.
Bayi sadar, sering mengalami kekakuan (spasme) terutama bila terangsang
atau tersentuh.
Bayi malas minum.

2
Manifestasi Klinis

Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar antara 5-14 hari. Makin
lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat penyakit selain
berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi
atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot setempat atau trismus,
kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Kekakuan
tetanus sangat khas; yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi
pada telapak kaki, tubuh kaku melengkung seperti busur.

Pemeriksaan Fisik

Bayi sadar, terjadi spasme otot berulang


Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar
membuka mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan mulut mencucu
(carper mouth) sehingga bayi tidak dapat menyusu. Secarak klinis untuk menilai
kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari.
Risus sardonicus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak
dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah.
Opistotonus adalah kekakuan otot yang yang menunjang tubuh seperti: otot
punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat
dapat menyebabkan tubuh melangkung seperti busur.
Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.
Tali pusat biasanya kotor dan berbau.
Anggota gerak spastik (boxing position).
Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi
setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar
yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang makin pendek sehingga anak
jatuh dalam status kovulsivus.

3
Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang
yang terus menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan
anoksia dan kematian; pengaruh toksin pada saraf autonom menyebabkan
gangguan sirkulasi, dapat pula menyebabkan suhu badan tinggi atau berkeringat
banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio alvi,
retentio urinae, atau spasme laring; patah tulang panjang dan kompresi tulang
belakang.

Derajat Penyakit

Tetanus berat, bila anak kaku dan sering kejang spontan yaitu kejang terjadi tanpa
rangsangan.
Tetanus sedang, bila anak kaku tanpa kejang spontan tetapi masih dijumpai
kejang rangsang.
Tetanus ringan, bila kekakuan yang tampak jelas hanya trismus, tanpa disertai
kejang rangsang.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membedakan antara tetanus neonatorum


dengan sepsis neonatal atau meningitis adalah:

Pungsi lumbal
Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus dan kultur sensitivitas.

Diagnosis Banding

Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosis tersebut tidak


dijumpai trismus, risus sardonikus, dijumpai gangguan kesadaran dan kelainan
likuor serebrospinal.

4
Penyulit

Penyulit yang terjadi adalah sepsis, bronkopneumonia akibat infeksi sekunder


bakteri, kekakuan otot laring dan otot jalan nafas, aspirasi lendir/makanan/minuman,
patah tulang belakang (fraktur kompresi).

Penatalaksanaan

Medikamentosa
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan.
Berikan diazepam 10 mg/kgBB/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan
bolus IV setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/kali pemberian),
maksimum 40 mg/kgBB/hari.
Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan diazepam
melalui pipa atau melalui rektum.
Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kgBB setiap 6 jam.
Bila frekuensi napas kurang dari 30 kali/menit dan tidak tersedia fasilitas
penunjang napas dengan ventilator, obat dihentikan meskipun bayi masih
mengalami spasme.
Bila bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis sentral
setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang, bila
belum bernapas lakukan resusitasi, bila tidak berhasil dirujuk ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas NICU.
Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap 5-10
mg/hari dan diberikan melalui rute orogastrik.
Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium dengan ventilasi
mekanik untuk mengontrol spasme.
Berikan bayi:
Human Tetanus Immunoglobulin (HTG) 500 U IM dengan dosis maksimal
3.000-6.000 IU. Atau berikan antitoksin tetanus (ATS) dengan dosis
anjuran 100.000 IU dengan 50.000 IM dan 50.000 IU IV. Pada pemberian
antitoksin tetanus, sebelum dilakukan uji kulit tetanus toksoid 0,5 mL IM
pada tempat yang berbeda dengan pemberian antitoksin.

5
Lini I: Metronidazol IV/oral dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan
dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari.
Metronidazol efektif untuk mengurangi jumlah kuman C.tetani bentuk
vegetatif. Lini II: Penisilin procain 50.000-100.000 U/kgBB/hari dosis
tunggal selama 7-10 hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin, berikan
tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun)
Jika terjadi penyulit sepsis atau bronkopneumonia, diberikan antibiotik
yang sesuai.
Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk melindungi ibu dan
bayi yang dikandung berikutnya)

Perawatan Umum

1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi


Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena, sekaligus memberikan
obat-obatan dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya
dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah kejang mereda
dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian
khusus pada kemungkinan terjadi aspirasi.
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus berat perlu trakeostomi
3. Memberi tambahan O dengan sungkup.
4. Mengurangi spasme dan mengatasi kejang
Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat
kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB dengan
interval 2-4 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia
<2tahun adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam.
Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg per rectal
untuk BB<10 kg dan 10 mg per rektal untuk anak dengan BB10 kg, atau dosis
diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah kejang berhenti,
pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan keadaan
klinis pasien. Alternatif lain, untuk bayi diberikan dosis inisial 0,1-0,2 mg/kgBB
IV untuk menghilangkan spasme akut, diikuti infus kontinu 15-40 mg/kgBB/hari.
Setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat
diberikan melalui pipa orogastrik. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai lagi
kejang spontan, badan masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak
dijumpai gangguan pernafasan.

6
Prognosis

Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, period of onset, jenis luka
dan keadaan status imunitas pasien. Makin pendek masa inkubasi makin buruk
prognosis, makin pendek period of onset makin buruk prognosis. Letak, jenis luka
dan luas kerusakan jaringan turut memegang pemeran dalam menentukan prognosis.
Sedangkan apabila kita menjumpai tetanus neonatorum harus dianggap sebagai
tetanus berat, oleh karena mempunyai prognosis buruk.

Pencegahan

1. Perawatan luka
2. Pemberian ATS dan Toksoid Tetanus pada luka
3. Imunisasi aktif

Anda mungkin juga menyukai