Askep Halusinasi Pendengaran Syenen - 1
Askep Halusinasi Pendengaran Syenen - 1
DISUSUN OLEH :
Kelompok 4
JONEAS MURIGOL 14061142
SHANNON ERCHELIA MANUEL 14061001
ERMA FIKA LASABUDA 14061034
IWAYAN SEPTIAN 14061044
JESSE PADOMA 14061018
FAKULTAS KEPERAWATAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
Beliaulah penulis dapat menyelesaikan paper yang bertemakan Asuhan
Keperawatan Halusinasi,waham dan Penyalahgunaan NAPZA tepat
pada waktu.
Berbagai bantuan berupa bimbingan, perhatian dan dorongan sungguh berarti dan
berharga bagi penulis dalam penyusunan paper ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
paper ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil paper ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca demi
kesempurnaan tulisan ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari
masalah preseptual pada skizofrenia dimana halusinnasi tersebut didefinisikan sebagai
pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi sering diidentikan dengan skizofrenia. Dari seluruh klien skizofrenia 70%
diantarannya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20%
mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Pada halusinasi dapat terjadi padakelima indera sensori utama yaitu :
1. Pendengaran terhadap suara : klien mendengan suara dan bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi terhadap penglihatan : klien melihat gambaran yang jelas atau samar-
samar tanpa stimulis yang nyata dan orang laintidak melihatnya.
3. Taktil terhadap sentuhan : klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus
yang nyata.
4. Pengecap terhadap rasa : klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya
merasakan rasa makanan yang tidak enak.
5. Penghidu terhadap bau : klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu
tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
C. JENIS-JENIS HALUSINASI
D. FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya.
Fase halusinasi terbagi empat :
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan
unutk menghilangkan kecemasan daan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun
intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal atau
eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran internal
menjadi sangat menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa
tidak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasidatang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasinya memberi kesenangan dan rasa
aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari control halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi, klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya, klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
E. faktor predisposisi
1) biologis
abnormalitas perkembangan syaraf berhubungan dengan respon neurologis yang
maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai
berikut:
a) penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofren
b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
F. faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
H. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi.
a. pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang
belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area
tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami
sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau
berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul
panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu tidak ada
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A.I DENGAN GANGGUAN SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG D2 RS Prof. Dr. V L RATUMBUYSANG
MANADO
1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A. I
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Tahuna, 19-12-1960
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Malalayang I
Tanggal Pengkajian : 11 april 2016
Diagmosa : Skizofrenia
E. Psikososial
1. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
2. Konsep Diri
a. Body Image
Klien menyukai wajahnya karena hidungnya yang mancung
b. Identitas
Klien dapat menyebut nama, alamat tempat tinggal dan jumlah saudaranya.
c. Peran
Klien sebelum sakit dapat menjalankan perannya di rumah, saat di kaji klien
tidak dapat menjalankan perannya.
d. Ideal diri
Klien ingin pulang ke rumah karena merasa dirinya sudah sembuh
e. Harga diri
Hubungan klien dengan teman-temannya kurang baik, hubungan dengan
perawat yang bertugas sangat baik. Klien merasa rendah diri
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang paling dekat dengan klien adalah adiknya
b. Peran serta dalam kelompok masyarakat : klien tidak biasa mengikuti
kegiatan di masyarakat
4. Spiritual
Klien beragama kristen protestan dan rajin berdoa
F. Status Mental
1. Penampilan
Saat dikaji klien kurang berpenampilan rapi dan bersih
2. Pembicaraan
Klien berbicara tidak sesuai topik yang ditanya
3. Aktivitas motorik
Kadang gelisa dan dalam kamar hanya tidur-tidur saja
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih berada di rumah sakit dan merasa frustasi
5. Afek
Labil, kadang senang dan kadang sedih
6. Interaksi
Selama wawancara klien kurang kooperatif, kontak mata (-)
7. Persepsi
Menurut klien, klien sering mendengar bisikan-bisikan yang kurang jelas dari
orang tuanya.
Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
8. Proses pikir
Klien kurang dapat berbicara dengan lancar
9. Isi pikir
Tidak ada waham
10. Memory
Klien dapat mengingat alamat tempat tinggalnya dan nama lengkapnya sendiri
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan baik dan dapat berhitung
walapun agak lambat.
12. Kemampuan penalaran
Klien dapat membedakan bersih dan kotor
13. Daya talik diri
Klien merasa sudah sembuh
H. Mekanisme Koping
Klien sering mendengar bisikan apabila sendiri dan selama wawancara klien kurang
kooperatif.
I. Aspek Medis
1. Diagnosa Medis : Skizofrenia
2. Terapi Medis : Zapridol 2mg 2x1
Valisambe 5mg 2x1
3. Analisa Data
No Data Masalah
1 DS : Resiko tinggi tindakan kekerasan
Klien mengatakan sering
mendengar suara-suara
DO :
Klien masuk rumah sakit dengan
keluhan mengamuk dan merusak
barang-barang
2 DS : Gangguan persepsi sensori
Klien sering mendengar suara-
suara bisikan
DO :
Klien kadang-kadang menyendiri,
bicara sendiri dan tertawa sendiri
3 DS : Harga diri rendah
Klien mengatakan, dia dirawat
karena dia mengalami gangguan
jiwa
DO :
Klien kadang-kadang menyendiri,
bicara sendiri dan tertawa sendiri
J. Pohon Masalah
Resiko tinggi tindakan kekerasan Akibat
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran berhubungan dengan harga diri rendah
2. Resiko tinggi tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
halusinasi pendengaran
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
berkenalan suara-suara
Menganjurkan klien untuk tidak O:
menyendiri dan mengadakan interaksi - Klien tampak kurang
dengan teman-temannya tenang
Beritahu klien tentang akibat dari
A:
perilaku kekerasan
- Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan tindakan
keperawatan
2 Sabtu, 12 April 2 Memberikan kesempatan pada klien S:
- Klien mengatakan
2016 untuk mengungkapkan halusinasinya
14:45 Mengikutsertakan klien dalam aktivitas masih sering
Umur : 46 tahun
Lingkungan : Di ruang D2
Tujuan Interaksi : membina hubungan saling percaya dan klien dapat memperkenalkan dirinya dan memberitahu alasan masuk rumah
sakit
Nama : Tn. A. I
Umur : 46 tahun
Lingkungan : Di ruang D2
mengatasi masalahnya.
Nama : Tn. A. I
Umur : 46 tahun
Tujuan Interaksi : Klien dapat menerima perpisahan dengan perawat dan tidak
PENGERTIAN WAHAM
Gangguan orientasi realitas dibagi menjadi dua yaitu waham dan halusinasi. Waham adalah kepercayaan yang benar-
benar salah dan berfikir yang sesuai dengan orang lain dan kontradiksi dengan realitas sosial (Stuart and Sunden,
tahun 1995 hal 146).
Waham adalah suatu kepercayaan yang salah atau bertentangan dengan kenyataan dan tetap pada pemikiran
seseorang dan latar belakang sosial budaya (Rowlis, tahun 1991, hal 167)
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin
aneh (misal, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak
mungkin, misal, FBI mengikuti saya) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham tidak
sistematis.
GANGGUAN WAHAM
Pasien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perfasif seperti yang ditemukan pada kondisi
psikotik lain. tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang menonjol, atau waham aneh yang nyata.
pasien memiliki satu atau beberapa waham, sering berupa waham kejar, dan ketidaksetiaan dan dapat juga
berbentuk waham kebesaran, somatik, atau retomania yang :
Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu tertentu, atau aktivitas tertentu)
Biasanya terorganisasi dengan baik (misal, orang jahat ini mengumpulkan alasan alasan tentang sesuatu yang
sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskannya secara rinci).
Biasanya waham kebesaran (misal, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya kepadanya)
Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
dengan berlebihan
mengalami emosi
perilaku
MEKANISME TERJADINYA WAHAM
Waham terbentuk atas dasar faktor emosi, maka waham takkan dapat diubah oleh alasan-alasan akal fikiran untuk
memenuhi kebutuhan jiwa tersebut. Gambaran waham terlihat menurut kesulitan-kesulitan menurut individu sebelum sakit
berupa harapan-harapan yang mengecewakan perasaan inadekuat, perasaan dibenci orang lain dan sebagainya.
D. Faktor presdisposisi
Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan
ansietas yang berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan perasaan nya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif
Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbul nya waham
Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan
Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan
lindik
E. Faktor presipitasi
Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti atau di asingkan dari kelompok.
Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang
Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang menyenagkan.
1. Kognitif :
2. Afektif
b. Afek tumpul
a. Hipersensitif
c. Depresi
d. Ragu-ragu
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. BB menurun
3. Tingkatkan hubungan klien dengan lingkungan sosial secara bertahap, seperti membicarakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan diri klien, orang lain dan lingkungan
4. Bimbing klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kinginanya, ajak klien untuk melakukan kegiatan
sehari-hari dirumah seperti : menyapu, mengepel dan membersihkan tempat tidur.
6. Jika ketakutan katakan Anda aman disini, saya akan bantu anda mempelajari sesuatu yang membuat anda takut .
Contoh : klien selalu mengatakan bahwa diri nya sakit kanker,namun setelah di lakukan pemeriksaa laboraturium tidak di
temuka ada nya sel kanker pada tubuh nya.
Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa diri nya sudah meninggal dunia, di ucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai denga
kenyataan
Contoh : ini kan alam kubur nya, semua yang ada di sini adalah roh-roh.
H. Status metal
Berdandan dengan baik dan berpakian rapi, tetapi mingkin terlihat eksentrik dan aneh.tidak jarang bersikap curiga atau
bermusuhan terhadap orang lain.klien biasa cerdik ketika di lakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data
selain itu perasaan hati nya konsisten dengan isi waham.
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan danmerapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.
Gangguan proses pikir : waham biasa nya di awali dengan ada nya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian
kortkes dan lindik otak. Bisa di karena kan terjatuh atau di dapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadi nya perubuhan
emosional seseoramg yang tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian
mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham kebesaran akan timbul sebagai manivestasi ketidakmampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan nya. Bila respon lingkungan kurang mendukung terhadap prilaku nya di
mungkinkan aka timbul resiko prilaku kekerasan pada orang lain.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. S.S
I. Data Pasien
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.Y.S
Umur : 29 Thn
Pendidikan : SMP
TTL : Tondano-19-Juli-1978
Tgl MRS : 18-04 -2016
Pekerjaan :Petani
Klien berbibicara tidak normal,suka keluyuran (jalan tanpa tujuan ),merontak ,berbicara tidak sesuai dengan Realita.
R :- SB : 36 C
TB :130 cm
BB :46 Kg
Keluhan Fisik : -
Masalah Keperawan : -
V. Psikososial :
A. B
C D
Keterangan:
D :Saudara Ibu
E :Saudara Klien
2. Konsep Diri
a) Gambaran Diri :
Klien slalu mengatakan kehebatan orang tuanya
b) Identitas Diri :
Klien adalah anak kandung
c) Ideal Diri :
Saat di kaji klien mengatakan orang tuanya pernah tinggal di jakarata
d) Harga Diri :
Klien pling suka bergaul dengan semua perawat yang ada dalam ruangan
e) Peran :
Klien tidak mempunyai peran yang penting dalam pergaulan dengan teman - temanya
3. Hubungan Sosial
a) Orang yang paling berarti :
Tidak ada
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok dan masyarakat :
Saat dikaji klien mengatakan suka ikut kegiatan ibada di gereja
c) Hambatan dalam hubungan interaksi :
Kilen tidak memiliki hambatan dalam berinteraksi, klien sangat aktif sekali dalam berinteraksi dengan semua
perawat yang ada didalam ruangan.
4. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan :
Klien mengatakan bahwa die memeluk agama kristen
b) Kegiatan ibadah :
Saat di kaji klen mengatakan ia paling rajin untuk mengikuti ibadah pemuda/kelompok
1. Penampilan :
Pakaian cukup rapi dan menggunakan pakaian yang bersih
2. Pembicaraan :
Saat dikaji pasien berbicra dengan jelas,cepat,berbicara pindah-pindah tidak ada kaitannya
3. Aktifitas Motorik :
Saat dikaji klien tampak tegang,gelisa,agitasi,tik,grinmasen.
4. Alam Perasaan :
Saat di kaji objeknya belum jelas
6. Gangguan Persepsi :
Halusinasi
7. Proses Pikir :
Klien selalu berbicara berlebihan namun tidak sampai pada tujuan pembicaraan
8. Tingkat Kesadaran :
Bingun,Stupor (gangguan motorik seperti,kekakuan,gerakan-gerakan yang di ulang-ulang)
9. Memori
Kontabulasi (pembicaran tidak sesuai dengan kenyataan),berhitung penambahan atau pengurangan
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung :
klien tidak mampu berkonsentrasi,tidak mampu mengingat apa yang di hitung
11.Kemampuan Penilaian
Ringan/mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain
12.Daya Tarik Diri :
Klien melakukan hal-hal yang di luar dirinya
Reaksi klien kooperatif, berbicara kacau namun dan tidak sesuai dengan alur pembicaraan.
A. ANALISA DATA
N Data Masalah Keperawatan
O
1 DS : - Klien mengatakan Gangguan isi pikir : waham kebesaran
Orang Tuanya berada di
jakarta
DO : - Klien menganggap
dirinya
lebih tinggi dari
orang lain
-Gaya bicara klien
suka
melebih-lebihkan.
B. POHON MASALAH
C. Diagnosa keperawatan
1). Gangguan isi pikir waham kebesaran.
D. Analisa proses interaksi
Nama : Ny. Y.S
Umur : 29 Thn.
Interaksi : I Fase Perkenalan
Lingkungan : Diluar ruangan duduk bersama dengan jarak 0,5 m
Deskriptif : Klien memakai kaos bunga-bunga dan celana pendek krem.
Tujuan interaksi : Membina hubungan saling percaya
Waktu Interaksi : 18-04-2016, Pukul 11.30 11. 50
P : Baiklah, M.
M
Pertemuan
kita
sampai
disini
dulu, saya
harap
M. M tetap K : Kontak
ingat nama mata
saya berbicar
dan besok a jelas
apakah kita sambil
boleh terseny
bercerita um
kembali? K : Ada
kontak
K : Boleh mata
Suster.. dan
terseny
um
P : Kontak
mata
dan
membal
as
senyum
.
P: Kalau
begitu ,besok
kita bertemu
lagi di sini ya
ibu,kita akan
membicarakan
tentang
perasaan ibu
,bagaimana
kalau bertemu
di tempat ini
lagi?
K: Boleh suster..
E. Analisa proses interaksi
Nama : Ny. Y.S
Umur : 29 Thn.
Interaksi : II Fase Kerja
Lingkungan : Diluar ruangan duduk berhadapan dibatasi meja
Deskriptif : Klien memakai kaos putih dan celana pendek hitam
Tujuan interaksi : Klien dapat menceritakan masalahnya
Waktu Interaksi : 12-04-2016 Pukul 16.00 16. 20
Ruangan : Maengket (Rawat inap E )
K : Menjawab
P : Baiklah dengan
boleh kita jelas
mulai Membina
bincang- hubungan
bincangnya saling
sekarang? K : Kontak percaya
mata
K :Baik, Suster
dipertahank
P : Apa yang an
-Klien -Menyakinkan
menyebabk
P : Kontak menjawab pasien dan
an M sakit
mata sambil dengan nada ingin
seperti ini?
tersenyum sinis menimbulka
K : Saya tau n rasa
K : Membalas percaya
Suster dengan
saya biasa senyuman kepada
kurang perawat
tidur dan
jalan-jalan
tanpa
tujuan
P : Sekarang
apa yang
M
rasakan?
-Klien Kontrak
K : Biasa-biasa
menjawab waktu
saja
P: spontan
Menanyaka
n semua
pertanyaan
sesuai
format yang
ada,setelah
selesai
bertanya
perawat
mengakhiri
perbincang
an
P : Ya, tapi
besok
apakah kita
boleh
bercerita
kembali?
K:
BolehSuster..
F. Analisa proses interaksi
Nama : Ny. Y.S
Umur : 29 Thn.
Interaksi : III Fase Terminasi
Lingkungan : Diluar ruangan duduk bersama dengan jarak 1 m
Deskriptif : Klien memakai kaos kuning dan celana pendek merah
Tujuan interaksi: Mengakhiri interaksi agar klien dapat menerima perpisahan dengan
perawat
Waktu Interaksi : 13-04-2016, Pukul 10.00-10.15
Ruangan : Maengket (Rawat inap E )
-Fase
Pasien tidak
K : Kontak terminasi
K : Sudah merasa
mata berakhir
sedih dan
Suster - Menjawab dengan baik
singkat bisa
dengan
menerima
P : Kontak spontan
perpisahan
P : Bagaimana mata
itu.
dengan dipertaha
tidur M nkan
semalam?
K : Kontak
mata
sambil
K : Nyenyak
tersenyu
Suster..
m.
P:
P: Hari ini saya Membala
ingin s dengan
memberi senyuma
n
tahu bahwa
besok dinas
kami yang
terakhir dan
akan pindah
kelahan lain.
K :Tapi mantri
masih akan
berkunjung
kesini lagi
kan?
P : Ya, kalau
tidak sibuk
saya akan
dating jenguk
M lagi dan
saya harap
M rajin
berdoa dan
minum obat
y?agar lekas
sembuh
K : Ok, Suster..
G. ASUHAN KEPERAWATAN
dengan secara
aturan teratur
H. Catatan Keperawatan
Jam/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
Tanggal Keperawatan
11.00 Gangguan isi pikir 1.Membina hubungan S : Klien masih
18-04-2016 :Waham kebesaran saling percaya dengan mengatakan
klien (menyapa klien bahwa dia
dengan memberi adalah seorang
salam, tanyakan professor
keadaan pasien) bahasa inggris
dan tanda
2.Menjelaskan pada tanganya yang
pasien tentang waham terdapat di uang
dan realita. Pengertian seribu kertas.
waham adalah
keyakinan seseorang O : -Gaya bicara
yang tidak dapat pasien masih
dibuktikan dengan melebih-
realita.sedangkan lebihkan
realita adalah apa -Klien memiliki
yang sedang dialami rasa percaya
/keadaan yang terjadi diri yang tinggi
sekarang
A : Masalah belum
3. Menganjurkan dan teratasi
membantu
memberikan obat
secara teratur P : Lanjutkan
tindakan
keperawatan
2. Mempertahankan
perilaku yang wajar O : -Nada bicara
dan tenang. Perawat klien keras.
berinteraksi dan -Klien banyak
berkomunikasi dengan bicara
prinsip-prinsip -Klien mulai
hubungan terapeutik tenang saat
tidak menyinggung diberikan
perasaan pasien. pengertian
3.Menanyakan apakah
pasien sudah mengerti A : Masalah mulai
dan suruh pasien teratasi
menyebutkan kembali
pengertian waham dan
realita
4.Mengobservasi
perilaku pasien apakah P : Intervensi
ada tanda-tanda dilanjutkan.
melakukan kekerasan
pada diri sendiri atau
orang lain.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota besar
maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat
mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan
generasi bangsa atau disebut dengan lost generation (Joewana, 2005).
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA
padaakhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta
media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin banyak masyarakat yang
memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)
sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah
tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga
lebih pada hubungan individu dengan keluarga; faktor lingkungan lebih pada kurang positif
sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang
NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan. Hal ini ditunjukkan dengan makin
banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan
zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak
disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).
2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan ganguan tetanus
2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2. Mengetahui faktor penyebab penggunaan NAPZA
3. Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA
4. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA
5. Mengetahui proses keperawatan pada gangguan penyalahgunaan NAPZA meliputi
pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan
dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap
obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan.
Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen,
1998).
Respon adaptif - maladaptif dari rentang respon penggunaan zat kimiawi sebagai
kopingadalah sebagai berikut :
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan
sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna
NAPZA.
Keterangan :
a. Eksperimental
Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tau dari remaja. Sesuai
kebutuhan pada masa tubuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman
yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional
Penggunaan zat aditif pada waktu berkumpil dengan teman sebaya, misalnya pada
waktu pertemuan malam mingguan, acar ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai
tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
c. Situasional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya
sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atu mengatasi
masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang
mempunyai masalah, stres, dan frustasi.
d. Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin,
minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi
dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
e. Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus
zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin
pada dosis tertyentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai,
sehingga menimbulkan kumpilan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan).
Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan
dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang bisa diinginkannya.
1.Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau
nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut
secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin,
kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997
adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
2.Psikotropika
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung
terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep
diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat,
dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar,
mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk
melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di
bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba
karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan
kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai
obat penenang.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi
pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan
Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan
yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu
bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian
yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara
ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak
hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan
yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai
pemicu seseorang menjadi pecandu. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan
semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya
menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh
beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang
muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma
putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau
dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.
Tanda dan Gejala Intoksikasi
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan
pengguna NAPZA dapat:
PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses pemulihan pasien
gangguan penggunaan NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang dapat
diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem keyakinan yang salah dan menetap (....'Saya
seorang pecandu dan saya tidak bisa berhenti menggunakan NAPZA...'). Di bawah ini
beberapa strategi yang digunakan dalam pencegahan kekambuhan :
1. Tingkatkan komitmen untuk berubah (misal menggunakan wawancara
memotivasi)
2. Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan kekambuhan (Kapan,
dimana, dengan siapa dan bagaimana penggunaan Napza bisa terjadi)
3. Mengajarkan kamampuan masing hadapi masalah (coping skill), misalnya:
ketrampilan sosial, ketrampilan manajemen diri, monitoring diri dari penggunaan
NAPZA,
4. Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat menyebabkan
terjadinya kekambuhan :
1. apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian yang dapat
menimbulkan kambuh?
2. Dimana pasien mendapatkan dukungan?
3. Apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
4. Seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk kembali ketempat
praktek?
I. IDENTITAS
Nama : An. J
Umur : 17 tahun
Alamat : Siderejo
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Jenis kelamin : Laki- laki
No. RM : 098XXX
II. ALASAN MASUK
ta Primer : klien mengatakan dirumah sering marah- marah, mendengar suara- suara yang tidak ada
wujudnya.
a Sekunder : klien sakit sejak 4 thn yang lalu dengan gejala sering marah- marah, melamun senyum-
senyum sendiri.
Riwayat trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
1 Aniayafisik 13 - -
2 Aniayaseksual - - - -
3 Penolakan - - - -
4 Kekerasandalam keluarga 14 - -
5 Tindak kriminal - - - -
V. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 14 januari 2014
1) Keadaan umum : Cara berpakaian rapi sesuai, klien dalam keadaan menyendiri,
melamun
2) Tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
ND : 83 x/menit
S : 36O C
RR : 19 x/menit
3) Ukur
BB : 49 kg
TB : 162 cm
4) Keluhan fisik : Terdapat luka/ borok dilutut sebelah kiri
Masalah / Dx Keperawatan : Resiko Tinggi terhadap infeksi
2) Pembicaraan
Klien berbicara dengan lancer dengan menggunakan bahasa Indonesia dan jawa.
Pembicaraan jelas dan sesuai dengan pertayaan.
Masalah / Diagnosa keperawatan : perilaku kekerasan
3) Aktivitas motorik
Klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan diruangan seperti menyapu, mengepel, ambil
makanan diinstalasi gizi, apabila tugasnya sudah selesai klien menghabiskan waktu dengan
mendengarkan musik
Masalah / Diagnosa keperawatan : -
4) Emosi dan afek
a. Afek :
Klien kadang bicara sendiri, kadang menyendiri, kadang mau bicara dengan orang lain bila
ditanya.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
b. Emosi :
Klien mengatakan merasa kesepian ia terkadang memilih sendiri.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
5) Interaksi selama wawancara
Ketika diwawancara klien tidak menatap lawan bicara, klien menghindar dari orang lain dan
lebih menanggapi halusinasi dan ingin mengikuti halusinasi.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Risiko membahayakan diri
6) Persepsi-sensorik
Klien mengatakan setiap pagi hari mendengarkan suara suara perempuan yang
mengajaknya bergabung suara muncul ketika sendiri dan banyak orang klien mengatakan
takut apabila ada suara suara.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
7) Proses piker
a. Arus Pikir : Koheren
Klien berbicara dengan kalimat yang dipahami dengan baik dan apabila ditanya klien bisa
menjawab.
b. Isi Pikir : pikiran isolasional, pikiran rendah diri.
c. Bentuk Pikir : non realistik
Klien mengatakan ada suara suara yang tidak ada wujudnya.
8) Kesadaran
Kuantitatif : kesadaran compos mentis, GCS 4 5 6
Kualitatif : berubah limitasi dan relasi klien tertanggu dan tetapi tetap bisa mengontrol
sopan santun.
9) Orientasi
Klien berorientasi baik terbukti dari klien mengatakan bernama An. J dan dapat
menyebutkan bahwa hari ini hari selasa, tanggal 14 Januari 2014 dan ia berada di Ruang
Wijaya Kusuma.
10) Memori
Tidak ada gangguan daya ingat jangka panjang terbukti klien dapat menyebutkan tanggal
lahir dan bisa bercerita kronologi ia dibawa ke RSJ.
Tidak ada gangguan daya ingat jangka pendek terbukti klien bisa menyebutkan bahwa
kameramen siang menu makannya nasi, SOP Buntut.
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tidak ada gangguan terbukti ia mampu berhitung mundur 20 1 dengan benar.
12) Kemampuan penilaian
Klien mengatakan setiap waktunya sholat ia sholat tanpa disuruh.
13) Daya Tilik Diri
Klien menyadari bahwa dirinya sedang sakit dan ia saat ini berada di RSJ Lawan untuk
berobat.
VI1I. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1) Makan
Klien mampu menyiapkan peralatan makanan sendiri, porsi makan sendiri, mencuci peralatan
makannya.
2) BAB/ BAK
Mandiri : klien dapat BAB/ BAK sendiri dikamar mandi tanpa bantuan orang lain.
3) Mandi
Mandiri : klien dapat mandi sendiri dikamar mandi sehari 2 X sehari menggunakan sabun
mandi, tanpa bantuan orang lain.
4) Berpakaian/ berhias
Mandiri klien dapat berpakaian berpenampilan rapi dan sesuai.
5) Istirahat dan tidur
Klien mengatakan kurang tidur, terkadang ia terbangun karena ada suara suara yang
membangunkannya.
6) Penggunaan obat
Klien dibantu dalam pengambilan obat dan penyedian obat dikotak tetapi klien bisa minum
obat sendiri tanpa dibantu.
7) Pemeliharaan kesehatan
Klien dapat meminta pertolongan pada perawat jika ada sakit yang dikeluhkan.
8) Aktivitas dalam ruangan
Klien mengatakan sering membantu kegiatan yang ada diruangan antara lain menyapu dan
mengepel ruangan, menyiapkan makanan.
9) Aktivitas diluar ruangan
Klien mengatakan saya sering jalan jalan ke perpustakaan.
IX. MEKANISME KOPING
Maladaptif : klien mengatakan jika mempunyai masalah ia lebih memilih menghindar dan
klien mengatakan minum alkohol.
Masalah/ Diagnosa Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif (Koping Defensif)
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
a. Masalah dengan dukungan kelompok : klien sering menyendiri namun terkadang ia bercakap
cakap dengan temannya.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan : klien mengatakaan tidak ada masalah dengan
lingkungan ia merasa betah
c. Masalah dengan pendidikan : klien mengatakan lulus SMP apabila sudah keluar dari rumah
sakit ia ingin melanjutkan sekolah lagi.
d. Masalah dengan pekerjaan : klien mengatakan ia belum bekerja
e. Masalah dengan perumahan : klien mengatakan tinggal bersama dengan kedua orang tuanya.
f. Masalah dengan ekonomi : klien belum bekerja dan tidak memiliki penghasilan.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan : klien mengatakan apabila sakit keluarganya sakit
segera periksa.
XI. ASPEK MEDIS
Terapi Medik : Trihexipenidril
CPZ
Diagnosis : F. 20. 10
X. Pohon masalah
1) biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif
baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a) penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofren
b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
DAFTAR PUSTAKA
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada
pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric Nursing. Chapter
8. Philadelpia : J.B.,Lippincott Company
Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana
pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gunawan, Weka.2006.Keren Tanpa Narkoba.Jakarta:Grasindo
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat
adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Joewana, S. (2004). Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta:
EGC.
Marviana, dkk. (2000). Narkoba dan Remaja. Jakarta: Gramedia.
Partodihardjo,Subagyo.2010.Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya.Jakarta:Esensi
Purba, Jenny Marlindawani. Et al. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3rd ed. Jakarta : EGC
Winarno, Heri. Et al. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Jarum Suntik
Bergantian Diantara Pengguna Napza Suntik di Semarang Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia. vol 3 no.2
Wresniwiro. (1999). Narkoba dan Pengaruhnya. Jakarta: Widya Medika.