Anda di halaman 1dari 30

1

Kemala andini prizara


04011181419052
PSPD BETA 2014

Bipolar

a. Definisi bipolar

Gangguan bipolar adalah suatu gangguan yang ditandai dengan

perubahan mood antara rasa girang yang ekstrim dan depresi yang parah.

Orang dengan gangguan bipolar (bipolar disorder) seperti mengendarai

suatu roller coaster emosional, berayun dari satu ketinggi rasa girang ke

kedalaman depresi tanpa adanya penyebab eksternal (Nevid, dkk, 2005).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revision (

DSM-IV TR ) mengklasifikasikan gangguan bipolar menjadi 6 macam,

yaitu:

1) Depresi berat (major depressive): terjadi episode depresi berat

(tunggal atau kambuhan) tanpa ada ada mania dan hipomania.

2) Distimic (Dysthymic): perasaan depresi lebih sering dari pada tidak,

setidaknya dialami 2 tahun (tetapi tidak masuk dalam kriteria

depresi berat).

3) Bipolar I: terjadi episode mania atau episode campuran serta diikuti

episode depresi mayor.

4) Bipolar II: terjadi episode depresi mayor dan diikuti satu atau lebih

episode hipomania atau episode campuran.


2

5) Siklotimik (Cyclothymic): ditandai dengan sejumlah periode tanda

depresi tetapi tidak mengarah pada kriteria episode depresi mayor.

Setidaknya 2 tahun mengalami gejala yang disertai episode

hipomania.

6) Bipolar non-spesifik: ditandai dengan episode mania tetapi

kriterianya tidak sama dengan bipolar I, bipolar II atau Siklotimik.

(Hirschfeld, dkk., 2002)

b. Epidemiologi

Gangguan bipolar relatif tidak umum terjadi, sekitar 1% - 3%

dari populasi orang dewasa mengalami gangguan bipolar baik bipolar I

atau bipolar II. Angka prevalensi semasa hidup yang dilaporkan oleh

sebuah survey nasional bahwa antara 0,4%-1,6% untuk bipolar 1 dan

sekitar 0,5% untuk bipolar II di Amerika Serikat (APA, 2000).

Sedangkan jumlah yang menderita ganguan bipolar di Indonesia tidak

diketahui dengan pasti.

Tidak seperti depresi mayor, prevalensi gangguan bipolar I

tampak hampir sama pada pria dan wanita. Namun, pada pria, onset dari

gangguan bipolar I biasanya dimulai dengan suatu episode depresi-

mania, sementara, pada wanita, biasanya dimulai dengan suatu

episode depresi mayor. Sedangkan gangguan bipolar II terlihat lebih

umum terjadi pada wanita (APA, 2000).


3

Usia onset untuk gangguan bipolar I terentang dari masa anak-

anak (56 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus

yang jarang, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun (Kaplan, dkk., 1996).

c. Etiologi

Penyebab pasti dari gangguan bipolar belum diketahui secara

tepat. Gangguan bipolar dianggap sebagai penyakit genetik yang

kompleks yang mempengaruhi lingkungan dan disebabkan oleh berbagai

kelainan neurobiologic (Drayton & Weinstein, 2008). Diperkirakan

beberapa faktor dapat dapat menjadi penyebab terjadinya seseorang

mendapat gangguan bipolar, antara lain :

1) Faktor genetik

Sebanyak 80%-90% pasien dengan gangguan bipolar memiliki

riwayat keluarga yang juga memiliki gangguan mood (misal,

gangguan bipolar, depresi, siklotimia atau dysthymia). Keluarga

derajat pertama pasien dengan gangguan bipolar memiliki

prevalensi sebesar 15%-35% berawal dari gangguan mood dan 5%-

10% memiliki risiko langsung mengalami gangguan bipolar

(Drayton & Weinstein, 2008).

Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar 1

pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33% - 90% dan

untuk gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara

kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya


4

berkisar 5% -25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10% -

25% untuk penderita gangguan depresif berat (Kaplan, dkk., 1997).

Penelitian lain menyebutkan bahwa antara 4% sampai 24% dari

mereka yang memiliki keluarga dengan bipolar I juga akan

mungkin mengalami bipolar. Untuk bipolar II, pengaruh faktor ini

lebih rendah, dimana individu yang memiliki orang tua atau

saudara didiagnosis dengan bipolar II hanya berisiko sekitar 1%

sampai 5% untuk mengalami ganggaun mood (Akiskal, 1995).

2) Faktor biokimia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di

dalam metabolit amin biogenic di dalam darah, urin, dan cairan

serebrospinalis pada pasien gangguan mood. Amin biogenic

(Norepinefrin dan serotonin) merupakan dua neutransmiter yang

paling berperan dalam patofisiologis gangguan mood (Kaplan, dkk,

1996). Apabila Norepinefrin (NE) dan epinefrin mengalami

penurunan kadar NE dan epinefrin menyebabkan depresi,

sebaliknya peningkatan kadar keduanya menyebabkan mania

(Ikawati, 2011).

Serotonin merupakan neurotransmiter aminergic yang paling sering

dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat

menyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri

memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan

serebrospinalnya. Selain kedua senyawa diatas, ada dopamine yang

memiliki peranan dalam depresi dan mania pula. Data


5

menunjukkan aktivitas dopamine yang menurun pada depresi dan

meningkat pada mania (Kaplan, dkk, 1996).

Ketidakseimbangan hormonal dan gangguan dari sumbu

hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terlibat dalam homeostatis dan

respon stress juga dapat berkontribusi pada gambaran klinis

gangguan bipolar (Ikawati, 2011).

3) Faktor lingkungan

Telah lama diamati bahwa peristiwa yang menyebabkan stress

sering mendahului episode pertama dan dapat meningkatkan serta

memperpanjang waktu pemulihan dari gangguan mood (Drayton &

Weinstein, 2008).

Kehamilan juga merupakan stress tertentu untuk wanita dengan

riwayat penyakit mania-depresif dan dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya psikosis postpartum (Ikawati, 2011).

d. Diagnosis banding
Diagnosis Banding

Gangguan bipolar didiagnosis banding dengan cara sebagai

berikut:

1. Menyingkirkan kondisi medis umum


Beberapa kondisi medis dapat menginduksi terjadinya mania, termasuk

penyakit Cushing (di mana tubuh menghasilkan kortikosteroid yang

berlebih), hipertiroidisme, stroke, epilepsi lobus temporal, tumor otak

(khususnya mempengaruhi ventrikel ketiga), trauma kepala, infeksi HIV,


6

gangguan jaringan ikat seperti systemic lupus erythematosus atau multiple

sclerosis.

2. Menyingkirkan obat yang dapat menginduksi terjadinya mania Penggunaan

obat stimulan seperti metamfetamin atau kokain dapat menyebabkan

terjadinya agitasi, berpikir yang cepat, flight of ideas atau gejala psikotik

yang dengan mudah dapat menjadi episode manik. Saat pasien sedang

menggunakan obat ini crash dan pengalaman mood swing akan muncul

mengikuti perjalanan mood swing yang tampak pada bipolar. Obat

antidepresan dapat menginduksi episode manik pada individu yang rentan

terhadap perkembangan gangguan bipolar. Suatu episode dari mania yang

berespons terhadap obat antidepresan dipertimbangkan sebagai diagnosis

dari gangguan bipolar primer. Perbedaannya, perkembangan

mania yang berespon pada obat-obatan lain tidak ditempatkan pada pasien

yang berisiko tinggi pada perkembangan gangguan bipolar. Satu contoh

yang paling sering dari obat-obatan yang terlibat pada mania sekunder

adalah prednison, suatu kortikosteroid yang dapat menyebabkan

mania pada beberapa pasien. Simetidin dapat juga menyebabkan

terjadinya mania, psikosis atau depresi. Obat-obatan lain yang terlibat

menghasilkan mania termasuk levodopa (L-Dopa) dan bromocriptine

(kemungkinan aksi dasarnya dalam meningkatkan aktivitas dopaminergik pada

otak), obat relaksasi otot seperti baclofen dan obat antituberkulosis seperti

isoniazid.

3. Menyingkirkan gangguan psikiatri

Mood swing merupakan gejala yang sering terdapat pada beberapa kondisi

psikiatri, seperti:

a. Gangguan skizoafektif
7

Pasien yang mengalami gangguan skizoafektif sering mempunyai

riwayat depresi dan episode manik. Bagaimanapun juga, pasien ini

mempunyai gejala psikotik yang kronis dari skizofrenia, seperti

delusi dan halusinasi, meskipun selama periode mood yang normal.

b. Gangguan kepribadian

Pasien yang mempunyai gangguan kepribadian kemungkinan

mempunyai mood yang tidak stabil. Hal ini khususnya terjadi pada

gangguan kepribadian kelompok B, yaitu: histrionik, borderline,

narsistik dan antisosial. Perubahan mood ini dapat dihubungkan

dengan siklotimia, tetapi lebih sering berhubungan dengan faktor

lingkungan. Pasien yang mempunyai gangguan kepribadian sering

salah didiagnosis sebagai gangguan bipolar.

e. Patofisiologi

Patofisiologi gangguan bipolar belum dapat diketahui dengan

pasti. Namun, orang yang kembar dan keluarga menunjukkan bahwa

gangguan bipolar memiliki komponen genetik. Bahkan, kerabat tingkat

pertama orang dengan gangguan bipolar sekitar 7 kali lebih mungkin

untuk mengembangkan gangguan bipolar daripada lingkungan (Soreff,

2012).

Banyak teori telah diajukan mengenai patofisiologi gangguan

bipolar, teori yang paling popular berpendapat bahwa gangguan bipolar

disebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter norepinefrin yang


8

diperkirakan menyebabkan gejala gangguan bipolar (Ikawati, 2011).

Hipotesis lain berasal dari penelitian Coppen dan timnya pada tahun

1960-an, yang menjumpai bahwa kadar natrium pada syaraf

menyebabkan hipereksitabilitas syaraf yang menjadi kemungkinan

terjadinya gangguan bipolar (Ikawati, 2011).

Penggunaan dari beberapa substansi yang mempengaruhi sistem

syaraf pusat (misalnya, alkohol, antidepresan, kafein, stimulant sistem

syaraf pusat, halusinogen atau ganja) dapat memperburuk gejala mania

atau depresi (Drayton&Weinstein, 2008).

f. Prognosis

Gangguan bipolar memiliki tingkat yang cukup signifikan untuk

morbiditas dan mortilitas. Di Amerika Serikat selama bagian awal 1990-

an, sekitar 25%-50% dari orang-orang dengan gangguan bipolar usaha

bunuh diri, dan 11% benar-benar melakukan bunuh diri (Stephen, 2012).

Pasien dengan Bipolar I memiliki prognosis yang lebih buruk

daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama setelah episode

awal, 40-50% dari pasien mengalami serangan mania. Hanya 50-60%

dari pasien dengan BPI (Bipolar I) yang mendapat litium untuk

mengontrol gejala mereka. Kira-kira 7% dari pasien tersebut mengalami

gejala tidak terulang, 45% dari pasien mengalami episode lebih dari satu

dan 40% terus memiliki gangguan persisten. Sering kali, pergantian

antara episode depresi dan mania dipercepat dengan usia (Kaplan, dkk,

1996).
9

Faktor yang memperburuk prognosis :

1) Riwayat pekerjaan yang buruk / kemiskinan

2) Disertai dengan penyalahgunaan alkohol

3) Disertai dengan gejala psikotik

4) Gejala depresi lebih menonjol (Stephen, 2012)

g. Manifestasi Klinis

Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I

dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2

episode yaitu mania dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai

dengan hipomania dan depresi (Lubis, 2009).

Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang

meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas

fisik mental, dalam berbagai derajat keparahan. Sedangkan episode

depresi ditandai dengan gejala utama yaitu: afek depresi, kehilangan

minat dan kegembiraan, serta kekurangan energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas.

Hipomania yaitu derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek

meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama

sekurang-kurangnya beberapa hari berturur-turut, pada suatu derajat

intensitas dan bertahan melebihi siklotimia serta tidak ada halusinasi atau

waham (Mansjoer, 1999).


10

Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode

campuran yang didefinisikan sebagai terjadinya simultan gejala mania

dan depresi. Episode campuran terjadi hingga 40% dari semua episode

dan lebih umum pada pasien lebih muda dan tua serta wanita (Drayton &

Weinstein, 2008). Serta dapat juga mengalami siklus cepat ; yaitu bila

terjadi paling sedikit empat episode depresi, hipomania atau mania

dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas

gejala dan biasanya terdapat adanya kesulitan dalam hubungan interpersonal

atau pekerjaan. Siklus ultra ceoar yaitu episode mania, hipomania, dan

episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala

dan hendaknya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat

sulit diatasi. Symptom psikotik kasus berat, pasien bisa mengalami gejala

psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: halusinasi (auditorik,

visual, atau bentuk sensasi lainnya) dan waham (APA, 2011).

Dibawah ini adalah kriteria diagnostik yang tertera dalam

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-text Revision

(DSM-IV TR).

Tabel I. Kriteria Diagnostik dari Episode Depresi


11

1. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari
selama periode 2-minggu yang sama dan mewakili perubahan
dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu gejala adalah
perasaan depresi atau kehilangan minat atau kesenangan:
a. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari
b. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan
semua, atau hampir semua, sepanjang hari.
c. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet,
peningkatan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5%
dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan.
d. Insomnia atau hypersomnia
Tabel I. Lanjutan

e. Agitasi psikomotorik atau keterbelakangan mental (diamati


oleh orang lain, tidak hanya subjektif perasaan kegelisahan atau
sedang melambat)
f. Kelelahan atau kehilangan energi
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan
atau tidak pantas selayaknya (yang mungkin delusi)
h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi
(baik subjektif atau diamati oleh orang lain)
i. Terus berpikiran tentang kematian (tidak hanya rasa takut
mati), berulang keinginan bunuh diri tanpa rencana tertentu,
atau usaha bunuh diri sebelumnya atau rencana tertentu untuk
melakukan bunuh diri
2. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala menyebabkan tekanan klinis secara signifikan atau dalam
sosial, pekerjaan, atau fungsi dari bidang-bidang penting lainnya.
4. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau kondisi
medis umum (misalnya, hipotiroidisme).
5. Gejala yang tidak bisa diperhitungkan dalam keadaan berkabung
(yaitu, setelah kehilangan orang yang dicintai) dan tetap bertahan
selama lebih dari 2 bulan atau ditandai dengan gangguan fungsional,
berkeinginan bunuh diri, gejala psikotik, atau psikomotorik
keterbelakangan.
Tabel II. Kriteria Diagnostik dari Episode Mania

1. Periode yang berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat,


expansive dan mudah tersinggung . Berlangsung setidaknya 1
minggu.
2. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut
telah bertahan dan telah pada tingkat yang signifikan:
a. Meningkat diri atau kebesarannya
b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup
istirahat setelah 3 jam tidur)
c. Lebih banyak bicara daripada biasa atau ada tekanan untuk
terus berbicara.
d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling
bersliweran.
e. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik pada hal
yang tidak penting atau ada rangsangan dari luar yang tidak
relevan).
f. Peningkatan dalam berbagai macam kegiatan (misal, aktivitas
sosial, aktivitas di tempat kerja atau sekolah, atau seksual)
atau agitasi psikomotorik.
g. Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan
yang memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi
yang menyakitkan (misalnya berfoya-foya,
ketidakbijaksanaan dalam seksual, atau tidak bisa
menjalankan investasi bisnis dengan benar).
3. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
4. Gangguan mood dapat ;
a.terjadi hingga cukup parah yang menyebabkan penurunan
fungsi kerja, kegiatan sosial atau hubungan dengan orang lain.
b.memerlukan rawat inap untuk mencegah kerugian atas diri
sendiri atau orang lain, atau
c.memiliki gejala-gejala psikotik.
5. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya)
atau kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme).
Tabel III.Kriteria Diagnostik Episode Hipomania

1. periode berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat,


expansive atau mudah tersinggung, berlangsung setidaknya 4 hari.
2. selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah
ada dan telah hadir ke tingkat yang signifikan:
a. Meningkat diri atau kebesarannya
b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup
beristirahat hanya dengan tidur 3 jam)
c. Lebih banyak bicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk
terus berbicara
d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling
bersliweran.
e. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik penting
atau tidak relevan rangsangan eksternal)
f. Peningkatan dari berbagai macam kegiatan (baik sosial, di
tempat kerja, sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik
g.Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan
yang memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi
yang menyakitkan (misalnya berfoya-foya, ketidakbijaksanaan
dalam seksual, atau tidak bisa menjalankan investasi bisnis
dengan benar).
3. Episode dikaitkan dengan tegas perubahan dalam fungsi yang
seperti biasanya orang ketika tidak gejala.
4. Gangguan dalam suasana hati dan perubahan dalam fungsi yang
diamati oleh orang lain.
5. Episode yang penyebabnya tidak cukup parah ditandai penurunan
dalam hubungan sosial atau fungsi pekerjaani, tidak memerlukan
rawat inap, dan tidak memiliki gejala psikotik.
6. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau
kondisi medis umum (misalnya, Hipertiroidisme).
Tabel IV. Kriteria Diagnostik Episode Campuran

1. Kriteria terpenuhi dari episode mania maupun untuk episode


depresi berat hampir setiap hari selama setidaknya 1 minggu
periode.
2. Gangguan mood yang cukup parah ditandai dengan adanya
gangguan dalam fungsi pekerjaan, biasa kegiatan sosial, atau
hubungan dengan orang lain; memerlukan rawat inap untuk
mencegah kerugian untuk diri sendiri atau orang lain; atau
memiliki fitur psikotik.
3. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya)
atau kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme).

Tabel V. Kriteria Diagnostik Siklus Cepat

Siklus cepat yaitu apabila terjadi paling sedikit empat episode-


depresi, hipomania atau mania-dalam satu tahun. Seseorang
dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan baisanya
terdapat kendala berat dalam hubungan interpersonal atau
pekerjaan.

Tabel VI. Kriteria Diagnostik Siklus Ultra Cepat

Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat


cepat dalam beberapa hari. Gejala dan kendala lebih berat bila
dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi.
Tabel VII. Kriteria Diagnostik Simtom Psikotik

Pada kasus berat, pasien bisa mengalami gejala psikotik. Gejala


psikotik yang paling sering yaitu:

- Halusinasi (auditonik, visual, atau bentuk sensasi lainnya


- Waham

Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania


sedangkan waham nihilistik terjadi pada episode depresi. Ada
kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan
gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia.

g. Diagnosis

Keterampilan wawancara, informasi dari keluarga dibutuhkan

untuk menegakkan diagnosis. Salah diagnosis dan terlambatnya

penegakan diagnosis GB sering terjadi sehingga terapi yang akurat

terlambat diterima oleh pasien gangguan bipolar (PDSKJI, 2010)

Belum ditemukan marker biologis yang berhubungan secara

mutlak dengan gangguan bipolar, untuk itu DSM-IV TR atau ICD-10

(International Classification of Diseases, 2010) menentukan diagnosis

seseorang yang mengalami gangguan bipolar dengan cara melihat

kriteria diagnosis berdasarkan episode yang dialami pasien tersebut.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengindetifikasi


simtom gangguan bipolar adalah The Structured Clinical Interview

for DSM-IV (SCID), yaitu wawancara semi- terstruktur untuk membuat

diagnosis utama DSM-IV Axis I (gangguan mental utama) dan DSM-IV

Axis II (gangguan kepribadian) (First, 2002). The Present State

Examination (PSE), yaitu instrument yang dirancang untuk

mempermudah identifikasi standar khusus kejiwaan baik untuk

penelitian dan dapat pula digunakan untuk mengindetifikasi simton

sesuai dengan ICD-10 (PDSKJI, 2010).

Tabel VIII. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria


Diagnostik DSM-IV TR

1. Gangguan Mood Bipolar I

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Tunggal

a. Hanya mengalami satu kali episode mania dan tidak ada


riwayat episode depresi mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizoafektif,
gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak
dapat diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitanya yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial
pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.
20

Tabel VIII. Lanjutan

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Saat Ini

a. Saat ini dalam episode mania.


b. Sebelumnya paling sedikit pernah mengalami satu kali episode
mania, depresi, atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b bukan skizofenia,
skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan,
atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Ini


a. Saat ini dalam episode campuran
b. Sebelumnya, paling sedikit pernah mengalami episode mania,
depresi, atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan,
atau aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomania Saat ini

a. Saat ini dalam episode hipomania


b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode
mania atau campuran
c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik
cukup bermakna atau kendala dalam sosial, pekerjaan atau
aspek fungsi penting lainnya.
d. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat
dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih
dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau
dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini

a. Saat ini dalam episode depresi mayor


b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode
mania atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat
dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih
dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau
dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
zat atau kondisi medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam social,
pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan Mood Bipolar I, Episode Yang Tidak Dapat
Diklasifikasikan Saat ini

a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi criteria untuk mania,


hipomania, campuran, atau episode depresi.
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode
mania atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan,
atau aspek fungsi penting lainnya

2. Ganguan Mood Bipolar II


Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling
sedikit satu episode hipomania.

3. Gangguan Siklotimia
a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode
dengan gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan
gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk
gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya
paling sedikit satu tahun.
b. Selama periode dua tahun diatas penderita tidak pernah bebas
dari gejala-gejala pada kriteria a lebih dari dua bulan pada satu
waktu.
c. campuran, selam dua tahun gangguan tersebut.
Catetan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih
dengan mania atau episode campuran (diagnosis GB I dan
gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor
(diagnosis GB II dan gangguan siklotimia dapat ditegakkan)
d. Gejala-gejala pada kriteria a bukan skozoafektif dan tidak
berutmpang tindih dengan skizofrenia, skizofrenoform, gangguan
waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
f. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderita yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial,
pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Tabel IX. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik ICD-


10

F 31
Gangguan Afektif Bipolar
Sebuah gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih di mana
suasana hati pasien dan tingkat aktivitas secara signifikan
terganggu, gangguan ini terdiri dalam beberapa kejadian dari
elevasi mood dan meningkatkan energi dan aktivitas (hypomania
dan mania) dan pada orang lain dari penurunan mood dan
penurunan energi dan aktivitas (depresi).
24

Tabel IX. Lanjutan

F 31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Hypomania


Pasien saat ini pada episode hypomania, dan telah memiliki
setidaknya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau
campuran) di masa lalu.

F 31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Mania tanpa


Ciri Psikotik
Pasien saat ini episode mania, tanpa gejala psikotik (seperti
dalam F 30.1), dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain
(episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Mania dengan


Ciri Psikotik
Pasien saat ini mania, denga gejala psikotik (seperti dalam F
30.2), dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain
(hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi ringan


atau sedang
Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi dari baik
keparahan ringan atau sedang (F 32.0 atau F 32.1), dan telah memiliki
setidaknya satu episode hypomania, mania, atau episode afektif
campuran di masa lalu.

F 31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi tanpa


Ciri Psikotik
Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi berat
tanpa gejala psikotik (F 32.2), dan telah memiliki setidaknya satu
episode hypomania, maik, atau episode afektif campuran di masa lalu.
26

F 31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi


dengan Ciri Psikotik
Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi berat
dengan ciri psikotik (F32.2), dan telah memiliki setidaknya satu
episode hypomania, mania, atau episode afektif campuran di masa
lalu.

F 31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Campuran


Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania,
mania, depresi, atau episode afektif campuran di masa lalu, dan saat
ini menunjukkan baik campuran arau perubahan yang cepat dari
gejala mania dan depresi.

F 31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini dalam Remisi


Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania,
mania, atau episode afektif campuran di masa lalu, dan setidaknya
satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau
campuran) di samping itu, tetapi saat ini tidak menderita dari setiap
gangguan mood yang signifikan, dan belum melakukannya selama
beberapa bulan.

2. Terapi bipolar

a. Tujuan terapi

Tujuan terapi untuk gangguan bipolar adalah untuk mencegah

terjadinya kekambuhan episode mania, hypomania, atau depresif,

mempertahankan berfungsi-fungsi normal, dan untuk mencegah

episode lebih lanjut mania atau depresi (Drayton&Weinstein, 2008).

b. Algoritma terapi
27

Pengobatan gangguan bipolar dapat bervariasi tergantung pada


jenis episode pasien mengalami. Setelah didiagnosis dengan gangguan
bipolar pasien harus mendapat mood stabilizer (misalnya litium,
valproat) untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama episode akut
obat dapat ditambahkan dan kemudian dapat diturunkan takarannya
setelah pasien stabil (Drayton & Weinstein, 2008).

Tabel X. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode


Mania atau Campuran (Drayton & Weinstein, 2008)

Pedoman Umum :
1. Memeriksa penyebab sekunder dari episode mania atau
campuran (misal, alkohol, penyalahgunaan obat)
2. Penurunan dosis antidepresan, stimulant dan kafein jika
memungkinkan
3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat
4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan
asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang
cukup, mengurnagi stress, dan terapi psikososial
5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati
sebelum menambahkan obat golongan benzodiazepine; jika ada
gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT
(Electroconvulsive Terapi) digunakan untuk episode mania atau
campuran yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada
gejala psikotik.
Tabel X. Lanjutan

Gejala ringan hingga sedang Gejala sedang sampai berat


episode mania atau campuran : episode mania atau campuran :
1. Pertama, mengoptimalkan obat 1. Pertama, kombinasi dua atau
penstabil mood untuk tiga obat: Lithium atau
menstabilkan mood: Lithium, valproat dan golongan
valproat, carbamazepine atau benzodiazepine (lorazepam
jika diperlukan dapat atau clonazepam) sebagai
mempertimbangkan untuk terapi terapi jangka pendek
menambah benzodiazepine untuk agitasi atau insomnia.
(lorazepam atau clonazepam) Lorazepam disarankan utnuk
sebagai terapi penunjang jangka katatonia. Jika ada gejala
pendek untuk agitasi atau psikotik, dapat diberikan
insomnia. antipsikotik atipikal dan
2. Alternative pilihan obat: kombinasi seperti diatas.
karbamazepine, jika pasien 2. Alternatif pilihan obat :
tidak merespon terapi atau karbamazepin, jika pasien
toleran. Pertimbangkan juga tidak merespon terapi atau
pemberian obat antipsikotik toleran, pertimbangkan juga
atipikal (missal olanzapine, oxcarbazepine.
quetiapine, risperidone) atau 3. Kedua, jika respon tidak
oxcabazepine.
mencukupi, pertimbangkan
3. Kedua, jika respon tidak
kombinasi 3 obat :
mencukupi, pertimbangkan
a.Lithium dan anticonvulsant
memberikan kombinasi dua
dan antipsikotik atipikal.
obat:
b.Anticonvulsan dan
a.Lithium dan antikonvulsan
antikonvulsan dan
atau sebuah antipsikotik
antipsikotik atipikal.
atipikal.
b.Antikonvulsan dan
antipsikotik atau 4. Ketiga, jika respon tidak
mencukupi, pertimbangkan
antipsikotik atipikal. ECT untuk mania dengan
psikotik atau katatonia, atau
ditambah clozapine untuk
terapi yang kambuhan.
29

Tabel XI. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode
Depresi (Drayton &Weinstein, 2008)

Pedoman Umum :

1. Memeriksa penyebab sekunder dai episode depresi (misal,


alkohol, penyalahgunaan obat)
2. Penurunan dosis antipsikotik, benzodiazepine atau obat sedative-
hipnotik jika memungkinkan.
3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat.
4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan
asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang
cukup, mengurangi stres, dan terapi psikososial.
5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati
sebelum menambahkan obat lithium, lamotrigin atau
antidepresan (misal, bupropion atau SSRI); jika ada gejala
psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT
(Electroconvulsasive Therapy) digunakan untuk episode depresi
yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala
psikotik.
30

Gejala ringan sampai sedang Gejala sedang sampai berat


pada episode depresi : episode depresi :

1. Pertama, kombinasi 2 atau 3


1. Pertama, memulai dan/atau
obat : lithium atau lamotrigin
mengoptimalkan obat dengan antidepresan ; lithium
penstabil mood untuk dan lamotrigin. Jika ada
gejala psikotik dapat
menstabilkan mood : lithium
diberikan antipsikotik atipikal
atau lamotrigin. dan kombinasi seperti diatas.

2. Alternatif terapi obat: 2. Alternative antikonvulsan:


valproate, karbamazepine
karbamazepine atau
atau oxcarbazepine.
oxcarmazepine.
3. Kedua, jika respon tidak
mencukupi, pertimbangkan
penambahan antipsikotik
atipikal (quetiapine).

Tabel XI. Lanjutan

Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan kombinasi 3 obat:


Lamotrigi, antikonvulsan dan antidepresan.
Lamotrigin dan lithium dan antidepresan.
Keempat, jika terapi tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk episo

3. Pharmaceutical care
31

Misi dari apoteker adalah memberikan pelayanan farmasi

(Pharmaceutical Care). Pharmaceutical care adalah sebuah praktik

dimana farmasis bertanggung jawab atas kebutuhan yang berhubungan

dengan obat pasien yang bertujuan untuk mencapai outcome yang dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita (Cipolle, dkk, 1998).

Unsur-unsur tertentu harus dimiliki farmasis untuk memberikan

pharmaceutical care yang berkualitasi. Beberapa unsur-unsur ini adalah:

a. Pengetahuan, keterampilan, dan fungsi dari setiap personil

Pelaksanaan pharmaceutical care didukung oleh pengetahuan

dan keterampilan, informasi klinis, komunikasi, kedewasaan mengajar

dan prinsip-prinsip belajar serta aspek-aspek psikososial perawatan.

Untuk menggunakan keterampilan ini, tanggung jawab harus

dipertimbangkan, dan ditugaskan untuk personel yang sesuai, termasuk

apoteker, teknisi, otomatisasi, dan teknologi.

b. Sistem untuk pengumpulan data, dokumentasi dan transfer informasi

Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung oleh pengumpulan data

dan sistem dokumentasi yang mengakomodasi komunikas dalam

pelayanan pasien (misal, kontak person pasien, riwayat kesehatan atau

pengobatan), komunikasi inter professional (misal, komunikasi antara

dokter, apoteker), jaminan kualitas (dilihat dari outcomes pasien), dan

penelitian (misal, data untuk farmakoepidemiologi, dan lain-lain). Sistem

dokumentasi sangat penting untuk pertimbangan dalam penggantian

sistem.
32

c. Proses alur kerja yang efisien.

Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung dengan memasukkan

perawatan pasien ke dalam kegiatan apoteker dan personel lain.

d. Referensi, sumber daya dan peralatan

Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung oleh alat yang

memfasilitasi perawatan pasien termasuk peralatan untuk menilai

kepatuhan terapi pengobatan dan efektivitas bahan sumber daya klinis.

Alat yang mungkin dibuthkan termasuk perangkat lunak pengdukung

serperti komputer , program evaluasi pemanfaatan obat (Drug Utilization

Evaluation), protocol manajemen penyakit,dan lain-lain.

e. Keterampilan komunikasi

Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung oleh komunikasi

berpusat pada pasien. Dalam komunikasi ini pasien memainkan peran

penting dalam pengelolaan secara keseluruhan dari rencana terapi.

f. Program peningkatan kualitas penilaian

Pelaksanaan dan praktek pelayanan farmasi didukung dan

ditingkatkan dengan mengukur, menilai dan meningkatkan kegiatan

pelayanan farmasi yang memanfaatkan kerangka konseptual peningkatan

kualitas terus-menerus (APA, 2005)


33

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, H.I & Saddock, B.J. 2015. Sinopsis Psikiatri. Edisi kedelapan. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III dan DSM -5. Jakarta: PT. Nuh Jaya
Putra, A. 2013. Gangguan Bipolar. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38120/4/Chapter%20II.pdf pada 1
November 2016.
Fitria Dina, Mutia Lailani. 2014. Gangguan afektif bipolar episode manik dengan gejala
Psikotik. From: https://www.scribd.com/doc/211456259/MTE-Gangguan-Afektif-
Bipolar-Episode-Manik-dengan-Gejala-Psikotik-doc, diunduh pada 1 November 2016.

Anda mungkin juga menyukai