Definisi arang aktif ( activated carbon ) berdasarkan pada pola strukturnya adalah suatu
bahan yang berupa karbon amorf yang sebagian besar terdiri dari karbon bebas serta memiliki
permukaan dalam sehingga memiliki daya serap yang tinggi. Bahan baku untuk pembuatan
arang aktif adalah segala jenis bahan organik padat yang mengandung karbon terutama bahan
yang berpori. Aktivasi arang menggunakan uap air atau bahan kimia akan menghasilkan
arang aktif yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et
al.,1997). Menurut Pari (1996), arang aktif adalah karbon yang mampu mengadsorbsi anion,
kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organic dan anorganik, baik sebagai larutan
maupun gas, serta mempunyai sifat penyerapan yang selektif, yaitu lebih menyukai bahan-
bahan non polar dari pada bahan polar.
Arang aktif adalah suatu bahan hasil proses pirolisis arang pada suhu 600-900 oC. Selama
ini bahan arang aktif yang digunakan berasal dari limbah kayu dan bambu. Bahan lainnya
yang dapat digunakan adalah dari limbah pertanian antara lain sekam padi, jerami padi,
tongkol jagung, batang jagung, serabut kelapa, tempurung kelapa, tandan kosong dan
cangkang kelapa sawit, dan sebagainya. Pada tahap awal limbah pertanian dibuat arang
melalui proses karbonisasi 500oC dan tahap selanjutnya dilakukan aktivasi pada suhu 800oC-
900oC. Perbedaan mendasar arang dengan arang aktif adalah bentuk pori-porinya. Pori-pori
arang aktif lebih besar dan bercabang serta berbentuk zig-zag. Arang aktif bersifat
multifungsi, selain media meningkatkan kualitas lingkungan juga pori-porinya sebagai tempat
tinggal ideal bagi mikroba termasuk mikroba pendegradasi sumber pencemar seperti residu
pestisida dan logam berat tertentu.
Keunggulan arang aktif adalah kapasitas dan daya serapnya yang besar, karena struktur
pori dan keberadaan gugus fungsional kimiawi di permukaan arang aktif seperti C=O, C 2-,
dan C2H- . Kualitas arang aktif ditunjukkan dengan nilai daya serap Iod di mana berdasarkan
ketetapan dari SNI 06-3730-1995 arang aktif dinilai berkualitas bilamana nilai daya serap
Iodnya mendekati 750 mg/g, Misalnya arang dari tempurung kelapa dan tongkol jagung
sebelum diaktifasi daya serap iodinnya masing-masing adalah 276 dan 452 mg/g, namun
setelah diaktivasi meningkat menjadi 672 dan 647 mg/g mendekati nilai persyaratan kualitas
arang aktif (Harsanti et al., 2010).
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah pertanian dari tanaman jagung,
yang biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak, tongkol jagung ternyata
dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas minyak goreng bekas pakai
(jelantah) menjadi minyak goreng yang nantinya dapat digunakan kembali.
Kandungan serat kasar (hemiselulosa, selulosa dan lignin) pada tongkol jagung
tergolong tinggi, yakni 38%, 41% dan 6%. kandungan serat kasar yang tinggi ini
mengindikasikan bahwasanya kandungan karbon dalam tongkol jagung ini cukup
tinggi, sehingga dengan tingginya kandungan karbon dalam tongkol jagung
tersebut maka tongkol jagung sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
adsorben. salah satu cara yang dilakukan adalah dengan cara menjadikan
tongkol jagung tersebut menjadi arang, dengan pemanasan pada suhu 500
derajat Celcius.
https://dwatyas.wordpress.com/2012/05/15/tongkol-jagung/
Buah jagung terdiri dari 30% limbah yang berupa tongkol jagung. Sehingga dari
jumlah limbah tersebut dapat dikatakan cukup banyak dan akan menjadi sangat
potensial jika dapat dimanfaatkan secara tepat (Gozan, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tongkol pada jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir
duduk menempel. Istilah ini juga dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung
betina ("buah jagung"). Tongkol terbungkus oleh kelobot (kulit "buah jagung").
Secara morfologi, tongkol jagung adalah tangkai utama malai yang termodifikasi,
Malai organ jantan pada jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi tertentu.
Tongkol jagung muda, disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan
sayuran. Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber furfural,
sejenis monosakarida dengan lima atom karbon. Tongkol jagung tersusun atas
senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose. Masing-masing merupakan
senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara
biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan
mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan
produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002).
Karakteristik kimia dan fisika dari tongkol jagung sangat cocok untuk
pembuatan tenaga alternative (bioetanol), kadar senyawa kompleks lignin dalam
tongkol jagung adalah 6,7-13,9%, untuk hemiselulose 39,8%, dan selulose 32,3-
45,6%. Selulose hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam
(Gambar 1.1), melainkan selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan
hemiselulose. Serat selulose, alami terdapat di dalam dinding sel tanaman dan
material vegetatif lainnya. Seluose murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan
49,3% O. Rumus empiris selulose adalah (C 6H10O5)n, dengan banyaknya satuan
glukosa yang disebut dengan derajat polimerisasi (DP), dimana jumlahnya
mencapai 1.200-10.000 dan panjang molekul sekurang-sekurangnya 5.000 nm.
Berat molekul selulose rata-rata sekitar 400.000. Mikrofibril selulose terdiri atas
bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur berkristal dan adanya
lignin serta hemiselulose disekeliling selulose merupakan hambatan utama untuk
menghidrolisa selulose (Sjostrom, 1995).
Hemiselulose terdiri atas 2-7 residu gula yang berbeda (Gambar 1.2).
Hemiselulose berbeda dengan selulosa karena komposisinya teridiri atas
berbagai unit gula, disebabkan rantai molekul yang pendek dan percabangan
rantai molekul. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk hemiselulosa dapat
dibagi menjadi kompleks seperti pentosa, heksosa, asam keksuronat dan deoksi-
heksosa (Fengel dan Wegener, 1995; Nishizawa, 1989). Hemiselulosa ditemukan
dalam tiga kelompok yaitu xylan, mannan, dan galaktan. Xylan dijumpai dalam
bentuk arabinoxylan, atau arabino glukurunoxylan. Mannan dijumpai dalam
bentuk glukomannan dan galaktomannan. Sedangkan galaktan yang relatif
jarang, dijumpai dalam bentuk arabino galaktan.
http://kerobeary.blogspot.co.id/2012/04/bioetanol-dari-tongkol-jagung.html
Tanaman jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan. Tanaman jagung ini yang
dimanfaatkan adalah bijinya dan tongkol (janggel) jagunnya belum banyak dimanfaatkan
http://lib.unnes.ac.id/21967/1/4311411042-s.pdf
ARANG AKTIF
Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif dapat dihasilkan melalui komposisi kayu
dan dapat digunakan sebagai adsorben warna dari larutan. Aplikasi komersial baru
dikembangkan pada tahun 1974 yaitu pada industri gula sebagai pemucat, dan menjadi sangat
terkenal karena kemampuannya menyerap uap gas beracun yang digunakan pada Perang
Dunia I. Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-
senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume
pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25- 1000% terhadap
berat arang aktif. Karena hal tersebut maka karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan
industri. Hampir 60% produksi arang aktif di dunia ini dimanfaatkan oleh industri-industri
gula dan pembersihan minyak dan lemak, kimia dan farmasi.
Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari
material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan
pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi,
dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas.
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan
dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika
pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan
pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak
teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai
adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini
dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-
bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang
akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai
arang aktif.
Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-
1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus
berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa
saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut
manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam
kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di
reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai.
Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu
perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut.
Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral
yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, bahan tersebut antara lain: tulang,
kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan
tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.
Di negara tropis masih dijumpai arang yang dihasilkan secara tradisional yaitu dengan
menggunakan drum atau lubang dalam tanah, dengan tahap pengolahan sebagai berikut:
bahan yang akan dibakar dimasukkan dalam lubang atau drum yang terbuat dari plat besi.
Kemudian dinyalakan sehingga bahan baku tersebut terbakar, pada saat pembakaran, drum
atau lubang ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka. lni bertujuan sebagai
jalan keluarnya asap. Ketika asap yang keluar berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan
dibiarkan selama kurang lebih kurang 8 jam atau satu malam. Dengan hati-hati lubang atau
dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Jika masih ada yang atau drum
ditutup kembali. Tidak dibenarkan mengggunakan air untuk mematikan bara yang sedang
menyala, karena dapat menurunkan kwalitas arang.
Proses pembuatan arang aktif dapat dibagi dua yaitu:
1. Proses Kimia.
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padat.
Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-
potong. Aktifasi dilakukan pada temperatur 100 C. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci
dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300 C. Dengan proses kimia, bahan
baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia.
2. Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk
selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000 C yang disertai
pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktifasi arang antara lain :
a. Proses Briket: bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan
bahan baku atau arang halus dengan ter. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan
pada 550 C untuk selanjutnya diaktifasi dengan uap.
b. Destilasi kering: merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan
pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh
berupa residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat.
Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan
ter. Hasil yang diperoleh seperti metanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan
baku yang digunakan dan metoda destilasi. Diharapkan daya serap arang aktif yang
dihasilkan dapat menyerupai atau lebih baik dari pada daya serap arang aktif yang diaktifkan
dengan menyertakan bahan-bahan kimia. Juga dengan cara ini, pencemaran lingkungan
sebagai akibat adanya penguraian senyawa-lenyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses
pengarangan dapat diihindari. Selain itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil
pengembunan uap hasil penguraian senyawa-senyawa organik dari bahan baku.
Ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi
karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu:
1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 C. Air yang terkandung dalam bahan baku
keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan
karbon lebih kurang 60 %.
2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280 C. Kayu secara perlahan lahan menjadi
arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan
karbonnya lebih kurang 700%.
3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 C. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi
selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan ter. Arang yang terbentuk berwarna hitam
serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80%. Proses pengarangan secara praktis
berhenti pada suhu 400 C.
4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 C, terjadi proses pemurnian arang, dimana
pembentukan ter masih terus berlangsung. Kadar karbon akan meningkat mencapai 90%.
Pemanasan diatas 700 C, hanya menghasilkan gas hidrogen.
Namun secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap
yaitu:
1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 C.
2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170C akan
menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275C, dekomposisi menghasilkan ter,
metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 600
0
C
Secara umum, ada dua jenis karbon aktif yaitu karbon aktif fasa cair dan karbon aktif fasa
gas.
a. Karbon aktif fasa cair
Karbon aktif fasa cair biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori
mencapai 1000Ao, dihasilkan dari bambu kuning, serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas
atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah,
rapuh (mudah hancur), mempunyai kadar abu yang tinggi berupa silika dan biasanya
digunakan untuk menghilangkan bau, rasa, warna, dan kontaminan organik lainnya.
b. Karbon aktif fasa gas
Karbon aktif fasa gas biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras
diameter pori berkisar antara 10-200 A0 dan mempunyai tipe pori lebih halus. Karbon aktif
fasa gas diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang
mempunyai berat jenis tinggi dan biasa digunakan untuk memperoleh kembali pelarut,
katalis, pemisahan dan pemurnian gas
Kegunaan Karbon Aktif
Kegunaan karbon aktif dalam dunia industri di Indonesia umumnya meningkat.
Kebutuhan karbon aktif di dalam negeri umunya masih dipenuhi dari impor. Hal ini
disebabkan karena kurangnya produksi dalam negeri serta mutu karbon aktif yang masih
rendah.
Kegunaan karbon aktif dalam industri di indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1
(Sumber : Pusat Dokumentasi Dan Informasi Ilmiah, 1997)
Tabel Manfaat Karbon Aktif dalam Dunia Industri
Industri Digunakan Untuk
GAS
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun/ bau busuk/
asap, menyerap racun
2.. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan vinil
asetat
ZAT CAIR
1. Industri obat dan Menyaring dan menghilangkan warna/ bau/ rasa yang
makanan tidak enak pada makanan
2. Minuman ringan, Menghlangkan warna dan bau pada arak, minuman keras
minuman keras & minuman ringan
3. Pengolahan Air Menyaring, menghilangkan bau, warna, zat pencemar
dalam air, dan alat pengolahan air
4. Pengolahan air Membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau,
buangan logam berat
5. Pelarut yang Penarikan kembali berbagai pelarut sisa (metanol, etil
digunakan kembali asetat dan lainnya)
LAIN - LAIN
1. Pengolahan pulp Pemurnian, penghilangan bau
2. Pengolahan pupuk Pemurnian
3. Pengolahan emas Pemurnian
4. Pengolahan minyak menghilangkan bau, warna serta rasa tidak enak
makan dan glukosa
Karbon aktif mempunyai persyaratan mutu yang harus dipenuhi. Persyaratan mutu
karbon aktif dapat dilihat pada tabel berikut ini:
http://marischemistry.blogspot.co.id/2013/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Leave a comment
Gorengan merupakan salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Data Susenas modul
konsumsi 2002 menyebutkan gorengan dipilih oleh hampir separuh rumah tangga di
Indonesia (49%). Jajanan lain yang disukai di Indonesia adalah mie (bakso/rebus/goreng)
(45%) serta makanan ringan anak (39%) (Suleeman dan Sulastri, 2006). Makanan jajanan
yang sehat, aman, dan bergizi adalah makanan yang halal, mengandung zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh, disajikan dalam wadah atau kemasan tertutup, tidak mengandung
bahan tambahan makanan yang berbahaya dan atau dalam jumlah yang berlebihan serta tidak
basi, atau rusak secara fisik (Sari, 2003).
Minyak jelantah membuat cita rasa gorengan menjadi kurang enak karena sudah mengalami
pengulangan penggorengan beberapa kali. Hal tersebut dikarenakan munculnya senyawa baru
akibat dari serangkaian reaksi, diantaranya yaitu oksidasi, hidrolisis dan pirolisis. Senyawa
berbahaya dalam minyak jelantah ini memiliki kecenderungan untuk menurunkan kualitas
kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih.
Berbagai penyakit muncul seiring penggunaan minyak jelantah misalnya penyakit jantung
koroner (PJK) sebagai silent killer nomor satu dunia (Rahardjo, 2004: 10). Berbagai profesi
di bidang kesehatan dan gizi selama decade terakhir ini makin gencar mengeluarkan anjuran
ke pada masyarakan untuk mengurangi konsumsi lemak dan kolesterol agar terhindar dari
PJK (Rahardjo, 2004: 10).
Lemak adalah salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Berdasarkan wujudnya lemak
mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat
kejenuhan asam lemak di dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi
akan berwujud cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak sedangkan yang
kandungannya adalah asam lemak jenuh akan berbentuk padat (Edwar dkk, 2011: 249).
Minyak goreng dari tumbuh-tumbuhan yang telah digunakan atau bekas pakai selanjutnya
disebut dengan minyak jelantah (waste cooking oil) (Putra dkk, 2012: 585). Definisi lain dari
minyak jelantah adalah minyak yang mengalami dekomposisi asam lemak yang pada batas
tertentu yang mengakibatkan minyak menjadi tidak layak lagi digunakan. Minyak jelantah
didapatkan dari proses memasak atau memanaskan makanan menggunakan minyak dalam
jumlah banyak, berulang dan suhu yang tinggi.
Gambar 1.
Minyak jelantah yang berasal dari beberapa kali pengulangan penggorengan akan berwarna
coklat gelap, kental dan berbau tengik akibat dari reaksi-reaksi selama pemanasan minyak.
Gorengan yang di goreng menggunakan minyak jelantah memiliki cita rasa yang kurang enak
dibanding yang digoreng dengan minyak baru.
Minyak jelantah bisa berasal dari minyak bekas pakai rumah tangga. Akan tetapi sekarang ini
banyak minyak jelantah yang dijual secara bebas dari rumah makan cepat saju yang
sebelumnya telah dijernihkan. Para pedagang biasa menggunakan minyak ini untuk
menggoreng karena harganya yang lebih murah. Sistem filterisasi memang bisa digunakan
untuk menjernihkan kembali warna minyak goreng tetapi kandungannya tetap rusak dan tidak
baik bagi kesehatan.
Di Indonesia standar mutu minyak goreng ditentukan melalui SNI 01-3741-1995 yaitu
sebagai berikut :
Minyak jelantah merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya (bilangan asam
dan peroksidanya meningkat) dan mengandung senyawa karsinogenik selama proses
penggorengan (Yusuf dkk, 2010:197). Bahan dasar minyak yang dikonsumsi menentukan
kejenuhan dan jenis asam lemak dalam minyak tersebut. Minyak yang biasa dikonsumsi
biasanya berasal dari olahan tumbuh-tumbuhan misalnya kelapa sawit, jagung, kedelai dan
bunga matahari. Minyak yang berasal dari kelapa sawit mempunyai kadar asam lemak jenuh
sebesar 51% dan asam lemak tak jenuh 49% sedangkan minyak dari jagung mempunyai
kadar asam lemak jenuh sebesar 20% dan asam lemak tak jenuh 80% (Edwar, 2011: 249).
Minyak goreng jenis ini mengandung 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat
(Sartika, 2009: 23).
Asam lemak merupakan asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan
rumus umum yaitu:
Berikut disajikan beberapa asam lemak yang umum ada dalam tumbuhan maupun hewan
Tabel 2.
Beberapa Asam Lemak yang Umum (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009: 53)
Jenis Asam
Nama Rumus Titik Lebur (C)
Lemak
Gambar 2.
1. Hidrolisis
Minyak goreng baru dengan kandungan asam lemak tak jenuh tinggi yang terhidrolisis akan
menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid) akibat dari adanya air.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dkk (2013) bahwa kandungan asam lemak bebas
(free fatty acid) dalam minyak akan naik seiring pengulangan penggorengan.
Tabel 3. Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) Minyak Hasil Penggorengan Berulang
1x 0,69
3x 1,20
5x 0,90
7x 1,0
9x 1,29
Banyak penelitian-penelitian in vivo (penelitian secara langsung pada mahluk hidup baik
pada hewan maupun manusia) selama lebih dari satu dekade belakangan ini menunjukkan
bahwa peningkatan asam lemak bebas baik secara akut maupun secara kronis dalam darah
terkait erat dengan memburuknya kerja insulin dalam tubuh. Asam lemak bebas telah
diketahui menyebabkan resistensi insulin di otot dan hati yang merupakan faktor penyokong
terjadinya diabetes mellitus. Ada ahli yang berpandangan tingginya jumlah asam lemak bebas
dalam darah ini ditengarai akan memicu penumpukan lemak ektopik (diluar tempat
penumpukan yang seharusnya yaitu sel lemak) seperti dalam otot dan hati yang mendasari
terjadinya resistensi insulin dalam tubuh. Jadi semakin banyak asam lemak bebas dalam
tubuh akan mengurangi pengambilan glukosa dalam darah.
2. Oksidasi
Faktor kedua sebagai parameter kualitas minyak adalah tingkat oksidasi. Oksidasi terjadi
karena terjadi kontak antara minyak dengan oksigen. Kerusakan lemak yang utama adalah
timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan (rancidity). Hal ini disebabkan
oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak karena adanya ikatan rangkap
dalam asam lemak tak jenuh. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas
yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida
lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau tengik yang
tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan O2 membentuk peroksida
aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah
pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi,
energi panas, katalis logam, atau enzim. Radikal bebas adalah suatu senyawa yang kehilangan
sebagian elektronnya dan meninggalkan ikatan yang kosong sehingga menjadi reaktif.
Radikal bebas inilah yang dapat merusak DNA dan memicu kanker. Awal pertumbuhan sel
kanker dipicu oleh asam lemak minyak jenuh yang mengganggu susunan protein DNA dalam
tubuh sehingga mengalami mutasi sel. Mutasi sel ini yang akan menumbuhkan sel kanker
yang akan berkembang 5-10 tahun (Anonim, 2011)
Asam lemak jenuh hasil pemutusan ikatan rangkap dalam asam lemak tak jenuh
meningkatkan kadar kolesterol low density lipid (LDL), disertai penurunan kadar kolesterol
high density lipid (HDL) akan meningkatkan risiko aterosklerosis koronaria (Tuminah, 2009:
19). Efek lainnya yaitu stroke, sebagai akibat dari ateroskeloris koronaria yang berkelanjutan.
Penelitian pada manusia dan primata menunjukkan bahwa asam lemak jenuh menurunkan
respon sel darah merah terhadap insulin, sehingga rnenimbulkan efek diabetogenik (Tuminah,
2009: 18). Suatu penelitian kohort prospektif di Amerika pada tahun 1980 yang dilakukan Hu
et al telah menunjukkan bahwa asam lemak jenuh meningkatkan risiko penyakit jantung
sebesar 17% (Tuminah, 2009: 13).
Oksidasi asam lemak tak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk
aldehida (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009: 61). Berikut mekanisme reaksi oksidasi pada asam
lemak tak jenuh:
Bilangan peroksida merupakan salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng.
Mengingat minyak goreng banyak digunakan oleh masyarakat maka perlu dilakukan
penelitian bagaimana mutu minyak goreng curah yang digunakan secara berulang, khususnya
dari parameter bilangan peroksida dan (Aminah, 2010:8).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2010: 10) menunjukkan bahwa rerata bilangan
peroksida minyak goreng meningkat seiring pengulangan penggorengan yang dapat dilihat
dalam Tabel 4.
Pertama 5,4020,46
Kelima 5,6940,02
Kesepuluh 10,350,35
Faktor-faktor yang menyebabkan minyak goreng teroksidasi dengan cepat diantaranya yaitu
pemanasan berulang, cahaya, katalis logam seperti besi dan tembaga, senyawa oksidator pada
bahan pangan yang digoreng seperti klorofil dan hemoglobin, jumlah oksigen dan derajat
ketidak jenuhan asam lemak dalam minyak.
Minyak goreng yang dipanaskan dengan suhu tinggi akan merusak kandungan vitamin A, D,
E, dan K dan asam lemak tak jenuh di dalamnya. Umumnya kerusakan oksidasi hanya terjadi
pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100C atau lebih asam
lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 200C menimbulkan
kerusakan lebih mudah pada minyak dengan kadar asam lemak tak jenuh tinggi, sedangkan
hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (7,8) (Sartika,
2009:24).
3. Pirolisis
Faktor ketiga yaitu pirolisis. Proses pemanasan minyak dalam suhu tinggi akan menyebabkan
minyak mengalami pirolisis yaitu reaksi dekomposisi karena panas. Pirolisis menyebabkan
terbentuknya akrolein yaitu senyawa sejenis aldehid yang bersifat racun dan dapat
menyebakan iritasi tenggorokan dengan khas bau lemak terbakar (Edwar dkk, 2011: 250).
Akrolein ini terbentuk dari hidrasi gliserol dengan air pada bahan yang digoreng membentuk
aldehida tak jenuh (akrolein). Adanya senyawa berbahaya lain dalam minyak jelantah juga
dikarenakan oleh beberapa hal lain. Salah satunya adalah adanya penambahan plastik yang
dimasukkan ke dalam minyak jelantah oleh beberapa oknum pedagang gorengan dengan
tujuan membuat warna minyak menjadi jernih dan kerenyahan gorengan bertahan lama
semakin memunculkan beberapa zat berbahaya. Plastik bening yang biasanya merupakan
pembungkus minyak goreng ikut dimasukkan ke dalam wajan bersama minyak goreng. Lalu
dipanaskan bersama-sama hingga plastik leleh dan bahan gorengan mentah digoreng.
Walaupun sangat nikmat karena teskturnya lebih renyah, konsumsi gorengan ini bisa sangat
berbahaya untuk tubuh. Menurut Hardiansyah (2013), selaku Guru Besar Departemen Gizi
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, kandungan plastik yang
terlarut tidak bisa dicerna tubuh dan bisa menimbulkan penyakit serius. Partikel halus dalam
plastik tidak baik untuk tubuh karena bisa memicu kerusakan inti sel dan juga tidak baik
untuk organ pencernaan karena sifat plastik yang tidak bisa dicerna oleh tubuh.
Gambar 4.
Menurut peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Ani Retno, gorengan
berplastik yang dikonsumsi dalam waktu lama sangat berpotensi menyebabkan kanker. Selain
itu, plastik pada gorengan dapat menyebabkan kelumpuhan karena rusaknya jaringan saraf
(Anonim, 2011).
Minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang biak. Jamur ini
menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama hati/liver.
Studi-studi dari laboratorium riset telah membawa kepada kesimpulan berikut:
1. Kanker yang disebabkan virus dapat diinduksi oleh lemak yang berlebihan.
2. Kanker yang disebabkan oleh zat kimia dapat diinduksi oleh lemak yang
berlebihan.
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk membedakan minyak jelantah hasil filterisasi
dengan minyak goreng baru yang beredar di pasaran baik berdasarkan sifat fisik maupun
kimia yaitu sebagai berikut:
1. Secara kimia dapat dilakukan dengan cara melihat bilangan peroksida dan
asam lemak bebas minyak tersebut.
2. Minyak goreng yang berasal dari minyak jelantah agak encer tidak
kental seperti minyak goreng asli
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. (2010). Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik
Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
hlm 7-10.
Fauziah., Sirajudin,Saifuddin., Najamuddin, Ulfa. (2013). Analisis Kadar Asam Lemak Bebas
Dalam Gorengan dan Minyak Bekas Hasil Penggorengan Makanan Jajanan Di Workshop
UNHAS. Diakses Dari
http://Repository.Unhas.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/5650/Jurnal%20pisang
%20goreng%20MKMI.Pdf?Sequence=1 pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 20.14 WIB.
Putra, Alfian dkk. (2012). Recovery Minyak Jelantah Menggunakan Mengkudu sebagai
Absorben. Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2012.
Rajardjo, Sri. (2004, Mei). Oksidasi Lemak pada Makanan: Implikasinya pada Mutu
Makanan dan Kesehatan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Sartika, RAD. (2009). Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) terhadap
Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara, Sains, Vol. 13, No. 1, April 2009 hlm: 23-24.
Suleeman, E. & Sulastri, E. (2006). Jajanan Favorit Separuh Rumah Tangga di Indonesia
Mengandung Zat Berbahaya. Suara Pembaharuan, 11 Juli 2006.
Tuminah, Sulistyowati. (2009). Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh
Trans Terhadap Kesehatan. Jurnal Media Peneliti Dan Pengembang Kesehatan Volume
XIX Tahun 2009, Suplemen II.
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yusuf, Yulizar dkk. (2010). Penyuluhan dan Pelatihan Pemanfaatan Limbah Minyak Goreng
(Minyak Jelantah) sebagai Bahan Baku Pembuatan Sabun Cair. Warta Pengabdian Andalas
Volume XVI Nomor 25 Desember 2010. Halaman 197.