Oleh:
Duilla Husaina
1110312046
Preseptor:
Prof. dr. H. Basjirudin A, Sp.S (K)
dr. Lydia Susanti, Sp.S, M. Biomed
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
2
1.2. Fisiologi Neuromuskular
Otot-otot skeletal dan neuron-neuron menyusun susunan neuromuscular
voluntary, yaitu sistem yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang
dikendalikan oleh kemauan. Secara anatomik sistem tersebut terdiri dari (1) upper
motoneuron (UMN), (2) lower motoneuron (LMN), (3) penghubung unsur saraf
dan unsur otot, (4) otot skeletal.1
Traktus Piramidalis.
3
Melalui aksonnya neuron korteks motorik mengubungkan motoneuron
yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron di kornu anterior
medulla spinalis. Akson tersebut menyusun traktus kortikospinal dan
kortikobulbar. Sebagian berkas saraf turun dari kortek motorik menuju bagian
diantara talamus dan ganglia basalis yang disebut kapsula interna. Dari kapsula
interna jaras akan berlanjut ke mesensefalon, pons dan medulla oblongata. Di
medulla oblongata bagian ventral jaras berkumpul di piramis. Sepanjang batang
otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan untuk menyilang dan
berakhir di motoneuron saraf kranialis motorik sisi kontralateral ( n.III, n.IV, n.V,
n.VI, n.VII, n.IX, n. X, n.XI, n.XII) (gambar 1.2).1,3
4
Mayoritas motoneuron yang menerima impuls motorik berada di intumesensia
servikalis dan lumbalis yang mengurus otot anggota gerak atas dan bawah.1,3
Traktus Ektrapiramidal
5
Fungsi traktus ekstrairamidalis berhubungan dengan gerakan-gerakan
kasar stereotipik terutama pada otot proksimal, traktus ini juga bertanggung jawab
untuk gerakan asosiasi mendukung aktivitas volunteer, mengatur tonus otot, dan
sikap tubuh. Traktus ini banyak terlibat dalam pengendalian gerakan supaya
gerakan menjadi komplek seperti melangkah, berjalan dan berbicara.2
(serabut halus). Tiap motoneuron ini menjulurkan hanya satu akson. Tiap
motoneuron berperan dalam keseimbangan tonus otot untuk menciptakan gerakan
tangkas. Setiap akson bercabang mensarafi seutas serabut otot membentuk unit
motorik. Tugas motoneuron hanya menimbulkan gerak otot, sedangkan yang
menghambat gerak otot disebut interneuron. Interneuron menjadi sel penghubung
antara motoneuron dengan pusat eksitasi dan inhibisi di formasio retikularis
batang otak. Interneuron dikenal dengan sel Renshaw (gambar 1.3).1
Bila terjadi kerusakan pada motoneuron, maka serabut otot yang
tergabung dalam unit motorik tidak dapat berkontraksi karena motoneuron adalam
satu-satunya saluran untuk menghantarkan impuls motorik. Bila terjadi kerusakan
otot yang terkena akan menjadi atrofi dan akan muncul aktifitas abnormal pada
otot yang sehat yang disebut dengan fasikulasi.1
6
Gambar 1.4. Sel Renshaw.
1.3. Definisi
Berdasarkan kamus kedokteran, parese merupakan suatu keadaan
terdapatnya kelemahan otot akibat kerusakan atau penyakit yang menyerang saraf.
Sedangkan plegia merupakan suatu keadaan hilangnya kekuatan otot akibat
kerusakan saraf.4 Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang
keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari bahasa yunani
sedangkan quadra dari bahasa latin. Tetraparese/plegik dapat terjadi karena
gangguan pada nervus perifer, otot maupun myoneural junction; substansia grisea
medulla spinalis; atau upper motor neuron bilateral di segmen servikal medulla
spinalis, batang otak, maupun otak besar.3
1.4. Epidemiologi
Motor defisit paling banyak disebabkan oleh trauma pada medulla
spinalis dan manifestasi sesuai dengan level yang terkena. Medula spinalis
segmen C1-C4 mempersarafi otot kepala dan leher, mengatur diafragma, dan
dilewati oleh jaras asenden maupun desenden. Lesi pada daerah servikal ini
berakibat fatal karena dapat menimbulkan paralisis diafragma dan paralisis total
keempat ekstremitas (tetraplegik).4
Telah dilaporkan insiden dari trauma medulla spinalis antara 10,4 sampai
83 per 1.000.000 penduduk pertahun. Sepertiga pasien dengan trauma medulla
spinalis dilaporkan mengalami tetraplegik dan 50 persen diantaranya mengalami
lesi komplit. Di Amerika Serikat insiden trauma medulla spinalis mencapai 906
per 1.000.000 perduduk, setara dengan 230.000 penduduk dengan tetraplegi atau
paraplegi dan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. 50 % trauma terjadi pada
level servikal menghasilkan tetraplegi.4
7
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di
Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena
cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplit (29,5%), (2)
paraparese komplit (27,3%), (3) paraparese inkomplit (21,3%), dan (4) tetraparese
komplit (18,5%).5
1.5. Etiologi
Berikut ini adalah penyebab umum dari tetraparase, yaitu :
1. Tipe UMN
a. Kompresi spinal cord oleh tumor.
b. Trauma dengan lesi komplit atau inkomplit.1,3
2. Tipe LMN
a. Infeksi seperti Guillain-Barre Syndrome, acute myelitis,
polymielitis.
b. Gangguan metabolisme tubuh. 1,3
1.6. Klasifikasi
Tetraparese dapat disebabkan oleh karena kerusakan Upper Motor Neuron
(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan atau
kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan
karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakan terjadi karena tekanan dari
vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang
berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari anterior medula spinalis sampai
ke otot.6
8
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau
hipotoni.2
9
Gambar 1.5. Tumor medulla spinalis. (a,b) Tumor ekstradural: a. dari dorsal ke
medulla spinalis, b. dari ventral ke medulla spinalis, c. Tumor intradural-
ekstramedular, d. Tumor intradural-intramedular.
b. Hiperefleksia
10
Reflek adalah gerak otot skeletal yang timbul sebagai jawaban atas suatu
perangsangan. Pada kerusakan UMN, reflek tendon lebih peka dari pada
keadaan biasa (hiperefleks). Hiperekfleks terjadi karena impuls inhibisi
dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan ke
motoneuron.1
c. Klonus
Hiperefleksia sering diiringi dengan klonus. Klonus merupakan gerak otot
reflektorik yang muncul berulang-ulang selama perangsangan masih
berlangsung.1,3
d. Refleks patologis
Mekanisme reflek patologis masih belum jelas. Reflek patologis di
antaranya adalah reflek Hoffman-tromner, reflek babinski, reflek
chaddock, reflek oppenheim, reflek Gordon, dan reflek scaeffer.1,2
e. Tidak ada atrofi pada otot yang lumpuh
Atrofi terjadi akibat kerusakan pada motoneuron yang mempersarafi unit
motorik. Rusaknya motoneuron akan diikuti dengan mengecilnya sel otot. Pada
lesi UMN motoneuron tidak terlibat sehingga tidak menimbulkan atrofi. Namun
otot yang terkena masih dapat mengalami atrofi akibat otot tidak bergerak (disuse
atrophy).1
11
Tabel 1.1. Tanda dan gejala tumor medula spinalis menurut lokasi.7
Lokasi Tanda dan gejala
Foramen Asimptopmatis. Gejala awal adalah nyeri servikalis posterior disertai
magnum Hiperestesia pada dermatom vertebra servikalis kedua (C2).
Peningkatan tekanan intra kranial akibat aktivitas (contoh; batuk,
mengedan, mengangkat barang, atau bersin) dapat memperburuk
nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada
tangan. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan
hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah
pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan
muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup
hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX
hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas
Servikal Tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular dengan
keterlibatan bahu dan lengan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis
bagian atas (misal, diatas C4) disebabkan oleh kompresi suplai darah
ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya
terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor
servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) menyebabkan refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps) menjadi
hilang. Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan
bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari
telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik
jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal Kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian
bawah kemudian mengalami parestesia. Nyeri, perasaan terjepit dan
tertekan pada dada dan abdomen. Pada lesi torakal bagian bawah,
refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol
apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan
suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbo- Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas menghilangkan refleks
sakral kremaster dan menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas
tungkai bawah. Refleks lutut, refleks pergelangan kaki dan tanda
Babinski bilateral dapat menghilang. Nyeri dialihkan
keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan
segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan
atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks
pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia
yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan
tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.
Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda
ekuina khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.
12
1.9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga).
b. Pemeriksaan penunjang :
Foto vertebrae servikal/lumbal dilakukan untuk mengetahui
adanya trauma, penyempitan maupun pergeseran susunan tulang
belakang.
Pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan beberapa penyakit
pembanding seperti sindrom guillain barre, adanya peningkatan
protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya.
Elektromiografi dapat menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi,
atrofi dan denervasi (pada penyakit ALS)
MRI untuk melihat jaringan lunak pada bagian medulla spinalis,
untuk menentukan etiologi dan lokasi lesi.5
1.10. Terapi
a. Terapi Farmakologi
Penanganan farmakologis utama untuk tumor medulla spinalis
adalah dengan pemberian kortikosteroid, bisa diberikan deksametason atau
metilprednisolon untuk mengurangi nyeri pada 85% kasus dan kemungkinan
juga menghasilkan perbaikan neurologis.7
13
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 26 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Batang Kampar, Riau
No MR : 962168
Seorang pasien laki-laki berumur 26 tahun datang ke IGD RSUP DR.M
Djamil Padang pada tanggal 17 November 2016 dengan :
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Lemah keempat anggota gerak.
Riwayat nyeri pada leher 1 tahun yang lalu, awalnya hanya saat
14
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat keganasan
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :
Pasien seorang mahasiswa dengan aktifitas fisik sedang
Pasien tidak merokok.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum :Buruk
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,8C
Tinggi Badan :165 cm
Berat Badan : 50 kg
Status Gizi : kurang
Status Internus :
Kepala :Normochepal
KGB :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher :JVP 5-2 cm H2O
Thorak : Paru : Inspeksi : simetris, statis dan dinamis
Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, rokhi (-), wheezing (-)
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-)
15
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Suppel, NT (-), NL (-),Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Corpus Vertebrae :
Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
2. Tanda rangsangan meningeal : sulit dinilai
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- muntah proyektil (-)
- sakit kepala progresif (-)
4. Nn Kranialis :
N. I (Olfaktorius)
N. II (Optikus)
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus Bebas Bebas
Strabismus - -
Nistagmus - -
16
Ekso/endotalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
+ +
Refleks konvergensi
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Orto Orto
Diplopia - -
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Orto Orto
Diplopia - -
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut + +
Menggerakkan rahang + +
Menggigit + +
+ +
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea + +
- Sensibilitas + +
Divisi maksila
- Refleks masetter + +
- Sensibilitas + +
Divisi mandibula
- Sensibilitas + +
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata + +
17
Fissura palpebra Normal Normal
Menggerakkan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir/ bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
Sensasi lidah 2/3 depan + +
Hiperakusis - -
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik + +
Detik arloji + +
Rinne tes Tidak dilakukan pemeriksaan
Weber tes Tidak dilakukan pemeriksaan
Schwabach tes Tidak dilakukan pemeriksaan
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus - -
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala - -
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang + +
Refleks muntah (Gag Rx) + +
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Menelan Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi Normal Normal
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu kanan + +
Mengangkat bahu kiri + +
18
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris Simetris
Tremor - -
Fasikulasi - -
Atropi - -
5. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Sulit dilakukan
Romberg tes Sulit dilakukan
Ataksia Sulit dilakukan
Rebound phenomen Sulit dilakukan
Test tumit lutut Sulit dilakukan
7. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil baik
Sensibilitas nyeri baik
Sensiblitas termis baik
Sensibilitas kortikal baik
Stereognosis baik
Pengenalan 2 titik baik
Pengenalan rabaan baik
8. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea + + Biseps ++
Triseps ++
KPR ++
APR ++
Dinding perut Bulbokvernosus -
19
Atas Cremaster
Tengah Sfingter
Bawah
9. Fungsi otonom
- Miksi : neurogenik bladder (-)
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat : baik
10. Fungsi Luhur
Glasgow Coma Scale :E4 M6 V5= 15
Reaksi Bicara : baik
Reaksi Intelek : baik
Reaksi Emosi :Stabil
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Rutin : Hb : 13,7 gr/dl
Leukosit : 7.500 /mm3
Trombsit: 388.000 /mm3
Ht : 40%
20
K :4,2Mmol/l
2. Ro cervical
3. Anjuran MRI
Diagnosis Kerja :
Diagnosis Klinis : Tetraparese tipe UMN
Diagnosis Topik : Medula Spinalis Segmen C
Diagnosis Etiologi : Suspek Tumor Medula Spinalis
Terapi :
Umum
IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf
MB 1800 kkal
Khusus
Methylprednisolone 4 x 125 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Ibuprofen 3 x 400 mg (po)
21
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP PASIEN
Hari/
Perkembangan Terapi
Tanggal
Jumat/ S/ - Pasien sadar P/
17 -Lemah keempat anggota gerak - IVFD NaCl 0,9% 12
November -Nyeri dan kaku pada leher jam / kolf
2016 O/ - MB 1800 kkal
KU Kes TD Nd Nf T - Methylprednisolone 4 x
sdg cm 110/70 97 18 37.10C 125 mg (iv)
c mmH x/i x/i - Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
g - Ibuprofen 3 x 400 mg
(po)
SI: Rh -/-, Wh -/-
SN: GCS: E4M6V5 (15)
-TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-)
- Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK
+/+
- N. kranialis dalam batas normal
- Motorik RF RP
33 33 +++ +++ - -
3 3
44 44 ++++ ++++ + +
4 4
22
SI: Rh -/-, Wh -/-
SN: GCS: E4M6V5 (15)
-TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-)
- Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK
+/+
- N. kranialis dalam batas normal
- Motorik RF RP
33 33 +++ +++ - -
3 3
44 44 ++++ ++++ + +
4 4
23
sdg cm 120/7 92 18 36,70C 125 mg (iv)
c 0 x/i x/i - Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
mmH - Ibuprofen 3 x 400 mg
g (po)
24
25
BAB 3
DISKUSI
nyeri pada leher 1 tahun yang lalu, awalnya hanya saat menoleh ke kanan,
26
disimpulkan pasien mengalami tetraparese tipe UMN ec susp tumor medulla
spinalis. Untuk menunjang diagnosis dianjurkan pemeriksaan rontgen thorak dan
rontgen servikal. Pada pemeriksaan rontgen thorak dan rontgen servikal tidak
ditemukan adanya kelainan. Sehingga kemungkinan tumor pada medula spinal
adanya tumor primer. Maka dianjurkan pemeriksaan MRI cervical.
27
DAFTAR PUSTAKA
28