Anda di halaman 1dari 3

Aku dan Kuliah ke Luar Negeri

Miftach lahir dari sebuah keluarga biasa yang tinggal di desa yang dulunya hanya terdiri dari 17 rumah di
satu RT, sunyi sepi dan hanya ada satu televisi hitam putih di dusun tersebut.

Emak Miftach hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak pernah lulusan Sekolah Dasar. Sedangkan
bapak say hanya lulusan SD. Beliau bekerja sebagai pedagang keliling ke warung warung dan tukang
batu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Latar belakang yang tidak mendukung untuk sekolah tinggi
dan terkadang membuat rendah diri, tapi ternyata hal itu bisa menjadi sebuah lecutan utuk mencari celah
keluar dari zona tersebut.

Miftach bisa! Apalagi Anda yang punya latar belakang orang tua lebih dari sekedar tukang batu. Seorang
anak tukang batu yang hari ini bisa selesai kuliah S2 di University of Manchester Inggris, dan di tahun
2016 berdoa untuk bisa S3 ke luar negeri kembali.

Kalau Miftach yang hanya anak tukang batu saja bisa mencapai pendidikan setinggi ini, apalagi Anda
yang memiliki orang tua berprofesi lebih dari bapak Miftach. Anda yang Anda! HARUS melebihi apa
yang Miftach capai saat ini.

Kalau masih mengeluh dan ngomong tidak bisa, ya sudah ke laut aja There is a place in history
waiting for you! seperti moto pemain Manchester City untuk mengobarkan semangat juang mereka saat
bertanding.

Kalau Anda mau, selalu ada tempat untuk berprestasi dan menoreh sejarah yang bisa anda persembahkan
kepada kedua orang tua dan untuk diceritakan ke anak cucu kita.

Sejak SD sampai dengan lulus SMA Miftach cukup terbantu karena ada uluran tangan dari guru SD Mifta
untuk membayar SPP setiap bulannya. Akan tetapi masa nyaman itu usai setelah SMA, Mifta harus
mengambil keputusan untuk hidup mandiri dengan segala keputusan yang Mifta ambil sendiri. Orang tua
sudah angkat tangan.

Karena tidak mungkin memberi biaya kuliah. Tapi Miftach percaya bahwa what you believe, you can
achieve, there a will, there is a way dan Miftach juga percaya bahwa pengetahuan adalah kunci untuk
meningkatkan derajat dan kualitas hidup kita.

Itulah beberapa motivasi yang mendorong Miftach untuk terus semangat belajar menuntut ilmu. Untuk
bisa mulai kuliah S1, Miftach harus menunggu selama 2 tahun lamanya. Dalam kurun waktu itu Miftach
bekerja dari menjadi kuli sampai tukang ketik Miftach jalani dan hasilnya ditabung untuk membayar
biaya masuk perguruan tinggi. Walhasil tahun 2002, Miftach sudah bisa mulai kuliah sambil bekerja
sesuai strategi yang Miftach buat. Dan tahun 2002 juga merupakan titik awal Miftach membangun
impian-impian kuliah S1 dan S2 ke luar negeri.

Logikanya adalah jika ingin kuliah ke luar negeri maka Miftach harus dapat beasiswa. Untuk dapat
beasiswa S2 maka IPK S1 Miftach tidak boleh kurang dari 3. Dan Alhamdulillah Miftach bisa lulus
kuliah S1 dengan IPK 3,51, masih sambil bekerja serabutan, masih sambil sibuk memimpin organisasi
bahasa di kampus dan masih sibuk berbisnis. Pepatah mengatakan Semakin kita sibuk, maka semakin
kita pandai mengatur waktu.
Impian kuliah S2 sebetulnya sudah Miftach bangun semenjak kuliah S1. Kegiatan pokok yang dilakukan
adalah AFIRMASI yaitu mengulang-ulang cita-cita kita supaya selalu tertanam dan tergiang dalam
ingatan. Salah satu caranya adalah dengan membuat visualisasi cita-cita tersebut di tempat-tempat yang
sering kita lihat. Nah ini dia salah satu contohnya, di buku kerja Miftach, buku yang Miftach tenteng ke
mana-mana sebagai buku catatan agenda kerja dan jadwal harian.

Masih jelas dalam ingatan tulisan the gate away to get scholarship overseas yang tidak hanya menempel
di buku kerja saja, tapi juga di setiap pembatas buku,setiap halaman depan buku catatan kuliah, pintu
almari baju dan di tempat-tempat lain. Tapi itulah yang selalu menguatkan dan menasihati diri Miftach
sendiri untuk lurus fokus mengejar apa yang sedang Miftach citakan.

Baru setelah memasuki tahun 2009 doa-doa tersebut terjawab dengan terbukanya akses informasi
beasiswa. Mulai tahu itu pula Miftach pantang menyerah terus mendaftar setiap peluang beasiswa S2.
Setiap penolakan Miftach balas dengan ucapan Alhamdulillah, puji syukur kepadamu Allah sudah
menolak Miftach dalam program beasiswa ini. Kenapa harus berucap begitu? Karena sebetulnya setiap
beasiswa memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan bersyukur, semoga Allah mendekatkan kepada
beasiswa yang cocok dengan karakter kepribadian Miftach.

Akhirnya setelah satu tahun berjuang melewati 4 sesi seleksi, Miftach mendapatkan beasiswa dari Ford
Foundation pada tahun 2010 untuk kuliah dimanapun Miftach mau. Bingung kan, tidak punya pilihan
bingung, punya banyak pilihan juga bingung, dasar manusia memang begitu. Tapi waktu itu yang Miftach
fokus adalah mencari jurusan yang cocok, tidak peduli kuliah dimana. Di Australia boleh, Amerika atau
Inggris juga boleh, yang penting kampusnya masuk 50 besar dunia hehe....

Pilihan Miftach akhirnya jatuh ke Manchester University di Inggris dengan jurusan Educational
Technology & TESOL. Jurusan yang menurut Miftach memiliki prospek cerah dengan melihat fenomena
pendidikan bahasa Inggris di Indonesia

Jurusan yang secara kemampuan pribadi memenuhi syarat untuk masuk kesana. Persoalan belajar
kemudian muncul karena waktu belajar yang pendek, hanya butuh satu tahun untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan S2, sehingga belajarnya harus ekstra banyak membaca.

Membaca?

Waduh persoalan kita bersama sepertinya karena kegiatan membaca adalah kegiatan yang menjemukan
apalagi bahasanya dalam bahasa Inggris pula. Tambah susah dan menyusahkan. Akan tetapi apapun
tantangannya harus Miftach harus lewati. Miftach akan selesaikan apa yang sudah Miftach mulai, dan
Miftach berani mati untuk itu.

Ditambah lagi nilai mata kuliah hanya diambil dari satu tugas yaitu menulis esai dengan panjang antara
2500-3500 kata. Kalau nilainya jelek maka itulah pula hasilnya, tidak bisa diperbaiki dari kehadiran,
keaktifan, ataupun tugas seperti sistem penilaian di kampus Indonesia.

Artinya selain harus memiliki kebiasaan membaca kita juga harus terlatih dalam menulis dalam bahasa
Inggris. Itu dua kunci yang menurut Miftach harus kita latih lebih dini jika kita ii,ngin kuliah di luar
negeri karena dua kemampuan tersebut jarang diperhatikan. Namun kepenatan kuliah cukup terobati
dengan adanya kumpul-kumpul dengan kawan-kawan baik.
Pelajar dari negara-negara lain ataupun pelajar Indonesia. Kebetulan Miftach tinggal di akomodasi
internasional sehingga memiliki kawan-kawan dari berbagai macam negara seperti Uk, US, Polandia,
Prancis, Belanda, Portugal, Jerman, China, Singapuradan masih banyak lagi. Jadi sehari-harinya, sambil
makan malam sambil belajar bahasa Inggris dan kebudayaan mereka.

Selain itu juga ada acara-acara lain seperti gathering, Halloween, tahun baru, movie night ataupun hanya
sekedar makan malam bersama setiap jam 9. Asik ketemu orang-orang yang bermacam dari berbagai
Negara. Membuka wawasan kita dan menambah pengetahuan.

Selain ketemu mereka, Miftach juga sering main futsal di akhir minggu dengan kawan-kawan Indonesia
dan Thailand. Miftach juga aktif di organisasi Persatuan Pelajar Indonesia(PPI) dan kebetulan terpilih
menjadi ketua umum untuk periode 2011 2012.

Jadi rasa penat belajar, kangen keluarga, kangen Indonesia cukup terobati lewat pertemuan dengan
kawan-kawan dari Indoneisa. Kita sibuk rapat, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan,
mengevaluasi, makan bareng, bercanda bareng, ribut juga bareng haha

Tetapi itulah yang membuat warna hidup jadi lebih banyak. Hidup tidak melulu kuliah, jidat berkerut,
wajah serius, tapi sekali waktu refreshing sekaligus menambah ilmu berorganisasi,kepemimpinan dan
menambah jaringan. Kawan-kawanku masih banyak sebetulnya yang bisa diceritakan. Namun lembaran
kertas sepertinya tidak bisa secara menyeluruh menceritakan perjuangan panjang mendapatkan beasiswa
belajar. Sebagai penutup Miftach akan sedikit berbagi rasa yang pernah Miftach alami. Miftach tahu
rasanya rendah diri karena lahir di desa, lahir dari keluarga kurang mampu, lahir dengan keterbatasan
informasi.

Rasa rendah diri yang kadang membuat kita kalah sebelum berperang karena terlalu banyak kekhawatiran
berkecamuk dalam hati apa iya Miftach bisa sekolah tinggi, apa iya Miftach bisa memperoleh nilai
bagus, apa iya Miftach bisa lulus, apa iya Miftach punya biaya.

Apalagi saat memutuskan ingin belajar ke luar negeri tentunya lebih banyak lagi bayangan yang
mengerikan karena jauh dari orang tua, teman, dan sanak Saudara. Tapi saat kita yakin dengan cita-cita
kita, berjuang terus menerus tanpa mengenal lelah, dan berdoa maka impian untuk review kuliah di luar
negeri hanya masalah waktu

Apakah kita mau tetap teguh dengan cita-cita kita dan terus berbenah diri untuk mendapatkan itu. Sekali
lagi hanya masalah waktu kawan!

Salam Hangat,

Miftachudin, S.Pd.I., M.A

Nama : Gabril Hozanna


Kelas : XII IPA 1

Anda mungkin juga menyukai