Jurnal Pengungkapan Diri Pada Penderita Kanker Serviks1 PDF
Jurnal Pengungkapan Diri Pada Penderita Kanker Serviks1 PDF
Oleh:
Airen Hajarrahma
Yoyon Supriyono
Ika Herani
airen_ha@yahoo.com
ABSTRACT
Data dari Departemen Kesehatan RI (2007) menunjukkan bahwa pasien kanker leher
rahim di seluruh dunia diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kasus baru, 270.000 diantaranya
meninggal setiap tahunnya dan 80% terjadi di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Diperkirakan terdapat 40.000 kasus baru kanker leher rahim setiap tahunnya di
Indonesia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks 76,2% di
antara kanker ginekologi (Rasjidi, 2008). Kanker Serviks merupakan kanker kedua
terbanyak ditemukan pada wanita di dunia. Kurang lebih 500.000 kasus baru kanker serviks
terjadi tiap tahun dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang. Keganasan kanker
pada leher rahim ini berkembang dari bentuk pra-kanker menjadi kanker invasif,
merupakan proses perlahan-lahan dan memakan waktu bertahun-tahun (Kartikawati, 2013).
Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik
yang sekaligus psikologis, yang mana kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan
saling mempengaruhi, sehingga apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan
mempengaruhi pula kondisi psikologisnya, dengan kata lain setiap penyakit fisik yang
dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja, tetapi juga dapat
membawa masalah-masalah bagi kondisi psikologisnya (Aziz, 2012).
Hal ini dapat kita lihat pada pasien penderita kanker dimana ketika dokter
mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit berbahaya seperti kanker,secara umum
ada tiga bentuk respon emosional yang bisa muncul, yaitu penolakan, kecemasan dan
depresi (Lubis dan Hasnida, 2009). Keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk
dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat
menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi penyesuaian
fisik seperti adanya perubahan fungsi tubuh yang pada awalnya bekerja secara normal
menjadi tidak normal, tapi juga menyesuaikan psikologi individu. Perubahan-perubahan
sistem dan fungsi tubuh yang terjadi pada penderita kanker serviks dapat menimbulkan
gangguan konsep diri pada penderita, dimana penderita mengalami kebergantungan kepada
orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu komunikasi.
Pada dasarnya setiap manusia juga ingin didengarkan dalam segala hal. Pada suatu
interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain akan menerima atau
menolak, bagaimana mereka ingin orang lain mengetahui tentang mereka akan ditentukan
oleh bagaimana individu dalam mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri bertujuan agar
pasien penderita kanker serviks mampu membagi perasaan yang dirasakan kepada orang
lain yang berada di sekitarnya, karena dengan pengungkapan diri merupakan hal penting
dalam membangun hubungan ke tingkat yang lebih intim. Kesediaan untuk membuka diri
(self disclosure) tidak hanya digunakan untuk memulai suatu hubungan baru dengan orang
lain, namun dengan adanya pengungkapan diri, maka diharapkan adanya keinginan untuk
berbagi perasaan yang dirasakan, terutama pada penderita kanker serviks.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor pengungkapan
diri pada penderita kanker serviks.
TUJUAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami apa saja faktor-faktor
pengungkapan diri pada penderita kanker serviks.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengungkapan Diri
1. Definisi Pengungkapan Diri
Pengungkapan diri (self-disclosure) adalah tipe khusus dari percakapan di mana kita
berbagi informasi dan perasaan pribadi dengan orang lain (Taylor, 2009). Menurut
Johnson, pengungkapan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan individu
terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu
yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan individu itu di masa kini
tersebut (Supratiknya, 1995).
Menurut Jourard (Asandi dan Rosyidi, 2010) self disclosure atau keterbukaan diri
merupakan pengungkapan informasi diri kepada orang lain. Keterbukaan diri juga
sebagai strategi penting dalam pengembangan hubungan karena kita terbuka akan
sesuatu hal, maka orang lain juga dimungkinkan untuk terbuka. Sedangkan menurut
Pearson (Sari, 2006) self-disclosure adalah tindakan seseorang dalam memberikan
informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk
maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya.
Menurut De Vito (Masturah, 2013) pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai
topik seperti informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, dan ide yang
sesuai dan terdapat didalam diri seseorang yang bersangkutan. Kedalaman dari
pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk
berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan kita menyenangkan dan membuat kita
merasa aman dan dapat membangkitkan semangat, maka kemungkinan bagi kita untuk
lebih membuka diri sangatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu kita dapat
saja menutup diri karena merasa kurang percaya.
Morton (Sears, Freedman, dan Peplau, 1998) mengatakan pengungkapan diri
merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.
Pengungkapan diri dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Pengungkapan diri
deskriptif yaitu seseorang melukiskan berbagai fakta mengenai dirinya yang mungkin
belum diketahui oleh pendengar, seperti pekerjaan, tempat tinggal, dan sebagainya.
Pengungkapan diri evaluatif yaitu seseorang mengemukakan pendapat atau perasaan
pribadinya, seperti perasaannya menyukai orang-orang tertentu, merasa cemas karena
terlalu gemuk, tidak suka bangun pagi, dan sebagainya.
Setiap manusia pasti memerlukan kehadiran orang lain, terutama dalam hal
berkomunikasi, karena dengan berkomunikasi, seseorang akan mendapatkan informasi
dari lawan berbicaranya. Dengan adanya komunikasi yang sering atau intens dan
informasi yang banyak didapat, maka dengan mudah seseorang akan membuka dirinya
kepada orang lain, atau dapat disebut dengan pengungkapan diri. Berdasarkan beberapa
pengertian yang ada, pengungkapan diri adalah bagaimana individu memberikan
informasi dirinya kepada individu lainnya yang sudah dipercaya dengan tujuan agar
mendapat dukungan yang positif dari individu lainnya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri
Menurut DeVito (1997) beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri
adalah sebagai berikut:
a. Besar kelompok.
Pengungkapan diri banyak terjadi pada kelompok kecil. Kelompok antara dua orang
merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Hal ini juga
dikarenakan satu pendengar memungkinkan untuk mendengarkan dan mencermati
pengungkapan diri tersebut.
b. Perasaan menyukai.
Kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau kita cintai, dan kita
tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita sukai. Hal ini dikarenakan
orang yang kita sukai akan bersikap mendukung dan positif. Kita juga membuka
diri lebih banyak kepada orang yang kita percayai.
c. Efek diadik.
Seseorang akan melakukan pengungkapan diri apabila lawan bicaranya juga
melakukan pengungkapan diri. Biasanya kita melakukan pengungkapan diri sebagai
efek diadik setelah orang lain yang bersama kita tersebut juga melakukan
pengungkapan diri kepada kita.
d. Kompetensi.
Mereka yang kompeten lebih memiliki kepercayaan diri dan karenanya lebih
memanfaatkan pengungkapan diri. Orang yang kompeten kemungkinan memiliki
lebih banyak hal positif tentang dirinya sendiri untuk diungkap ketimbang orang-
orang yang tidak berkompeten.
e. Kepribadian.
Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan
pengungkapan diri lebih banyak daripada orang yang kurang pandai bergaul dan
lebih introvert. Perasaan gelisah mempengaruhi peningkatan dan mengurangi
hingga batas minimum untuk melakukan pengungkapan diri.
f. Jenis kelamin.
Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin.
Umumnya wanita lebih terbuka dibandingkan pria. Wanita maskulin biasanya
kurang membuka diri daripada wanita yang nilai maskulinnya lebih rendah dan pria
feminim membuka diri lebih besar dibandingkan pria yang nilai femininnya lebih
rendah.
g. Topik.
Seseorang cenderung membuka diri tentang topik tertentu. Seseorang mungkin akan
lebih mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan dan hobi dibandingkan
tentang kehidupan seks atau kehidupan keuangan.
3. Dimensi Pengungkapan Diri
Menurut Derlega, Metts, Petriono, dan Margulis (1993), dimensi pengungkapan diri
terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Descriptive Self Disclosure
Pengungkapan diri yang berisi informasi dan fakta-fakta tentang diri sendiri yang
bersifat kurang pribadi, seperti riwayat keluarga, kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain.
b. Evaluative Self Disclosure
Pengungkapan diri yang berisi ekspresi mengenai perasaan-perasaan, pikiran-
pikiran, dan penilaian-penilaian pribadi seperti perasan cinta atau benci, peristiwa-
peristiwa yang memalukan.
4. Karakteristik Pengungkapan Diri
De Vito (Gainau, 2009) mengemukakan bahwa self disclosure memiliki beberapa
karakteristik umum, antara lain:
a. Pengungkapan diri atau keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang
informasi diri yang pada umumnya tersimpan yang dikomunikasikan kepada orang
lain.
b. Pengungkapan diri atau keterbukaan diri adalah informasi diri yang seseorang
berikan merupakan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain
dengan demikian harus dikomunikasikan.
c. Pengungkapan diri atau keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri, yakni
tentang pikiran, perasaan dan sikap.
d. Pengungkapan diri atau keterbukaan diri dapat bersifat informasi secara khusus.
Informasi secara khusus adalah rahasia yang diungkapkan kepada orang lain secara
pribadi yang tidak semua orang ketahui.
e. Pengungkapan diri atau keterbukaan diri melibatkan sekurang-kurangnya seorang
individu lain, oleh karena itu keterbukaan diri merupakan informasi yang harus
diterima dan dimengerti oleh individu lain.
B. Kanker Serviks
1. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks, sering juga disebut dengan kanker mulut rahim atau kanker leher
rahim, adalah kanker yang berasal dari mulut rahim, dan merupakan kanker terbanyak
kedua di dunia setelah kanker payudara. Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah
tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan
vagina (Ginting, 2003).
Kanker serviks cenderung terjadi pada usia pertengahan atau usia dewasa awal. Di
Indonesia, serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita usia
produktif. Pada usia 30-50 tahun perempuan yang sudah kontak seksual akan beresiko
tinggi terkena kanker serviks. Usia tersebut merupakan puncak usia produktif
perempuan sehingga akan menyebabkan gangguan kualitas hidup secara fisik, kejiwaan
dan kesehatan seksual (Fitriana dan Ambarini, 2012). Angka kematian karena kanker
serviks atau kanker leher rahim masih tinggi. Di dunia setiap dua menit seseorang
meninggal karena kanker serviks.
2. Gejala
Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan
panggul dan Pap smear.
Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi
keganasan dan menyebar ke jaringan di sekitarnya. Gejala klinis jika sudah menjadi
kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa tahapan atau stadium kanker serviks,
yaitu sebagai berikut (Priyanto, 2011):
a. Gejala awal
1) Perdarahan lewat vagina, berupa pendarahan pascasanggama atau perdarahan
spontan di luar masa haid.
2) Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah diobati.
Keputihan biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah mengalami infeksi
sekunder.
b. Gejala lanjut: cairan yang keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri
(panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan
rectum/anus.
c. Kanker telah menyebar/metasis: timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena,
misalnya penyebaran di paru-paru, liver, atau tulang.
d. Kambuh/residif: bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke
tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing.
Sedangkan menurut Arisusilo (2012), terdapat beberapa gejala untuk mengetahui
kanker serviks, yaitu:
a. Tahap awal: Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mudah
diamati.
b. Gejala kanker serviks tingkat lanjut:
1) Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact
bleeding).
2) Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
3) Perdarahan di luar siklus menstruasi.
4) Penurunan berat badan drastis.
5) Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita
keluhan nyeri punggung.
6) Hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
c. Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan) pada
penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil
mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasinya.
d. Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal yang akhirnya
dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan waktu
antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga positif menjadi
kanker serviks.
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan model pendekatan
fenomenologi. Fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang lebih memfokuskan diri
pada konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan
memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan suatu fenomena
tertentu (Herdiansyah, 2010). Adapun subjek yang terlibat dalam penelitian sebanyak dua
penderita kanker serviks. Data dalam peneitian ini menggunakan dua jenis data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari subjek penderita kanker serviks dengan keriteria
berjenis kelamin wanita, sudah menikah, dan penderita kanker serviks melalui teknik
wawancara semi terstruktur, dan observasi. Data sekunder diperoleh dari suami subjek dan
orang lain yang mengenal subjek. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik reduksi data. Tahapan dalam anlisis data penelitian ini adalah reduksi
data, display data, dan verifikasi (Emzir, 2012)
HASIL
a. Faktor Perasaan Menyukai
Perasaan menyukai yang dimiliki oleh SA adalah adanya hubungan yang dekat dengan
keluarga SA seperti dengan suami SA dan juga dengan anak-anak SA, terutama dengan
anak bungsu SA, anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Alasan SA memiliki
hubungan yang cukup dekat dengan anak bungsunya adalah karena merupakan anak yang
paling kecil dalam keluarga. Selain itu SA juga memiliki hubungan yang dekat dengan T
yang merupakan teman dekat SA. SA dan T sering sekali bertemu karena T sering
menemani SA di warung. Alasan SA memiliki hubungan yang dekat dengan T adalah
karena T merupakan pribadi yang baik sehingga SA sering sekali bertukar informasi
dengan T.
Perasaan menyukai yang dimiliki oleh ES adalah adanya rasa percaya kepada teman
dekatnya yang juga rekan dari tempat kerjanya karena ES sering bertemu dengan teman
dekatnya. Selain sebagai rekan kerja, teman dekat ES juga bertempat tinggal di desa yang
sama dengan ES. ES sering menceritakan permasalahannya kepada teman dekatnya, baik
masalah kesehatan dan juga masalah rumah tangga ES. ES ingin memberitahukan dan
menginformasikan bahwa agar menjaga kesehatan, karena apabila perempuan memiliki
penyakit, terutama penyakit kelamin, hal itu dapat memicu permasalahan yang lain, seperti
contohnya adalah permasalahan rumah tangga.
b. Faktor Kompetensi
SA memiliki kepercayaan diri dalam hal kesembuhannya dari penyakit kanker serviks
yang diderita oleh SA dan selalu berusaha untuk menjaga kesehatannya. Bentuk-bentuk
kepercayaan diri SA adalah selain adanya dukungan dari keluarga, SA juga selalu
mengonsumsi ramuan herbal yang disarankan dari teman dekat SA. Selain itu SA juga
semakin meningkatkan ibadahnya dengan cara semakin sering sholat malam dan selalu
bersyukur kepada Tuhan. SA juga memiliki tingkat kepercayaan diri untuk melakukan
pengungkapan diri kepada keluarga, terutama kepada suami dan juga anak perempuan. SA
juga memiliki kepercayaan diri untuk membagi pengalaman hidupnya dengan teman
dekatnya. SA tidak merasa malu untuk menceritakan penyakitnya kepada orang lain dan
mau berbagi pengalamannya kepada orang lain.
ES memiliki tingkat kompetensi yang cukup tinggi, bentuk kompetensi yang dimiliki
oleh ES adalah memiliki rasa kepercayaan diri yang cukup tinggi dan juga memiliki
semangat untuk berjuang untuk hidup dan sembuh. ES juga semakin mendekatkan diri
kepada Tuhan dengan cara semakin khusyuk dalam berdoa untuk membentuk dan
memperkuat kepercayaan dirinya untuk sembuh dan untuk menghadapi segala
permasalahan yang ada dalam hidupnya.
SA dan SE lebih memilih untuk melakukan pengungkapan diri kepada yang berjenis
kelamin sama, karena subjek beranggapan bahwa dengan melakukan pengungkapan diri
pada jenis kelamin yang sama maka akan memudahkan dalam menyampaikan
maksudnya.SA melakukan pengungkapan diri kepada lawan jenis karena merupakan
keluarga SA, yaitu suami SA sendiri. Kemudian alasan SA melakukan pengungkapan diri
dengan anak perempuan SA adalah karena naluri sebagai seorang ibu untuk menjaga anak
perempuannya dan mengharapkan anak perempuannya bisa lebih baik dari SA.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Arisusilo, C. 2012. Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita
Terbanyak di Negara Berkembang. Jurnal Sainstis. Volume 1, Nomor 1, April
September 2012 ISSN: 2089-0699.
Asandi, Q, A., Rosyidi, H. 2010. Self-Disclosure pada Remaja Pengguna Facebook. Jurnal
Penelitian Psikologi. Volume 01, Nomor 01, 87-89. Program Studi Psikologi Fakultas
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Derlega, V., Metts. S., Petronio, S. & Margulis, S.T. 1993. Self disclosure. California: Sage
Publication, Inc.
Emzir. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analsis Data. Jakarta : Rajawali Pers.
Fitriana, N. A., Ambarini, T. K. 2012. Kualitas Hidup pada Penderita Kanker Serviks yang
Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan Mental. Volume 01,
Nomer 02. Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga.
Kartikawati, E. 2013. Awas!! Bahaya Kanker Payudara & Kanker Serviks. Bandung: Buku
Baru.
Lubis, N. L., Hasnida. 2009. Dukungan Sosial pada Pasien Kanker. Perlukah? USUpress.
Masturah, A. N. 2013. Pengungkapan Diri antara Remaja Jawa dan Madura. Jurnal
Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang. Vol. 01 No. 01, tahun 2013. ISSN:
2301-8259
Sari, R. P., Rejeki T., Mujab, A. 2006. Pengungkapan Diri Mahasiswa Tahun Pertama
Universitas Diponegoro Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Harga Diri. Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro. Vol. 3 No.2. Desember 2006.
Sears, D. O., Freedman, J.L., Peplau, L.A. 1998. Psikologi sosial jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Priyanto, H. S. 2011. Yes, I Know Everything about Kanker Serviks! Solo: Metagraf.
Taylor, S. E. 2009. Psikologi sosial edisi kedua belas.Jakarta: Kencana Perdana Media
Group.