OLEH:
Kelompok II
IGA Arista Wedanthi P07134014022
Agnes Anggita Permata Sari P07134014024
Ni Kadek Sri Jayanti P07134014026
Made Wulan Kesumasari P07134014028
Kadek Prandingga Sugama Putra P07134014030
I. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN)
b. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN).
2. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan Blood Urea Nitrogen
(BUN).
II. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah kinetic enzimatik Talke and
Schubert, Tiffany et al.
III. PRINSIP
Urea + 2 H2O urease-> 2 NH4+ + CO32+
NH4+ + 2 2- oxoglutarate + NADH GLDH-> L-Glutamate + NAD+ + H2O.
Tentang nilai absorbansi berubah pada panjang gelombang 340 nm, panjang
gelombang ini sesuai untuk konsentrasi urea dalam serum.
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena
zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah
sumber asam - asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
Protein diabsorpsi di usus halus dalam bentuk asam amino, kemudian masuk
ke aliran darah. Dalam darah asam amino disebar keseluruh sel untuk disimpan.
Didalam sel asam amino disimpan dalam bentuk protein (dengan menggunakan
enzim). Jika jumlah protein terus meningkat, maka protein sel akan dipecah jadi asam
amino untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Pemecahan protein
jadi asam amino terjadi di hati dengan proses deaminasi atau transaminase. (Laila.
2014)
Deaminasi: proses pembuangan gugus amino dari asam amino
asam amino + NAD+ asam keto + NH3
Transaminasi: proses perubahan asam amino menjadi asam keto
alanin + alfa-ketoglutarat piruvat + glutamat
Gugus amino dilepas dari asam amino bila asam amino ini didaur ulang
menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh.
aminotransferase yang ada di berbagai jaringan mengkatalisis pertukaran gugusan
amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintetsis. Proses
deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan
amino yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia (NH 3) yang dihasilkan pada
proses deaminasi merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh ginjal,
maka harus diubah dahulu menjadi urea di hati agar dapat dibuang oleh ginjal. Jika
hati mengalami kelainan, maka proses perubahan NH3 menjadi urea terganggu,
sehingga menyebabkan penumpukan NH3 dalam darah. Hal ini disebut dengan
uremia.
Hampir seluruh urea dibentuk di dalam hati, dari katabolisme asam-asam
amino dan merupakan produk ekskresi metabolisme protein yang utama. Konsetrasi
urea dalam plasma darah terutama menggambarkan keseimbangan antara
pembentukkan urea dan katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah
urea dimetabolisme lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses.
(Laila. 2014)
Kadar ureum dalam serum/ plasma mencerminkan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen, hasil
penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN).
Dalam serum normal konsentrasi ureum adalah 13-45 mg/dl. Nitrogen menyusun
28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN
dengan menggunakan factor perkalian 2,14. (Setyaningsih.2013)
Pada penderita gagal ginjal, kadar ureum memberikan gambaran tanda paling
baik untuk timbulnya ureum toksik dan merupakan gejala yang dapat dideteksi
dibandingkan kreatinin. Pada pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit
lebih tinggi dari wanita karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar.
Nilai BUN mungkin agak meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan
pangan yang mengandung banyak protein, tetapi pangan yang baru saja disantap tidak
berpengaruh kepada nilai ureum pada saat manapun. Jarang sekali ada kondisi yang
menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling
sering menjadi sebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena
sintesis melemah. (Kaliahpan.2011)
Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila seseorang
menderita penyakit ginjal kronik maka LFG menurun, kadar BUN dan kreatinin
meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen dalam darah). Kadar
kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan BUN. Hal ini
terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme
protein tubuh. (Kaliahpan.2011)
Berikut merupakan kelainan-kelainan yang terjadi berdasarkan kadar urea plasma :
1. Urea Plasma yang tinggi (Azotemia)
Urea plasma yang tinggi merupakan salah satu gambaran abnormal yang utama
dan penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut :
Peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan keseimbangan
nitrogen yang negative. Misalnya terjadi demam, penyakit yang menyebabkan
atrofi, tirotoksikosis, koma diasbetika atau setelah trauma ataupun operasi
besar. Karena sering kasus peningkatan katabolisme protein kecil, dan tidak
ada kerusakan ginjal primer atau sekunder, maka ekskresi ke urin akan
membuang kelebihan urea dan tidak ada keanikan bermakna dalam urea
plasma.
Pemecahan protein darah yang berlebihan Pada leukemia, pelepasan protein
leukosit menyokong urea plasma yang tinggi.
Pengurangan ekskresi urea Merupakan penyebab utama dan terpenting bias
prerenal, renal atau postrenal. Penurunan tekanan darah perifer adatau
bendungan vena atau volume plasma yang rendah dan hemokonsentrasi,
mengurangi aliran plasma ginjal. Filtrasi glomelurus untuk urea turun dan
terdapat peningkatan urea plasma, pada kasus yang ringan, bila tidak ada
kerusakan struktur ginjal yang permanen, maka urea plasma akan kemabli
normal bila keadaan prerenal dipulihkan ke yang normal.
Penyakit ginjal yang disertai dengan penurunan laju filtrasi glomelururs yang
menyebabkan urea plasma menjadi tinggi.
Obstruksi saluran keluar urin menyebabkan urea plasma menjadi tinggi
Pemeriksaan ureum dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
1. Colorimetri
Prinsip pemerksaan ureum dengan metode colorimetric adalah urea dihidrolisi
oleh urease menjadi ammonia dan karbon dioksida. Kemudian ammonia bereaksi
dengan alkalin hipoklorit dan sodium salisilat dengan adanya sodium nitropusid
membentuk warna kompleks berwarna hijau, intensitas warna yang terbentuk
sebanding degan kadar ureum dalam sampel, dan dibaca pada photometer DTN
401 dengan 550 nm.
Keunggulan metode colorimetric :
- Biaya relative murah
- Dapat deprogram pada photometer klasik misalnya photometer 4010
- Menggunakan reaksi warna
- Hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
Kelemahan metode colorimetric :
- Memerlukan dua kali inkubasi yang masing-masing memerlukan waktu 10 menit
- Reagen tidak siap pakai, sehingga perlu dilakukan pencampuran tablet reagen 3
kedalam reagen1 dan perlu untuk melarutkan dengan sempurna
- Metode ini hanya mampu membaca kadar ureum dibawah 200 mg/dl
2. UV Auto Fast-rate
Prinsip pemeriksaan ureum metode UV Auto Fast-rare adalah urea ditambah air
dengan adanya urease membentuk 2 amonium dan 2HCO3, kemudian ammonium
bereaksi dengan 2 Oxoglutarate dan NADH dengan adanya GLDH menjadi L-
Glutamate dan NAD+ serta air, perjalanan reaksi konstan selama 60 detik,
peningkatan absorban dari GLDH sebanding dengan kadar urea dalam sampel,
dan dibaca pada photometer DTN 410 dengan 340 nm.
Keunggulan metode UV Auto Fast-rate :
- Tidak memerlukan waktu yang lama untuk inkubasi, hanya 60 detik
- Dapat deprogram pada alat automatic analyzer maupun photometer
- Hasil cepat dan akurat
- Pengerjaannya mudah dan praktis
- Mampu membaca kadar ureum sampai dengan 300 mg/dl
- Hasil akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
Kelemahan metode UV Auto Fast-rate :
- Biaya lebih tinggi disbanding dengan colorimetric.
- Pembacaan pada photometer memerlukan waktu 2 mnit, sehingga apabila
pemeriksaan dalam jumlah memelukan waktu yang lama.
IX. PEMBAHASAN
Pemeriksaan urea plasma, sangat dipengaruhi oleh makanan dan kondisi
fisiologi lainnya yang tidak ada hubungannya dengan fungsi ginjal. Sehingga
pemeriksaan ureum plasma memiliki peranan yang kurang baik untuk
menggambarkan fungsi ginjal dibadingkan dengan parameter kreatinin. Namun kadar
meningkat pada gangguan fungsi ginjal dan penigkatannya mendahului peningkatan
kadar kreatinin. Pemeriksaan ureum selalu bersama dengan pemeriksaan kreatinin
untuk menentukan dan membedakan penyebab dari gangguan fungsi ginjal tersebut
(pre-renal/renal/post-renal)
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan test urea
secara kinetik enzimatik Talke and Schubert, Tiffany et al. Konsentrasi ureum
umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah
(blood urea nitrogen, BUN). Tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui
konsentrasi urea dalam sampel serum. Urea dalam serum dapat dijadikan salah satu
parameter kerusakan ginjal karena ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein
di dalam hati, dimana amonia bereaksi dengan karbondioksida (CO2) hasil respirasi
sel dalam tubuh akan menghasilkan ureum yang mencapai ginjal dan diekskresikan
rata-rata 25 gram sehari. Apabila eksresi ureum abnormal, maka fungsi ginjal dapat
diidentifikasi.
Reagen I yang digunakan mengandung TRIS ph 8 100 mmol/L, 2-oxoglutarate
5,49 mmol/L, urease 10 kU/L, GLDH (Glutamate Dehidrogenase) 2,5 kU/L. TRIS
ph 8 100 mmol/L berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi
pemeriksaan ini. Selain mempertahankan pH, tris buffer berfungsi untuk
mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Urease berfungsi
sebagai enzim yang mengkatalis pembentukan ammonia dari urea. Oxoglutarate akan
beraksi dengan ammonia dan NADH membentuk L-glutamate dengan dikatalis oleh
enzim GLDH.
Sedangkan Reagen II berisi NADH 1,66 mmol/l. NADH akan mengalami
oksidasi menjadi NAD+. Banyaknya NADH yang dioksidasi menjadi NAD+ sebanding
dengan banyaknya ureum yang dianalisis secara fotometri. Pada praktikum kali ini
disiapkan mono reagen yang dibuat dengan mencampur 12,5 ml Reagen II kedalam
50 ml reagen I.
Inkubasi pada sampel dilakukan pada alat, pada suhu 37C. Kemudian, hasil
absorbansi dan konsentrasi dibaca setelah 100 detik atau 1 menit 40 detik
pencampuran sampel dengan reagen pada alat. Alasan digunakan suhu 37C adalah
karena suhu ini merupakan suhu yang optimal untuk reaksi antara reagensia dengan
larutan sampel.
Siapkan 2 buah tabung serologis yang masing-masing dilabeli, kemudian
dimasukkan sebanyak 500 l campuran reagen ke dalam dua buah tabung serologis
(A) dan (B) lalu ditambahkan 5l standar ureum pada kuvet (A) dan 5 l sampel pada
kuvet (B) dengan menggunakan mikropipet dan dikocok perlahan agar homogen.
Alasan penggunaan mikropipet karena memilki keakuratan yang baik untuk
penambahan cairan dalam skala mikroliter (l). Tip yang digunakan harus
diperhatikan kebersihannya untuk meminimalisir kontaminasi yang mempengaruhi
absorbansi sampel. Penghomogenan dilakukan agar campuran tercampur secara
merata.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi campuran standar dan sampel
menggunakan instrument spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.
Spektrofotometer dengan memanfaatkan radiasi elektromagnetik, suatu molekul yang
dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai akan menyerap
energy dan energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, sehingga
terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang
diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul
yang menyerap radiasi, dan jumlah cahaya yang diabsorpsi berbanding lurus dengan
konsentrasinya sesuai hukum lambert-beer.
Sebelum melakukan pemeriksaan kadar ureum dalam darah, alat
spektrofotometer harus di running terlebih dahulu. Perlakuan ini menggunakan
blanko. Dimana, blanko ini berfungsi supaya alat spektrofotometer UV/Vis mengenal
matriks selain sampel sebagai pengotor. Blangko selalu dibutuhkan dalam
pemeriksaan menggunakan metode instrumentasi, karena metode instrumentasi
merupakan metode komparatif, yaitu dalam pengukurannya membutuhkan
pembanding.
Diperoleh hasil kadar ureum rata-rata dalam sampel sebesar 152,6 1 mg/dl.
Kadar ini meningkat dari batas normal karena berdasarkan literatur rentang kadar
ureum darah normal antara 13-45 mg/dl.
Adanya kadar ureum dalam darah yang tinggi mengindikasikan bahwa pasien
mengalami disfungsi ginjal karena ginjal tidak dapat lagi membuang urea keluar dari
tubuh, sehingga urea terakumulasi dalam darah. Peningkatan kadar ureum dikenal
dengan Uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada
semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Tanda dan
gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung
paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi
dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal (Suwitra, 2006). Penyebab uremia dibagi
menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal.
Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme
protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan
penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak
atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik
berat, luka bakar, dan demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks
ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes
mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-
vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah
ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter
bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher
kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang
tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Lembar Pengesahan
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
(D. G. Diah Dharma Shanti, S. Si., Apt., M. Kes) (Drs. A. A. N. Santa AP)
(Luh Putu Rinawati, A. Md. AK) (Kadek Aryadi Hartawiguna, A. Md. AK)