Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2010)
B. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel
pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang
lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

C. KLASIFIKASI
4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30
tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi)
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. KOMPLIKASI AKUT
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah
1.1 HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah
satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada
kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai
sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian
glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga
yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi
bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan
darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan
biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu
3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10
W bergantung pada tingkat hipoglikemia
Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin
dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang
berkelanjutan.
Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi
factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.
1.2 SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai
2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm
perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya
terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium
berkisar antara 100 150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam.
Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose
Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter
NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 8 liter per 12 jam. Untuk
mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive
dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan
hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati hati yang
diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak
hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
1.3 KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis
dan tidak diobati.

Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih
(yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi)
o Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah.
o Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa
yang berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya
mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum
yang rendah ( 0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2
yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran
keton dalam darah dan urin.

Penatalaksanaan
Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung
pada tingkat dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah
sampai 150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi
kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang
jam berikutnya dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:


2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative
Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %


2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
Obesitas sedang BBR 130% - 140%
Obesitas berat BBR 140% - 200%
Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita
DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya:
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4) Obat
4.1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1. Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini
biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
4.2) Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2. Cara pemberian insulin
Suntikan insulin subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1
4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor.
5) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identic

KONSEP ASKEP DIABETES MELITUS


1. PENGKAJIAN
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
1. Primary Survey
1) Airway
- Kepatenan jalan napas(jalan nafas paten atau tdak),
- Adanya obstruksi jalan napas.
- Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik)
- Mendengar jalan nafas (snoring, gugling,srtidor)
2) Breathing
- Pola napas teratur atau tidak
- Frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan (cepat, dangkal
atau normal)
- Gerakan dada simetris / asimetris
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Sesak atau tidak
- Adakah pernapasan cuping hidung.
3) Circulation
- Frekuensi nadi cepat atau lambat
- Tekanan darah meningkat ,menurun atau normal
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena
- Adanya cianosis
- CRT < 2 detik
4) Disability
- Tingkat kesadaran composmentis,samnolen, stupor, koma
- GCS eye , verbal , motorik
- Respon pasien dengan suara , nyeri , atau tidak ada respon
- Pupil : isokor , unisokor , pin point
- Reflek cahaya ada atau tidak
5) Exposure
- Pemeriksaan head toe toe
2. Secondary Survey
1) Sympthom
Pada pasien DM biasanya kelemahan pada tubuh , bisa terjadi penurunan atau
peningkatan kadar gula darah dan pada kondisi yang lebih lanjut sampai terjadi
penurunan kesadaran pada pasien coma diabeticum.
2) Alergi
Ada tidaknya riwayat alergi baik dari makanan maupun obat2an terutama anti
biotik
3) Medication
Riwayat pengobatan sebelumnya apakah klien pernah mengkonsumsi obat anti
diabet sebelum terjadi serangan sakit.
4) Past ilnes
Riwayat penyakit sebelumnya biasanya pada pasien DM apakah punya menderita
riwayat penyakit DM
5) Last meat
Pada pasien DM terutama dg ulcus diabeticum pasien dikaji makan minum
terakhir, hal itu dilakukan jika ada indikasi operasi
6) Event
Kronologis kejadian hingga pasien dibawa kerumah sakit, penyebab pasien sakit
biasanya mereka saat sedang melakukan aktifitas hingga ditemukan dalam
kondisi tidak sadarkan diri
2. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Adanya luka dan adakah benjolan abnormal,nyeri tekan
2) Dada
Penggunaa otot bantu pernafasan ,adanya nyeri tekan,suara vesikuler,sonor
3) Abdomen
Adanya benjolan,nyeri tekan,,suara bising usus
4) Ekstermitas
Simetris atau tidak ,adanya luka atau ulcus,bau,kondisi luka, nyeri tekan

3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
5. PK: Hipo / Hiperglikemi

3. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
asuhan keperawatan, 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
agen injuri
tingkat kenyamanan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro
fisik klien meningkat, dan presipitasi.
dibuktikan dengan level 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
nyeri: 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
klien dapat melaporkan pengalaman nyeri klien sebelumnya.
nyeri pada petugas, 4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri
frekuensi nyeri, ekspresi seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
wajah, dan menyatakan 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
kenyamanan fisik dan 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
psikologis, TD 120/80 farmakologis)..
mmHg, N: 60-100 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
x/mnt, RR: 16-20x/mnt untuk mengetasi nyeri..
Control nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
dibuktikan dengan klien 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
melaporkan gejala nyeri 10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
dan control nyeri. pemberian analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.

2. Ketidakseimba Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


asuhan keperawatan, 1. kaji pola makan klien
ngan nutrisi
klien menunjukan status 2. Kaji adanya alergi makanan.
kurang dari nutrisi adekuat 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
dibuktikan dengan BB 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih
kebutuhan
stabil tidak terjadi mal sesuai dengan kebutuhan klien.
tubuh bd nutrisi, tingkat energi 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
adekuat, masukan 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat
ketidakmampu
nutrisi adekuat untuk mencegah konstipasi.
an tubuh 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
mengabsorbsi
Monitor Nutrisi
zat-zat gizi 1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan
berhubungan
klien makan.
dengan faktor 3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan
biologis.
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care


asuhan keperawatan, 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman
integritas
Wound healing luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers
jaringan bd meningkat 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar
dengan criteria: 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
faktor
Luka mengecil dalam 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
mekanik: ukuran dan peningkatan 5. Lakukan nekrotomi K/P
granulasi jaringan 6. Lakukan tampon yang sesuai
perubahan
7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
sirkulasi, 8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan
imobilitas dan
perawatan luka
penurunan 10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
sensabilitas
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
(neuropati)
4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
Asuhan keperawatan, 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
mobilitas fisik
dapat teridentifikasi 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
bd tidak Mobility level 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan
Joint movement: aktif. pergerakan sendi
nyaman nyeri,
Self care:ADLs 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
intoleransi Dengan criteria hasil: 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan
1. Aktivitas fisik 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih
aktifitas,
meningkat ROM pasif.
penurunan 2. ROM normal Exercise promotion
3. Melaporkan perasaan 1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai
kekuatan otot
peningkatan kekuatan 2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan
kemampuan dalam yang tepat
bergerak Exercise terapi ambulasi
4. Klien bisa melakukan 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai
aktivitas toleransi
5. Kebersihan diri klien 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
terpenuhi walaupun 3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
dibantu oleh perawat
atau keluarga Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan
toileting klien
2. Berikan bantuan kebutuhan sehari hari sampai klien
dapat merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan
pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan asuhan keperawatan, 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
tentang pengetahuan klien proses penyakit
penyakit dan meningkat. 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala
perawatan nya Knowledge : Illness serta penyebab yang mungkin
Care dg kriteria : 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
1 Tahu Diitnya 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan
2 Proses penyakit informasi tentang perkembangan klien
3 Konservasi energi 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
4 Kontrol infeksi 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
5 Pengobatan diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
6 Aktivitas yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
dianjurkan 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
7 Prosedur pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
8 Regimen/aturan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
pengobatan memperoleh alternatif pilihan
9 Sumber-sumber 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
kesehatan 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari
10 Manajemen penyakit
penyakit 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang
muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


care asuhan keperawatan, 1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
klien mampu Perawatan 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,
diri toileting dan makan
Self care :Activity Daly 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk
Living (ADL) dengan merawat diri
indicator : 4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Pasien dapat 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
melakukan aktivitas kemampuannya
sehari-hari (makan, 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
berpakaian, kebersihan, 7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
toileting, ambulasi) sehari-hari.
Kebersihan diri pasien 8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam
terpenuhi melakukan perawatan diri sehari hari.

7. PK: Hipo / Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:


Hiperglikemi asuhan keperawatan, 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
diharapkan perawat 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah <
akan menangani dan 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka
meminimalkan episode rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
hipo / hiperglikemia 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe
setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya
adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura
dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito

Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai