TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.1,2
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta,
kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah
dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun
1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.3
7
Gambar 1. Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah
dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,
infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi,
serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan
demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan
demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,
tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotipe, dan
tersebar di seluruh area.3
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada
tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02
per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum
mencapai target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk.
8
Gambar 2. Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia
(Depkes, 2008)
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa
serotype. Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak
terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS
paling tinggi pada dua kelompok penderita : (a) anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi
virus dengue, (b) bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibodi. Transmisi
penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu
survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.2
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case
Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di
daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua
negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat
dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.4
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
9
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun
daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian
luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.1
2.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10.6
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
10
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.5
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.
2.4 Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.2
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami
infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
11
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.2
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik
dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.2
12
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response
Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler Ht
> 30% pada Perembesan plasma Natrium
kasus syok 24-48 jam
Hipovolemia Cairan dalam rongga
serosa
Syok
Anoksia Asidosis
Meninggal
13
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody
Kompleks virus antibody
2.5 Diagnosis
Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan
plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit.2
14
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi,
mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. 2
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah
ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari
demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna
ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just
palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak
berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering
ditemukan pada penderita dengan syok.2
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.2
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi:2
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
15
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.
16
Gambar 6: Kurva suhu pada DHF
b. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk
perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler
meingkat. Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya,
tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari
20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.
Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya
penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya
perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit.
Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa
buruk. Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah
disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat
gelisah.
17
2) Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan
dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutinasi.
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit
18
yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung
empedu dan penebalan pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive namun
tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.
Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik
digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan
titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada
serum akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan keras
positif infeksu dengue yang baru terjadi.
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh
tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja
(sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai cara
Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi
dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat dideteksi dalam serum
bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi
dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama
sehingga tidak rutin digunakan.
19
oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah
juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.
20
2.9 Penatalaksanaan
a.Pre Hospital7
Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.
DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik
ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,
dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air hujan (M3).
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam
tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena
penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak
21
adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan
pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu
meberikan minum 2 liter/hari (kira kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15
menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis,
sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang
banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih
kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil
minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh
kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut (WHO,
1999):
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol
sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari.
Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan
gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari
sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang
banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu
diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam
tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga
22
harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat
penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal
dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal
atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat
bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai
tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat
penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena
sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul
gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita
akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama,
penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ
tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila
terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam
menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar
mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus
segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
23
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader
kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue
memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi
pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader
menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara
deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat
pelayanan kesehatan.
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/
Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit
dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian
khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan
24
penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I
danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat
sehari di rumah sakit kelas B dan A
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada
DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di
sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi
dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan
rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum
asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam. 8
Tabel 1
Dosisi Parasetamol Menurut umur
Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)
Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500
mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
25
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal
kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu
sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3
x kadar Hb
26
dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai
8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan waktu masuk Jumlah cairan Ml/kg berat
RS ( kg ) badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi.
Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur
yang sama.8
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan
diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi
dalam 3 bagian, yaitu:2
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II
tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)
27
Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]
Tersangka
Tersangka DBD
DBD
Demam tinggi, mendadak
terus menerus <7 hari
tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,
badan lemah/lesu
28
Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit[2]
Infus ganti RL
Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)
29
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
hematokrit >20%[2]
DBD derajat
DBD derajatI Iatau
atau IIII dengan peningkatan
dengan peningkatan hematokrit
hematokrit >20%
Cairan awal >20%
RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/kgBB/jam
Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht turun 3
ml/kgBB/jam Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
IVFD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
Indikasi Transfusi pd
Anak
- Syok yang belum teratasi
Perbaikan - Perdarahan masif
30
Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV
DBD
DBD derajat
derajat IIIIII
&& IVIV
31
32