Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi
dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat.
Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan
mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut
Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau
kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan
oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.

3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :


a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.

b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan:
1) Akut Miokard Infark Transmural mengenai seluruh lapisan otot
jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark infark
otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.

4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas
kiri.
d. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
e. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas,
cemas dan lemas.
f. Dispnea.

Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30
menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara
PQRST meliputi :
1) Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah istirahat
dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat
seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief: lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10
(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang
dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4
(0-4) atau 7-9 (0-10).
5) Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya
dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan berlangsung
lama.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular
dan setelah latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan oleh sel
otot miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun
kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.

3) LDH (Lactat Dehidrogenase)


Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila
ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu
24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3
minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks
protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan
terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis
miokard.
c. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi
kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable anginaatau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard
dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika
durasinya 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead
III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injurymiokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial
yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga
terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan
gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi
lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T
bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik
merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak
mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara
normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam
sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA
dapat dibagi menjadi :

Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner


Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior
V3 dan V4 LAD
Lateral
V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif
I, a VL, V1 V6 LAD / LCX
High lateral
I, a VL, V5 dan V6 LCX
Posterior
V7 V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior
II, III, dan a VF PDA
Right ventrikel
V2R V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 V2 sebagi mirror image dari
perubahan sedapan V7 V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi


segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia40 tahun, S TEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm
bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat
berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang
datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi.
Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST
0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai
elevasi segmen ST tidak persisten (<20 2="" amplitudo="" dari="" dengan=""
dugaan="" elevasi="" gelombang="" inversi="" lebih="" memperkuat=""
menit="" mm="" non="" o:p="" pada="" rendah="" segmen="" semakin=""
simetris="" st="" stemi.="" t="" yang="">
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium
anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri
mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan
kiri lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya
berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas
serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual,
muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat
dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda
kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea
dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding inferior.
5. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik
dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan
memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection
fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik
ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan
atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang
lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah
infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik
akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan
memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan
sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih
normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan
miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai
akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal
jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan
tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi
fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan
karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah
diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut
yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya
perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi
mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik
jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan
terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap
terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus
parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan
peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan
fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2006)

6. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi
otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik,
rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural.
(Nurarif, 2013)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto / Ro dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Primer assessment
a. Data Subjektif
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan Nyeri dada
b) Riwayat penyakit saat ini
c) Riwayat sebelumnya
Riwayat merokok, riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, riwayat
penyakit hipotensi, hipertensi, diabetes melitus, hipoksia, obesitas,
hiperlipidemia
b. Data Objektif
a) Airway
Terdapat sumbatan atau penumpukan secret
b) Breathing
Pasien tampak sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit,
irama irreguler dangkal
terdapat suara nafas wheezing, krekel
pasien tampak menggunakan otot bantu nafas
tampak ekspansi dada tidak penuh
c) Circulation
Takikardi / nadi teraba lemah dan cepat (Normal : 60 100 x/menit)
TD meningkat / menurun
Edema pada ekstremitas
Akral dingin dan berkeringat
Kulit pasien tampak pucat, sianosis pada mukosa mulut dan kuku
Output urine menurun
Mual dan muntah
diaphoresis
palpitasi
d) Disability
Lemah/fatique
Kehilangan kesadaran
Sekunder assessment
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit
terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan
kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
a) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung dan abdomen.
Adanya edema.
b) Five Intervention/Full set of vital sign
Perubahan hasil EKG yang berhubungan dengan infark miocardium
gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST
Pemeriksaan Tanda Vital (terjadi peningkatan denyut nadi dan
pernapasan, penurunan tekanan darah)
GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses
penyakit paru akut atau kronis.
c) Give Comfort
Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung
minimal 30 menit. Nyeri dapat menyebar ke lengan atau
rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium.
d) Head to toe
Kepala dan leher : Adanya sianosis dan bendungan vena
jugularis
Daerah dada : Tidak ada jejas akibat trauma, suara nafas
ronchi, suara jantung S4 / murmur.
Daerahy Abdomen : Adanya hematomegali.
Daerah Ektremitas : Adanya edema, penurunan kekuatan otot
karena kelemahan, Kulit yang dingin dan
pucat akibat vasokontriksi simpatis
e) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI
NO DIAGNOSA HASIL
(NIC)
(NOC)
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan NIC
iskemia miokard keperawatan selama 3x 24 Pain Management
akibat sumbatan janm nyeriklien berkurang, Lakukan pengkajian nyeri secara
arteri koroner dengan kriteria : komprehensif ( lokasi, karakteristik,
Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi,kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, mampu pesipitasi)
menggunakan teknik Observasi reaksi non verbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri) Ginakan teknik komunikasi teraipetik
Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
berkurang dengan Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu
menggunakan managemen Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
Mampu mengenali nyeri ruangan, pencahayaan, kebisingan
(skala, intensitas, frekuensi, Ajarkan tentang teknik pernafasan /
dan tanda nyeri relaksasi
Menyatakan rasa nyaman Berikan analgetik untuk menguranggi
setelah nyeri berkurang nyeri
Tanda vital dalam rentang Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
normal Anjurkan klien untuk beristirahat
10. Kolaborasi dengan dokter jika keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration
1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
2. Cek riwayat alegi
3. Monitor vital sign sebelumdan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
4. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
5. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala (efak samping)

2 Penurunan Setelah dilakukan asuhan NIC


cardiac output keperawatan selama 3x 24 Cardiac Care
b/d gangguan jam klien tidak mengalami 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
stroke volume penurunan cardiac output, lokasi, durasi)
(preload, dengan kriteria : 2. Catat adanya disritmia jantung
afterload, Tanda vital dalam rentang 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
kontraktilitas) normal (TD, Nadi, RR) cardiac output
Dapat mentoleransi
4. Monitor status kardiovaskuler
aktivitas, tidak ada kelelahan5. Monitor status pernafasan yang
Tidak ada edema paru, menandakan gagal jantung
perifer, dan tidak ada asites 6. Monitor abdomen sebagai indikator
Tidak ada penurunan penurunan perfusi
kesadaran 7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan tekanan
darah
9. Monitor respon klien terhadap efek
pengobatan anti aritmia
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dispneu, fatigue,
takipneu, dan ortopneu
13. Anjurkan pasien untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor vital sign saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus
8. Monotor adanya pulsus alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernafasan abnormal
14. Monitor suhu, warna dan kelembaban
kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dan perubahan vital
sign
3 Intoleransi Setelah dilakukan asuhan NIC
aktivitas b/d keperawatan selama 3x 24 Energy Management
ketidakseimbang jam klien tidak mengalami 1. Observasi adanya pembatasan klien
an suplai intoleransi aktivitas, dengan dalam melakukan aktivitas
oksigen miokard kriteria : 2. Dorong pasiem untuk mengungkapkan
dengan Berpartisipasi dalam perasaan terhadap keterbatasan
kebutuhan aktivitas fisik tanpa disertai
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan
tubuh. peningkatan tekanan darah, kelelahan
Nadi, dan RR 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
Mampu melakukan adekuat
aktivitas sehari hari secara
5. Monitor pasien akan adanya kelelahan
mandiri fisik dan emosi secara berlebihan
6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap
aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur /
istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi
medik dalam merencanakan program
terapi yang tepat.
2. Bantu pasienuntuk mengidentivikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untuk mengidentivikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu pasien/ keluarga untuk
mengidentivikasi kekurangan dalam
beraktivitas
4 Cemas b.d nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan ketenangan dalam pendekatan
yang diantisipasi keperawatan selamaX 24 2. Kaji perilaku klien yang tidak diduga
dengan jam, klien mampu mengon- 3. Identifikasi persepsi klien terhadap
kematian. trol cemas dengan kriteria : ancaman / situasi
4. Anjurkan klien melakukan tehnik
Batasan Activity Tolerance (0005) relaksasi
karakteristik : Monitor intensitas ce-mas5. Orientasikan klien / keluarga terhadap
Menyisihkan pendahu- prosedur rutin dan aktivitas yang
Mengkhawatirkn luan cemas diharapkan
dampak kematian Mengurangi rangsangan 6. Laporkan adanya kegelisahan, me-nolak,
ter-hadap orang lingkungan ketika cemas menyangkal program medis
terdekat. Mencari informasi yang 7. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
Takut dapat mengurangi kece- 8. Kuatkan tingkah laku yang tepat
kehilangan ke- masan 9. Ciptakan suasana yang memudahkan
mampuan fisik Membuat strategi ko-ping kepercayaan
dan atau mental untuk mengatasi ketegangan 10. Dorong / anjurkan klien meng-
bila meninggal Menggunakan strategi ungkapkan dengan kata-kata mengenai
Nyeri yang koping yang efektif perasaan, menanggapi sesuatu, kekha-
diantisipasi yang Mmenggunakan tehnik watiran
berhubungan de- relaksasi untuk mengu-rangi 11. Identifikasi ketika tingkat cemas berubah
ngan kematian cemas 12. Berikan pengalihan perhatian untuk
Melaporkan lamanya ti-ap menurunkan ketegangan
Kekhawatiran episode 13. Bantu klien memgidentifikasi situasi
beban kerja Menunjukkan pemeliha- yang mempercepat cemas
pemberi raan peran 14. Awasi rangsangan dengan tepat yang
perawat-an Memelihara hubungan diperlukan klien
karena sakit sosial 15. Berikan bantuan yang tepat pada
termi-nal dan Memelihara konsentrasi mekanisme pertahanan
ketidakmam- Melaporkan ketidak- 16. Bantu klien mengungkapkan kejadian
puan diri adanya tanggapan pan- yang meningkat
caindera 17. Tentukan klien membuat keputusan
Tidur yang cukup 18. Kelola obat yang dapat mengurangi
Tidak adanya manifes-tasi cemas dengan tepat
perilaku karena cemas
Kontrol / pengawasan
respon cemas
5 Kelebihan Setelah dilakukan tindakan Fluid Manajemen (4120)
volume cairan keperawatan selama ... X 24 1. Monitor status hidrasi 9kelembaban
b.d. gangguan jam klien mengalami kese- membran mukosa, nadi adekuat)
mekanisme imbangan cairan dan elek- 2. Monitor tnada vital
regulasi trolit, dengan kriteria : 3. Monitor adanya indikasi overload /
retraksi
Bebas dari edema ana- 4. Kaji daerah edema jika ada
sarka, efusi
Suara paru bersih Fluid Monitoring (4130)
Tanda vital dalam batas 1. Monitor intake/output cairan
normal 2. Monitor serum albumin dan protein total
3. Monitor RR, HR
4. Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
5. Monitor warna, kualitas dan BJ urine
6 Pola nafas tidak Setelah dilakukan askep NIC
efektif b/d selama 3x24 jam pola nafas Airway Management :
hiperventilasi, klien menjadi efektif, dengan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin
kecemasan kriteria : lift atau jaw thrust bila perlu
mendemonstrasikan batuk 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
efektif dan suara nafas yang ventilasi
bersih, tidak ada sianosis dan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
dyspneu (mampu alat jalan nafas buatan
mengeluarkan sputum,
4. Pasang mayo bila perlu
mampu bernafas dengan 5. Lakukan fisioterapi dada
mudah, tidak ada pursed lips)6. Keluarkan secret dengan batuk atau
Menunjukkan jalan nafas suction
yang paten (klien tidak 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
merasa tercekik, irama nafas, suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam 8. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
suara nafas abnormal) 10. Berikan pelembab udara
Tanda tanda vital dalam 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
rentang normal keseimbangan
12. Monitor espirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata-rata kedalaman, irama dan
usaha espirasi
2. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
kusmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi atau
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan nafas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasil
7 Kurang Setelah dilakukan asuhan NIC
pengetahuan keperawatan selama 3 x 24 Teaching : disease Process
tentang penyakit jam pengetahuan klien Berikan penilaian tentang tingkat
b/d kurangnya bertambah tentang penyakit, pengetahuan pasien tentang proses
informasi dengan kriteria : penyakit yang spesifik
Pasien dan keluarga Jelaskan patofisiologi dari penyakit,
menyatakan pemahamannya dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
prognosis dan program muncul pada penyakit
pengobatan Gambarkan proses penyakit
Pasien dan keluarga Identivikasi kemungkinan penyebab
mampu melaksanakan Sediakan informasi pada pasien tentang
prosedur yang dijelaskan kondisi, dengan cara yang tepat
secara benar Hindari harapan kosong
Pasien dan keluarga Sediakan bagi keluarga informasi
menjelaskan kembali apa tentang kemajuan pasien
yang dijelaskan perawat Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan datang atau
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi dan
penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
12. Instruksikan pasien mengenali tanda dan
gejala untuk melap[orkan pada
pemberiperawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai