3, 2004
Hak Cipta 2004 International Pediatric Research Foundation, Inc.
ABSTRAK
Dua faktor utama yang terlibat dalam mekanisme yang mendasari pathogenesis
anemia aplastik didapat: faktor lingkungan dan kerentanan genetik. Kemampuan
individu bervariasi dalam memetabolisme agen perusak DNA dikarenakan
polimorfisme biotransforming enzyme. Genetik menentukan perbedaan pada
ekspresi enzim tersebut dapat menjelaskan risiko antar individu dalam
perkembangan anemia aplastik didapat. Tujuan studi ini adalah untuk
mengkarakteristikan polimorfisme genetik biotransforming enzim fase I (p450-
cyp2E1) dan fase II [microsomal epoxide hydrolase (mEh), glutathione
Stransferase (GST)] pada pasien anak dengan anemia aplastik didapat. Genotipe
GSTT1 null (ketiadaan kedua alel) berhubungan dengan peningkatan risiko
signifikan untuk anemia aplastik didapat (odds ratio, 2.8; confidence interval
95%, 0,15-5,7). Sebaliknya, genotipe GSTM1 null atau polimorfisme di dalam
gen p450-cyp2E1 dan mEh tidak berbeda secara signifikan pada pasien dan
kontrol. Analisis multivariat telah dilakukan untuk menilai apakah enzim
bersamaan dengan variabel lain seperti usia, jenis kelamin atau respon terhadap
terapi dapat memiliki hubungan yang signifikan dengan genotipe yang diujikan.
Pada tidak adanya kombinasi parameter tersebut terdapat hubungan yang
ditemukan pada anemia aplastik didapat. GST terlibat terutama dalam
metabolisme substrat hematotoksik dan mutagenik seperti derivat benzene.
Genotipe GSTT1 null dapat memodulasi metabolisme polutan eksogen atau toksik
eksogen secara langsung. Ketiadaan enzim GSTT1, yang menyebabkan
kerentanan genetik terhadap polutan tertentu dapat menentukan risiko individu
untuk perkembangan anemia aplastik didapat pada anak. (Pediatr Res 55: 466
471, 2004)
Daftar Singkatan
AA, acquired aplastic anemia
CYP, cytochrome p450
GST, glutathione S-transferase
MDS, myelodysplastic syndrome
mEh, microsomal epoxide hydrolase
NSAA, non-severe aplastic anemia
SAA, severe aplastic anemia
VSAA, very severe aplastic anemia
Diantara enzim fase II, mEh terlibat dalam first-pass metabolism epoxide
intermediet dan oksigen radikal yang sangat reaktif. Dua polimorfisme mEh
dengan spectrum substrat luas (22, 23) telah ditemukan berhubungan dengan
kerentanan terhadap beberapa penyakit ganas (24-26). Mutasi exon 3 titik T ke C
menghasilkan pertukaran posisi tirosin terhadap histidin pada posisi 113 (His
113), dengan penurunan aktivitas enzim 50% (alel lambat), dan transisi A ke G
menyebankan pertukaran histidin terhadap arginin pada posisi 139 (Arg 139),
dengan aktivitas enzim lebih cepat 25% (alel cepat) (27, 28).
GST mewakili kelompok enzim detoksifikasi xenobiotik (29, 30), dengan GSTM
(31-34), -T (35, 36), dan -P (37) sebagai polimorf. Genotipe null dikarakteristikan
sebagai ketiadaan protein respective GST (38). Genotipe GSTM1 null telah
ditunjukkan berhubungan dengan peningkatan risiko kanker yang diinduksi rokok
(39-41), kanker payudara (42), dan karsinoma hepatoseluler (43, 44). Genotipe
GSTT1 null telah ditunjukkan berhubungan dengan peningkatan risiko MDS (44-
46). Akan tetapi, studi lebih lanjut pada MDS menunjukkan hasil sebaliknya (44,
47-49).
Pada studi ini, kami menganalisis tiga enzim yang berbeda pada pasien AA
pediatrik. p450-cyp2E1, mEh, and GST (M1 dan T1) dipilih karena spesifisitas
substratnya, meliputi agen perusak DNA hematotoksik dan mutagenik seperti
komponen aromatik, oksigen radikal dan reaktif.
Isolasi DNA. DNA dipersiapkan dari spesimen whole blood atau sumsum tulang
menggunakan DNAeasy kit (QIAGEN, Hilden, Jerman).
Gambar 1. Analisis genotipe mEh. Exon 3 (panel kiri): (a) pola fragmen yang diperkirakan pada
individu homozigot atau heterozigot untuk polimorfisme mEh. Restriksi dicerna menggunakan
AspI menunjukkan 209-bp fragment dan 20-bp fragment pada individu wild-type homozigot dan
231-bp fragment pada individu mutan homozigot. Individu heterozigot menunjukkan seluruh
band. (b) Gel elektroforesis typical menunjukkan mEh-specific DNA fragment. Hanya 231-bp
fragment dan 209-bp fragment yang ditunjukkan. Exon 4 (panel kanan): (a) pola fragmen yang
diperkirakan pada individu homozigot atau heterozigot untuk polimorfisme mEh. Restriksi dicerna
menggunakan RsaI menunjukkan 295-bp fragment pada individu wild-type homozigot dan 174-bp
fragment dan 62-bp fragment pada individu mutan homozigot. Individu heterozigot menunjukkan
seluruh band. (b) Gel elektroforesis typical menggambarkan mEH-specific DNA fragment. Hanya
295-bp fragment dan 174-bp fragment yang ditunjukkan.
PEDIATRIC RESEARCH Vol. 55, No. 3, 2004
Hak Cipta 2004 International Pediatric Research Foundation, Inc.
Gambar 2. Analisis genotipe GSTM1 dan GSTT1. Frekuensi genotipe GSTT1 dan GSTM1 null
dianalisis pada pasien pediatrik dengan AA dan kontrol sehat. Hasil PCR multipleks
mengamplifikasi gen GSTM1, GSTT1 dan -globin housekeeping dalam reaksi satu tabung
ditunjukkan. 270-bp lane menunjukkan kontrol -globin, ??-bp lane gen GSTT1, dan the ??-bp
lane gen GSTM1. Lane 1 menunjukkan DNA ukuran standar; pada lane 2, produk -globin dan
gen GSTM1 ditunjukkan (GSTT1 tidak dapat dideteksi). Pada lane 3, hanya -globin yang
terdetekdi dan kurang kedua GSTT1 dan GSTM1. Pada lane 4, -globin dan gen GSTT1
ditunjukkan, dan tidak ada GSTM1. Pada lane 5, kedua gen GST yang dianalisis terdeteksi.
Sensitivitas reaksi PCR adalah DNA 8,6 ng/L, seperti yang diujikan stepwise
dilution dari DNA positif GSTT1 dan DNA positif GSTM1. Reaksi PCR
dilakukan dengan adanya DNA 1 ng -globin sebagai kontrol standar.
HASIL
PEDIATRIC RESEARCH Vol. 55, No. 3, 2004
Hak Cipta 2004 International Pediatric Research Foundation, Inc.
Tabel 2. Distribusi polimorfisme mEH pada exon 3 dan exon 4 pada anak dengan
anemia aplastik didapat
Homozig. Heterozig. Homozig. OR Frekuensi OR
wild-type mutan (95% CI) alel mutan (95% CI) untuk
frekuensi alel
mutan
Exon 3
Kontrol (n = 96) 52 (53%) 31 (32%) 15 (16%) 1,0 0,32 1,0
Pasien (n = 75) 41 (55%) 19 (25%) 15 (20%) 1,6 (0,6-3,4) 0,35 1,1 (0,5-1,9)
Exon 4
Kontrol (n = 96) 65 (68%) 29 (30%) 2 (2%) 1,0 0,17 1,0
Pasien (n _ 75) 47 (63%) 17 (32%) 4 (5%) 0,8 (0,25,6) 0,16 1,0 (0,6-2,5)
Analisis PCR/RFLP dari gen mEh pada pasien anak dengan anemia aplastik didapat dan kontrol. Mutan exon 3
dikarakteristikan oleh polimorfisme enzim restriksi Aspl. Mutan exon 4 diakarakteristikan oleh polimorfisme Rsal.
Homozig., homozigot; heterozig., heterozigot; OR, odds ratio; CI, confidence interval.
Polimorfisme GST. Frekuensi alel GSTT1 dan GSTM1 untuk seluruh pasien dan
kontrolnya masing-masing ditunjukkan pada Tabel 4. Insidensi GSTT1 meningkat
signifikan pada kasus AA dibandingkan dengan kontrol. Diantara pasien, 34 dari
PEDIATRIC RESEARCH Vol. 55, No. 3, 2004
Hak Cipta 2004 International Pediatric Research Foundation, Inc.
78 (39%) anak negatif untuk gen GSTT1 dibandingkan dengan 24 dari 122 (20%)
kontrol. Kami menemukan peningkatan risiko signifikan untuk AA pada anak-
anak dengan genotipe GSTT1 null (OR: 2,8; CI 95%: 1,5-5,7; p < 0,004).
Genotipe GSTM1 null terjadi pada 34 dari 78 (44%) pasien dan pada 66 dari 122
(54%) kontrol (NS). Genotipe GSTM1 null tidak berhubungan dengan
peningkatan risiko AA. Sembilan dari 78 pasien (12%) dan 3 dari 122 kontrol
(8%) ditemukan negatif untuk kedua alel GST (NS). Prevalensi pada kontrol sehat
sebanding dengan data dari studi lain yang menganalisis pasien Kaukasia.
Tabel 3. Distribusi mEh diduga fungsional pada anak penderita anemia aplastik
didapat
Normal Fast Slow Very slow OR (95% CI)
Kontrol (n = 96) 42 (44%) 16 (17%) 23 (24%) 15 (15%) 1,0
Patients (n = 53) 25 (47%) 8 (15%) 9 (17%) 11 (21%) 1,4 (0,6-3,4)
OR, odds ratio; CI, confidence interval.
DISKUSI
Mekanisme imunologis dan/atau kerusakan DNA oksidatif memiliki arti luas
dalam induksi pathogenesis AA (41). Perlindungan sumsum tulang dari xenobiotik
tergantung pada jalur detoksifikasi yang intak. Perbedaan individual dalam
ekspresi biotransforming enzyme dapat menyebabkan kerentanan terhadap agen
toksik. Kami menganalisis polimorfisme biotransforming enzyme dan data yang
berhubungan dengan risiko AA. Kami menemukan frekuensi yang signifikan lebih
tinggi pada genotipe GSTT1 null diantara anak-anak dengan AA, sedangkan
p450-cyp2E1, mEh, dan GSTM1 tidak berhubungan. Akan tetapi, statistik
menunjukkan GST memainkan peran sekunder dalam pathogenesis AA paa anak-
anak. Melihat literatur, banyak faktor yang berhubungan dengan anemia aplastik,
dan genotipe GSTT1 null dapat menjadi salah satu faktor risiko. GSTT1
menentukan kemampuan untuk konjugasi komponen reaktif (44) seperti
monohalometana (52) dan ethylene oxide (53, 54) dan metabolisme xenobiotik
low-molecular-weight-halogenated atau epoxide reaktif. GSTT1 diekspresikan
dalam eritrosit dan limfosit (51, 52) dan juga bertindak dalam sistem
hematopoietik. Kepentingan GSTT1 dalam melindungi sel hematopoietik dari
polutan lingkungan telah terbukti pada populasi yang terpapar 1,3-butadiene
pertukaran kromatid sister in vitro pada limfosit masusia karena adanya 1,3-
butadiene 16 kali lebih tinggi pada sel yang berasal dari individu yang kekurangan
ekspresi gen GSTT1 (55, 56). Terkait detoksifikasi benzene, yang sangat penting
dalam konteks AA, GSTT1 merupakan faktor pelindung utama dari individu yang
PEDIATRIC RESEARCH Vol. 55, No. 3, 2004
Hak Cipta 2004 International Pediatric Research Foundation, Inc.
REFERENSI
1. Alter BP, Young NS 1993 The bone marrow failure syndromes. In: Nathan
DG, Oski FA (eds) Hematology of Infancy and Childhood. WB Saunders,
Philadelphia, pp 100132
2. Young NS 1999 Acquired aplastic anemia. JAMA 282:271278
3. Sharpe WD 1993 Benzene, artificial leather and aplastic anemia: Newark,
1916-1928. Bull NY Acad Med 69:4760
4. Young N 1988 Drugs and chemicals as agents of bone marrow failure. In:
Testa N, Gale RP (eds) Hematopoiesis. Marcel Dekker, New York, pp 131
159
5. Morley A, Trainor K, Seshradi R, Sorelli J 1978 Is aplastic anemia due to
abnormality of DNA? Lancet 48:911
6. Turner DR, Morley AA, Seshardi RS 1981 Lymphocyte DNA in aplastic
anemia. Br J Haematol 48:207215
7. Young NS, Mortimer 1993 Viruses and bone marrow failure. Blood 63:7580
8. Dilloo D, Josting A, Gbel U 1991 CMV-associated bone marrow
suppression: the role of CMV infection in modulation of interleukin-6
production in vitro. Eur J Pediatr 150:716721
9. Fliedner TM, Nothdurft W, Calvo W 1986 The development of radiation late
effects to the bone marrow after single and chronic exposure. Int J Radiat Biol
49:3546
10. Nagao T, Maurer AM 1969 Concordance for drug induced aplastic anemia in
identical twins. N Engl J Med 218:711
11. Snyder R, Witz G, Goldstein BD 1993 The toxicology of benzene. Environ
Health Perspect 100:172181
12. Sanchez-Medal L, Castanedo JP, Garcia-Rodas F 1963 Insecticides and
aplastic anemia. N Engl J Med 269:13651370
13. Fleming LE, Timmeny W 1993 Aplastic anemia and pesticides. An etiologic
association? J Occup Med 35:11061116
14. Maciejewski JP, Hibbs JR, Anderson S, Katevas P, Young NS 1994 Bone
marrow and peripheral blood lymphocyte phenotype in patients with bone
marrow failure. Exp Hematol 22:11021110
15. Frickhofen N, Liu JM, Young NS 1990 Etiologic mechanisms of
hematopoietic failure. Am J Pediatr Hematol Oncol 12:385395
PEDIATRIC RESEARCH Vol. 55, No. 3, 2004
Hak Cipta 2004 International Pediatric Research Foundation, Inc.