Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah
dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004),
pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%)
dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999)
mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok
yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).
Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini masih belum menggembirakan.
Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk, kurang vitamin A, anemia
defisiensi besi, gangguan akibat kurang Yodium dan gizi lebih (obesitas) masih banyak
tersebar di kota dan desa di seluruh tanah air. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan
tersebut antara lain adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan
sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam
memilih, mengolah, dan membagi makanan di tingkat rumah tangga, ketersediaan air
bersih dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan
kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas.
Keberadaan Posyandu sangatlah penting ditengah-tengah masyarakat sebagai
pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelaksana sekaligus memperoleh
pelayanan kesehatan serta Keluarga Berencana. Disamping itu wahana ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman
serta bermusyawarah untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi baik masalah
keluarga ataupun masyarakat itu sendiri.
Penimbangan secara rutin dan teratur setiap bulan di Posyandu dapat mendeteksi
lebih awal memburuknya keadaan gizi anak balita tersebut. Anak dengan gangguan gizi
seminggu/sebulan sebelum menjadi malnutrisi maka pertumbuhannya akan terhenti,
sehingga dengan menimbang berat badan anak secara teratur setiap bulan dan
menuliskannya di dalam KMS merupakan langkah penting untuk deteksi dini gangguan
gizi anak.
B. PERMASALAHAN
C. MANFAAT
a. Bagi Puskesmas
Dengan adanya penyuluhan mengenai bahaya gizi buruk dan pengenalan gejala
gizi buruk pada masyarakat diharapkan terjadi peningkatan kesadaran akan
pentingnya gizi dan membantu untuk mencegah berulangnya kejadian bayi gizi
buruk di masa mendatang.
b. Bagi Dokter Internsip
Memberikan pengalaman untuk terjun langsung di lapangan dan
berkoordinasi dengan masyarakat di desa.
Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan untuk
memahami permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
c. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui mengenai pentingnya memperhatikan
gizi anak-anak terutama saat usia balita karena pada tahap tersebut merupakan
tahap penting dalam perkembangan dan pertumbuhan. Yang akan
mempengaruhi tidak hanya kondisi fisik, tetapi juga psiki dan intelegensi
seorang anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4
2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa
jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari
6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya
pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman
Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi
Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 %
pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002
terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit
infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta
penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan
pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7%
campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini
dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%
pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi
jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.
3.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup
bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati
kronik .
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang
stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius
dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan
kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat
infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi
oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan
tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun.
Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar.
Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang
teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat
terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang
dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia) .
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-
kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas
dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.
Ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah perubahan status mental :
cengeng, rewel, kadang apatis, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan
mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam, wajah membulat dan sembab, pandangan mata anak sayu, pembesaran hati, hati
yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan
yang licin dan pinggir yang tajam serta kelainan kulit berupa bercak merah muda yang
meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
3.3 Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
4. Etiologi
Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut
Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah
gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan
kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor
sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan
ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan. Selain
itu,pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di bawah ini dijelaskan
beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita.
5. Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat
dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh
karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi
buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.
Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas
dengan atau tanpa adanya edema.
Deteksi Dini
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dapat dilakukan pada semua tingkat
pelayanan. Deteksi dini ini dilakukan dengan mengukur tinggi badan, berat badan, dan
lingkar kepala. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
TK : Taman Kanak-Kanak
LK : Lingkar Kepala
Tabel. Pelaksana dan Alat yang Digunakan pada Deteksi Dini Pertumbuhan
Intervensi :
Jika ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke rumah sakit
Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor,
marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap Penyesuaian
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk
anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian
makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan
energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-
3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat
pipa (per-sonde)
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait
dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai
konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan
defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi
tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut
tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch
up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
B. Populasi
Populasi mini proyek adalah ibu dengan balita yang berkunjung ke posyandu desa
Giriklopomulyo.
a. Pelaksana dalam hal ini dokter internship Puskesmas Sekampung meminta persetujuan
responden untuk melakukan pengisian kuesioner.
b. Memberikan penjelasan tentang tujuan pengumpulan data dan sifat keikutsertaan
responden dalam hal ini.
c. Membagikan kuesioner kepada responden yaitu ibu yang mempunyai balita di posyandu
d. Memberikan penjelasan kepada responden pada masing-masing pertanyaan yang belum
jelas dan mendampingi selama pengisian kuesioner.
e. Kuesioner yang telah diisi, dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.
B. Petugas Penyuluhan
Petugas penyuluhan dari kegiatan mini project ini adalah :
1. Dokter Internship Puskesmas Sekampung periode November-Maret 2017 dalam hal ini
dr.Asty Amelia sebagai narasumber
2. Petugas kesehatan lain dari Puskesmas Sekampung
C. Sasaran Penyuluhan
Sasaran kegiatan mini project ini adalah ibu yang mempunyai balita di Posyandu desa
Giriklopomulyo