Anda di halaman 1dari 4

A CODE OF INTELLECTUAL CONDUCT

(DASAR-DASAR TEORI ARGUMENASI PROF. EDWARD DAMER)

1. THE FALLIBILITY PRINCIPLE : Semua pihak yang terlibat dalam suatu


perdebatan harus mengakui bahwa argumen atau pandangan yang dilontarkan itu bisa
saja mengandung kekeliruan atau kelemahan (fallible). Jadi, bilamana ada pandangan
lain yang lebih kuat maka orang tersebut harus mengakui bahwa argumen-nya lemah.
Artinya, bilamana dia tidak mau mengakui kelemahan argumen-nya, maka orang
tersebut bisa dikategorikan orang yang merasa paling benar atau orang yang
merasa benar sendiri.
2. THE TRUTH-SEEKING PRINCIPLE : Dalam suatu perdebatan, tiap orang harus
secara sungguh-sungguh memegang princip mencari kebenaran, dan bukan
mencari pembenaran. Artinya, orang harus mau mendengar dan memahami juga
argumen-argumen pihak lain yang mungkin tidak sejalan dengan argumen dia, atau
mempersilahkan pihak lain untuk melontarkan bantahan-nya atau keberatannya atas
argumen orang tersebut.
3. THE CLARITY PRINCIPLE : Semua argumen atau bantahan harus bebas dari
ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah yang membingungkan. Semua argumen dan
bantahan harus disampaikan dengan bahasa yang jelas dan tidak ambigu.
4. THE BURDEN-OF-PROOF PRINCIPLE : Prinsip ini tertuju kepada orang yang
melontarkan suatu argumen, dimana argumen yang dilontarkan itu harus disertai
dengan alasan-alasan yang jelas. Artinya, bilamana suatu argumen dilontarkan tanpa
disertai dengan alasan atau penjelasan maka berarti melanggar prinsip the burden-of-
proof.
5. THE PRINCIPLE OF CHARITY : Bilamana seseorang melontarkan suatu
argumen, dan argumen tersebut ingin diutarakan atau dijelaskan kembali oleh pihak
lain, maka pihak lain yang menjelaskan kembali argumen tersebut tidak boleh
menambah-nambah, mengurangi atau mengubah isi argumen tadi agar tidak
terjadi perdebatan baru. Dalam hal ini, bilamana ada hal yang belum jelas dari
argumen tadi maka orang yang menjelaskan ulang tadi harus mengkonfirmasi kembali
kepada pihak yang melontarkan argumen pertama tadi, apakah argumen yang
dijelaskan kembali tadi sudah persis seperti yang dimaksud atau tidak. Kalau tidak,
maka harus direvisi kembali oleh pihak yang pertama kali melontarkan argumen tadi.
6. THE STRUCTURAL PRINCIPLE : Siapa pun yang melontarkan suatu argumen
atau yang membantah suatu argumen, maka alasan-alasan yang dikemukakan tidak
boleh mengandung kontradiksi satu sama lain. Misalnya, premis yang dilontarkan
tidak sesuai dengan kesimpulan, premis minor dan premis mayor bertentangan satu
sama lain, dsb.
7. THE RELEVANCE PRINCIPLE ; Siapa pun yang melontarkan suatu argumen atau
yang membantah suatu argumen, maka harus disertai dengan bukti-bukti yang kuat,
empiris, dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, yang mendukung kebenaran
dari kesimpulan pada argumen tersebut.
8. THE ACCEPTABILITY PRINCIPLE : Siapa pun yang mengajukan suatu argumen
atau yang membantah suatu argumen, maka harus disertai denagn alasan-alasan yang
bisa diterima oleh orang-orang yang memiliki akal sehat, yang mana tingkat
penerimaannya memiliki standar kriteria tertentu (disertai bukti kuat, bahasa yang
jelas, dsb).
9. THE SUFFICIENCY PRINCIPLE : Siapa pun yang melontarkan suatu argumen
atau yang membantah suatu argumen, maka alasan yang dikemukakan harus lengkap
dan memadai (mendetail). Bila alasan yang dikemukakan tidak lengkap maka besar
kemungkinan akan terjadi bantahan, keraguan, atau pertanyaan dari pihak lain, dan
berarti melanggar prinsip sufficiency.
10. THE REBUTTAL PRINCIPLE : Siapa pun yang melontarkan suatu argumen atau
yang membantah suatu argumen, maka harus disertai dengan penjelasan-penjelasan
atau alasan-alasan yang bisa menjawab bantahan-bantahan pihak lain. Dengan kata
lain, alasan-alasan yang dilontarkan tersebut sudah bisa mengantisipasi semua
bantahan atau kritik dari pihak mana pun. (The Rebuttal Principle berkaitan erat
dengan The Sufficiency Principle diatas).
11. THE SUSPENSION-OF-JUDGMENT PRINCIPLE : Bila suatu argumen tidak ada
yang mendukung, atau bilamana ada dua atau lebih argumen yang berbeda yang
didukung oleh jumlah orang yang sama, maka proses pengambilan keputusan atau
perumusan kesimpulan harus ditunda dulu untuk sementara waktu. Namun, bilamana
dalam kondisi darurat atau mendesak, yang mengharuskan adanya pengambilan
keputusan atau perumusan kesimpulan, maka harus dipertimbangkan dulu baik
buruknya, manfaat dan mudharat nya, positif dan negatif nya bilamana pengambilan
keputusan atau perumusan kesimpulan tadi ditunda.
12. THE RESOLUTION PRINCIPLE : Bilamana suatu argumen yang didukung oleh
alasan-alasan yang kuat dan ilmiah dan disertai bukti-bukti yang tak terbantahkan dan
dapat diterima oleh semua pihak, maka isu atau masalah dalam argumen tersebut
sudah dianggap selesai dan tidak ada lagi perdebatan. Akan tetapi, bilamana ternyata
ada pihak lain yang mengajukan bukti-bukti baru yang ternyata membantah
argumen pada masalah tadi, maka semua pihak harus bersedia berdiskusi kembali
untuk mencari pemecahan pada masalah yang dibahas tadi.

LOGICAL FALLACY (FALASIA)

Tidak jarang kita menemukan pernyataan-pernyataan dan argumen yang


sebenarnya menyesatkan.
Kambing ini mau disembelih. Jika kalimat di atas diuji secara kritis dengan
pertanyaan siapa/apa yang mau disembelih? Maka jawabannya adalah kambing.
Seolah-olah kambing sudah ditanyakan dan bersedia disembelih.
Kambing ini mau saya sembelih. Artinya saya yang mau menyembelih kambing
itu dan bukan kambing itu yang mau disembelih. Itu adalah contoh kesesatan
bahasa yaitu kesesatan yang timbul karena ketidak-sesuaian antara apa yang
dipikirkan dan bahasa yang digunakan untuk merumuskan pokok pikiran.
Falasia berasal dari fallacia atau fallaccy dalam bahasa Yunani dan Latin yang
berarti sesat pikir. Falasia didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan
berpikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data
dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan
dalam bahasa sederhana dengan ngawur.
Falasia sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti
mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi
sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan
meraih kekuasaan dengan janji palsu.

Ketika melakukan penalaran, kita harus berusaha keras untuk bernalar secara tepat.
Tugas utama dari logika ialah mengidentifikasi cara di mana kita tergoda untuk
bernalar secara tidak tepat. Bernalar tidak tepat bila premis sebuah argumen gagal
mendukung kesimpulannya.
Ada dua macam Kesesatan yaitu:

Kesesatan Formal: kesesatan yang terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip


dan kaidah logika. mis. Semua penodong berwajah seram. Semua pengamen berwajah
seram. Jadi semua pengamen adalah penodong. (Premis salah, maka kesimpulan juga pasti
salah)

Kesesatan Informal: kesesatan yang lebih menyangkut aspek-aspek lain seperti


materi, bahasa, cara dan pola berpikir, berargumentasi serta pola penyampaian.
Misalnya :
SPOTLIGHT atau BIASED SAMPLE : 1). Orang jawa pasti penyabar. Orang batak
pasti suka menyanyi. 2) Penelitian bidang bahasa pasti membosankan.
TWO WRONGS MAKE A RIGHT : Bila Rusia menyerang Suriah adalah kejahatan,
maka bila Amerika menyerang Irak itu bukan kejahatan.
RELATIVIST FALLACY : Benar menurut kamu belum tentu benar menurut saya.
(Jenis kesesatan berpikir inilah yang menjadi salah satu pemicu utama terjadinya
pertikaian, perkelahian, atau peperangan dimana semua orang merasa benar.
Jepang merasa benar. Amerika merasa benar. Maka, pecahlah perang dunia kedua.
Kesesatan berpikir ini jugalah yang MENJAUHKAN KITA DARI TUHAN. Islam
merasa paling benar. Protestan merasa paling benar. Katolik merasa paling benar.
Hindu merasa paling benar. Buddha merasa paling benar. Penyembah setan juga
merasa paling benar. Maka tidak heran, pecahlah konflik agama di Ambon tahun
1999 silam yang sangat memilukan. Padahal kita tahu bahwa KEBENARAN TUHAN
adalah kebenaran absolut (mutlak), dan BUKAN kebenaran relatif. Kesesatan
berpikir ini juga yang mengharamkan kita untuk BERMUSYAWARAH dan
bermufakat. Semua harus diselesaikan melalui voting. Akibatnya, banyak yang
berkelahi, dan bahkan saling membunuh hanya gara-gara Benar menurut kamu
belum tentu benar menurut saya).
SPECIAL PLEADING : Amerika yang sangat menjunjung tinggi HAM, disaat yang
sama juga menjadi pelanggar HAM (agresi militer ke Irak, Afghanistan, Suriah, dsb).
POST HOC ERGO PROPTER HOC : Setelah Umar batuk keras, disusul ledakan
tabung gas di dapur. Berarti ledakan tabung gas tadi disebabkan oleh batuknya
Umar.
AMPHIBOLY: sesat krn struktur kalimat bercabang. Mis. Anto Anak Bu Lasma yang
hilang ingatan lari dari rumah. (Yang hilang ingatan Anto atau Bu Lasma ?)
RED HERRING : (Mengalihkan topik pembicaraan). Mis : seorang murid bertanya
pada gurunya yang beraliran Islam Liberal (JIL) denagn paham plurarisme agama :
MURID : Pak, apakah kebenaran tuhan itu bersifat relatif atau absolut ? GURU :
Jelas kebenaran relatif dong. Mengapa tanya seperti itu ? MURID : Berarti pak,
kebenaran tuhan versi islam benar, kebenaran tuhan versi Kristen benar, kebenaran
tuhan versi Hindu benar, kebenaran tuhan versi Buddha benar, kebenaran tuhan
versi penyembah setan juga benar pak ??? GURU : Ah, kamu ini. Kalo belum
paham jangan tanya yang kayak gini. Cari saja pertanyaan lain !! MURID : ?????
STRAWMAN : (Membesar-besarkan atau menakut-nakuti) : 1). Mahasiswa yang
memilih penelitian bahasa itu tidak cerdas. 2) Kalau kamu tidak memilih Donald
Trump maka kamu saya tidak dukung jadi walikota New York.

Anda mungkin juga menyukai