Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Kista Ovarium
Di Poli Kandungan
RST Tk. II dr. Soeproen Malang

Departemen Keperawatan Maternitas

Disusun oleh :
Husnul Wafa
201520461011080

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULAN & ASUHAN KEPERAWATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

2017

Mahasiswa

Husnul Wafa

201520461011080

Mengetahui,
Februari 2017

Pembimbing Institusi Pembimbing


Lahan
( ) ( )

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Genetalia Interna Wanita

Genetalia interna adalah alat reproduksi yang berada didalam

dan tidak dapat dilihat kecuali dengan cara pembedahan. Organ

genetalia terdiri dari :

1. Rahim (uterus)

Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr.

Terletak dipanggul kecil diantara rectum dan di depannya

terletak kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh

ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan

berkembang saat kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga,

dengan bagian besarnya di atas. Rahim juga merupakan jalan

lahir yang penting dan mempunyai kemampuan untuk

mendorong jalan lahir.

Uterus terdiri dari :

1) Fundus uteri (dasar rahim)

Bagian uterus yang terletak pada pangkal saluran telur.

Pada pemeriksaan kehamilan, perabaan fundus uteri dapat

memperkirakan usia kehamilan.

2) Korpus uteri
Bagian uteri yang terbesar pada kehamilan, bagian ini

berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang

terdapat pada korpus uuteri disebut kavum uteri atau rongga

rahim.

3) Serviks uteri

Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio,

hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut

ostium uteri innternum. Lapisan-lapisan uterus meliputi

endometrium, myometrium, parametrium.

2. Tuba Fallopi

Tuba fallopi dengan panjang 12 cm merupakan bagian yang

paling sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama

terjadinya kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat

vital dalam proses kehamilan, yaitu menjadi saluran

spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi penangkap ovum,

tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan

tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu

menanmkan diri pada lapisan dalam rahim.

3. Indung Telur (Ovarium)

Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul,

dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari proprium dan ke

dinding panggul oleh ligamentum infundibulopelvicum. Indung

telur merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama,

sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur


proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum)

setiap bulan silih berganti kanan dan kiri.

4. Parametrium (Penyangga Rahim)

Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai

penebalan, yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul,

lipatan atasnya mengandung tuba fallopi dan ikut serta

menyangga indung telur. Bagian ini sensitif terhadap infeksi

sehingga mengganggu fungsinya.

Hampir keseluruhan alat reprodukksi wanita berada di

rongga panggul. Setiap individu wanita mempunyai bentuk dan

ukuran rongga panggul (pelvis) yang berbeda satu sama lain.

Bentuk dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu proses

persalinan (Tambayong, 2002).

B. Definisi

Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun

besar kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro,

2007).

Kista ovariun adalah suatu benjolan yang berada di ovarium

yang dapat mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian

bawah dimana pada kehamilan yang disertai kista ovarium solah-

olah terjadi perlekatan ruang bila kehamilan mulai membesar

(Prawirohardjo, 2009).

Kista merupakkan penyakit yang super halus, rumit dan unik,

sebab keberadaannya mirip dengan kehamilan. Setiap wanita


mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri yang ukuran normalnya

sebesar biji kenari. Setiap indung telur tersebut berisi ribuan telur

yang masih muda atau folikel yang setiap bulannya akan membesar

dan satu diantaranya membesar sangat cepat sehingga menjadi

telur yang matang. Pada peristiwa ovulasi telur yang matang keluar

dari indung telurr dan bergerak kerahim melalui saluran telur.

Apabila sel telur yang matang ini dibuahi, folikel akan mengecil dan

menghilang dalam waktu 2-3 minggu dan akan terus berulang

sesuai siklus haid pada seorang wanita. Namun, jika terjadi

gangguan pada proses siklus ini, maka kista pun akan terjadi

(Chyntia, 2010).

C. Etiologi

Menurut Nugroho (2010), kista ovarium disebabkan oleh

gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan

ovarium.

Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan

karsinogen seperti rokok, bahan kimia, sisa-sisa pembakaran zat

arang, bahan-bahan tambang.

Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah

sebagai berikut :

1. Riwayat kista terdahulu

2. Siklus haid tidak teratur

3. Perut buncit

4. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)


5. Sulit hamil

6. Penderita hipotiroid

D. Patofisiologi

Penyebab kista ovarium belum diketahui secara pasti belum

bisa diketahui, namun ada beberapa faktor presdiposisi yang dapat

menyebabkan kista ovarium yaitu wanita yang menderita kanker

payudara, riwayat kanker kolon, diet tinggi lemak, Merokok,

Minum alcohol. Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista,

yang merupakan pembesaran sederhana. Folikel graf atau korpus

luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan

abdomen dari epitalium ovarium. Beberapa faktor lain yang

berpengaruh adalah infertilitas terutama penggunaan obat obatan

infertilitas untuk menstimulus ovulasi. Secara umum pertumbuhan

jaringan abnormal di ovarium yang telah diawali oleh adanya faktor

presdiposisi diatas yang menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan hormonal. Pada gejala dini tanda dan gejala

yang mungkin muncul adalah rasa berat pada panggul, sering

berkemih, keadaan tidak nyaman di abdomen, distress

gastrointertisial, nyeri pada abdomen pada tahap lanjut, selain itu

gejala di perut yang samar samar yang dapat dilihat bermetatase

dengan invasi langsung ke organ terdekat pada abdomen dan

panggul selain itu cairan yang mengandung sel ganas dapat masuk

ke limfe menuju pleura sehingga akhirnya menyebabkan efusi

pleura.
E. Manifestasi Klinis

Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki

gejala. Tetapi, terkadang kista dapat menyebabkan beberapa

masalah seperti :

1. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit

2. Nyeri selama berhubungan seksual

3. Masa diperut bagian bawah dan biasanya bagian-bagian organ

tubuh lainnya sudah terkena

4. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi

5. Wanita post menoupause : nyeri pada daerah pelvik, disuria,

konstipasi atau diare, obstruksi usus atau asietas.

F. Klasifikasi

Menurut Mansjoer, et al (2000), kista ovarium neoplastik jinak

diantaranya :

1. Kistoma Ovarii Simpleks

Kistoma ovarii simpleks merupakan kista yang

permukaannya rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali

bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis berisi

cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.

Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista dengan reseksi

ovarium.

2. Kistadenoma Ovarii Musinosum


Bentuk kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat

tumbuh menjadi sangat besar. Gambaran klinis terdapat

perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga

timbul perlekatan kista dengan omentum, usus-usus dan

peritoneum parietale. Selain itu, bisa terjadi ileus karena

perleketan dan produksi musin yang terus bertambah akibat

pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan dengan

pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan

atau tanpa salpingo-ooforektomi tergantung bersarnya kista.

3. Kistadenoma Ovarii Serosum

Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kista

umumnya unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai

adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak

sebesar kista musinosum. Selain teraba massa intraabdominal

juga dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama

dengan kistadennoma ovarii musinosum.

4. Kista Dermoid

Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur

ektodermal berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari

pada mesoderm dan entoderm. Bentuk cairan kista ini seperti

mentega. Kandungannya tidak hanya berupa cairan tapi juga

ada partikel lain seperti rambut, gigi, tulang atau sisa-sisa kulit.

Dinding kista keabu-abuan dan agak tippid, konsistensi sebagian

kistik kenyal dan sebagian lagi padat. Dapat menjadi ganas,


seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga berasal dari ssel

telur melalui proses parthenogenesis. Gambaran klinis adalah

nyeri mendadak di perut bagian bawah karena torsi tangkai

kista dermoid. Dinding kista dapat ruptur sehingga isi kista

keluar di rongga peritoneum. Penatalaksanaan dengan

pengangkatan kista dermoid bersama seluruh ovarium.

Menurut Prawirohardjo (2009), kista nonneoplastik terdiri dari :

1. Kista folikel

Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai

berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari

beberapa folikel primer yang setelah tumbuh di bawah pengaruh

estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim, melainkan

membesar menjadi kista. Bisa didapati satu kista atau lebih, dan

besarnya biasanya dengan diameter 1-1,5 cm.

2. Kista korpus luteum

Dalam keadaan normol korpus luteum lambat laun

mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus

luteum mempertahankan diri, perdarahan yang sering terjadi di

dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang

berwarna merah coklat karena darah tua. Frekuensi kista korpus

luteum lebih jarang dari pada kista folikel.

3. Kista lutein
Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat luteinisasi sel-sel

teka. Sel-sel granulosa dapat pula menunjukkan luteinisasi, akan

tetapi seringkali sel-sel menghilang karena atresia. Tumbuhnya

kista ini ialah akibat pengaruh hormon korigonadotropin yang

berlebihan dan dengan hilangnya mola atau koriokarsinoma,

ovarium mengecil spontan.

4. Kista inklusi germinal

Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian

kecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista

ini lebih banyak terdapat pada wanita yang lanjut umurnya, dan

besarnya jarang melebihi diameter 1 cm. Kista ini biasanya

secara kebetulan ditemukan pada pemeriksaan histologik

ovarium yang diangkat waktu operassi. Kista terletak dibawah

permukaan ovarium, dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel

kubik atau torak rendah, dan isinya cairan jernih dan serus.

5. Kista endometriosis

Kista ini sering disebut juga sebagai kista coklat

endometriosis karena berisi darah coklat-kemerahan. Kista ini

berhubungan dengan penyakit endometriosis yang

menimbulkan nyeri haid dan nyeri senggama. Kista ini berasal

dari sel-sel selaput perut yang disebut peritoneum. Penyebabnya

bisa karena infeksi kandungan menahun, misalnya keputihan

yang tidak ditangani sehingga kuman-kumannya masuk kedalam

selaput perut melalui saluran indung telur. Infeksi tersebut

melemahkan daya tahan selaput perut, sehingga mudah


terserang penyakit. Gejala kista ini sangat khas karena berkaitan

dengan haid. Seperti diketahui, saat haid tidak semua darah

akan tumpah dari rongga rahim ke liang vagina, tapi ada yang

memercik ke rongga perut. Kondisi ini merangsang sel-sel rusak

yang ada di selaput perut mengidap penyakit baru yang dikenal

dengan endometriosis. Karena sifat penyusupannya yang

perlahan, endometriosis sering disebut kanker jinak. Kista yang

terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip dengan

selaput dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel di

ovarium dan berkembang menjadi kista.

6. Kista stein-leventhal

Ovarium tampak pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik,

dan permukaannya licin. Kapsul ovarium menebal. Kelainan ini

terkenal dengan nama sindrom Stein-Leventhal dan kiranya

disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Umumnya

pada penderita terhadap gangguan ovulasi, oleh karena

endometrium hanya dipengaruhi oleh estrogen, hiperplasia

endometrii sering ditemukan.

G. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa metode yang dapat membantu menegakkan

diagnosis, yaitu sebagai berikut (Prawirohardjo, 2009) :


1. Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah

sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk

menentukan sifat-sifat tumor tersebut.


2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dan batas tumor

apakah berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kemih.

Apakah tumor kistik atau solid dan dapatkan dibedakan pula

antara ciran dalam ringga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna unruk menentukan adanya hidrotoraks.

Selanjutnya, apda kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat

gigi dalam tumor.


4. Parasentesis
Pungsi asietes berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu

diperhatikan bahwa tindakan ini dapat mencemarkan kavum

peritonei dengan isi kista dinding kista tertusuk (Prawirohardjo,

2009).

H. Pencegahan

Menurut Chyntia (2010) menyatakan bahwa upaya pencegahan

yang bisa dilakukan adalah untuk mengerahui secara dini penyakit

ini, sehingga pengobatan yang dilakukan memberi hasil yang baik

dengan komplikasi yang minimal. Upaya yang dilakukan adalah

dengan melakukan pemeriksaan secara berkala yang meliputi :

pemeriksaan klinis ginekologi untuk mendeteksi adanya kista atau

pembesaran ovarium lainnya, pemeriksaan ultrasonografi (USG)

bila perlu dengan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah,

pemeriksaan petanda tumor (tumor marker), pemeriksaan CT-

Scan/MRI bila diperlukan.

I. Penatalaksanaan

1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor

(dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan

menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid.

Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho,

2010).

2. Terapi bedah atau operasi

Bila tumor ovarium disertai gejala akut seperti torsi, maka

tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak

ada gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terelbih

dahulu dengan seksama. Bila pembedahan mengangkat seluruh

ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo-

oophorectomy.

Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara

lain tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk

memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.

Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut

Yatim, (2005: 23) yaitu:

1) Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada

pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses

keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan

laparoskopi.

2) Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan

dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total.

Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah

mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak.


J. Perawatan Post Operasi

Menurut Johnson (2008), perawatan post operasi yang perlu

dilakukan antara lain:

a. Perawatan luka insisi/post operasi

Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain:

1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama

pasca operasi.

2) Luka harus dikaji setelah operasi sampai hari pasca operasi

sampai klien diperbolehkan pulang.

3) Luka mengeluarkan cairan atau tembus, pembalut harus

segera diganti.

4) Pembalutan dilakukan dengan teknik aseptik.

b. Pemberian cairan

Pada 24 jam pertama klien harus puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipotermia,

dehidrasi, dan komplikasi pada organ-organ lainnya.

Cairan yang dibutuhkan biasanya dekstrose 5-10%, garam

fisiologis, dan ranger laktat (RL) secara bergantian. Jumlah

tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya kira-

kira 20 tetes per menit. Bila kadar hemoglobin darah rendah,

berikan transfusi darah atau pocked-cell sesuai dengan

kebutuhan.

c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah klien

flatus, lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per

oral, sebenarnya pemberian sedikit minuman sudah boleh

diberikan 6-10 jam pasca operasi berupa air putih atau air teh

yang jumlahnya dapat dinaikkan pada hari pertama dan kedua

pasca operasi. Setelah infuse dihentikan, berikan makanan bubur

saring, minuman, buah dan susu. Selanjutnya secara bertahap

diperbolehkan makan bubur dan akhirnya makanan biasa.

d. Nyeri

Dalam 24 jam pertama, rasa nyeri masih dirasakan di daerah

operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat-

obatan anti sakit dan penenang seperti suntikan intramuskuler

(IM) pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morpin sebanyak

10-15 mg atau secara perinfus atau obat-obatan lainnya.

e. Mobilisasi

Mobilisasi segera sangat berguna untuk membantu

jalannya penyembuhan klien. Miring ke kanan dan ke kiri sudah

dapat dimulai 6-10 jam pertama pasca operasi setelah klien

sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan sambil tidur

terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua pasien

dapat latihan duduk selama 5 menit dan tarik nafas dalam-dalam.

Kemudian posisi tidur diubah menjadi setengah duduk atau semi

fowler.

Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari klien

dianjurkan belajar duduk sehari, belajar berjalan dan kemudian


berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca

operasi.

f. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan

tidak nyaman pada klien. Karena itu dianjurkan pemasangan

kateter tetap (balon kateter) yang terpasang 24-48 jam atau lebih

lama tergantung jenis operasi. Dengan cara ini urine dapat

ditampung dan diukur dalam kantong plastik secara periodik.

Bila tidak dipasang kateter tetap dianjurkan untuk melakukan

pemasangan kateter rutin kira-kira 12 jam pasca operasi, kecuali

bila klien dapat berkemih sendiri.

g. Pemberian Obat-obatan

1) Antibiotik, kemoterapi dan anti inflamasi

2) Obat-obatan pencegah perut kembung

3) Obat-obatan lainnya

h. Perawatan Rutin

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dan

pengukuran adalah:

4) Tanda-tanda vital, meliputi: tekanan darah (TD), nadi,

pernafasan, dan suhu.

5) Jumlah cairan yang masuk dan yang keluar.

6) Pemeriksaan lainnya menurut jenis operasi dan kasus.


K. Komplikasi

Menurut Wiknjosastro (2007), komplikasi yang dapat terjadi

pada kista ovarium diantaranya:

a. Akibat pertumbuhan kista ovarium

Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa

menyebabkan pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat

disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya

dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat

menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar

tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya

menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga

mengakibatkan edema pada tungkai.

b. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium

Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu

sendiri mengeluarkan hormon.

c. Akibat komplikasi kista ovarium

1) Perdarahan ke dalam kista

Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur

menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya

menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika

perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi

distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.

2) Torsio atau putaran tangkai


Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai

dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba

fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika

dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark,

peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan

dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak

melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini

paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya

meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah,

mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis.

Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan

(detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap

kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.

3) Infeksi pada tumor

Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.

4) Robek dinding kista

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai

akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih

sering pada saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai

hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas

berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan

menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-tanda

abdomen akut.
5) Perubahan keganasan

Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan

mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan

keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan.

Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause

sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker

(maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik

menjadi penting.

Pathways Kista Ovarium


L. Kemungkinan Diagnosa Yang Muncul
1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran
tangkai tumor/ infeksi pada tumor.
2. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
3. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan
luka operasi yg kurang adequat.
4. Resiko gangguan BAB / BAK berhubungan dengan penekanan
daerah sekitar tumor.

M. Intervensi Keperawatan.

1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran


tangkai tumor/ infeksi pada tumor

(Tujuan: Setelah diberi tindakan kepw,nyeri berkurang sampai


hilang sama sekali)

a) Kaji tingkat dan intensitas nyeri.

(R/ mengidentifikasi lingkup masalah)

b) Atur posisi senyaman mungkin.

(R/ Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri)

c) Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesik.

(R/menghilangkan rasa nyeri)

d) Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi.

(Merelaksasi otot otot tubuh).

2. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
(Tujuan : Setelah 1 X 24 Jam diberi tindakan, gangguan rasa
nyaman (cemas) berkurang.

a) Kaji dan pantau terus tingkat kecemasan klien.


(R/ mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai
pedoman tindakan selanjutnya )

b) Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang


berkaitan dengan penyakitnya.

(R/ Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga


klien tahu tentang keadaan dirinya )

c) Bina hubungan yang terapeutik dengan klien.

(R/ Hubungan yang terapeutuk dapat menurunkan tingkat


kecemasan klien.

3. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan


perawatan luka operasi yg kurang adequat.
(Tujuan : Selama dalam perawatan, infeksi luka operasi tidak
terjadi)
a) Pantau dan observasi terus tentang keadaan luka
operasinya.
(R/ Deteksi dini tentang terjadinya infeksi yang lebih
berat )
b) Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik dan
antiseptik.
(R. menekan sekecil mungkin sumber penularan eksterna )
c) Kolaborasi dalam pemberian antibiotika.
(Membunuh mikro organisme secara rasional )
DAFTAR PUSTAKA

Benson, R. 2008. Buku Saku Obsteteri dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta:

Penerbit EG
Chyntia, E. 2010. Pahami Kista Anda Akan Terbebaskan. Yogyakarta:

Maximus
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing

Diagnosis: Definitions & Clasification, 2015-2017. Oxford: Wiley

Blackwell
Mansjoer, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid 1.

Jakarta: Media Aesculapius


Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC


Manuaba, I.B.G. 2009. Memahami Kesehatan Reroduksi Wanita Edisi 2.

Jakarta: Penerbit EGC


Owen, E. 2005. Panduan Kesehatan Bagi Wanita. Jakarta: PT. Prestasi

Pustakaraya
Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. 2009. Ilmu

Kandungan Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Anda mungkin juga menyukai