Anda di halaman 1dari 8

Gambaran Umum Profesi Bisnis

2.1 Hakikat Bisnis

Bisnis pada hakikatnya adalah organisasi yang bekerja di tengah-tengah masyarakat atau
merupakan sebuah komunitas yang berada ditengah-tengah komunitas lainnya. Bisnis merupakan
realitas yang sangat kompleks. kompleksitas bisnis berkaitan langsung dengan kompleksitas
masyarakat. Menurut Bertens (2000;13) bisnis sebagai kegiatan sosial pada hakikatnya dapat
dipandang dari 3 (tiga) sudut yang berbeda, yaitu sudut pandang ekonomi, moral, dan hukum.

Sudut Pandang Ekonomi


Bisnis adalah salah satu kegiatan ekonomis. yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar-
menukar, memproduksi-memasarkan ,bekerja-memperkerjakan, dan interaksi
manusiawilainnya dengan maksud memperoleh untung.
2.2. Karakteristik Profesi Bisnis
Baru belakangan ini bisnis dianggap sebagai sebuah profesi. Profesi dirumuskan
sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah hidup dengan menggunakan keahlian dan
keterampilan dengan melibatkan komitmen pribadi dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Bisnis modern mensyaratkan dan menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang
profesional. Orang yang profesional umumnya adalah orang yang dapat dipercaya oleh
masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang menjadi profesinya. Semakin tajam
persaingan, semakin dituntut sikap profesional untuk membangun citra bisnis yang baik
melalui pelayanan kepada masyarakat. Bisnis merupakan kegiatan menjual citra kepada
masyarakat dengan cara memenuhi kebutuhan mereka secara prima, baik, dan jujur
melalui penawaran barang dan jasa yang bermutu dan harga yang wajar. Oleh karena itu,
perlu dibangun citra bisnis sebagai suatu profesi yang diperlukan dan dihargai.
Profesionalisme akhirnya menjadi keharusan dalam bisnis. Hanya saja sikap
profesionalisme dalam bisnis terbatas pada kemampuan teknis menyangkut keahlian dan
keterampilan yang terkait dengan bisnis: manajemen, produksi, pemasaran, keuangan,
personalia, dan seterusnya. Orang-orang yang profesional selalu berarti orang-orang yang
mempunyai komitmen pribadi yang tinggi, yang serius dalam pekerjaannya, yang
bertanggungjawab atas pekerjaannya agar tidak sampai merugikan orang lain.
Menurut Keraf (dalam Rindjin, 2004:63) suatu profesi yang diperlukan dan
dihargai mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Seseorang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus yang ia
peroleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang membentuk profesinya,
yang membedakannya dengan orang lainnya. Barang atau jasa yang bermutu dan dengan
harga yang kompetitif hanya dapat dihasilkan oleh profesionalisme.
2. Terdapat kaidah dan standar moral. Pada setiap profesi selalu ada peraturan yang
menentukan bagaimana profesi itu dijalankan. Peraturan yang biasa disebut kode etik ini
sekaligus menunjukkan tanggungjawab profesional dalam melakukan pekerjaan, seperti
kode etik dokter, wartawan, pengacara, akuntan, dan sebagainya. Untuk menjaga
kemurnian dan ketepatan pelaksanaan kode etik ini, dibentuklah organisasi profesi.
Organisasi profesi ini berkewajiban menjaga nama baik organisasi, melakukan seleksi
anggota baru dan bila perlu memberikan sanksi kepada anggota yang melanggar kode
etik profesi.
3. Seseorang perlu memiliki izin khusus atau lisensi untuk bisa menjalankan suatu
profesi. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut dari orang-orang yang
tidak profesional. Tergantung dari jenis profesi, setelah seseorang memenuhi persyaratan
yang ditentukan dan telah melalui pengujian dan pemeriksaan yang seksama sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, ia akan diberi lisensi oleh pemerintah atau organisai
profesi.
4. Memberikan pelayanan pada masyarakat. Keuntungan harus dibayar sebagai akibat
logis dari pelayanan kepada masyarakat, bahkan ke ikutsertaan dalam mensejahterakan
masyarakat, adalah citra perusahaan yang baik.
Karakteristik bisnis

3. PERGESERAN PARADIGMA DARI STOKHOLDER KE STAKEHOLDER

Pergeseran paradigma dari pendekatan stockholder kependekatan stakeholder dapat diartikan


sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu.

4. TANGGUNG JAWAB MORAL DAN SOSIAL BISNIS

Tanggung jawab perusahaan adalah tindakandan kebijakan perusahaan dalam berinteraksi yang
didasarkan pada etika. secara umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip dan nilai
moral yang mengarahkan perilaku sesorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau
buruk dalam pengambilan keputusan. Menurut Jones, etika berkaitan dengan nilai-nilai internal
yang merupakan bagia dari budaya perusahaan dan membentuk keputusan yang berhubungan
dengan tanggung jawab social.

Terdapat 3 pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab social:

1. Pendekatan moral yaitu tindakan yang didasrkanpada prinsip kesatuan

2. pendekatan kepentingan bersama yaitu bahwa kebijakanmoral harus didasarkan pada


standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab

3. kebijakan bermanfaat adalh tanggup jawab social yang didasarkan pada nilai apa yang
dilakukan perusahaan menghasilakn manfaat besar bagi pihak berkepentuingan secara
adil.

Tanggung jawab moral dan sosial bisnis, dari sudut pandang strategisnya bahwa suatu
perusahaan bisnis perlu mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dimana
bisnis menjadi bagiannya. Ketika bisnis mulai mengabaikan tanggung jawabnya, masyarakat
cenderung menanggapi melalui pemerintah untuk membatasi otonomi bisnis.

5. KODE ETIK PERUSAHAAN

Kode Etik (Patrick Murphy) atau kadang-kadang disebut code of conduct atau code of ethical
conduct ini, menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan dengan kesulitan yang bisa
timbul (mungkin pernah timbul dimasa lalu), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan
pesaing dan pemasok, menerima hadiah, sumbangan dan sebagainya. Latar belakang pembuatan
Kode Etik adalah sebagai cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan kegiatan
perusahaan. Bila Perusahaan memiliki Kode Etik sendiri, is mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memilikinya.
Manfaat Kode Etik Perusahaan :

1. Kode Etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan
sebagai corporate culture. Hal ini terutama penting bagi perusahaan besar yang
karyawannya tidak semuanya saling mengenal satu sama lainnya. Dengan adanya kode
etik, secara intern semua karyawan terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan
mefigambil kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul.

2. Kode Etik, dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu) dibidang etika.
(penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban perusahaan dalam
melindungi lingkungan hidup).

3. Kode etik menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.

4. Kode Etik, menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya, kemungkinan
untuk mengatur diri sendiri (self regulation).

6. Menurut covey sebuah keputusan yang baik adalah yang bisa menyeimbangkan ke-4
kompetesi yaitu : tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (PQ), dan jiwa (SQ). berikan
penjelasan apakah anda setuju atau tidak, kemukakan pendapat dan berikan contoh !
Jawab : saya setuju, karena tanpa salah satu kompetensi tersebut keputusan tidak akan
berjalan dengan baik dan pengertian keputusan itu sendiri Keputusan adalah hasil
pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya
mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu
sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara
beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan
seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan
yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan.
Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap
manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang
mendasarkan diri pada human relations.

Contoh : seorang manajer ingin memberhentikan pegawainya. Sebelum manajer tersebut


memberhentikan pegawainya maka ada beberapa hal yang harus ia pertimbangkan terlebih
dahulu, seperti :

1. apakah keinginan ia memberhentikan pegawainya itu hanya emosi sesaat.

2. apakah keinginan ia memberhentikan pegawainya itu memang karena si pegawai ini tidak
sesuai dengan bidang yang sedang ia kerjakan

3. apa keputusan yang telah manajer ambil sudah dipikirkan matang-matang. Tentang baik
buruknya bagi perusahaan dan pegawai yang ingin dia berhentikan.
4. Apakah keputusan manajer memberhentikan pegawai tersebut sudah efektif bagi
perusahaan.

5. Apakah keputusan manajer memberhentikan pegawainya tidak akan menimbulkan demo


dan merugikan perusahaan.

Itulah hal yang harus dipertimbangkan dengan baik jika ingin mengambil keputusan yang baik,
dan keempat kompetensi tersebut sangat berperan penting dan berhubungan dengan satu sama
lain. Jika salah satu kompetensi tersebut tidak diimbangi dengan kompetensi yang lain keputusan
tersebut pasti akan membuat keputusan tersebut jadi keputusan yang salah.

5. Kode Etik Perusahaan


Anggota dari suatu profesi umumnya terorganisasi dalam suatu asosiasi atau
organisasi profesi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur anggotanya dalam
menjalankan profesinya. Kode etik menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tuntutak keahlian,
komitmen, moral, dan perilaku yang diinginkan dari orang yang melakukan profesi
tersebut. Kode etik pada umumnya di susun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa
profesi yang bersangkutan dan menjadi norma moral yang berlaku bagi mereka yang
melakukan profesi tersebut.
Kode etik berbagai profesi sudah dikenal ada sejak lama. Sumpah Hipocrates (abad
ke-5 SM) dapat dipandang sebagai kode etik profesi tertua dalam bidang kedokteran yang
masih digunakan hingga saat ini. Dalam zaman sekarang ini terdapat banyak profesi yang
telah mempunyai kode etik. Salah satu fenomena terbaru adalah mencuatnya kode etik
khusus untuk perusahaan pada tahun 1970-an akibat terjadinya berbagai skandal korupsi
di kalangan pebisnis. Perkembangannya dimulai di Amerika kemudian meluas ke Inggris
dan negara-negara Eropa lainnya. Sebagian besar perusahaan di Amerika dan Eropa telah
memiliki kode etik. Di Indonesia hanya perusahaan-perusahaan internasional yang
beroperasi di Indonesia diketahui memiliki kode etik perusahaan.
Kode etik perusahaan atau oleh Patrict Murphy disebut ethic statements dibedakan
dalam tiga macam (Bertens, 2000: 381):
1. Value Statement (Pernyataan Nilai)
Pernyataan nilai dibuat singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh perusahaan
sebagai misinya dan mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi perusahaan. Banyak
pernyataan nilai yang menegaskan bahwa perusahaan ingin beroperasi secara etis dan
menggarisbawahi pentingnya integritas, kerja tim, kredibilitas, dan keterbukaan dalam
komunikasi.
2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan)
Kredo perusahaan biasanya merumuskan tanggungjawab perusahaan terhadap
stakeholder. Di bandingkan dengan pernyataan nilai, kredo perusahaan biasanya lebih
panjang dan meliputi beberapa alinea.
3. Code of Conduct / Code of Ethical Conduct (Kode Etik)
Kode etik (dalam arti sempit) menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan
dengan kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing
dan pemasok, sumbangan terhadap pihak lain, dan sebagainya. Kode etik umumnya lebih
panjang dari kredo perusahaan dan bisa sampai 50-an halaman.
Perusahaan dapat memiliki salah satu, dua atau ketiga pernyataan etika tersebut.
dalam pembahasan ini kode etik perusahaan dimaksudkan pernyataan etik perusahaan
pada umumnya, tanpa memperhatikan penggolongan yang di buat oleh Patrick Murphy.
Mungkin saja penulis lain akan menyebutkan kode etik perusahaan dengan istilah
berbeda,
Setiap perusahaan berusaha memiliki kode etik. Manfaat kode etik bagi
perusahaan dapat di sebutkan sebagai berikut (Bertens, 2000:382):
1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah
dijadikan sebagai corporate culture. Dengan adanya kode etik secara intern pegawai
terikat dengan standar etis yang sama dan secara ekstern para pihak yang berkepentingan
akan memaklumi apa yang bisa diharapkan dari perusahaan tersebut. reputasi di bidang
etika merupakan asset yang sangat berharga bagi suatu perusahaan.
2. Kode etik dapat membantu menghilangkan kawasan abu-abu di bidang etika.
Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong perusahaan misalnya, menerima
komisi atau hadiah, kesungguhan perusahaan dalam memberantas pemakaian tenaga
kerja di bawah umur, dan keterlibatan perusahaan dalam pelestarian lingkungan hidup.
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusaan menilai tanggungjawab
sosialnya. Tanggungjawab sosial bukanlah keharusan bagi perusahaan. Melalui kode etik,
perusahaan dapat menunjukan itikad baik terhadap lingkungan sosialnya.
4. Kode etik menyediakan regulasi sendiri (self regulation) dan dalam batas tertentu
tidak perlu campur tangan pihak pemerintah dalam mengatasi beragai persoalan bisnis.
Kode etik perusahaan seringkali menunjukan sikap optimis yang berlebihan sehingga
diragukan kemampuannya untuk memecahkan persoalan etis dalam perusahaan. Kritik
yang disampaikan terkait kode etik perusahaan adalah:
1. Kode etik sering hanya menjadi slogan belaka. Fungsinya sebatas window dressing
yang membuat pihak luar kagum, padahal belum tentu di jalankan denga baik.
2. Kode etik dirumuskan terlalu umum dan tetap memerlukan keputusan pimpinan
dalam berbagai persoalan etis. Jika memerlukan keputusan pimpinan, maka kode etik
sesungguhnya tidak diperlukan lagi.
3. Jarang ada penegakkan kode etik dengan member sanksi untuk pelanggaran. Ada
atau tidak kode etik dirasakan tidak ada perbedaannya,sehingga kurang efektif dalam
mendorong munculnya prilaku etis.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, suatu kode etik hendaknya:
1. Dirumuskan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam organisasi, sehingga
dapat berfungsi dengan baik.
2. Tidak memuat hal-hal yang kurang berguna dan tidak mempunyai dampak nyata.
3. Direvisi sewaktu-waktu agar sesuai dengan perkembangan jaman.
4. Ditegakkan denga seperangkat sanksi agar setiap permasalahan terselesaikan
dengan baik.

3. Pergeseran Paradigma Dari Pendekatan Stockholder ke Pendekatan Stakeholder


Pergeseran paradigma pengelolaan perusahaan dari stockholder ke stake holder
merupakan satu keniscayaan. Hal itu karena secara sosiologis eksistensi perusahaan di
tengah lingkungan masyarakat memiliki implikasi baik positif maupun negatif. Positive
externalitis mengarah pada kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan, seperti
membuka lapangan pekerjaan baru, serta meningkatkan pendapatan. Sementara negative
externalities mendorong terwujudnya competitive dis-economics seperti pencemaran,
radiasi, kebisingan, kesenjangan sosial.
Melihat konteks sebagaimana dinyatakan di atas, perusahaan seharusnya tidak sekedar
bertanggungjawab pada stockholder saja seperti yang selama ini terjadi, namun meluas
sampai pada stakeholder. Corporate Social Responsibility merupakan pelebaran tanggung
jawab perusahaan sampai lingkungan, baik secara fisik maupun psikis. Menaikan
pengeluaran-pengeluaran sosial serta cara lain untuk menjaga keseimbangan lingkungan
4. Tanggung Jawab Moral dan Sosial Bisnis
a. Tanggung jawab moral
Persoalan pelik yang harus dijawab pada tempat pertama adalah manakala kondisi bagi
adanya tanggung jawab moral. Manakah kondisi yang relevan yang memungkinkan kita
menuntut agar seseorang bertanggung jawab atas tindakannya. Ini sangat penting, karena
tidak sering kita menemukan orang yang mengatakan bahwa tindakan itu bukan tanggung
jawabku.
Paling sedikit ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral.
1. Tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan
tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan sadar
dan tahu akan tindakannya itu serta konsekwensi dari tindakannya. Hanya kalau
seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk menuntut
tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu.
2. Tanggung jawab juga mengandalkan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya,
tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannya, jika
tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Jadi, jika seseorang terpaksa atau dipaksa
melakukan suatu tindakan, secara moral ia tidak bisa dituntut bertanggung jawab atas
tindakan itu. Hanya orang yang bebas dalam melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab
atas tindakannya.
3. Tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu
memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan
itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut the principle of
alternate possibilities. Artinya, hanya kalau masih ada alternative baginya untuk bertindak
secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan
itu.

b. Tanggung jawab sosial


Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya
dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya
(namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab
terhadapkonsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala
aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, di mana ada argumentasi
bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau
devidenmelainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat
ini maupun untuk jangka panjang.
Pengertian tanggung jawab social perusahaan atau CSR sangat beragam. Intinya, CSR
adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara
holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan
dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate
philanthropy, corporate community relations, dan community development.

Anda mungkin juga menyukai