1. Definisi
Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana kadar natrium
dalam darah lebih dari 145 mEq/L darah.
Kebutuhan normal pada bayi baru lahir adalah 1-2 mmol/kg/hari pada bayi aterm , dan 3-4
mmol/kg/hari pada bayi prematur.
Hiponatremia disebabkan oleh kelebihan cairan maupun deplesi natrium. Deplesi natrium
mungkin terjadi akibat asupan yang tidak adekuat atau kehilangan yang
berlebihan.Hipernatremia adalah peningkatan konsentrasi natrium hampir selalu disebabkan oleh
deplesi air dan hilangnya cairan ekstraseluler dapat juga disebabkan oleh asupan natrium
berlebihan yang jarang terjadi
2. Etiologi dari hiponatremia dapat dibagi atas:
a. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal pemberian cairan iso-osmotik yang tidak
mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat menimbulkan hiponatremia dengan osmolalitas
plasma normal. Termasuk dalam hal ini, keadaan hiperproteinemia dan hiperlipidemia.
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma tinggi Pada keadaan osmolalitas plasma yang tinggi,
seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau pemberian manitol intravena. Cairan intrasel akan
keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel, dan menyebabkan hiponatremia.
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah Terjadi pada keadaan seperti gagal jantung,
sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik. Keadaan-keadaan ini terjadi dengan volume CES
yang meningkat. Pada SIADH, volume CES normal dan pada keadaan muntah atau pada
pemakaian diuretik, volume CES menurun. Hiponatremia akut diartikan sebagai kejadian
hiponatremia dalam jangka waktu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan
cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang
dan penurunan kesadaran. Edema otak yang terjadi, dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang
mengakibatkan terjadinya hipertensi intrakranial dengan resiko brain injury.
b. Hiponatremia kronik diartikan sebagai keadaan hiponatremia dalam jangka waktu yang lebih
dari 48 jam. Gejala yang timbul tidak berat karena ada proses adaptasi. Pada keadaan ini, cairan
akan keluar dari jaringan otak dalam beberapa jam. Gejala yang timbul hanya berupa lemas dan
mengantuk, bahkan dapat tanpa gejala. Keadaan ini dikenal juga dengan hiponatremia
asimtomatik. Namun perlu diperhatikan pada proses adaptasi ini dapat menjadi proses yang
berlebihan yang berisiko terjadinya demyelinisasi osmotik.
1. Hiponatremia
Hiponatremia dapat terjadi pada keadaan tonisitas atau osmolalitas yang rendah, normal ataupun
tinggi. Sebagian besar kejadian hiponatremia berkaitan dengan hipotonisitas, yang berarti bila
jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eskresi.
2. Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian merupakan
keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Etiologi dari hipernatremia adalah10,19 :
Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti pada
pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat pemberian laktulosa atau sorbitol
Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat
tumor dan gangguan vaskuler Penambahan natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi
asidosis dengan bikarbonat, atau pemberian natrium yang berlebihan. Masuknya air tanpa
elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat. Keadaan hipernatremia akan
membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan
ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem
saraf pusat, maka akan menimbulkan disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.
Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah natrium.
Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara tidak normal jika kehilangan cairan
melampaui kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum terlalu sedikit air.
Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang
tidak merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat
memperoleh air yang cukup untuk minum.
Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan:
Fungsi ginjal yang abnormal
Diare
Muntah
Demam keringat berlebihan
Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua biasanya rasa haus
lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan dengan anak muda. Usia lanjut yang
hanya mampu berbaring di tempat tidur saja atau yang mengalami demensia (pilkun), mungkin
tidak mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya masih berfungsi.
Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih mulai berkurang,
sehingga tidak dapat menahan air dengan baik. Orang tua yang minum diuretik, yang memaksa
ginjal mengeluarkan lebih banyak air, memiliki resiko untuk menderita hipernatremia, terutama
jika cuaca panas atau jika mereka sakit dan tidak minum cukup air.
Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua. Hampir
separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia meninggal.
Tingginya angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki penyakit berat yang
memungkinkan memungkinkan terjadinya hipernatrermia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air, seperti
yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar hipofisa mengeluarkan terlalu sedikit
hormon antidiuretik (hormon antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak
memberikan respon yang semestinya terhadap hormon. Penderita diabetes insipidus jarang
mengalami hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup air.
Penyebab utama dari hipernatremi:
a.Cedera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa
b.Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia). Penggunaan obat (lithium,
demeclocycline, diuretik). Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat
berlebihan).Penyakit sel sabit Diabetes insipidus.
Penyebabnya meliputi :
- Kehilangan melalui ginjal pada bayi prematur
- Kehilangan melaui usus karena masalah usus (obsrtuksi usus,sepsis,atau prematuritas) atau
muntah berat
- Obat-obatan(misalnya diuretic
- Gagal adrenokortikal, jarang terjadi tetapi mungkin disebabkan oleh hyperplasia adrenal
congenital,hipoplasia atau perdarahan adrenal pada bayi sakit
- Laktasi yang tidak adekua
- Peresepan cairan tidak bena
- Pemberian natrium bikarbonat berlebiha
- Susu formula bubuk yang tidak sesuai
3. Gejala
Gejala utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak. Hipernatremia yang
berat dapat menyebabkan:
- Penurunan berat badan
- Dehidras
- Kebingungan
- Kejang otot
- Kejang seluruh tubuh
- Koma
- Kematian.
4. Pengobatan
Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus terutama kasus ringan,
cairan diberikan secara intravena (melalui infus). Untuk membantu mengetahui apakah
pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan pemeriksaan darah setiap beberapa jam.
Konsentrasi natrium darah diturunkan secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu cepat bisa
menyebabkan kerusakan kerusakan otak yang menetap.
Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui penyebab tingginya
konsentrasi natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara lebih spesifik.
Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon antidiuretik (vasopresin).
5. Komplikasi
a. Gagal ginjal
b. Gagal jantung
6. DIAGNOSIS
Diagnosis Gangguan Keseimbangan Natrium
a. Diagnosis Hiponatremia
Diagnosis ditegakkan bila natrium dibawah 135 mmol/L. Berdasarkan klinis, hal yang penting
kita tentukan adalah hiponatremia akut yang ditandai dengan gejala kesadaran yang menurun dan
kejang. Sedangkan hiponateremia kronik ditandai dengan mengantuk dan lemas saja, bahkan
tanpa gejala. Dan untuk menentukan penyebab hiponatremia, perlu dilakukan pemeriksaan
osmolalitas serum, penilaian status Extracelluler Volume (ECV) dan natrium urin. ECV diukur
menggunakan perangkat laboratorium. Secara langsung, ECV diukur dengan menggunakan zat
kontras, dan diberi label dengan inulin, manitol dan sorbitol.
b.Diagnosis Hipernatremia
Diagnosis ditegakkan bila natrium palsma meningkat secara akut dengan nilai di atas 155
mEq/L. Dan berakibat fatal bila diatas 185 mEq/L Berdasarkan klinis dapat kita temui letargi,
lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma. Untuk menentukan etiologi, selain pengukuran
natrium serum, perlu dilakukan pengukuran natrium urin dan dilakukan penilaian untuk
osmolalitas urin.
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Gangguan Keseimbangan Natrium
a.Penatalaksanaan Hiponatremia
Prinsip penatalaksanan hiponatremia adalah dengan mengatasi penyakit dasar dan menghentikan
setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia. Sebelum memberikan terapi sebaiknya
ditentukan apakah hiponatremia merupakan hiponatremia hipoosmolalitas. Untuk hiponatremia
hiperosmolalitas, koreksi yang diberikan hanya berupa air saja. 18,21
Larutan pengganti yang diberikan adalah natrium hipertonik, bisa berupa NaCl 3% atau 5%
NaCl. Pada sediaan NaCl 3% yang biasa dipakai, terdapat 513 mmol dalam 1 liter larutan.
Koreksi pada hiponatremia kronik yang tanpa gejala, dapat diberikan sediaan oral, yaitu berupa
tablet garam.18,21
Tabel. 1. Estimasi efek pemberian cairan infus untuk menaikkan kadar natrium plasma18
Koreksi natrium secara intravena harus diberikan secara lambat, untuk mencegah central pontin
myelinolysis (CPM). Kadar Na plasma tidak boleh dinaikkan lebih dari 10-12 mmol/L dalam 24
jam pertama. Terapi inisial diberikan untuk mencegah udem serebri. Untuk hiponatremia akut
dengan gejala serius, koreksi dilakukan agak cepat. Kadar natrium plasma harus dinaikkan
sebanyak 1,5-2 mmol/L dalam waktu 3-4 jam pertama, sampai gejala menghilang. Kecepatan
cairan infus diberikan 2-3 ml/kg/jam, setelah itu dilanjutkan dengan 1 ml/kg/jam, sampai kadar
Na 130 mmol/L. Untuk koreksi hiponatremia kronik, diberikan dengan target kenaikan sebesar
0,5 mmol/L setiap 1 jam, maksimal 10 mmol/L dalam 24 jam. Kecepatan infus dapat diberikan
0,5 1 ml/kg/jam. Pemantauan kadar Na serum harus dilakukan setiap 2-4 jam. Untuk
menetukan estimasi efek pemberian cairan infus dalam menaikkan kadar natrium plasma,
digunakan rumus:18,25
Perubahan Na serum= (Na dalam cairan infus-Na serum)/(TBW+1)
Saat ini sedang mulai dipakai sediaan vasopressin receptor antagonis untuk meningkatkan kadar
natrium. Sediaan ini akan menghambat reseptor V2 di tubulus yang akan meningkatkan ekskresi
air, kemudian akan memperbaiki keadaan hiponatremia. Demeclocycline dan litium juga dapat
dipakai dimana sedian ini akan mengahambat respon ginjal terhadap vasopressin. Selain itu,
sediaan ini dapat juga diberikan sebagai pencegahan overkoreksi. Dosis democlocycline dapat
diberikan 300-600 mg perhari.
b.Penatalaksanaan Hipernatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia. Sebagian besar
penyebab hipernatremia adalah defisit cairan tanpa elektrolit. Penatalaksanaan hipernatremia
dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian cairan isotonik sampai hemodinamik
stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.
Hipernatremi dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis. Kemudian diberikan Dekstrosa
5% untuk mengganti defisit air. Tabel 2. Estimasi efek pemberian cairan infus untuk menurunkan
kadar natrium plasma
Untuk menghitung perubahan kadar Na serum, dapat ditentukan dengan mengetahui kadar Na
infus yang digunakan, dengan menggunakan rumus yang sama pada koreksi hiponatremia.
Perbedaannya hanya terletak pada cairan infus yang digunakan. Dengan begitu, kita dapat
melakukan estimasi jumlah cairan yang akan digunakan dalam menurunkan kadar Na plasma.
DAFTAR PUSTAKA
Darwis D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk. Gangguan
Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010.
Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009 : 529-
37.
Martin, JK. Clinical Consequences and Management of Hypomagnesemia. J Am Soc Nephrol.
2009; 20: 2291-95.
Mardiana N. Dissoreder of Potassium Metabolism. In Book of Annual Meeting Pernefri 2009.
Pernefri; Jakarta: 2009.