ABSTRAK
ABSTRACT
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU
SJSN), merupakan kebijakan untuk memenuhi hak setiap warga negara agar bisa hidup
layak dan bermartabat menuju tercapainya tingkat kesejahteraan yang diharapkan. Hal ini
sesuai dengan pengertian jaminan sosial, yang diartikan sebagai perlindungan yang
dirancang oleh pemerintah, untuk melindungi warga negara terhadap risiko kematian,
kesehatan, pengangguran, pensiun, kemiskinan, dan kondisi pekerjaan yang tidak layak.1
Jaminan kesehatan adalah salah satu bentuk jaminan sosial, yang pada dasarnya
bertujuan menjamin stabilitas ekonomi seseorang saat mengalami risiko kesehatan.
DalamSJSN, jaminan kesehatan diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial, yakni
solidaritas sosial, efisiensi, ekuitas, komprekensif, portabilitas, nirlaba dan resposif.2 Secara
teoretis, prisip solidaritas sosial bertujuan untuk menjamin agar setiap penduduk bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa ada halangan biaya, kondisi geografis, karena
adanya partisipasi masyarakat.
Prinsip ekuitas atau keadilan, merupakan prinsip keadilan vertikal, yang artinya,
kontribusi peserta dalam jaminan kesehatan didasarkan pada kemampuan seseorang (ability
to pay), bukan berdasarkan status kesehatannya.3 Pengertian ini memposisikan keluarga
dengan pendapatan lebih tinggi, akam membayar iuran lebih banyak dibandingkan keluarga
yang pendapatannya lebih rendah.
1. Konsep ATP
Konsep ATP dikembangkan dari perspektif coping strategic.8 6Strategi ini mencakup
berbagai upaya yang dilakukan individu atau keluarga dalam memobilisasi sumberdaya yang
sifatanya tidak rutin (non-routine resources) untuk membayar suatu produk atau jasa yang
mereka perlukan.
Dalam bidang kesehatan, konsep ATP digunakan untuk mengetahui kemampuan
individu membayar suatu program atau pelayanan kesehatan. Penelitian mengungkapkan
coping strategic oleh individu, yang merefleksikan ATP antara lain : meminjam uang,
menjual hasil pertanian, menggunakan uang tabungan, menjual barang berharga, mencari
bantuan donor, menunda pembayaran, bahkan mengemis.
Menilai ATP masyarakat terhadap iuran jaminan kesehatan, bertujuan untuk melihat
seberapa besar besar kemampuan masyarakat untuk membeli produk tersebut. ATP ini
merupakan faktor penting dalam mengembangkan sistem jaminan kesehatan dan menjadi
pertimabgnan utama dalam menetapkan besarnya iuran atau premi.
Menurut Kementrian Kesehatan, ATP adalah besarnya dana yang sebenarnya dapat
dipergunakan untuk membiayai kesehatan yang bersangkutan.9 Penelitian tentang ATP
menggunakan pendekatan pendapatan keluarga dan alokasinya.10 Pendekatan lain adalah
dengan mengkonversi pengeluaran keluarga untuk tembakau, alkohol dan sirih ditambah
pengeluaran untuk kesehatan, termasuk biaya pengobatan alternatif.11 Pengeluaran jenis ini
dapat diasumsikan sebagai ATP keluarga terhadap program atau layanan kesehatan.
Steven Russel menyatakan, ketika individu atau keluarga menghadapi situasi yang tiba-
tiba seperti sakit, maka kemampuan keluarga untuk mengatasi biayanya secara umum akan
tergantung kepada beberapa determinan seperti:8
1) Sifat alami penyakit, frekuensi, lama sakit dan besarnya biaya yang diperlukan. Sifat
alami penyakit ini berdampak kritis terhadap ATP keluarga. Penyakit yang sifatnya akut
akan membebani keluarga secara tiba-tiba dan mengharuskan mobilisasi dana secara
cepat, sebaliknya, penyakit kronis, memerlukan pembiayaan dalam jangka panjang dan
berimplikasi panjang pula terhadap sumberdaya dalam rumah tangga.
2) Berbagai sumberdaya yang tersedia dalam rumah tangga, bisa berupa uang tunai, aset,
pendidikan, kemampuan untuk mengorganisir sumberdaya secara efektif, investasi, dan
tagihan piutang.
3) Respon keluarga, yakni keputusan untuk memobilisasi sumberdaya atau tidak.
Kemampuan Membayar
contoh,barter
dengan hasil sokongan atau
bumi aset,contoh
tanah, pekerjaan perolehan aset
dari barter
hak properti
perluasan
bersama, contoh aset lancar barter bantuan aset contoh
hak contoh hasil aset pemerintah tagihan pada
penggembalaan pertanian keluarga
barter
gaji/bayaran
sewa,
pendapatan penjualan dll
ilegal contoh untuk komoditi
mencuri
Kumpulan aset
Kendali atas berbagai
alternatif komoditas
Bagan 2.1. menjelaskan bagaimana rumah tangga mendapatkan kontrol atas berbagai
sumberdaya yang bisa dimobilisasi untuk pembiayaan kesehatan yaitu:
1) Adanya aset seperti kebun, sawah, pekerjaan, barang berharga, rumah, mobil dll;
2) Melalui aset tersebut, terutama kebun dan sawah bisa diperoleh hasil bumi;
3) Penjualan hasil bumi, aset serta upah/gaji dari pekerjaan bisa diperoleh uang tunai;
4) Bantuan dari pemerintah; dalam konteks Indonesia contohnya adalah program beras
miskin dan bantuan modal usaha;
5) Tagihan piutang dan bantuan dari keluarga, teman, tetangga dan bantuan sosial lainnya;
6) Perolehan ilegal; seperti mencuri.
Teori Steven Russel, menilai ATP dari seluruh aset dan pendapatan yang bisa
didapatkan oleh keluarga, termasuk pendapatan ilegal. Semakin banyak aset dan pendapatan,
semakin besar ATP. Teori ini tidak secara langsung menilai ATP untuk iuran jaminan
kesehatan, tetapi memberikan gambaran, bagaimana rumah tangga mengalokasikan
sumberdaya untuk kesehatan dan dampak pengambilan keputusan tersebut terhadap
kesejahteraan keluarga. Informasi ini, bisa menjadi dasar bagi pemilihan formula/penilaian
ATP yang tepat bagi penelititan selanjutnya yang menggunakan pendekatan survei atau data
sekunder.
Penelitian di Indonesia, pendekatan untuk menghitung ATP, berbeda dengan teori
Steven Russel di atas. ATP tidak dinilai dari besarnya pendapatan dan aset semata, tapi juga
menghitung besarnya pengeluaran. Berdasarkan pengeluaran, ATP masyarakat secara garis
besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok.12
1) ATP belanja bukan makanan (non food expenditure) biasanya diukur secara bulanan dan
tahunan. Belanja untuk kesehatan digolongkan dalam kelompok ini.
2) ATP belanja bukan pokok (non essential expenditure) seperti belanja rokok, tembakau,
sirih, minuman beralkohol, kosmetik dan hiburan.
3) ATP belanja pokok (essential expenditure) meliputi belanja untuk makanan, sewa rumah
dan pakaian.
1. William C. Arthur, Smith Michael, Young C.Peter. Risk Management and Insurance. The
Mc Grow Hill Company 1998.hlm.439
4. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Sosialisasi SJSN: Persiapan Menuju Universal
Coverage Jaminan Kesehatan [makalah seminar]. Seminar dan Diseminasi Informasi
SJSN dan BPJS; 29 Februari 2012; Bandung
7. I Gede Subawa, Info Askes, Buletin Bulanan PT Askes, Edisi Mei 2011; ;[diunduh tanggal
27/11/ 2012],tersedia dari; www.ptaskes.com
8. Russel Steven, Ability to Pay for Health Care: Concepts and Evidence. Health Policy and
Planning, [online serial], 1996; [diunduh tanggal,16 Maret 2012]11(3):219-37.Tersedia
dari:heapol.oxfordjournals.org
10. Lofgren Curt, Nguyen X Thanh, Nguyen TK Chuc, Emmelin Anders dan Lindhom Lars.
People's willingness to Pay for Health Insurance in Rural Vietnam. Cost Effectiveness
and Resource Allocation. [online serial]. 2008; [diunduh tanggal 27 Juli 2012]; 7
Februari 2008;6:1-16.Tersedia dari: www.ncbi.nlm.nih.gov
11. Henni Djuhaeni, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM): Strategi
Aksesitas Pelayanan Kesehatan di Masa Depan,[makalah seminar]; Seminar JPKM
Dana Sehat; Agustus 2004; Bandung. JPKM Dana Sehat Al -Islam Bandung
2004.[diunduh tanggal 6 Juni 2012]; Tersedia dari: pustaka.unpad.ac.id
12. Ritanenny Esmi, Pola Pembiayaan Kesehatan Masyarakat yang Tidak Memiliki
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dalam Mewujudkan Cakupan Menyeluruh Asuransi
Kesehatan Di Kota Sukabumi [tesis], Institut Pertanian Bogor; 2009.[diunduh tanggal 15
Juli 2012]; Tersedia dari www.repository.ipb.ac.id
13. Nirmala Trisna AA, Gde Muninjaya,A.A. Survey Pasar Jaminan Kesehatan Sosial
Bali. Manajemen Pelayanan Kesehatan, 1 Maret 2007;10:29-39
15. Bmbang Irawan, Willingness to Pay dan Ability to Pay Pelanggan Rumah Tangga,
sebagai rrespon terhadap Pelayanan Air Bersih dai PDAM Kota Surakarta, FE UNS
Surakarta, [online serial] Jejak , vol.2 No.1 Maret 2009; [diunduh tanggal 22 Maret 2012]