Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks dimana hasil dari belajar ini adalah
kapabilitas (kemampuan) yang disebabkan adanya stimulasi dari lingkungan serta melibatkan
koognitif (berpikir) oleh pelajar. Teori tentang belajar banyak dikemukakan oleh para ahli,
dan seiring berkembangnya zaman, maka teori belajar juga semakin berkembang. Dari teori
belajar yang telah dikemukakan seperti teori behavior dan koognitif, didapati beberpa
kelemahan dimana pada teori belajar behavior, siswa hanya duduk manis mendengarkan
penjelasan dari guru dan tidak diberi suatu permasalahan lalu diselesaikan dengan mandiri
ataupun berdiskusi. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dan langsung, serta siswa hanya
menerima apa yang diberikan guru. Kemudian salah satu kelemahan dari teori belajar
kognitif adalah lebih ditekankan pada kemampuan daya ingat siswa, sehingga semua siswa
dianggap mempunyai kemampuan yang sama. Teori ini juga membatasi peserta didik dalam
mengeksplorasi dan mengambangkan kemampun belajarnya.

Dengan demikian, perlu adanya perkembangan dalam hal teori belajar. Pada makalah
yang disajaikan ini akan dibahas mengenai teori konstruktivisme, diman teori ini lebih
menekankan pada kemampuan seseorang dalam memecahkan permasalahannya secara
mandiri. Apabila diterapkan dalam dunia pendidikan, teori konstruktivisme ini dirasa lebih
efektif karena siswa terlibat secaa langsung dalam pemecahan suatu masalah yang diberikan
oleh gurunya. Dengan cara berdiskusi, mencari tahu pengetahuan yang baru, mengemukakan
pendapat, atau bertanya secar langsung pada gurunya. Dengan demikian, teori ini
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengeksplor dan mengembangkan pengetahuan
yang dimilikinya. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai pengertian, tujuan ciri, dan
prinsip teori konstruktivisme, kemudian hubungan teori konstruktivisme dengan teori
lainnya. Selain itu penerapan serta kelebihan dan kekurangan dari teori konstruktivisme juga
akan dibahas didalamnya.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivisme

Adapun kelebihan dan kekurangan dari teori konstruktivisme menurut Sutisna (2013) adalah
sebagai berikut:

A. Kelebihan Teori Konstruktivisme


1. Berpikir
Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menemukan idea dan membuat keputusan. Ketika anak
terlibat langsung dalam proses penyelesaian masalah, anak akan berpikir apa solusi
dari suatu permasalahan tersebut, sehingga akan meningkatakan dan proses
berfikirnya.
2. Pemahaman
Kelebihan lainnya dari teori ini adalah pemahaman yang didapatkan para
siswa semakin mantap. Murid terlibat secara langsung dalam mencari pengetahuan
baru, mereka akan lebih paham dan dapat mengapliksikannya dalam semua situasi.
Dengan adanya keterlibatan secara langsung dan berkembangnya pemikiran para
siswa, pemahamannya pun akan semakin mendalam.
3. Mengingat
Setelah adanya proses berpikir dan meningkatnya pemahaman siswa, otomatis
siswa akan lebih lama mengingat semua konsep yang telah didapatnya dari proses
memecahkan masalah. Melalui pendekatan ini murid membina sendiri kefahaman
mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam
situasi baru.
4. Kemahiran sosial
Kemahiran sosial diperoleh siswa ketika siswa berdiskusi mengemukakan
pendapat dan pertanyaan kepada teman diskusi, selian itu bisa juga didapat dari siswa
tersebut bertanya kepada gurunya mengenai hal baru yang ia dapat atau apapun yang
ia tidak mengerti. Dengan demikian interaksi sosial siswa akan terbangun.
5. Motivasi
Siswa terlibat langsung, kemudian memahami, ingat, yakin dan saling
berinteraksi. Mereka akan merasa termotivasi dan akan terus belajar untuk
memperoleh pengetahuan yang baru
B. Kelemahan
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi. Dengan demikian solusi untuk masalah ini adalah sebaiknya sebelum
guru memberikan sebuah permasalahan yang harus diselesaikan atau bisa juga
dikatakan tugas, maka guru tersebut harus memberikan gambaran terlebih dahulu apa
yang harus dibahas, agar nantinya siswa tidak bingung menentkan arah permasalahan
dan penyelesain masalah nya dan tidak terjadi miskonsepsi.
2. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal
ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan
yang berbeda. Solusinya adanlah guru harus mngenal karakter dan kemampuan para
siswanya. Jika pada saat diberikan tugas, siswa tersebut memiliki permasalahan dalam
mengerjakannya lebih baik gurunya segera mencari tahu apa permasalahan yang
dialami muridnya tersebut agar nantinya siswa tersebut lebih mudah memhami tugas
yang diberikan gurunya. Selain itu guru yang menerapkan teori konsrtuktivisme juga
harus memahami prinsip-prinsip yang ada didalamnya.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa. Hal ini tentu
mempengaruhi dalam proses belajar siswa dalam penerapan teori konstruktivisme,
jika sarana dan prasarana tidak memadai, dirasa susah untuk menunjang keaktifan dan
kreatifitas siswa dalam belajar. Jadi guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
memanfaatkan bahan ataupun peralatan seadanya untuk menunjang keaktifan dan
kreatifitas siswanya.
4. Meskipun guru hanya menjadi motivator dan mediasi jalannya proses belajar, tetapi
guru harus memiliki perilaku yang dapat membuat para siswanya bersemangat
sehingga menjadi penyemangat bagi siswa. Oleh karena itu, selain mengajarkan
pelajaran yang sesuai bidangnya, seorang guru juga harus menyisipkan pengajaran
yang mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.

Dampak Teori Konstruktivisme terhadap Pembelajaran

Dampak teori konstruktivisme terhadap pembelajaran menurut Samani (2014)


berkenaan dengan:

Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir


Tujuan Pendidikan
untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi
Konstruktivisme memerlukan kurikulum yang menekankan keterampilan
dalam pemecahan masalah, dengan kata lain kurikulum harus dirancang
Kurikulum
sedemikian rupa, sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan
maupun keterampilan dan dapat dikonstruksi oleh peserta didik
Pendidik atau gruru berusaha untuk membuat para siswanya dapat
memperoleh pengetahuan yang baru. Dengan demikian guru harus
menyusun strategi pembelajarannya dengan memperhatikan
Pengajaran
respon/tanggapan dari siswa serta mendorong siswa untuk menganalisis,
menafsirkan dan meramalkan informasi. selain itu juga guru harus bisa
menjadi fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran.
Diharapkan selalau aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
Pembelajar
bagi dirinya
Konstruktivisme memerlukan suatu penilain yang merupakan bagaian dari
proses pembelajaran (penilaian autentik) sehingga memungkinkan siswa
berperan lebih besar dalam menilai dan mempertimbangkan kemajuannya
Penilaian
atau hasil belajarnya sendiri. Hal ini merupakan alasan untuk menghadirkan
portofolio sebagai model penilaian, berupa (hasil ujian, makalah, hasil
keterampilan, piagam dan lain-lain)

Dapus:

Sutisna, Yahya. 2013. Penerapan Pendekatan Kosntruktivisme untuk Meningkatkan Hasil


Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia

Samani, Muchlas. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bnadung: Remaja Rosdakarya Offset

Anda mungkin juga menyukai