PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
79%,Pinrang 75 %,disusul Makassar 70% dan terendah Kabupaten Luwu 33 %
serta Jeneponto 36 % .(2)
Khusus di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota
Makassar, jumlah kasus TB Paru klinis di Puskesmas dan RS sebanyak 900 kasus
dan kasus baru TB BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 1.819
kasus (puskesmas dan rumah sakit) meningkat dibandingkan tahun 2011 dimana
dilaporkan jumlah penderita TB Paru Klinis di Puskesmas dan Rumah Sakit
sebanyak 511 Jumlah penderita TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608
penderita (Puskesmas dan Rumah Sakit). (2)
Prevalensi penderita TB paru di Puskesmas Jumpandang Baru tahun 2015
dalam 3 bulan terakhir adalah 33 pasien dengan rincian tipe pasien : 30 kasus
baru, 3 kasus kambuh, 0 kasus pindahan.
TB paru juga merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit pernapasan akut. Dibandingkan dengan penyakit
menular lainnya seperti HIV/AIDS dan Demam Berdarah Dengue (DBD), TB
paru merupakan pembunuh dengan tingkat kematian tertinggi di Indonesia.(3)
Pengendalian Tuberkulosis Paru kemudian menjadi masalah kesehatan
global dan nasional. Maka tak heran bila salah satu indikator derajat kesehatan
masyarakat dalam visi Indonesia Sehat adalah angka kesembuhan TB Paru BTA+.
Berbagai program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka
penemuan dan angka kesembuhan dengan berlandaskan pada strategi Directly
Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan
berdasar International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) walaupun tercatat
angka putus obat masih tinggi mencapai 50-85 % .Sejak tahun 2000 strategi
DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes) terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan
dasar.(1)
Menurut George Enggel pendekatan dalam pelayanan medis tidak hanya
berfokus pada aspek biologi (penyakit) tetapi juga dipengaruhi aspek psikososial.
Karena itu interaksi antara komunitas sosial dan keluarga dengan bantuan
lingkungan komunitasnya sangat membantu tidak hanya dalam menyelesaikan
masalah klinis saja tetapi juga masalah psikososial.(3)
Oleh karena itu sejalan dengan program DOTS di layanan primer maka
pendekatan diagnostik holistik pada pasien TB Paru juga dapat menjadi salah satu
penunjang dalam mendukung upaya pencapaian sasaran strategi nasional
pengendalian TB yang mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2009-2014.(2)
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan kasus ini yaitu penulis
mampu memahami konsep penatalaksanaan penyakit TB dengan metode
pendekatan kedokteran keluarga
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan laporan kasus ini yaitu
penulis mampu menggambarkan, mengetahui, menentukan, memahami,
menjelaskan, dan mendiskripsikan :
a. Pengkajian pada pasien dengan tuberkulosis.
b. Penentuan diagnosa atau masalah yang muncul pada pasien dengan
tuberkulosis.
c. Penyusunan penatalaksanaan secara tepat pada pasien tuberkulosis
dengan metode pendekatan kedokteran keluarga.
d. Implementasi penatalaksanaan pasien tuberculosis dengan metode
pendekatan kedokteran keluarga.
e. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan tuberkulosis.
1. Manfaat Teoritis
3
yang tidak sesuai dengan kasus yang terjadi, sehingga disusunlah laporan
kasus ini.
2. Manfaat Praktisi
Bagi Teman Sejawat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah wacana keilmuan bagi teman sejawat dalam memberikan
penatalaksanaan pada pasien tuberkulosis.
Bagi Puskesmas
Laporan kasus ini dapat dijadikan salah satu contoh hasil dalam
melakukan penatalaksanaan pada pasien khususnya pasien
tuberkulosis.
Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat praktis bagi instansi akademik yaitu dapat digunakan
sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan tentang pentalaksanaan pasien tuberkulosis dengan
metode pendekatan kedokteran keluarga.
Bagi Pasien dan Keluarga
Manfaat laporan kasus ini bagi pasien dan keluarga yaitu agar
pasien dan keluarga mengetahui tentang penyakit tuberkulosis serta
penatalaksanaan yang benar dan tepat agar pasien mendapat perawatan
yang tepat.
Bagi Pembaca
Manfaat penulisan laporan kasus ini yaitu menjadi sumber
referensi dan informasi bagi orang yang membaca laporan kasus
iniserta menjadi lebih mengetahui dan memahami bagaimana cara
penatalaksanaan yang benar dan tepat pada pasien tuberkulosis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tuberculosis
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis dengan gejala sangat bervariasi. Penyebab tuberculosis adalah kuman
Mycobacterium tuberculosa, yang merupakan kuman tahan asam. Penyebab
tuberculosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosa, yang merupakan kuman
tahan asam.Dikenal ada 2 type kuman Mycobacterium tuberculosa, yaitu type
humanus dan type bovinus. Hampir semua kasus tuberkulosis disebabkan oleh
type humanus, walaupun type bovinus dapat juga menyebabkan terjadinya
tuberkulosis paru, namun hal itu sangat jarang sekali terjadi. Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan ke dalam paru.
Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain, melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas atau
penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya dan tuberkulosis paru merupakan
bentuk yang paling banyak serta penting.(1)(4)
B.Patofisiologi Penyakit Tuberculosis
Destruksi makrofag
Paru merupakan tempat masuk lebih dari 98% kasus infeksi tuberkulosis,
karena ukurannya sangat kecil, kuman TB dalam percik renik yang terhirup dapat
mencapai alveolus. Tempat Mycobacterium tuberculosis yang terhirup dan masuk
ke paru akan ditelan oleh makrofag alveolar, selanjutnya makrofag akan
melakukan 3 fungsi penting, yaitu :(5)(6)
1. Menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek
mikobakterisidal;
5
2. Menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap M. tuberculosis
berupa IL-1, IL-6, TNF (Tumor Necrosis Factor alfa ), TGF
(Transforming Growth Factor beta )
3. Memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T5.
Kuman tersebut masuk tubuh melalui saluran pernafasan yang masuk ke
dalam paru, kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas atau
penyebaran langsung ke bagian tubuh yang lain. Saluran limfe akan membawa
kuman tuberkulosis paru ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang terpapar
dengan kuman tuberkulosis untuk pertama kali, sedangkan tuberkulosis reaktivasi
terjadi karena reaktivasi infeksi tuberkulosis yang terjadi beberapa tahun
lalu.Reaksi imunologi yang berperan terhadap M. tuberculosis adalah reaksi
hipersensitivitas dan respon seluler, karena respon humoral kurang berpengaruh.(3)
Akibat klinis infeksi M.tuberculosis lebih banyak dipengaruhi oleh sistem
imunitas seluler.Orang yang menderita kerusakan imunitas seluler seperti
terinfeksi HIV dan gagal ginjal kronik mempunyai risiko tuberkulosis paru yang
lebih tinggi.Sebaliknya orang yang menderita kerusakan imunitas humoral dan
mieloma mutipel tidak menunjukkan peningkatan predisposisi terhadap
tuberkulosis paru.(3)
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau klasifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.Kuman dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Proses infeksi tuberkulosis
tidak langsung memberikan gejala. Paru merupakan lokasi tersering (>95%)
masuknya kuman tuberkulosis pada manusia.Oleh karena itu patogenesis
tuberkulosis primer di paru merupakan model utama dalam kajian patogenesis
tuberkulosis.(1)
Kelainan patologi yang terjadi :(1)(3)(4)(7)
1. Tipe Eksudatif
Terdiri dari inflamasi yang akut dengan edema, sel-sel leukosit PMN dan
menyusul kemudian sel-sel monosit yang mengelilingi tuberculosis.Kelainan
ini terutama terlihat pada jaringan paru dan mirip Pneumonia bakteri.Dalam
masa eksudatif ini tuberculin adalah positif.
2. Tipe Produktif
Apabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk granuloma yang
kronik, terdiri dari 3 zona.:
a) Zona Sentral dengan sel raksasa yang berinti banyak dan mengandung
tuberculosis.
6
b) Zona Tengah yang terdiri dari sel-sel epitel yang tersusun radial
c) Zona yang terdiri dari fibroblast, limfosit, dan monosit. Lambat laun zona
luar akan berubah menjadi fibrotik dan zona sentral akan mengalami
perkijuan. Kelainan seperi ini disebut sebagai tuberkel.
i. Etiologi
ii. Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia.Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus
baru per tahun.Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian
per tahunnya.Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemik erkonsentrasi (a concentrated epidemic),
7
dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah
mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi
prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%.(2)(3)(7)
Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk
intervensi HI dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia
sekitar 190.000- 400.000.Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB
baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB
baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20%
dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar
6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit
TB yang tinggi, Indonesia merupakan negar pertama diantara High Burden
Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai
target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada
tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus
TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari
169.213 diantaranya terdeteksi BTA+.Dengan demikian, Case Notification
Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%).
Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir
adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.
Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program
pengendalian TB nasional yang utama.(2)(9)
Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka
penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan
pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan.
Tabel 1. Pencapaian target pengendalian TB per provinsi 2009R
%Dengan angka nasional proporsi kasus relaps dan gagal pengobatan di bawah
2%, maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di pelayanan
kesehatan pada umumnya masih rendah. Namun demikian, sebagian besar data
berasal dari Puskesmas yang telah menerapkan strategi DOTS dengan baik selama
8
lebih dari 5 tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi
di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian
TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out
pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari
penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program pengendalian
TB nasional.Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal dari
sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus
TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi
59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi
selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena
meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam
program TB nasional. Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806
termasuk 1,865 kasus BTA positif.Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB
mencapai 10.45%.(4)(9)
Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak
yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas
pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas
pelayanan kesehatan.(1)
1. Epidemiologi penyakit TB dapat juga digambarkan menurut Trias
Epidemiologi adalah Agent, Host dan Environmentsebagai berikut :
a. Agent
TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri
gram positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam
dan aerobic. Karakteristik alami dari agen TB hampir bersifat
resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu
bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama.Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara
Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Pathogenesis hamper
rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi
Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering
muncul setelah penggunaan kemoterapi modern, sehingga
menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.Umumnya
sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan
tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi .(3)(4)(7)
b. Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TB.
Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian :a).Paling rendah pada
awal anak (bayi) dengan orang tua penderita b) Paling luas pada
masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
9
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita c).
Puncak sedang pada usia lanjut.Dalam perkembangannya, infeksi
pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan
dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia
ini atau tidak terlindung dari risiko infeksi.Pria lebih umum
terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan
tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi
yang mengenal TB sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TB, tetapi mungkin mengacu pada
kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat
resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut
memainkan peranan dalam infeksi TB, sejak timbulnya
ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi, kondisi kesehatan secara
umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme
pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik
dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi,
namun sulit untuk dievaluasi.(3)(7)
c. Environment
Distribusi geografis TB mencakup seluruh dunia dengan
variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat
perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi
merupakan hal penting pada kasus TB. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TB dengan kelas sosial
yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan,
lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek
dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas
perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
pengangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang
TB dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan
epidemi penyakit ini .Pada lingkungan biologis dapat berwujud
kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang
terinfeksi adalah berbahaya .(3)(7)
2. Epidemiologi penyakit TB dapat juga digambarkan menurut Variabel
Epidemiologi adalah Person(orang), Place(tempat)dan Time(waktu)
sebagai berikut :
a. Distribusi menurut orang.
Distribusi menurut umur
10
Distribusi menurut jenis kelamin.
Distribusi menurut etnik
b. Distribusi menurut tempat.
c. Distribusi menurut waktu.
EPIDEMIOLOGI
a. Person / Orang
Umur
Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak
terkecuali pria, wanita, tua, muda, anak-anak, kaya dan miskin
serta dimana saja. Sebagian besar penderita TB Paru di Negara
berkembang berumur dibawah 50 tahun.Data WHO menunjukkan
bahwa kasus TB di Negara berkembang banyak terdapat pada umur
produktif 15-29 tahun,Sejalan dengan penelitian Rizkiyani (2008)
yang menunjukkan jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6%
berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi
pada usia lanjut ( 55 tahun).(10)
Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-
anak,laki-laki dan perempuan.TB Menyerang sebagian besar
wanita pada usia produktif. Serupa dengan WHO yang
menunjukkan lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular
oleh kuman TB dan satu juta di antaranya meninggal setiap tahun.
(10)
11
lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada
lingkungan yang kumuh dan kotor.(10)
Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan
Miskin.Data WHO yang menyatakan bahwa angka kematian akibat
TB sebagai besar berada di Negara berkembang yang relative
miskin(10)
Wilayah
risiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis
penyakit TB Paru bergantung pada keberadaan infeksi dalam
masyarakat misalnya Imigran dari daerah prevalensi tinggi TB, Ras
yang berisiko tinggi dan kelompok etnis minorias(misal
Afrika,Amerika,Amerika Indian,Asli Alaska,Asia,Kepulauan
(10)
Pasifik dan Hispanik)
c. Time / Waktu
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan
Kapan saja tanpa mengenal waktu,Apabila Kuman telah masuk ke
dalam tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan
berpotensi untuk terjadinya penyakit TB Paru.(10)
12
kuman beterbangan kemudian dihirup oleh orang sehat dan masuk ke
dalam paru-paru. Cara penularan ini disebut sebagai airborne disease.
Daya penularan ditentukan oleh banyaknya kuman Bakteri Tahan Asam
(BTA) yang terdapat dalam paru-paru penderita serta penyebarannya. Pada
perjalanan kuman ini banyak mengalami hambatan, antara lain di hidung
(bulu hidung) dan lapisan lendir yang melapisi seluruh saluran pernafasan
dari atas sampai ke kantong alveoli. Sebagian besar manusia yang
terinfeksi (80 90 %) belum tentu menjadi sakit tuberkulosis , disebabkan
adanya kekebalan tubuh. Untuk menjadi sakit, dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain keadaan sosial ekonomi, kemiskinan, kekurangan gizi,
rendahnya tingkat pendidikan dan kepadatan penduduk.(1)
13
positif yaitu pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan dahaknya
positif dengan cara pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau
tes diagnostik cepat (misalnya GeneXpert).
o Pasien TB berdasarkan diagnosis klinis :
Adalah seseorang yang memulai pengobatan sebagai pasien TB
namun tidak memenuhi definisi dasar diagnosis berdasarkan
konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis. Termasuk dalam tipe
pasien ini adalah :
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil foto toraks sangat
mendukung gambaran TB.
b. Pasien TB ekstra paru tanpa hasil konfirmasi pemeriksaan
laboratorium
Catatan :
Pasien TB dengan diagnosis klinis apabila kemudian terbukti hasil
pemeriksaan laboratorium BTA positif (sebelum atau setelah menjalani
pengobatan) harus diklasifikasikan kembali sebagai pasien TB dengan konfirmasi
hasil pemeriksaan bakteriologis sebagaimana definisi pasien tersebut diatas. Guna
menghindari terjadinya over diagnosis dan situasi yang merugikan pasien,
pemberian pengobatan TB berdasarkan diagnosis klinis hanya dianjurkan pada
pasien dengan dengan pertimbangan sebagai berikut :
Keluhan, gejala dan kondisi klinis sangat kuat mendukung TB
Kondisi pasien perlu segera diberikan pengobatan misal : pada TB
meningen, TB milier, pasien dengan HIV positif dsb.
Tindakan pengobatan untuk kepentingan pasien dan sebaiknya diberikan
atas persetujuan tertulis dari pasien atau yang diberi kuasa.
Apabila fasilitas memungkinkan, segera diupayakan pemeriksaan
penunjang yang sesuai misal : pemeriksaan biakan, pemeriksaan
diagnostik cepat dsb. untuk memastikan diagnosis.
2. Definisi Kasus TB Paru
1. Suspek TB (Tuberculosis suspect)
Setiap orang yang datang dengan gejala atau tanda TB. Gejala paling
sering adalah dahak produktif > 2 minggu, bisa disertai gejala lain
(sesak napas, nyeri dada, batuk darah) atau gejala konstitutional
(penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, berkeringat
malam, badan lemas).(1)(3)
2. Kasus TB (Case of tuberculosis)
Kasus pasti TB atau seseorang yang sudah didiagnosa menderita TB
oleh dokter dan diputuskan untuk mendapat pengobatan lengkap TB.
(1)(3)
14
Seorang pasien dengan positif Mycobacterium tuberculosis
berdasarkan pemeriksaan spesimen ataupun pemeriksaan lainnya
yang dapat mengidentifikasi M.tuberculosis.(1)(3)
3. Klasifikasi Diagnosis TB
Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
Lokasi anatomi penyakit;
Riwayat pengobatan sebelumnya;
Hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT; (pada revisi guideline
WHO tahun 2013 hanya tercantum resisten obat)
Status HIV.(1)(3)
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:
TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial.
TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di
paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus
diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar
parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen,
saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus
TB ekstraparu dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah
diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis.(3)
15
dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak
pada akhir pengobatan. (Pada revisi guideline WHO tahun 2013
klasifikasi ini direvisi menjadi pasien dengan perjalanan
pengobatan tidak dapat dilacak (loss to follow up) yaitu pasien
yang pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan tidak dapat
dilacak pada akhir pengobatan).
4) Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline
WHO tahun 2013 yaitu: kasus dengan riwayat pengobatan
lainnya adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT
dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan.
5) Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB
03) lain untuk melanjutkan pengobatan. (Klasifikasi ini tidak
lagi terdapat dalam revisi guideline WHO tahun 2013).
6) Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
adalah pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu
kategori di atas.(3)
Penting diidentifikasi riwayat pengobatan sebelumnya karena
terdapatnya risiko resisten obat.Sebelum dimulai pengobatan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan biakan spesimen dan uji resistensi obat atau metode
diagnostik cepat yang telah disetujui WHO (Xpert MTB/RIF) untuk semua
pasien dengan riwayat pemakaian OAT.(3)
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis dan uji resistensi obat
Semua pasien suspek / presumtif TB harus dilakukan pemeriksaan
bakteriologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis
merujuk pada pemeriksaan apusan dahak atau spesimen lain atau identifikasi
M. tuberculosis berdasarkan biakan atau metode diagnostik cepat yang telah
mendapat rekomendasi WHO (Xpert MTB/RIF). Pada wilayah dengan
laboratorium jaminan mutu eksternal, kasus TB paru dikatakan apusan dahak
positif berdasarkan terdapatnya paling sedikit hasil pemeriksaan apusan
dahak BTA positif pada satu spesimen pada saat mulai pengobatan.Pada
daerah tanpa laboratorium dengan jaminan mutu eksternal maka definisi
kasus TB apusan dahak positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen pada
pemeriksaan apusan dahak adalah BTA positif.(3)
Kasus TB paru apusan negatif adalah:
Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA negatif tetapi biakan positif untuk
M.tuberculosis
Memenuhi kriteria diagnostik berikut ini:
1. Keputusan oleh klinisi untuk mengobati dengan terapi antiTB
lengkap; DAN
16
2. Temuan radiologis sesuai dengan TB paru aktif DAN:
3. Terdapat bukti kuat berdasarkan laboratorium atau manifestasi klinis;
ATAU
4. Bila HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui tetapi tinggal di
daerah dengan prevalens HIV rendah), tidak respons dengan
antibiotik spektrum luas (di luar OAT dan fluorokuinolon dan
aminoglikosida).
Kasus TB paru tanpa pemeriksaan apusan dahak tidak diklasifikasikan apusan
negatiftetapi dituliskan sebagai apusan tidak dilakukan.(3)
d. Klasifikasi berdasarkan status HIV
Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis
atau klinis yang memiliki hasil positif untuk tes infeksi HIV yang
dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB atau memiliki bukti
dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau obat
antiretroviral (ARV) atau praterapi ARV.
Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis
atau klinis yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada
saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di
kemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.
Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB konfirmasi
bakteriologis atau klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak
memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV. Bila pasien
ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.
(1)(3)
4. Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit
satu spesimen konfirmasi M. tuberculosis atau sesuai dengan gambaran
histologi TB atau bukti klinis sesuai TB. WHO merekomendasi
pemeriksaan uji resistensi rifampisin dan / atau isoniazid terhadap
kelompok pasien berikut ini pada saat mulai pengobatan:
Semua pasien dengan riwayat OAT. TB resisten obat banyak
didapatkan pada pasien dengan riwayat gagal terapi
Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif khususnya
mereka yang tinggal di daerah dengan prevalens sedang atau tinggi
TB resisten obat.
Pasien dengan TB aktif setelah terpajan dengan pasien TB resisten
obat.
Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer
>3%.
17
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapat paling sedikit satu
spesimen konfirmasi M. tuberculosis atau sesuai dengan gambaran
histologi TB atau bukti klinis dan radiologis sesuai TB.(1)(3)
18
Rentang Maksimum Rentang Maksimum
dosis dosis
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampicin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pyrazinamid 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol 15 (15-20) 30 (25-35)
Streptomicyn 12 (12-18) 15 (12-18) 1000
TB PARU
19
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda
dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir
semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan
tertular TB.(6)(11)
2. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda
dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk
ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus
mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya. (6)
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus
disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.(6; 11)
3. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB,
suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg).(6; 11)
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi
HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak
disertai HIV/AIDS.(6)
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB.Pengobatan ARV(antiretroviral)
dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar
WHO.Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan
prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi
dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan
pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap
20
infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary
Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).(6)
21
9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti:
Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa
TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per
hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian
disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.(5; 8)
22
Bakteri mati yang terlihat oleh mikroskop.
Foto toraks untuk memantau respons pengobatan tidak diperlukan, tidak dapat
diandalkan.(3)
23
Pengobatan Gagal Termasuk juga dalam definisi ini adalah pasien dengan
strain kuman resisten obat yang didapatkan selama
pengobatan baik apusan dahak BTA negatif atau positif.
Meninggal Pasien TB yang meninggal dengan alasan apapun
sebelum dan selama pengobatan.
Putus obat Pasien TB yang tidak memulai pengobatan atau
(tidak dapat dilacak) menghentikan pengobatan selama 2 bulan berturut-turut
Revisi WHO 2013 atau lebih.
Dipindahkan Pasien yang dipindahkan ke rekam medis atau
(Tidak dievaluasi) pelaporan lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui
Revisi WHO 2013
Pengobatan Sukses Jumlah pasien TB dengan status hasil pengobatan
sembuh dan lengkap
24
Jaundice/kuning Isoniazid, Stop Isoniazid,
(penyebab lain di Rifampicin,Pyrazinamide Rifampicin,Pyrazinamide
ekslusikan)
25
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal,
riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang,
penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien
serta keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem
Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan
diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).(15; 6)
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa
pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental,
sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan
sosialnya.(15)
26
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan
upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu(15)
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan
kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan
rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.(15)
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus
menerus demi kesehatan pasien.(15)
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan
dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter
dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.(15)
27
BAB III
PROFIL PUSKESMAS
28
2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Batua berjumlah 12.548
jiwa dimana penduduk laki-laki sebesar 6234 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebesar 6314 jiwa. Penyebaran penduduk pada
wilayah kelurahan tidak sama. Disamping itu, adanya kebijakan
pemerintah tentang penetapan lokasi pembangunan rumah
pemukiman penduduk serta lokasi untuk membangun industri,
perdagangan, sarana transportasi, pertanian dan lain-lain.
1. UPAYA PENCEGAHAN
Puskesmas Batua sebagai unit teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya. Puskesmas Batua berperan menyelenggarakan upaya kesehatan
untuk miningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerakan
29
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Dengan fungsi tersebut maka Upaya Kesehatan di Puskesmas Batua
terbagi atas 2 (dua) Upaya Kesehatan yaitu:
1. Upaya kesehatan wajib, meliputi:
a. Upaya Promosi Kesehatan (promkes)
b. Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling)
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
f. Upaya Pengobatan
30
BAB IV
PRESENTASI KASUS
31
Pasien tidak pernah menggunakan narkoba
Pemeriksaan Fisik
1 Keadaan Umum : Sakit sedang
2 Vital sign
32
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri lepas (-), nyeri ketuk
(-),hepatomegali(-), spleenomegali (-)
Perkusi : timpani di semua lapang abdomen, nyeri
ketuk (-)
- Ekstremitas : akral hangat, edema
4 Status Lokalis : -
B. Pasien 2
Nama : Tn. S
Umur : 49 th
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Batua Raya IX No.4
No.hp : 085395582221
Anamnesis :
Pasien laki-laki umur 49 tahun datang ke puskesmas Batua dengan
keluhan batuk yang dirasakan 5 bulan yang lalu. Batuk disertai
berdahak berwarna hijau disertai bercak darah. Demam sekarang tidak
ada. Riwayat demam 4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh saat itu
sering keluar keringat pada malam hari. Nafsu makan menurun disertai
penurunan berat badan sebnayak 3 kg. Pasien juga merokok 1 bungkus
perhari sejak 3 tahun yang lalu. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis
yang dilakukan, dokter melakukan pemeriksaan sputum BTA 3x.
Setelah pemeriksaan dahak pagi dan sewaktu, reaksi dari pemeriksaan
dahak tersebut hasilnya positif, sehingga dokter mendiagnosa pasien
menderita TB. Dokter menjelaskan dan menganjurkan pasien untuk
mendapat pengobatan selama 6 bulan dan harus kontrol setiap bulan
untuk melihat perkembangan pengobatannya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
33
- Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat keluarga yang menderita batuk lama disangkal
- Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien berada di tingkatan sosial ekonomi menengah. Pasien
tinggal bersama istri dan kedua anaknya
Riwayat imunisasi :
Pasien pernah di imunisasi
Riwayat obat-obatan :
Pasien tidak pernah menggunakan narkoba
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : sakit sedang
2. Vital sign
34
Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler pada paru
kanan dan kiri, rhonki basah (-/+),wheezing
(-/-)
- Jantung
B. KELUARGA
Profil Keluarga
1 Karakteristik Keluarga Pasien 1
35
Kedudukan
N Nam Gend Pendidik Pekerjaa
dalam Umur
o a er an n
keluarga
Buruh
1. Tn. N Pasien L 45 th SMA
harian
Ibu Rumah
2. Ny. M Istri P 44 th SMA
Tangga
Tidak
4. Ny. F Ibu pasien P 65 th SD
bekerja
Ibu Rumah
2. Ny.S Istri P 47 th SMA
Tangga
Mahasisw Belum
3. R Anak L 21 th
a bekerja
Belum
4. V Anak P 18 th SMA
bekerja
36
milik sendiri. Tn. N tinggal
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang
dalam rumah yang cukup
Luas halaman rumah : 6 x 3 m2 bersih dan ventilasi yang
memadai yang dihuni oleh 4
Lantai rumah dari : semen dan tegel anggota keluarga. Dengan
penerangan listrik 900 watt.
Dinding rumah dari : batu dan kayu Air PAM umum sebagai sarana
air bersih keluarga.
Jamban keluarga : ada
37
Tempat pembuangan sampah : ada
38
Tn. N berobat ke
Cara mencapai pusat Sepeda motor Puskesmas dengan
pelayanan kesehatan mengendarai sepeda
motor. Menurutnya
kualitas pelayanannya
dinilai memuaskan
Tarif pelayanan Murah sehingga pasien mau
kesehatan datang kembali untuk
berobat.
Kualitas pelayanan
Memuaskan
kesehatan
Kualitas pelayanan
Memuaskan
kesehatan
39
beserta sayuran, tahu dam tempe, ikan beserta sayuran, ayam dan
daging. Adapun makanan yang dimakan oleh keluarga Tn.R dimasak
sendiri.
40
menggunakan masker saat di luar rumah, ataupun kadang di dalam
rumah dan tidak membuang dahak sembarangan.
Genogram
1 Bentuk keluarga 1:
: Istri
: Anak
:
2. Bentuk keluarga 2
Bentuk keluarga ini merupakan keluarga inti.
41
: Istri
: Anak ke-1
: Anak ke-2
4.2. PEMBAHASAN
4.2.2. Anamnesa
Identifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga
Masalah lingkungan
- Lingkungan tempat tinggal Tn. N merupakan lingkungan yang padat
penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling
menempel. Ventilasi rumah baik.
- Lingkungan tempat tinggal Tn. S merupakan lingkungan yang kurang
padat penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya
tidak saling menempel. Ventilasi rumah baik.
Diagnosis Holistik
42
Untuk melakukan diagnostik holistik yang komprehensif maka diperlukan
tinjauan dari beberapa aspek antara lain :
1 Aspek personal
43
keluarga tentang penyakit yang diderita pasien, serta kurangnya
kesadaran keluarga untuk hidup sehat. Sedangkan faktor yang dapat
mendukung kesembuhan pasien yaitu, adanya dukungan dan motivasi
dari anggota keluarga baik secara moral dan materi untuk Tn. N dan
Tn. S.
5 Aspek fungsional
44
Apakah pasien puas dengan
Kebersamaan waktu yang disediakan keluarga
untuk menjalin kebersamaan
TOTAL
Skoring : Hampir selalu=2 , kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0
Total skor
8-10 = fungsi keluarga sehat
4-7 = fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = fungsi keluarga sakit
Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 8, ini menunjukan
fungsi keluarga sehat.
SCREEM Keluarga
Sumber Patologis
Social Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya -
Menggunakan adat istiadat daerah asal dalam kehidupan sehari- -
Culture
hari
Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga -
Religious
ketaatannya dalam beribadah.
Economic Penghasilan keluarga relative cukup -
Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga tentang kesehatan
Educational
cukup akan tetapi kesadaran akan kesehatan masih kurang +
Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga pergi ke
Medical Puskesmas -
45
- Hubungan antara pasien dengan cucu : baik
6. Fungsi Religius
Fungsi religius pasien dan keluarganya cukup baik. Pasien dan
keluarganya sering ke masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah.
46
o Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan
Pasien menggunakan BPJS
o Hal-hal lain yang berhubungan dengan keadaan kesehatan keluarga
dan anggota keluarga
Pasien terdiagnosis TB pertama kali saat kontrol ke dokter.
4.2.3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara holistik pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder ( terapi untuk pasien dan
keluarga pasien ).
47
A. Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak terinfeksi
penyakit TB melalui 2 cara yaitu :
1 Tindakan dari orang yang sehat dengan menghindari kontak
bicara dari jarak dekat dengan penderita TB, ada baiknya
penderita sehat memakai masker
Ada baiknya orang sehat di sekitar pasien menjaga daya tahan
tubuh dengan pola hidup sehat serta diberi penyuluhan oleh
tenaga kesehatan.
2 Pada penderita TB diusahakan untuk tidak membuang ludah
atau batuk di sembarang tempat.
B. Pencegahan sekunder
1 Terapi farmakologis :
Pada pasien ini diketahui menderita TB paru kasus baru
sehingga terapi yang diberikan adalah FDC (Fix-Dose
Combination) pada fase intensif berupa INH 75 mg, Rifampicin
150 mg, Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275 mg. Tablet ini
digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam fase intensif.
Karena pemberian OAT kategori I diberikan berdasarkan berat
badan maka pasien diberikan 3 tablet 4FDC selama 56 hari.
2 Terapi non-farmakologis :
Penderita TB diharapkan untuk menjaga asupan makanan
yang bergizi dan sehat serta pola hidup teratur serta menghindari
stress yang berlebihan.
48
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus TB yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita TB dengan
pendekatan diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosa menderita TB paru.
Diagnosis Holistik (multiaksial) :
a. Aspek personal : Pasien berharap dengan datang berobat ke
Puskesmas maka keluhan yang dideritanya akan sembuh.
b. Aspek klinik : TB paru
c. Aspek risiko internal :
Aspek risiko internal yang didapatkan pada pasien yaitu jenis
kelamin, usia, kebiasaan pasien, dan keadaan sosial.
d. Aspek psikososial keluarga :
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita
pasien, kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat, dan
keadaan rumah pasien yang kurang sehat.
e. Aspek Fungsional :
Derajat 1 ;Pasien tidak ada kesulitan dan masih merasa mampu
dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam
maupun di luar rumah.
Diagnosa klinis : TB paru
Diagnosis psikososial : pasien merasa khawatir terhadap
penyakitnya, lingkungan rumah yang kurang terawat dan kebiasaan
merokok.
2 Permasalahan yang didapat ditinjau dari beberapa fungsi diantaranya :
Lingkungan tempat tinggal Tn. N merupakan lingkungan yang padat
penduduk. Dan lingkungan tempat tinggal Tn. S merupakan
lingkungan yang kurang padat penduduk
3 Faktor risiko terjadinya tuberkulosis paru pada pasien termasuk faktor
sosial, usia, dan jenis kelamin.
4 Penatalaksanaan secara holistik pada pasien ini meliputi pencegahan
primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer dari orang yang
sehat dengan menghindari kontak jarak dekat dengan penderita TB,
menjaga daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat serta diberi
penyuluhan oleh tenaga kesehatan. Pada penderita TB diusahakan
untuk tidak membuang ludah atau batuk di sembarang tempat.
50
Pencegahan sekunder ada terapi farmakologis dan non
farmakologi. Untuk terapi farmakologis diberikan FDC untuk kasus
baru.Terapi non-farmakologis berupa menjaga asupan makanan yang
bergizi serta pola hidup sehat.
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non - farmakologi
terutama yang berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan
pasien.Dikarenakan penyakit dari pasien menular sehingga dibutuhkan
perlindungan terhadap keluarga pasien berupa pemakaian masker serta
menjaga pola hidup sehat agar tidak mudah terinfeksi.
5.2. Saran
1 Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien dan keluarga pasien adalah
sebagai berikut :
a. Aspek personal :
Menganjurkan kepada pasien untuk rajin kontrol dan mengambil obat
ke Puskesmas apabila obat yang tersedia sudah mau habis.
Menjelaskan kepada pasien agar selalu rutin meminum obatnya dan
jangan sampai terjadi putus obat. Hasil yang diharapkan adalah pasien
rutin untuk kontrol ke Puskesmas dan minum obat secara teratur.
b. Aspek klinik :
Memberikan OAT kategori I kepada pasien. Hasil yang diharapkan
adalah menyembuhkan penyakit yang diderita pasien.
c. Aspek risiko internal :
Menganjurkan kepada pasien untuk rutin ke Puskesmas dan berusaha
untuk dapat berhenti merokok dan mengedukasi pasien tentang bahaya
merokok.
d. Aspek psikososial keluarga :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang
diderita pasien, menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang
perilaku hidup sehat. Hasil yang diharapkan adalah pasien dan
keluarganya dapat memahami dengan baik tentang penyakit yang
sedang diderita pasien sehingga dapat mengupayakan pencegahan
untuk penyakit tersebut.Disarankan juga untuk memperbaiki ventilasi
rumah agar debu yang dihasilkan dari renovasi rumah dan bengkel las
tidak terlalu mengganggu sirkulasi udara. Penderita juga di anjurkan
untuk tidak terlalu sering terpapar debu dengan rajin memakai masker.
e. Aspek Fungsional :
Menganjurkan pasien untuk menjaga kondisi fisiknya dengan aktif
melakukan olah raga ringan seperti jalan santai selama 30 menit. Hasil
yang diharapkan adalah kondisi pasien lebih sehat dan prima dan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien.
51
2 Diperlukan kerja sama antara anggota keluarga dengan petugas
pelayanan kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang
ditemukan. Pasien dan keluarganya agar lebih terbuka kepada pemberi
pelayanan kesehatan jika ingin mengetahui tentang penyakitnya.
3 Perlunya pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif,
terpadu dan kesinambungan. Diperlukan suatu rekam medis yang
benar dan teratur, serta terkomputerisasi untuk menunjang pelayanan.
Perlunya mengedukasi pasien TB paru untuk meminum obat teratur
hingga pengobatan tuntas dan kontrol secara rutin tiap bulan.
52
DAFTAR PUSTAKA
53