Anda di halaman 1dari 16

REFERAT GANGGUAN MENTAL ORGANIK part 1

by sigit nurawalin on Sun Apr 19, 2015 2:13 pm

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang
dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat).1,2,3
Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang
dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia, Depresi). Dari sejarahnya, bidang
neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1 Didalam DSM IV
diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional telah ketinggalan
jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut Gangguan Mental Organik
dalam DSM IV-TR sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik
Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak
dapat diklasifikasikan di tempat lain.1
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera
atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer seperti pada
penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder,
seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari
beberapa organ atau sistem tubuh.4 PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik
dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan
sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental
Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiologinya (diduga) jelas, Sindrom Otak
Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya
(reversibilitas) gangguan jaringan otak. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah
kesadaran yang menurun (delirium) dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak
Organik menahun (kronik) ialah demensia.2,4

BAB II
PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :
1. Demensia pada penyakit Alzheimer
1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
1.2 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
1.3 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
1.4 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
2. Demensia Vaskular
2.1 Demensia Vaskular onset akut.
2.2 Demensia multi-infark
2.3 Demensia Vaskular subkortikal.
2.4 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
2.5 Demensia Vaskular lainnya
2.6 Demensia Vaskular YTT
3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
3.1 Demensia pada penyakit Pick.
3.2 Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob.
3.3 Demensia pada penyakit huntington.
3.4 Demensia pada penyakit Parkinson.
3.5 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).
3.6 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
4. Demensia YTT.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut :
1. Tanpa gejala tambahan.
2. Gejala lain, terutama waham.
3. Gejala lain, terutama halusinasi
4. Gejala lain, terutama depresi
5. Gejala campuran lain.
5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
6.1 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
6.2 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
6.3 Delirium lainya.
6.4 DeliriumYTT.
7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.
7.1 Halusinosis organik.
7.2 Gangguan katatonik organik.
7.3 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
7.4.1 Gangguan manik organik.
7.4.2 Gangguan bipolar organik.
7.4.3 Gangguan depresif organik.
7.4.4 Gangguan afektif organik campuran.
7.5 Gangguan anxietas organik
7.6 Gangguan disosiatif organik.
7.7 Gangguan astenik organik.
7.8 Gangguan kognitif ringan.
7.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.
7.10 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.
8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
8.1 Gangguan keperibadian organik
8.2 Sindrom pasca-ensefalitis
8.3 Sindrom pasca-kontusio
8.4 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak
lainnya.
8.5 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak
YTT.
9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:


1. Demensia dan Delirium
2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5. Demensia presenilis.
6. Demensia paralitika.
7. Sindrom otak organik karena epilepsi.
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi.
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:


1. Delirium
1.1 Delirium karena kondisi medis umum.
1.2 Delirium akibat zat.
1.3 Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
2. Demensia.
2.1 Demensia tipe Alzheimer.
2.2 Demensia vaskular.
2.3 Demensia karena kondisi umum.
2.3.1 Demensia karena penyakit HIV.
2.3.2 Demensia karena penyakit trauma kepala.
2.3.3 Demensia karena penyakit Parkinson.
2.3.4 Demensia karena penyakit Huntington.
2.3.5 Demensia karena penyakit Pick
2.3.6 Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob
2.4 Demensia menetap akibat zat
2.5 Demensia karena penyebab multipel
2.6 Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1 Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

BAB III
ISI

1. DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan
dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah
gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia
urine merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang
mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan
yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari
ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium merupakan suatu
sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai banyak sebab, semuanya
menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan
gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab delirium terletak di luar sistem saraf pusat-
sebagian contoh, gagal ginjal atau hati. 1
Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang didiagnosis.
Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai nama lain- sebagai
contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolis, psikosis toksis,
dan gagal otak akut. 1
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk mengidentifikasi
dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi
yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena
kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan
yang tidak di perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama
mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan bangsal medis
dan bedah umum.

Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah faktor risiko untuk perkembangan
delirium. Kira-kira 30 sampai 40 persen pasien rawat di rumah sakit yang berusia lebih dari
65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk
perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak yang telah ada sebelumnya, riwayat
delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi.
Adanya delirium merupakan tanda prognostik yang buruk. 1
Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat dan intoksikasi maupun
putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang dihipotesiskan
berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio
retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang
menginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas asetilkolin di otak. Juga, satu
penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang
diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik. Formasi retikularis batang otak adalah
daerah utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan jalur utama yang berperan dalam
delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis mesensefalik ke
tektum dan thalamus. Mekanisme patologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya,
delirium yang berhubungan dengan putus alkohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas
lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yang berperan adalah
serotonin dan glutamat. 1
Penyebab Delirium:
Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis).
4. Neoplasma.
5. Gangguan vaskular

Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan (di telan atau putus),
Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat
antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin,
Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik, Steroid.
2. Racun
Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.
3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid
4. Penyakit organ nonendokrin.
Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik), Paru-paru
(narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia,
hipotensi).
5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asam folat)
6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.
7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun
8. Keadaan pasca operatif
9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
10. Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4
Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum
Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan ) dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
Perubahan kognisi atau berkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan
demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.
Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktuasi selama
perjalanan hari.
Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat


a. Gangguan kesadaran (yaitum penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan) dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian.
b. Perubahan kognisis (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada
sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.
c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktuasi
selama perjalanan hari.
d. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera setelah suatu sindrom
putus.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan


Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi
kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.
a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicurigai karena kondisi karena kondisi medis umum
atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk menegakkan suatu
penyebab spesifik
b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini misal pemutusan
sensorik

Pemeriksaan fisik dan Laboratorium


Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset gejala yang tiba-
tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti-Mini Mental State Examination
(MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan petunjuk adanya penyebab delirium.
Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol
atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis. 1
Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus termasuk tes-tes
standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi klinis. EEG pada delirium
secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada aktivitas dan dapat berguna dalam
membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang pasien yang delirium
sering kali menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pasa kasus yang jarang, mungkin sulit
membedakan delirium yang berhubungan dengan epilepsi dari delirium yang berhubungan
dengan penyebab lain. 1
Gambaran Klinis
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan delirium mungkin
didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia,
halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan. Selain itu. Pasien
yang pernah mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang sama. 1
1. Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola
ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain
ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus
zat sering kali mempunyai delirium yang hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda
otonomik, seperti kemerahan, kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual
muntah dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala campuran
hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis. 1
2. Orientasi
Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium. Orientasi
terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap
tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus yang
berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri. 1
3. Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa
bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk
mengerti pembicaraan. 1
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adah fungsi ingatan
dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan mengingat
kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin
dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang dramatis, sebagai suatu gejala hipoaktif
delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan
memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang
paranoid. 1
4. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan
stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa
lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh stimulus yang yang tidak relevan atau
menjadi teragitasi jika dihadapkan denga informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada
pasen delirium. Halusinansi yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun
halusinasi dapat juga taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar
geometrik sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan
pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium. 1
5. Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala yang
paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan
mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah apati, depresi, dan euforia.
Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari. 1
Gejala Penyerta
Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu.
Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tertidur sekejap. Tetapi
tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Sering kali keseluruhan
siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien sering kali
mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas
sebagai sundowning. Kadang pasien dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus
berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi. 1
Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala neurologis yang
menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan inkontinensia urin. Tanda
neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium. 1
Diagnosa Banding
1. Delirium vs demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaran klinis membantu
membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset demensia biasanya
perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan kognitif, perubahan demensia adalah
lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari.
Kadang-kadang delirium terjadi pada pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang
dikenal sebagai pengaburan demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis delirium dapat
dibuat jika terdapat riwayat definitif tentang demensia yang ada sebelumnya. 1
2. Delirium vs Psikosis atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien dengan
gangguan buatan mungkin berusaha untuk menstimulasi gejala delirium. Pasien dengan
gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat
tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik lain yang dapat dipertimbangkan
dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform,
dan gangguan disosiatif. 1
Perjalanan dan Prognosis
Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal dapat terjadi pada hari
sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor
penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari satu
mingggu. Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya
menhilang dalam periode tiga sampai tujuh hari, walaupun beberapa gejala mungkin
memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut
usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang
diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Apakah delirium berkembang menjadi demensia
belum ditunjukkan dalam penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi, suatu observasi klinis
yang telah di sahkan oleh suatu penelitian, adalah bahwa periode delirium kadang-kadang
diikuti oleh depresi atau gangguan stress pasca traumatik. 1
Pengobatan
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika
kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine salicylate (Antrilirium)
1- 2 mg intravena (IV) atau intramuskular (IM) dengan dosis ulang dalam 15 sampai 30
menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang penting lainnya dalah memberikan
bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah diperlukan sehingga pasien
delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan.
Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan
stimulasi yang berlebihan. Delirium kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia dengan
penutup mata setelah pembedahan katarak (black-patch delirium). 1

Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah haloperidol , suatu obat
antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik
pasien, dosis awal dapat terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam
jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua
dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk
mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis
parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg
untuk sebagian besar pasien delirium. Golongan fenothiazin harus dihindari pada pasien
delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek
atau dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu paruh
panjang dan barbiturat harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian
dari pengobatan untuk gangguan dasar.1

2. DEMENSIA
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar, dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga
terpengaruhi. Jika pasien memiliki suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan
memenuhi kriteria diagnostik untuk delirium. Butir klinis dari demensia adalah identifikasi
sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau
statis, permanen atau reversibel. Kemungkinan pemulihan demensia adalah berhubungan
dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif.
Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang
reversibel juga dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan
yang irreversibel. 1
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen dari semua orang yang
mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai
25% sari semua orang yang berusia 85 atau lebih. Faktor risiko untuk perkembangan
demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan
gangguan tersebut. Dan mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom down juga secara
karakteristik berhubungan dengan perkembangan demensia tipe Alzheimer. Tipe demensia
yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif
berhubungan dengan penyakit serebrovakular. Demensia vaskular berjumlah 15 sampai 30
persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang
berusia antara 60 sampai 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15
persen pasien menderita demensia vaskular dan demensia tipe Alzheimer yang terjadi
bersama-sama. Penyebab demensia lainnya yang sering masing-masing mencerminkan satu
sampai 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan gangguan
pergerakan. Contoh penyakit Huntington, dan penyakit Parkinson. 1
Penyebab
Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular secara bersama-sama berjumlah 75% dari semua kasus. 1
1. Demensia tipe Alzheimer
Diagnosis akhir penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak, namun
demikian, demensia tipe Alzheimer bisanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah
penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Walaupun
penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, beberapa penelitian menyatakan
bahwa sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan gangguan
dalam sekurangnya beberapa kasus. Angka persesuaian untuk kembar monozigotik adalah
lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah tercatat
baik, gangguan telah di transmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal dominan,
walaupun transmisi tersebut adalah jarang. 1
Neuropatologi
Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit
Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel
serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis,
kekusustan neurofibriler hilangnya neuronal dan degenerasi granovaskular pada neuron.
Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskletal lainnya juga ditemukan.1
Protein prekusor amiloid
Gen untuk protein prekusor amyloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21.
Kelainan neurotransmitter
Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam patologis adalah
asetilkolin dan norepinephrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit
Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetil transferase di
dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan
penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron
kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari
observasi bahwa antagonis kolinergik seperti physostigmin dan arecholin telah dilaporkan
meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas norepinephrin pada penyakit
Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung norepinephrin di dalam
lokus sereleus yang telah ditemukan pada pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan
penyakit Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang berperan adalah dua peptida neuroaktif,
somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer.
1
Penyebab potensial lainnya
Teori kausatif lainnya adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolism fosfolipid
membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih kaku dibandingkan
normal. Bebrapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular
untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasein dengan demensia Alzheimer. Toksisitas
alumunium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar alumunium yang
tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan Alzheimer. Suatu gen E4 juga
telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. 1

2. Demensia Vakular
Penyebab utama demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang
multipel, yang menyebabkan pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut sebagai demensia
multi infark. Demensia vaskular paling sering ditemui pada laki-laki, khususnya pada mereka
dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor kardiovaskular lainnya. Gangguan
terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami
infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas.
Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit
karotis, kelainan funduskopi atau pembesaran kamar jantung. 1
Penyakit Binswanger
Penyakit ini juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal. Penyakit ini
ditandai dengan adanya infark kecil pada substansia alba, jadi menyerang daerah korikal.
Walaupun penyakit ini sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik
pencitraan telah menemukan bahwa kondisi tersebut lebih sering terjadi.
3. Penyakit Pick
Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah
tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan pick neuronal, yang
merupakan masa elemen sitoskletal. Penyakit pick ini berjumlah kira-kira lima persen dari
semua demensia yang irreversibel. Penyakit pick ini sulit dibedakan dengan demensia
Alzheimer walaupun stadium awal dari penyakit ini lebih sering ditandai oleh perubahan
kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang lebih bertahan. 1
4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit ini adalah penyakit degenerative otak yang jarang disebabkan oleh agen yang
progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan, paling mungkin suatu prion yagn
merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung RNA dan DNA. Penyakit ini secara
cepat dan progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam usia 6 sampai 12
tahun. Penyakit ini ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa,
yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi. 1
5. Penyakit Huntington
Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada
penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal yang ditandai dengan kelainan motorik yang
lebih banyak dan kelainan bicara yagn lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal.
Demensia pada penyakit huntinton ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan
melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan,bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada
stadium awal dan menegah penyakit. Tetapi saat penyakit berkembang demensia menjadi
lengkap, can ciri yang membedakan ini dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya
insidensi depsresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan kortikosteroid yang klasik. 1
6. Penyakit Parkinson
Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia basalis yang sering
disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30% pasien dengan dengan penyakit
parkinson menderita demensia. Pergerakan yang lambat pada penyakit Parkinson adalah
disertai dengan berpikir yagn lambar pada beberapa pasien yang terkena., hal ini disebut juga
bradiphenia. 1
7. Demensia yang berhubungan dengan penyakit HIV
Infeksi virus HIV seingkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya.
Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya
kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI. 1
8. Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suati sekuel dari trauma kepala, demikian juga sindrom
neuropsikiatrik. 1

Diagnosis
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).
2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik adalah utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi
sensorik adalah utuh)
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan,
dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap
melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.
D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu
obat yang disalahgunakan).
Kondisi akibat zat
Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan
depresif berat, skizofrenia)
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :
1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol
4. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
5. (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat)
adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena
kondisi medis umum tidak diberikan.
6. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.
Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :


A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,
1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun fungsi
motorik adalah utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik adalah utuh)
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan,
dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dan tingkat fungsi sebelumnya.
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon
ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular
(misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang
berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol


1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia
2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran
yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang
menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum
tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Diagnosis Klinis
Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan status
mental dan pada informasi dari anggota keluarga, dan kerabat. Keluhan dari pasien tentang
gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan, perhatikan juga bukti
pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan defisit
kognitif keteraturan yang berlebihan, penarikan sosial, atau kecendrungan untuk
menghunungkan perstiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik.
Ledakan kemarahan yang tiba-tiba, atau sarkasme dapat terjadi. Labilitas emosional,
dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah
dan gaya yang bodoh, apatik, atau kosong menyatakan demensia, terutama jika disertai
dengangn gangguan ingatan. 1

Gambaran klinis
Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk
mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu tugas
adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan masalah.
Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat. Defek utama dalam demensia
melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi
tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut . perubahan afektif
dan perilaku, seperti kontrol impuls yang defektif dan labilitas emosional sering ditemukan.,
seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid. 1
1. Gangguan Daya Ingat
Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia yang mengenai
korteks, sperti demensia tipe Alzheimer, pada awal perjalanan demensia gangguan daya ingat
adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan
demensia berkembang gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi yang
dipelajari paling baik dipertahankan. 1
2. Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu,
orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan penyakit demensia. 1
3. Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer sdan demensia
vaskular dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin
ditandai oleh cara berkata yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Psien
jugakesulitan untuk menyebutkan nama suatu benda. 1
4. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat kepribadian
sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan demensia. Pssien dengan demenisa
juga mungkin introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka
terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap
bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasien dengan gangguan frontal dan
temporal kemunginan mengalami perubahan kepribadian yangjelas dan mudah marah yang
meledak-ledak.1

5. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer
memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid
atau presekutorik yang itdak sistematik, walaupunn waham yang kompleks menetap,
tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk
kekerasan lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik. 1
6. Gangguan lain
6.1. Psikiatrik.
Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh gejala utama pada
kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun sindrom gangguan depresif yang
mungin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga
menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang ekstrim tanpa
provokasi yang terlihat. 1
6.2. Neurologis
Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga terjadi. Tanda
neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis yang atipikal seperti sindrom lobus
parietalis non dominan. Refleks primitive seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap,
kaki tonik, dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan
ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai
gejala tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan
ganggua tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Pasli
serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada demnsia vaksular daripada
demensia lain. 1
6.3. Reaksi katastropik
Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam berprilaku abstrak,
kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil perbedaan dan persamaandari konsep
tersebut. Sulit memecahkan masalah danalasan yang logis. Ditemukan juga kontrol impuls
yang buruk, khususnya pada demensia yang mempenaruhi lobus frontalis. 1
6.4. Sindrom Sundowner
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak sengaja.
Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan yang mengalami sedasi berat dan pada
pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat
psikoaktif. Sindrom ini juga terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external.
1

Diagnosis Banding
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan pada pasien dengan demensia.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversibel dari demensia dan untuk
memberikan pasien dan kelaurga suatu diagnosis definitif. Pemeriksaan pencitraan
menggunakan MRI dan SPECT (Singel Photon Emission Computed Tomography) yang
berguna unutk mendeteksi pola metabolism otak dalam berbagai demensia dapat membantu
menyingkirkan diagnosis banding.1
1. Demensia Tipe Alzheimer vs Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler dibedakan dengan demensia Alzheimer adalah dari adanya perburukan
yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskuler selama suatu periode waktu. Gejala fokal
lebih sering ditemukan pada demensia vaskuler. 1
2. Demensia Vaskuler vs Serangan Iskemik Transien
Serangan iskemik transien adalah episode singkat disfungsi neurologis fokal yang
berlangsung kurang dari 24 jam. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi
dari suatu lesi intrakranial proksimal. Dan jika hal ini menghilang biasanya tanpa perubahan
patologis yang bermakna pada jaringa parenkim.1
3. Delirium
Delirium dibedakan dari onsetnya yang cepat durasi yang singkat, fluktuasi gangguan
kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas dari siklus
bangun tidur, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 1
4. Depresi
Pada suatu keadaan dimana gangguan kognitif dari demensia sulit dibedakan dari depresi, hal
ini dikenal sebagai pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi kognitif yangberhubungan
dengan depresi mempunyai gejala deoresif yagn menonjol, dan mempunyai lebih banyak
tilikan terhadap gejalanya dibanding pasien demensia., dan sering kali mempunyai riwayat
episode depresif dimasa lalu. 1
5. Skizofrenia
Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan adanya suatu derajat gangguan intelektual di
dapat gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang berhubungan dengan psikosis
dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. 1
6. Penuaan Normal
Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang bermakna, tapi suatu
derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai bagian dari proses penuaan normal.
Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai benign senescent forgetfulness atau age
associated memory impairment. Keadaan tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh
keparahannya yang ringan dan oleh kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu
secara bermakna pada kehidupan sosial atau pekerjaan pasien. 1
Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50 an dan 60 an
denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan
kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah bervariasi diantara tipe
demensia yang berbeda dan dalam kategori Diagnostik individual. 1
Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang samar-samar
yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang paling dekat denga pasien.
Onset gejala yang bertahap paling sering berhubungan dengan demensia tipe Alzheimer,
demensia vaskular, endokrinopati, tumor otak dan gangguan metabolis. Sebaliknya onset
demensia yang disebabkan oleh trauma kepala, henti jantung dan hipoksia serebral atau
ensefalopati mungkin terjadi secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal demensia adalah
samar-samar, gejala menjadi jelas saat demensia berkembang. Pasien demensia mungkin peka
terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol yang dapat mencetuskan perilaku yang
teragitasi, agresif dan psikotik. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan
kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat
berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. 1
Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang reversibel
jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap sampai
pemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia yang stabil. 1
1. Factor psikososial
Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial. Pasien yang
mempunyai onset demensia yang cepat menggunakan lebih sedikit pertahanan dibandingkan
denga pasien yang mengalami onset bertahap/ kecemasan dan depresi mungkin memperkuat
dan memperburuk gejala, pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengeluh
gangguan daya ingat, tetapi pada kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika
depresi diobati, defek kognitif menghilang. 1
2. Demensia Tipe Alzheimer
Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien dengan demensia
tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia kurang dari 65 dan 70 tahun.
Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah penurunan bertahap selama 8 sampai 10
tahun, walaupun perjalanan dapat jauh lebih cepat atau jauh lebih bertahap. Jika gejala
demensia telah menjadi berat kematian sering kali terjadi setelah periode waktu yang
singkat.1

3. Demensia Vaskular
Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vaskular kemungkinan
mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer terdapat penahanan kepribadian
yang lebih besar pada pasiendengan demensia vaskular. Perjalanan demensia vaskular
sebelumnya telah digambarkan sebagai bertahap dan setengah-setengah. 1
Pengobatan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional
dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada
waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan media suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik. 1
1. Pengobatan Famakologis
Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter meresepkan
benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan antipsikotik
untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu diperhatikan adanya efdek idiosinkrartik dari obat
lanjut usia sperti perangsanganyang paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat
dengan aktivitas kolinergik tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis kecil
adalah medikasi ansiolitik dan sedative lebih disukai untuk pasien demensia. 1
Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu pengobatan untuk
penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor akitivitas antikolinesterase dengan lama
kerja yang agak panjang. Karena aktivitas kolinimimetik dari obat, dapat terjadi peningkatan
kadar enzim hati. 1
2. Faktor psikodinamik
Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang bermakna pada pasien
dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki kontinuitas selama perjalanan waktu
adalah tergantung pada ingatan. Dari segi psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu
seperti suatu demensia yang tidak dapat diobati.

Anda mungkin juga menyukai