Anda di halaman 1dari 3

Abortus Imkompletus

A. Pengertian
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi,
sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram (SPMPOGI,
2006). Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).

B. Gejala-gejala Abortus Inkompletus


Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Amenorea

2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa darah beku

3. Sakit perut dan mulas mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan

4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang
kadang dapat diraba sisa sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri dan
uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan (Mochtar, 1998).

C. Komplikasi Abortus Inkompletus


Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada
perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur (Prawirohardjo, 1999).

D. Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus


Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:
1. PengeIuaran Secara digital
Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa. Pembersihan secara digital hanya
dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri yang dapat dilalui oleh satu
janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena manipulasi ini akan
menimbulkan rasa nyeri.
2. Kuretase
Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Vacum kuretase
adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum (Setyasworo, 2010).

E. Penanganan

Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan
pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk
menghentikan sumber perdarahan.

Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke tingkat
syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan yang lebih balk.
Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan
berjalan dengan baik pula.

Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :


a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi,
frekuensi pernafasan, dan suhu badan).

b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya


takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen melalui
kateter nasal).

c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.

d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%,
Ringer laktat).

e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan


dengan pengukuran tekanan vena sentral).

f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus,


Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2,
pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang
sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan
dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul
gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-
tanda asidosis harus segera dikoreksi.

Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.
Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan
perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini dilakukan
berdasarkan etiologinya. Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi
telah keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera
diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi
dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anestesi (Prawirohardjo, 1992).
F. Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus
1. Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden abortus
dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena
aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).
2. Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).
3. Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006).
4. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit
infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar, 1998).
5. Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus
berulang. Kejadiannya sekitar 3 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 45%
(Prawirohardjo, 2009).

G. Penatalaksanaan Abortus Inkomplit


Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan tindakan
pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya tindakan
evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala yang
dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai dengan kendaraan umum.
Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus inkompletus di
setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi risiko
kematian dan kesakitan.

Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :


a. Membuat diagnosis abortus inkompletus

b. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana pengobatan.

c. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.

d. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.

e. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifudin, 2002).

Anda mungkin juga menyukai