Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHASAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, jika kulit masih menutup dan intak fraktur
dikatakan fraktur tertutup (simple ) dan jika kulit tidak intak disebut fraktur terbuka. Fraktur
terbuka cenderung terjadi kontasminasi dan infeksi. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial1.

Tulang relatif rapuh namun memiliki kekuatan da-n ketahanan untuk menahan beban
yang cukup. Fraktur dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain trauma, stress yang berulang
dan abnormalitas tulang (fraktur patologis)2.

Diagnosis fraktur dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis biasanya ada riwayat cedera, diikuti ketidakmampuan untuk
menggunakan bagian tubuh yang cedera. Fraktur tidak selalu terjadi pada tempat cedera.
Hantaman pada lutut dapat menyebabkan fraktur pada patella, kondilus femur, shaft of the femur
dan hingga acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera merupakan hal yang penting untuk
ditanyakan. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dating dengan gejala lain 1,2.

Pemeriksaan fisik untuk status lokalis pada kasus fraktur meliputi tanda local pada region
yang cedera yakni look, feel and move. , Dari look kita dapat melihat adanya pembengkakan,
memar dan deformitas, namun hal terpenting adalah melihat apakah kulit masih intak atau tidak.
Jika kulit tidak intak dan luka terkontraminasi. Lihat juga postur dari ekstremitas distal dan
warna kulitnya untuk menilai kerusakan nervus dan pembuluh darah1.

Pemeriksaan status lokalis untuk feel, secara hati-hati kita melakukan palpasi untuk
menilai lokasi nyeri tekan. Kemudian mencari krepitasi, yang akan terasa bila fraktur
digerakkan. Hal yang juga harus diperhatikan adalah cedera yang berhubungan dengan cedera
yang dikeluhkan atau dirasakan, walaupun pasien tidak mengeluhkannya. Sebagai contoh fraktur
tertutup dari proksimal tibia harus selalu diwaspadai adanya kemungkinan fraktur yang
berhubungan atau cedera ligament dari ankle. Pada cedera dengan energy yang tinggi selalu
lakukan pemeriksaan pada spinal dan pelvis. Abnormalitas pada vascular dan saraf perifer juga
harus diperiksa sebelum dan sesudah terapi.

7
Move: didapatkan krepitasi terasa bila fraktur digerakkan, tetapi pada tulang spongiosa
atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi, berkurangnya atauterbatasnya ROM (Range Of
Movement atau derajat dari lingkup ruang sendi) nyeri bila digerakkan baik pada gerakkan pasif
maupun aktif, dan gerakangerakan abnormal (gerakan bukan pada sendi, misalnya pertengahan
femur dapat digerakkan).1,2,3

Pada kasus ini kecurigaan adanya fraktur tampak dari anamnesa terhadap pasien yakni
adanya riwayat cedera 1 bulan yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas. Setelah cedera pasien
tidak dapat menggunakan kaki kanan untuk berjalan karena nyeri. Pada region cruris dextra,
tampak 3 buah luka dengan krusta dengan daerah sekitar luka berwarna biru keunguan. Nyeri
tekan (+), krepitasi (+) capillary refill time (+) <2detik, ROM aktif dan pasif terbatas. Dari
pemeriksaan status lokalis dapat disimpulkan pada kasus ini merupakan kasus fraktur tetutup.

Pemeriksaan x-ray pada fraktur adalah wajib. Pemeriksaan x-ray dilakukan dengan
prinsip dua, yakni2:

Dua posisi proyeksi, dilakuakn sekurang-kurangnya yaitu pada posisi antero=posterior dan
lateral.
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan dibawah sendi yang
mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisis.
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang.
Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang
Dua kali dilakuakan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid, foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian

Sesuai teori pada kasus ini dilakukan pemeriksaan x-ray, dengan hasil sebagai berikut:

8
Foto cruris dextra AP-Lateral

9
Foto ankle AP-Lateral

Beberapa tipe fraktur tidak dapat terlihat dengan x-ray. Computed tomography
membantu pada lesi di spinal atau fraktur sendi yang kompleks. Pemeriksaan ini dibutuhkan
untuk visualisasi pada fraktur yang sulit yakni pada calcaneus dan acetabulum. Magenetic
resonance imaging adalah modalitas pemeriksaan yang dapat menunjukkan apakah fraktur
vertebra mengompresi medulla spinalis. Radioisotope scanning membantu untuk siagnosis
suspek fraktur stress. Pada kasus ini tidak dibutuhkan pemeriksaan imaging tambahan1.

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang kita dapat mengidentifikasi tipe fraktur pada
kasus. Umumnya fraktur diklasifikasikan dalam beberapa yakni :

1 Klasifikasi Etiologis

10
Fracture traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

Fracture patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan


patologis di dalam tulang.

Stress fracture. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.2

2 Klasifikasi Klinis

Fracture tertutup (simple fracture). Suatu Fracture yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar

Fracture terbuka (compound fracture). Fracture yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam)
atau from without (dari luar)

Fracture dengan complikasi (compicated fracture). Fracture yang disertai dengan


complikasi misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang2,3

3 Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1 Lokasi: Diaphysis, Metafysis, Intra-articular, Fracture dengan dislocasi
2 Konfigurasi: Fracture transversal, Fracture oblik, Fracture spiral, Fracture segmental,
Fracture avulsi, Fracture kominutif, Fracture epiphysis.
3 Menurut Eksistensi: Fracture total, Fracture tidak total (Fracture crack), Fracture
buckie atau torus, Fracture green stick
4 Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya: Tidak bergeser
(undisplaced) dan Bergeser (displaced) (2),4

11
Sudah terbentuk kalus

Fraktur komplit dengan lateral displacement

12
Dari anamnesis hingga pemeriksaan x-ray, diagnosis pada kasus ini adalah close
fracture tibia et fibula dextra 1/3 distal. Penatalaksanaan fraktur tertutup terdiri dari manipulasi
untuk memperbaiki posisi fragmen, diikuti oleh splint untuk mempertahankan posisi hingga
menyatu; sementara itu pergerakan sendi dan fungsi harus dilakukan. Penyembuhan fraktur
dipengaruhi oleh pembebanan pada tulang, sehingga aktivitas otot dan pembebanan oleh berat
tubuh harus segera mungkin dilakukan.

Secara sederhana 3 hal yang harus dilakukan adalah reduksi, setelah itu
mempertahankan posisi (imobilisasi) dan latihan1.

1. Reduksi
Terdapat 2 jenis reduksi yakni closed reduction (reduksi tertutup) dan open reduction
(reduksi terbuka)1.
a. Closed reduction
Dibawah pengaruh anastesi yang sesuai danotot dalam keadaan relaksasi, fraktur
direduksi dengan 3 manuver yakni, (1) Bagian distal dari ekstresmitas ditarik pada garis
tulang, (2) fragmen yang terlepas direposisi, (3) penjajaran disesuaikan dengan bidangnya.
Hal ini efektif pada fraktur dengan periosteum dan otot yang masih intak1.
b. Open reduction
Reduksi dengan operasi, melihat langsung fraktur, dilakukan dnegan indikasi (1)
ketika close reduction gagal, baik dikarenakan kesulitan dalam mengontrol fragmen tulang
atau karena jarak jaringan lunak (2) ketika terdapat fragmen articular yang membutuhkan
reposisi akurat (3) untuk traksi pada fraktur dimana fragmen tulang terpisah1.

2. Mempertahankan Reduksi (imobilisasi)


Ada beberapa modalitas untuk mempertahankan reduksi, yakni continous traction,
cast splintage, functional bracing, internal fixation dan external fixation

a. Continous traction

13
Gambar 3. Imobilisasi dengan Traksi

(Sumber: Apleys, 2010)

Traksi diterapkan pada fraktur ekstremitas distal, dilakuakn tarikan yang kontinu pada
axis tulang panjang dengan kekuatan penyeimbang berlawanan. Hal ini berguna pada fraktur
pada shaft yang oblique atau spiral dan mudah untuk berpindah dengan kontraksi otot. Traksi
tidak dapat mempertahankan fraktur, namun traksi menarik tulang panjang untuk lurus dan
panjang yang sesuai namun untuk menjaga akurasi reduksi masih sulit. Segera setelah fraktur
menyatu (deformable namun tidak displacable) traksi harus diganti dengan bracing1.

b. Cast Splintage

14
Gambar 4. Imobilisasi dengan Cast splint

(Sumber: Apleys, 2010)

Plaster dari paris ini masih secara luas digunakan sebagai splint, khusunya pada
daerah fraktur ekstremitas distal dan kebanyakan fraktur pada anak-anak. Metode ini cukup
aman, asalkan praktisi waspada terhadap bahaya cast yang ketat dan tekanannya mencegah luka.
Kecepatan penyatuannya tidak secepat dengan traksi namun pasien dapat pulang segera.
Mempertahankan reduksi tidak masalah dan pasien dengan fraktur tibia dapat menahan berat
cast. Kelemahan dari teknik ini adalah sendi susah bergerak sehingga sendi dapat kaku, sehingga
mendapat julukan penyakit fraktur1.

15
c. Functional Bracing

Gambar 5. Imobilisasi dengan Functional bracing

(Sumber: Apleys, 2010)

Functional bracing, dapat menggunakan plater dari paris


(gips) atau salah satu dari material termoplastik, adalah jalan untuk mencegah kekakuan sendi.
Segmen dari gips diterapkan pada bagian shaft tulang, dan sendi bebas. Segmen yang
menggunakan cast dihubungkan oleh engsel metal atau plastic yang memungkinkan gerakan
dalam satu bidang. Brace functional biasanya tidak kaku sehingga diterapkan hanya bila fraktur
mulai menyatu, yaitu sekitar 3-6 minggu traksi atau konvensional casting1.

d. Internal Fixation

16
Gambar 6. Imobilisasi dengan Fiksasi Internal

(Sumber: Apleys, 2010)

Fragmen tulang dapat difiksasi dengan skrup, plat metal yang ditahan dengan skrup,
long intramedullary rod atau nail, circumferential bands atau kombinasi metode ini. Dengan
fiksasi internal latihan pergerakan dapat dilakukan sesegera mungkin dan kekakuan pada sendi
tidak ada.1

Indikasi fiksasi internal antara lain1:

Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan cara operatif


Fraktur yang tidak stabil dan kemungkinan besar akan re-displace setelah reduksi
(contohnya fraktur midshaft lengan bawah dan beberapa fraktur displaced pada ankle,
termasuk fraktur yang dengan mudah dapat tertarik dengan kontraksi otot (fraktur
transversal pada patella dan olecranon)
Fraktur yang menyatu dengan buruk dan lambat, yakni fraktur femoral neck.

17
Multiple fraktur dimana dengan fiksasi yang cepat (baik dengan internal dan eksternal
fiksasi) mengurangi resiko komplikasi general dan kegagalan organ multisystem.
Fraktur pada pasien yang dengan perawatan sulit (paraplegi, multiple injury dan pada
orang tua)

e. External Fixation

Gambar 7. Imobilisasi dengan fiksasi eksternal

(Sumber: Apleys, 2010)

Fraktur dapat diimobilisasi dengan sekrup transfixing atau oleh wire yang
dikencangkan yang melewati bagian atas dan bawah tulang yang fraktur dan melekat pada frame
extrerna. Metode ini terutama digunakan pada tibia dan pelvis namun juga dapat digunakan pada
fraktur femur, humerus, bagian distal radius dan bahkan tulang pada tangan1.

Indikasi fiksasi Eksternal1:

18
Fraktur yang berhubungan dengan cedera soft tissue yang berat (termasuk open fracture)
atau yang telah terkontaminasi, dimana fiksasi internal beresiko dan membutuhkan akses
yang berulang untuk inspeksi luka, dressing dan bedah plastic.
Fraktur disekitar sendi yang potensial untuk fiksasi internal namun jaringannya terlalu
bengkak untuk dilakukan operasi.
Pasien dengan multiple injury, khusunya pada fraktur bilateral femur, fraktur pelvis
dengan perdarahan fraktur yang berhubungan dengan cedera toraks atau kepala.
Fraktur yang terinfreksi

Faktor yang paling penting dalam menentukan penyembuhan secara alami adalah
keadaan jaringan sekitar dan suplai darah setempat. Low energy fracture menyebabkan
kerusakan jaringan yang ringan, sebaliknya high energy fracture menyebabkan kerusakan
jaringan yang berat. Tscherne (Oester dan Tscherne, 1984) membuat klasifikasi untuk fraktur
tertutup1:

Grade 0 : Fraktur sederhana dengan cedera jaringan sedikit atau tidak ada.

Grade 1 : Fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan subkutis

Grade 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan yang lebih dalam dan
pembengkakan

Grade 3 : Cedera berat yang ditandai dengan kerusakan jariongan da nada ancaman
terjadinya sindrom kompartemen. Semakin berat tingkat cederanya semakin
membutuhkan fiksasi mekanis.

Berdasarkan penjelasan diatas pada kasus ini merupakan fraktur tertutup Grade 1,
yakni fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan subkutis.

Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan closed fracture 1/3 distal tibia et fibula
dextra dengan keterlibatan soft tissue yang minimal. Berdasarkan grading oleh Tscherne (Oester
dan Tscherne, 1984) kasus ini termasuk fraktur tertutup grade 1, yakni fraktur dengan abrasi
superfisial atau memar pada kulit dan subkutis.

19
Hal lain yang harus dipertimbangkan untuk memutuskan terapi yang sesuai adalah
umur pasien yang masih 13 tahun, dimana masih berlangsung pertumbuhan pada mereka.
Membran periosteal pada anak-anak jauh lebih tebal dan lebih osteogenik sehingga
penyembuhan fraktur agresif cepat dan jarang ditemukan kasus nonunion pada anak-anak., Pada
kasus ini juga pasien dating satru bulan setelah kecelakaan5. Dari mekanisme penyembuhan
fraktur dalam 4 minggu kalus sudah terbentuk, hal ini juga terlihat dari foto x-ray cruris dextra
pasien. Berdasarkan penjelasan tentang tatalaksana fraktur tertutup dan grading Tscherne maka
pasien ini ditatalaksana dengan reduksi tertutup dan imobilisasi cast splintage (gips).

Gambar 8. Pemasangan Cast Splint (Gips) pada pasien

Pada kasus ini pasien di gips dengan metode short leg cast. Berdasarkan teori pada
fraktur tibia dan fibula dengan jenis fraktur undisplaced atau fraktur dengan minimal displaced
dilakukan pemasangan cast splintage dari bagian paha hingga metatarsal dengan lutut sedikit
fleksi dan ankle pada sudut yang sesuai.

20
Gambar 9. Jenis pemasangan Cast Splintage (Gips) pada
ekstremitas inferior
(Standford, 2016)

Antara kasus dan teori berbeda namun dalam penatalaksanaan dilakukan short leg cast
karena posisi frakturnya ada dibagian distal, sehingga imobilisasi yang diperlukan dari bawah
lutut hingga area metatarsal1.

Untuk evaluasi setelah pemasangan gips, ekstremitasnya harus dielevasikan dan pasien
tetap dibawah obeservasi selama 48-72 jam. Jika terdapat pembengkakan yang berlebihan, cast
dilepas. Pasien biasanya diizinkan pulang pada hari kedua atau ketiga, pasien berjalan dibantu
dengan tongkat supaya beban yang ditopang minimal. Setelah 2 minggu posisi di evaluasi
dengan x-ray. Diperlukan waktu sekitar 4-6 minggu untuk adanya perubahan, dimana area yang
patah telah melekat. Cast dipertahankan sampai bagian yang patah menyatu, diperlukan waktu
sekitar 8 minggu pada anak-anak dan 12 minggu pada orang dewasa1.

21

Anda mungkin juga menyukai