Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi di

kelompok masyarakat tertentu. Tujuan utamanya untuk

mengontrol dorongan seksual pada perempuan. Ada

anggapan kotoran yang menempel pada klitoris dapat

membuat libido seks perempuan menjadi tidak terkendali.

Padahal praktek sirumsisi tersebut membahayakan

kesehatan fisik dan psikis seksual pada perempuan (Khomar,

2007).

Praktik sunat perempuan diduga telah dimulai sejak 4000

tahun silam, sebelum kemunculan agama yang terorganisasi.

Para antropolog mengungkapkan bahwa praktek sunat

perempuan telah populer dimasyarakat Mesir kuno, hal ini

dibuktikan dengan adanya penemuan mummi. Sebagian

masyarakat menganggap sunat perempuan merupakan

tradisi yang berkaitan dengan agama, sehingga menimbulkan

pro dan kontra. Sunat perempuan juga dilakukan di 28

negara, terbanyak dilakukan disebagian besar Negara Afrika,

serta sebagian kecil Negara di Asia, Amerika Latin, Amerika

Utara dan Eropa. Di Indonesia sendiri, disebutkan bahwa

tradisi sunat perempuan adalah kebiasaan yang masuk


2

bersama sama agama Islam yang meneruskan dan sudah

lazim di zaman Jahiliyah (Tonang, 2006).

Praktek sirkumsisi diperkirakan dilakukan oleh lebih dari 2

juta anak perempuan lebih dari 28 negara Afrika dan di

masyarakat Timur Tengah dan Asia. Beberapa anak

perempuan melakukan sirkumsisi saat bayi disomalia (Afrika)


1
dan 2 populasi sunda diperkirakan sekitar seratus juta

perempuan menjalani tindakan tindakan sunat dan 4-5 juta

dilakukan pada bayi perempuan (Diah, 2006).

Ketentuan khitan perempuan diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan No.1636/2010. Dalam Permenkes tersebut

dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan sunat perempuan

pada adalah tindakan yang hanya menggores kulit yang

menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Khitan

perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan

yakni Dokter, Bidan, dan Perawat. Selain itu, proses khitan itu

harus dilakukan di ruangan, tempat, dan peralatan steril.

Khitan juga harus dilaksanakan dengan pencahayaan yang

cukup dan tersedia air bersih yang mengalir (Depkes, 2011).

Survei epidemiologi WHO, menemukan beberapa alasan

dilakukan sunat perempuan seperti, identitas kesukuan,

tahapan menuju wanita dewasa, prasyarat sebelum menikah,

juga pemahaman seperti klitoris merupakan organ kotor,


3

mengeluarkan sekret berbau, mencegah kesuburan atau

menimbulkan impotent bagi pasangannya (Tonang, 2006).

Di Indonesia sunat perempuan dilakukan pada usia 0-18

tahun, tegantung pada budaya setempat. Umumnya sunat

perempuan dilakukan pada bayi setelah dilahirkan, di Jawa

dan Madura sunat perempuan 70%, sedangkan di Sumatera

Utara 78% dan Sumatera Barat 64% dilaksanakan pada usia

kurang dari 1 tahun dan sebagian pada usia 7-9 (Azhari,

2007).

Data tentang sunat perempuan di Indonesia masih sangat

sulit diperoleh. Namun demikian, bukan berarti sunat

perempuan tersebut tidak terjadi di Indonesia. Masalah sunat

perempuan ini dikatakan seperti masalah yang tersembunyi

karena prevelensinya diduga cukup besar namun tidak

terkemuka. Tidak adanya laporan komplikasi akibat tindakan

sunat perempuan di Indonesia disebabkan karena, minimnya

pengetahuan tentang alat reproduksi wanita atau budaya

malu dan takut untuk mengungkapkan kejadian sunat

perempuan (Juliansyah, 2009).

Sementara berdasarkan penuturan Snouck Hurgronje,

penasehat politik Belanda yang juga menekuni budaya Aceh

pada awal abad 20, nyelamaken itu berasal dari kata selam

(salam) yang berarti menjadikan seseorang muslim. Menurut

catatannya, di Jawa perempuan disunat pada hari yang sama


4

dengan saudara laki-lakinya. Namun para tamu yang hadir

hanya tahu kalau yang disunat adalah saudara lelakinya saja.

Di sini tersirat sebuah pesan, betapa tidak pentingnya

eksistensi perempuan, termasuk hajat sunatnya tidak perlu

diketahui publik. Meski begitu, terjadi pula sebaliknya, di

kalangan priyayi sunat anak perempuan dirayakan

sebagaimana sunat anak laki-laki (Rahima, 2009).

Survey pendahuluan yang peneliti lakukan di BPS Rini Wati

menunjukkan bahwa bidan dan dukun bayi merupakan

penyedia pelayanan sunat perempuan. Dari 38 data anak

perempuan di BPS Rini wati yang berumur 1-3 tahun yang

disunat diketahui bahwa 35% diantaranya dilakukan oleh

pengkhitan tradisional dan 65% dilakukan oleh tenaga

kesehatan. Menurut hasil wawancara berdasarkan 10 ibu dari

38 anak, didapatkan informasi bahwa 4 orang ibu (40%)

mengatakan membawa anak disunat karena kebiasaan dalam

keluarga, 5 orang ibu (50%) mengatakan karena informasi

dari tokoh masyarakat dan lingkungan tempat tinggal dan 1

orang (10%) menyatakan anaknya memang dibawa oleh

suami sendiri untuk di sunat pada dukun.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik

untuk meneliti tentang Karakteristik Ibu Yang Melakukan

Khitan Pada Bayi Perempuan Di BPS Rini wati Mincang


5

Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus Tahun

2014.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dan pembahasan latar belakang diatas,

maka dapat dirumuskan pernyataan penelitian, yaitu

Karakteristik Ibu Yang Melakukan Khitan Pada Bayi

Perempuan Di BPS Rini wati Mincang Kecamatan Talang

Padang Kabupaten Tanggamus Tahun 2014?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Diketahui karakteristik ibu yang melakukan sirkumsisi pada

bayi perempuan Di BPS Rini Wati Mincang Kecamatan

Talang Padang Kabupaten Tanggamus Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Diketahui pengetahuan ibu yang melakukan khitan pada

bayi perempuan Di BPS Rini Wati Mincang Kecamatan

Talang Padang Kabupaten Tanggamus Tahun 2014.


b. Diketahui pendidikan ibu yang melakukan khitan pada bayi

perempuan Di BPS Rini Wati Mincang Kecamatan Talang

Padang Kabupaten Tanggamus Tahun 2014.


c. Diketahui pekerjaan ibu yang melakukan khitan pada bayi

perempuan berdasarkan Di BPS Rini Wati Mincang

Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus Tahun

2014.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi institusi Pendidikan
6

Sebagai bahan informasi dan tambahan pustaka untuk

peningkatan ilmu pengetahuan serta pengembangan

penelitian tentang sunat perempuan.


1.4.2 Bagi Lahan Penelitian
Sebagai bahan kajian dan informasi bagi Bidan Praktek

Swasta tentang sunat perempuan.


1.4.3 .Bagi peneliti
Untuk menambah pengalaman dan wawasan ilmu

pengetahuan tentang sunat perempuan.

1.5. Ruang Lingkup


Berdasarkan pada permasalahan di atas maka ruang lingkup dalam penelitian

ini dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek penelitian ibu yang

melakukan khitan pada bayi perempuan. Objek penelitian

karakteristik ibu yang melakukan sirkumsisi pada bayi

perempuan. Lokasi pada peneliitan ni di BPS Rini Wati Mincang

Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus Tahun 2014.

Dengan waktu penelitian Mei s.d Juni 2014.


.

Anda mungkin juga menyukai