PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Jaringan Presentase Air
Otak 84
Ginjal 83
Otot lurik 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Lemak 10
Tabel 1 : kandungan air tiap anggota tubuh
Komponen Intraselular 5
Komponen intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh yang terbesar, dan
berhubungan dengan cairan dalam sel. Komposisi ionnya berbeda dengan komponen
ekstraseluler karena mengandung ion kalium dalam konsentrasi tinggi (140-150
mmol/liter) dan ion natrium dalam konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter) dan ion
klorida (3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama natrium dan klorida, maka
cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air yang diperlukan dalam bentuk
larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian tubuh dan glukosa akan
dimetabolisme. Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena dapat
menyebabkan hemolisis masif.
Komponen Ekstraselular
Komponen ekstraseluler dapat dibagi menjadi intravaskuler dan intertitial.
Komponen Intravaskuler
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90 ml/kgbb
pada neonatus. Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari protein plasma
dan ion, terutama natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter) dan ion
bikrbonat. Hanya sebagian kecil kalium tubuh berada di dalam plasma (3,5-4,5
mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi
jantung dan neuromuskuler.
Komponen Interstitial
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler.Jumlah
total cairan ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial) bervariasi antara 20-
35% dari berat badan dewasa dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat
bergerak bebas di antara darah dan ruang interstitial, yang mempunyai komposisi ion
yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak bebas keluar dari ruang
intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada luka bakar atau syok
septik. Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang menurun
dengan cepat, maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen interstitial ke dalam
darah untuk mengatasi kekurangan volume intravaskuler, yang diprioritaskan secara
fisiologis. Pemberian cairan intravena yang terutama mengandung ion natrium dan
3
klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter atau 0,9%) atau larutan Hartman (larutan
ringer laktat), dapat bergerak bebas kedalam ruang intertitial sehingga efektif untuk
meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu singkat.
Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya plasma, darah
lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif untuk mempertahankan
sirkulasi jika diberikan secara intravena karena komponen ini lebih lama berada
dalam komponen intravaskuler. Cairan ini biasanya disebut sebagai plasma ex-
panders.
Cairan transseluler 3
Merupakan cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh.
Contoh (CTS) meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan
intraokular serta sekresi lambung dengan jumlah hamper mendekati angka 1 L,
namun sejumlah besar cairan bergerak kedalam dan keluar ruang transelular setiap
harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal mensekresi dan
mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini
terdapat solute berupa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur
keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting yaitu natrium dan
kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel serta
langsung berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah
natrium (kation utama) dan kalium, kalsium, magnesium. Untuk menjaga netralitas
(elektronetral) didalam cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida,
bikarbonat dan albumin. Kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium dan anion
utama adalah fosfat.
4
b) Kehilangan cairan karena kelebihan elektrolit (solute loading
hypertonicity). Kehilagan cairan karena ekstresi urin yang mengandung
banyak elektrolit.
c) Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi jika cairan
ekstraselular karena suatu sebab menjadi hiperosmoler, misalnya karena
hiperosmoler hiperglikemia.
Berikut tabel 2 memperlihatkan keadaan lain yang dapat menyebabkan kebutuhan
cairan bertambah dan berkurang : 6
Kebutuhan cairan meningkat Kebutuhan cairan menurun
Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C ) Hipotermi (12% tiap penurunan suhu 1C )
Hiperventilasi Kelembaban sangat tinggi
Suhu lingkungan tinggi Oligouri atau anuria
Aktivitas ekstrim Aktivitas menurun
Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal
ginjal, dll )
Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal
akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi ataukombinasi keduanya.
Dengan manifestasi klinis seperti pada tabel 3 :
Keadaan Umum Baik, ComposMentis Gelisah, rewel ,lesu Letargik, tak sadar
Mata cekung, kering Normal Cekung Sangat cekung
Airmata Ada Kering Kering sekali
Mulut atau lidah Lembab Kering Sangat kering, pecah-
pecah
Haus Minum normal Haus Tak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanandarah Normal Turun Turunsekali
Air kemih Normal Kurang Kurang sekali, oliguri
5
Peningkatan protein total
Kelainan pada analisis gas darah (asidosis metabolik)
Sel darah putih meningkat (karena hemokonsentrasi)
Fosfatase alkali meningkat
Natrium dan kalium masih normal, setelah reidrasi kalium ion dalam serum
rendah.
Kondisi yang telah ada Kehilangan darah yang Stres akibat operasi dan
Prosedur diagnostik abnormal nyeri pasca operasi.
Pemberian obat .Induksi anestesi Peningkatan
Induksi anestesi Kehilangan abnormal cairan katabolisme jaringan.
Kehilangan darah yang ekstraselular ke third space Penurunan volume
abnormal. Kehilangan cairan akibat sirkulasi yang efektif.
Stres akibat operasi dan evaporasi dari luka operasi Risiko atau adanya ileus
nyeri pasca operasi. postoperatif.
Peningkatan
Preparasi bedah
Penanganan medis terhadap
kondisi yang telah ada
Restriksi cairan preoperatif
Defisit cairan yang telah
6
ada sebelumnya
F. Tujuan terapi cairan6
Terapi cairan berfungsi untuk tujuan:
1. Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
2. Untuk mengatasi syok.
3. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan. Terapi
cairan preoperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah. Pada penderita yang menjalani operasi, baik
karena penyakitnya itu sendiri atau karena adanya trauma pembedahan, terjadi
perubahan-perubahan fisiologi.
7
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5%
+ NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
b) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut "plasma
substitute" atau "plasma expander". Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
Koloid alami
8
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Koloid sintetis
1. Dextran
Dextran 40 dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 dengan berat
molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40
mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek
anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas
faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match,
waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan
Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 - 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Low molecullar
weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume
expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada
penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Tabel 5 memperlihatkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing
golongan cairan :
Nama Kristaloid Koloid
9
- Pilihan cairan pertama - bertahan selama 24 jam)
untuk - Meningkatkan tekanan
- resusitasi perdarahan dan onkotik
- trauma - Plasma
- Membutuhkan volume yang
lebih
- Sedikit
- Mengurangi kejadian edema
perifer
- Dapatmenurunkan tekanan
- intrakranial
10
elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan K+ = 1 mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, Terapi rumatan dapat diberikan infus
cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang hanya
mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung
karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's
dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya
karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar
dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan
dalam hipovolemik. Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke
ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya
tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar.
4-6 ml/kg untuk bedah sedang.
2-4 ml/kg untuk bedah kecil.
11
diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer
Laktat.
c. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
12
Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah
dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi
penyelamat nyawa, tetapi dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang
akan terjadi sehingga tranfusi darah hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas
dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang jauh lebih besar dari pada risiko yang
mungkin terjadi.
13
kompensasi tubuh maka cukup diberi cairan koloid atau kristaloid, sedangkan diatas
15% perlu tranfusi darah karena adanya gangguan pegangkutan oksigen. Sedangkan
untuk orang dewasa dengan kadar Hb normal angka patokannya ialah 20%.
Kehilangan darah sampai 20% dengan gangguan faktor pembekuan maka diberi
cairan kristaloid sebanyak 3 kali lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid
diberikan dengan jumlah sama. Tranfusi darah >50% diberikan pada saat perioperasi
dengan tujuan untuk menaikkan kapasitas pengangkut oksigen dan volume
intravascular. Kalau hanya kenaikan volume intravascular saja cukup dengan koloid
dan kristaloid.
14
transfusi hemolitik segera dan reaksi transfusi hemolitik lambat Reaksi ini sering
terjadi akibat kesalahan manusia sebagai pelaksana, misalnya salah memasang
label atau membaca label pada botol darah. Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah
menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher , nyeri kepala,
nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan dangkal, takhikardi, hipotensi,
hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa diterangkan asalnya, dan
ikterus.
Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar untuk dideteksi dan memerlukan
perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah dan lain-lain. Tanda-tanda yang
dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi, perdarahan yang
tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri.
Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan
digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar. Diuretika yang
digunakan ialah :
1. Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian diikuti
pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.
2. Furosemid
Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat, albumin dan
darah yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal penderita dapat
diberi vasopressor. Selain itu penderita perlu diberi oksigen. Bila terjadi
anuria yang menetap perlu tindakan dialysis.
15
Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi,
dilakukan beberapa tindakan pencegahan. Setelah diperiksa ulang bahwa darah
yang akan diberikan memang ditujukan untuk resipien yang akan menerima darah
tersebut, petugas secara perlahan memberikan darah kepada resipien, biasanya
selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah.
Karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam15 menit pertama,
maka pada awal prosedur, resipien harus diawasi secaraketat.Setelah itu, petugas
dapat memeriksa setiap 30- 45 menit dan jika terjadi reaksi ketidakcocokan, maka
transfusi harus dihentikan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan
tubuh dengan pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena untuk mengatasi berbagai masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi mengantikan volume cairan yang hilang
akibat perdarahan,dehidrasi atau syok. Terapi cairan perioperative meliputi tindakan
terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah.
Dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, maka terapi cairanberfungsi untuk mengganti cairan saat puasa sebelum
dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan. Sedangkan Tranfusi darah pada
hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah dari satu individu (donor)
ke individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tetapi dapat
pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang akan terjadi sehingga tranfusi darah
hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat
yang jauh lebih besar dari pada risiko yang mungkin terjadi. Transfusi darah dapat
berupa darah lengkap atau hanya komponen-komponen darah yang dibutuhkan saja
misalkan preparat sel darah merah atau trombosit, tergantung indikasi resipien.
17
DAFTAR PUSTAKA
1.Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5.
Jilid 1. Internal Publishing: Jakarta
2.Guyton AC dan Hell JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta :
EGC.
4.Latief AS, dkk. 2001 petunjuk praktis anestesiologi : terapi cairan pada
pembedahan, ed.2 bagian anestesiologi dan terapi intensif, FK UI.
5.Dobson, Michel B. 2012. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan
elektrolit. Jakarta : EGC.
11.Hanafie, Achsanuddin. 2009. Anemia dan Transfusi Sel Darah Merah pada Pasien
Kritis. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 39, No. 3. SMF-Anestesi dan
Reanimasi FK-USU/RSUP Haj Adam Malik, Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan
12.WHO. 2013. the clinical use of blood in general medicine obstetric pediatrics
surgery & anaesthasia trauma and Bums.
13.Ario, Dewangga dkk. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk
Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang
18
Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of Emergency Vol.
1. No. 1. Departemen/SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
19