Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. PENDAHULUAN
1
Saat ini belum ada bukti bahwa penyakit ini ditularkan secara seksual antara
pasangan heteroseksual. Namun, bakterial vaginosis disebabkan oleh berganti-ganti
pasangan seksual dan kuman penyebabnya pernah dibiak dari uretra laki-laki yang
menjadi pasangan seksual perempuan yang terinfeksi. 2,3 Pasangan lesbian dilaporkan
dapat mengalami sekresi vagina (keputihan) yang serupa, dan pada kasus bakterial
vaginosis, hal ini mungkin mencerminkan penularan seksual dalam kelompok ini. 2,3
Sekitar 1 dari 4 wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan
karena organisme Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri
lain mengalami penurunan jumlah. 1,2,3 Namun pada beberapa wanita, bila bakterial
vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah. Oleh
karena itu perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan
hendaknya tidak membahayakan dan sedikit efek sampingnya. Ahli medis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial
vaginosis.4,5
Bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai.
Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan.
Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. 4 Dengan pengobatan
metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%). 5
II. EPIDEMIOLOGI
2
Vaginosis bakterialis merupakan penyebab flour albus yang umum ditemukan
pada wanita usia subur. Menentukan prevalensi vaginosis bakterial sulit oleh karena 1/3
- 3/4 perempuan yang terinfeksi adalah asimtomatik, serta paling sering pada kelompok
wanita yang aktif melakukan seksual. 2,3,6 Angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak
diketahui pasti, sebagian besar karena kondisi-kondisi ini sering didiagnosis sendiri dan
diobati sendiri oleh penderita. 4,6 Sebelum tahun 1955, penyakit ini dikenal dengan nama
nonspecific vaginitis, Haemophilus vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium
vaginitis , nonspecific vaginosis atau anaerobic vaginosis.4,6
Bakterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai
aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita berkulit
hitam yang menggunakan kontrasepsi dan merokok.2,3,4 Bakterial vaginosis yang
rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan lesbi, yang mungkin
berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti pasangan seksualnya. 2,3
3
Hampir 90% laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella
vaginosis, mengandung Gardnerella vaginosis dengan biotipe yang sama dalam uretra,
tetapi tidak menyebabkan uretritis.2,3
III. ETIOLOGI
4
Gambar 1. Mikroflora vagina
Pada suatu analisis dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori
dari bakteri vagina yang berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :
1. Gardnerella vaginalis
Sel epitel ditutupi oleh bakteri Gardnerella vaginalis (juga dikenal sebagai
6
metronidazole, Bakterioides dan Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat
kembali menjadi asam organic yang predominan dalam cairan vagina.2,3,10
3. Mycoplasma hominis
7
konsentrasi 100 1000 kali lebih besar pada wanita yang mengalami bacterial vaginosis
dibandingkan dengan wanita normal. 2,3,10
IV. PATOGENESIS
8
Faktorfaktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah
mucus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotic
dan perubahan hormone saat hamil dan menopause.2,3,12 Faktorfaktor ini
memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma
hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan
menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain. Mencuci vagina (douching)
sering dikaitkan dengan keluhan disuria, keputihan, dan gatal pada vagina. 12 Pada
wanita yang beberapa kali melakukan pencucian vagina (douching), dilaporkan terjadi
perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga
memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri pathogen yang oportunistik. 12
Secret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif.
Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang
keluar, bercampur dengan bakteri, sel sel vagina yang terlepas dan sekesi kelenjar
bartolini.13 Pada wanita, secret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh
untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan diri dari berbagai infeksi.
Dalam kondisi normal, secret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau bewarna
kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5, terdiri dari sel sel
epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Tricomonas, dan tanpa clue
sel.13
Sekret vagina pada bakterial vaginosis berisi beberapa senyawa amin termasuk
di dalamnya putresin, kada verin, metilamin, isobutilamin, feniletilamin, histamin, dan
tiramin.13 Setelah pengobatan berhasil sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin
mempunyai peranan penting pada patogenesis bakterial vaginosis karena setelah
dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan
metronidazol ternyata efektif untuk G. vaginalis sebagai kuman anaerob.12,13
V. GEJALA KLINIS
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering
pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau
amis/bau ikan (fishy odor).13,14 Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang
13,14
menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2)
10
menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang
menguap menimbulkan bau yang khas13,14. Walaupun beberapa wanita mempunyai
gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik.
Tampak gambaran klasik dari vaginosis bakteri : keputihan yang berwarna putih keabuan,
Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (berupa gatal dan rasa terbakar), bila
ditemukan relative lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
atau Candidiasis albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar,
sementara yang lain mengeluhkan kemerahan dan edema pada vulva. Jarang
ditemukan keluhan lain, misalnya nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu
berkemih dan bila ada, biasanya diakibatkan oleh penyakit lain. 13
Pada pemeriksaan sangat khas didapatkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa.12,13,14 Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan
tipis atau kelainan yang difus dengan pH vagina berkisar 4,5 - 5,5. Sebaliknya sekret
vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan
gambaran bergerombol.13,14
11
Untuk situasi dimana mikroskop tidak tersedia, Organisasi Kesehatan Dunia telah
Sumber : World Health Organization. Guidelines for the management of sexually transmitted
Gejala peradangan umum tidak ada. Terdapat eritema pada vagina atau vulva
atau petekiae pada dinding vagina. Pada pemeriksaan kolposkopi tidak terlihat dilatasi
pembuluh darah dan tidak ditemukan penambahan densitas pembuluh darah pada
dinding vagina.13,14 Gambaran serviks pun akan terlihat normal. Bakterial vaginosis
dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis
sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik. 13,14
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret
vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue
cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
2,3,4
Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60%
dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. 17 Clue cells adalah penanda
bakterial vaginosis.2,3,4
2. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif
menunjukkan bakterial vaginosis.2,3,4
13
Gambar 7. Tes Whiff
Pada vagina yang sehat tidak ada bau yang timbul pada pemeriksaan diatas. Adanya
bau amis ( amine odor ) mengarahkan dugaan pada infeksi trichomonas atau vaginosis
bacterial.
Sumber : http://quizlet.com/
5. Kultur vagina
VII. DIAGNOSIS
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas
ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan
pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T. vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial
vaginosis. WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya
clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis
sebagai flora vagina utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982) menegakkan
diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau amis dan ditemukannya clue
cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina yang tinggi akan
memperkuat diagnosis.
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis,
oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut
sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala,
yaitu : 17,18
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan
abnormal
2. Ph vagina > 4,5
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau
setelah penambahan koh 10% (whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Ditemukan 3 dari 4 kriteria diagnosis ini sudah cukup menegakkan diagnosis
vaginosis bacterial. Duh tubuh yang ditemukan biasanya lengket, menempel ke vagina,
homogen, tipis, dan yang khas ialah warnanya yang keabu-abuan. Kadang-kadang
dapat dilihat gelembung kecil di dalamnya.
A. Anamnesis
Wanita dengan vaginosis bakterialis akan mengeluh adanya duh tubuh dari
vagina yang ringan atau sedang dan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis atau
15
bau ikan (fishy odor). Bau lebih menusuk setelah sanggama dan mengakibatkan darah
menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitarnya (berupa gatal dan
rasa terbakar) relatif lebih ringan dari trikomoniasis. 4,6,18 Sepertiga penderita mengeluh
gatal dan rasa terbakar, sementara yang lain mengeluhkan kemerahan dan edema pada
vulva. Jarang ditemukan keluhan lain, misalnya nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri
waktu kencing.6 Kalaupun ada, biasanya akibat penyakit lain. Di samping itu, penderita
vaginosis bakterialis bersifat asimptomatik. 4,6,18
Pada pemeriksaan sangat khas didapatkan duh tubuh vagina bertambah, warna
abu-abu homogen, viskositas rendah atau normal, berbau, dan jarang berbusa. Duh
tubuh melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan yang
difus dengan pH vagina berkisar 4,5-5,5. Tidak ditemukan pula gejala peradangan
umum. Terdapat eritema pada vagina atau vulva atau petekiae pada dinding vagina.
Pada pemeriksaan kolposkopi tidak terlihat dilatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan
penambahan densitas pembuluh darah pada dinding vagina. Gambaran serviks pun
akan terlihat normal.
Sumber : http://quizlet.com/
16
Table Diagnostic features and laboratory diagnosis
Bacterial vaginosis Candidiasis Trichomoniasis
IUD
intrauterine device
PMN
polymorphonuclear leukocytes
Table 1 - Footnote *
Clue cells are vaginal epithelial cells covered with numerous coccobacilli.
Table 1 - Footnote
Culture is more sensitive than microscopy for T. vaginalis.
Not usually Not usually Sexually
Sexual considered considered transmitted
transmission sexually sexually
transmitted transmitted
Often absent Often absent Multiple
partners
More common if More common
sexually active if sexually active
New sexual Current or
partner recent antibiotic
use
Predisposing IUD use
Pregnancy
factors
Corticosteroids
Poorly
controlled
diabetes
Immuno-
compromised
Symptoms Vaginal Vaginal Vaginal
discharge discharge discharge
Fishy odour Itch Itch
50% External Dysuria
asymptomatic dysuria
17
Table Diagnostic features and laboratory diagnosis
Bacterial vaginosis Candidiasis Trichomoniasis
Superficial 1050%
dyspareunia asymptomatic
Up to 20%
asymptomatic
White or grey, White, clumpy, Off-white or
thin, copious curdy discharge yellow, frothy
discharge discharge
Erythema and
Signs edema of vagina Erythema of
and vulva vulva and cervix
(strawberry
cervix)
Vaginal pH >4.5 <4.5 >4.5
PMNs Budding yeast Motile
flagellated
Wet mount Clue cells Pseudohyphae
protozoa (38
82% sensitivity)
Clue PMNs PMNs
cellsDecreased
Budding yeast Trichomonads
normal flora
Gram stain Pseudohyphae
Predominant
Gram-negative
curved bacilli and
coccobacilli
Whiff test Positive Negative Negative
18
A. Diagnosis Banding : Kandidiasis
Merupakan infeksi jamur oportunistik yang dapat terjadi secara primer atau
sekunder dan dapat bersifat akut, subakut maupun kronis episodik. Infeksi kronis bila
berlangsung lebih dari 3 tahun.19,20
Keluhan yang paling sering pada kandidosis vulvovaginalis adalah rasa gatal
pada daerah vulva dan adanya duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair
seperti air sampai tebal dan homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret
tampak seperti susu yang disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti
susu basi/pecah dan tidak berbau.19,20 Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal
saja. Keluhan klasik yang lainnya adalah rasa kering pada liang vagina, rasa terbakar
pada vulva, dispareunia dan disuria. Jadi sebenarnya, tidak ada keluhan yang benar-
benar spesifik untuk kandidosis vulvovaginalis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan
vulva, juga dapat ditemukan lesi papulopustular di sekitarnya. Servik tampak normal
sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan. Bila ditemukan keluhan dan tanda-
tanda vaginitis serta pH vagina <4,5 dapat diduga adanya infeksi kandida, sedangkan
19
bila pH vagina >5 kemungkinana dalah vaginitis karena bakterial vaginosis, trikhomonas
vaginitis atau ada infeksi campuran. 19,20
Sumber : www.medscape.com
Sumber : http://64.203.71.11/kesehatan/news/0403/17/065452.htm
20
Biakan jamur mempunyai nilai kepekaan yang tinggi sampai 90% sedangkan
pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%. 19,20 Swab sebaiknya
diambil dari sekret vagina dan dari dinding lateral vagina. Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif
tetapi bisa sangat menolong untuk pemeriksaan yang cepat. Pseudohifa ragi dan miselia
memberi reaksi gram positif. 19,20 Akan tetapi pemeriksaan gram dan KOH yang negatif tidaklah
menyingkirkan kemungkinan kandidosis vulvovaginalis dan perlu dikonfirmasi dengan kultur.
Kultur dilakukan pada media sabouraud dextrose agar (SDA) dengan antibiotika,candida spp
tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang ditambahkan pada mediaselektif jamur patogen,
kecuali beberapa galur C. tropicalis, C. krusei dan C. parapsilosis yang tidak tumbuh karena
sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh dalam waktu 24-72 jam.
Candida albicans merupakan jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval,
memperbanyak diri dengan membentuk blastospora (budding cell) yang bertambah panjang
sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif dari pada spora.
Sumber : Kuswadji. Kandidosis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta. 2011. h.106-9.
21
Identifikasi C. albicans dapat dengan melihat fenomena Reynolds-Braude, yaitu
memasukkan jamur yang tumbuh pada kultur ke dalam serum/koloid (albumin telur) dan
diinkubasi selama 2 jam, dengan suhi 370 C. Di bawah mikroskop akan tampak germtube
(bentuk seperti kecambah) yang khas pada C. albicans. Pada infeksi KVV pH vagina normal
berkisar antara 4,0 - 4,5 bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan
adanya bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran. Perubahan
prevalensi spesies jamur mungkin disebabkan tipe obat anti jamur yang ada dan efek
penghambatan selektifnya yang menyebabkan resistensi beberapa spesies terhadap
suatu obat anti jamur dan terhadap regimen terapi jangka pendek.
22
Gambar 12. Trichomonas vaginalis
Sumber : http://www.cdc.gov/std/trichomonas/STDFact-Trichomoniasis.htm.
Pada wanita, penyakit ini biasanya dimulai dengan keluarnya cairan dari vagina
yang berwarna kuning kehijauan, berbusa, dan berbau amis. 22,23 Vulva (alat kelamin
wanita bagian luar) bisa teriritasi dan luka. Saat melakukan hubungan intim bisa terasa
nyeri. Pada kasus yang berat, vulva dan kulit di sekitarnya bisa meradang dan bibir
kemaluan (labia) membengkak. 22,23 Frekuensi berkemih menjadi lebih sering dan timbul
rasa nyeri saat berkemih, menyerupai gejala-gejala infeksi kandung kemih. 22,23
Kebanyakan penderita pria hanya memiliki sedikit atau tidak bergejala. Meskipun
demikian, penderita masih tetap bisa menginfeksi mitra seksualnya. Beberapa
diantaranya mengeluarkan cairan berbusa atau cairan seperti nanah dari penis. Selain
itu, penderita juga dapat mengalami rasa nyeri saat berkemih dan urgensi untuk lebih
sering berkemih. 22,23
23
Gambar --. Gambaran klinis Trikomoniasis
Sumber : http://www2a.cdc.gov/stdtraining/self-study/images/vaginitis/vag-s5.gif
Gejala-gejala ini biasanya timbul di pagi hari. Pada kasus yang jarang, epididimis
dan kelenjar prostat juga dapat terinfeksi. Infeksi pada epididimis menimbulkan rasa
nyeri pada buah zakar. 22,23
IX. PENATALAKSANAAN
a. Terapi sistemik24,25
1.
Metronidazol 400-500 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Dilaporkan efektif dengan
kesembuhan 84-96%. Metronidasol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi
gelap. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam
setelah terapi oleh karena dapat terjadi reaksi disulfiram. Metronidasol 200-250
mg, 3x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil. Metronidazol 2 gram dosis
tunggal kurang efektif daripada terapi 7 hari untuk pengobatan vaginosis bakterial
oleh karena angka rekurensi lebih tinggi.
25
2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan
94%.
3.
Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7
hari.
4.
Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari
5.
Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari
6.
Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
7.
Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
b. Terapi Topikal 11
1.
Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
2.
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
3.
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
4.
Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka
penyembuhannya hanya 15 45 %.
Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul
masalah. Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama kehamilan karena
mempunyai efek samping terhadap fetus. 24,25 Dosis yang lebih rendah dianjurkan
selama kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x
sehari selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan,
tetapi ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada
wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan yang
rendah.24,25
26
Vaginosis bakterial yang rekuren dapat diobati ulang dengan :
- Rejimen terapi
Metronidazol 500 mg 2x sehari selama 7 hari.
Merupakan obat yang paling efektif saat ini dengan kesembuhan 95%. Penderita
dinasehatkan untuk menghindari alkohol selama terapi dan 24 jam sesudahnya.
Metronidazol oral 2 gram dosis tunggal.
Kurang efektif bila dibandingkan rejimen 7 hari; kesembuhan 84%.
Mempunyai aktivitas sedang terhadap Gardnerella vaginalis, tetapi sangat
aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi
anaerob.
Metronidazol gel 0,75% intravaginal, aplikator penuh (5gr), 2 kali sehari untuk 5
hari.
Klindamisi krim 2% intravaginal, aplikator penuh (5gr), dipakai saat akan tidur
untuk 7 hari atau dua kali sehari untuk lima hari
Klindamisi 300mg 2 kali sehari untuk 7 hari
Augmentin oral (500mg amoksilin + 125 mg asam clavulanat) 3 kali sehari selama
7 hari.
Sefaleksin 500mg 4 kali sehari semala 7 hari
Jika cara ini tidak berhasil untuk vaginosis bakterial rekuren, maka dilakukan
pengobatan selama seminggu sebelum permulaan menstruasi dan begitupun pada
menstruasi berikutnya, dengan pengobatan selama 3-5 hari dengan metronidazol oral
dan anti jamur yaitu clotrimazol intravaginal atau flukonazol.
X. PROGNOSIS
XI. KESIMPULAN
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (Bacteroides
Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) menggantikan flora
normal vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan hidrogen peroksida sehingga
vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal vagina 3,8 4,2) berubah menjadi
bersifat basa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Judanarso, Jubianto. Vaginosis Bakterial. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 2011. h.385-91.
28
2. Schwebke, J.R. New Concepts in The Etiology of Bacterial Vaginosis. Current
Infectious Disease Reports. Vol. 11. No. 2. Philadelphia. 2009. p.143-147.
3. Amsel R., Totten P.A., Spiegel C.A., Chen K.C., et al. "Nonspecific vaginitis.
Diagnostic criteria and microbial and epidemiologic associations". Am. J. Med. 74
(1): p.1422.
4. Rahma S.N., Adriani A., Tabri F. Vaginosis bacterial. Penyakit menular seksual.
Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin; 2004. p. 147-60.
5. Hanson J.M., McGregor J.A., Hillier S.L., et al. Metronidazole For Bacterial
Vaginosis. A Comparison of Vaginal Gel Vs. Oral Therapy. J Reprod Med 2000.
p.889896.
6. Ocviyanti D., Yeva R., Shanty O., et al. Risk Factors For Bacterial Vaginosis Among
Indonesian Women. In: Medical Journal Indonesia: Jakarta. 2010. p.130-5.
7. Anonymous. Mikroflora vagina. BMC Microbiology. 2005.
Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2180/5/61.
8. Verhelst R., Hans V., Piet C., et al. Gardnerella. In: Molecular Detection of Human
Bacterial Pathogens. Taylor and Francis Group, LLC. 2011. p.81-91.
9. Anonymous. Clue Cell. The McGraw-Hill Companies,Inc. 2006.
Available from: http://atlas-emergency-medicine.org.ua/ch.21.htm.
10. Stoppler M. Bacterial vaginosis.
Available from: URL: http://www.medicinenet.com/bacterialvaginosis/article.htm.
11. Anonymous. Mycoplasma hominis. Diagnostic Mycoplasma Laboratory University of
Alabama at Birmingham. 2008. Available from: http:// www.mycoplasma.uab.edu.
12. William J.L., Steven S. Bacterial Vaginosis. In: Vulvovaginal Infections. Manson
Publishing: London. 2007. p.35-42.
13. Davey, Patrick. Editor: Amalia Safitri. Duh tubuh vagina dan uretritis. In: At a Glance
Medicine. Jakarta: Erlangga. 2006. h.74-5.
14. Rubins A. Bacterial Vaginosis. In: Sexually Transmitted Infections and Sexually
Transmitted Diseases. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2011. p.203-6.
15. Anonymous. Gambaran klinis vaginosis bakterialis. STD/HIV Prevention Training
Center at the University of Washington. 2008.
16. World Health Organization. Guidelines for the management of sexually transmitted
infections. Geneva; World Health Organization: 2003.
17. Ugwumadu A. Bacterial Vaginosis. In: Oxford Desk Reference Obstetrics and
Gynaecology. Oxford University Press : Oxford. 2011. p.184-5.
18. Goldsmith, Lowel A.,Stephen I., Barbara A., et al. Bacterial vaginosis. In: Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 8th edition. Vol 2. 2012. p. 2524-25.
29
19. Wong, Tom. Vaginal Discharge (Bacterial Vaginosis, Vulvovaginal Candidiasis,
Trichomoniasis). Canadian Guidelines on Sexually Transmitted Infections. 2010.
20. Kuswadji. Kandidosis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta. 2011. h.106-9.
21. Goldsmith, Lowel A.,Stephen I., Barbara A., et al. Tricomonas Vaginalis. In:
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th edition. Vol 2. 2012. p. 2523-24.
22. Fahmi, Sjaiful. Trikomoniasis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta. 2011. h.383-4.
23. Schwebke, J.R. Trichomoniasis. Current Diagnosis and Treatment of Sexually
Transmitted Diseases. McGraw-Hill Companies: USA. 2007. p. 116-8.
24. Schwebke, J.R. Bacterial Vaginosis. Current Diagnosis and Treatment of Sexually
Transmitted Diseases. McGraw-Hill Companies: USA. 2007. p. 66-8.
25. British Association for sexual health and HIV. National guideline for the management
of bacterial vaginosis (2006) clinical effectiveness group. 2006. p.1-14.
30