Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 14, No. 4 Desember 2011 z 207
Sarmalina, S., dkk: Peran Tenaga Teknis Kefarmasian
Medication errors (ME) dalam rangkaian pengobatan (22%) dari seluruh KTD yang terjadi, meskipun
adalah salah satu diantara jenis studi tersebut. Medi- sebagian besar kasus tidak terjadi dampak yang
cation errors (ME) dapat terjadi pada beberapa tahap fatal, beberapa diantaranya termasuk dalam kategori
dalam proses pengobatan dan dapat membawa pada bermakna secara klinis. Beberapa hal yang diper-
efek ikutan tergantung pada situasi kliniknya, kirakan menjadi penyebab ME adalah kurangnya
sebagian besar ME berhubungan dengan adverse komunikasi secara lisan maupun tulisan antara dok-
drug effect (ADE).2,3 ter, perawat dan farmasis, beban kerja yang berle-
Kejadian ME ini bisa terjadi pada tahap prescrib- bihan, faktor lingkungan, tidak adanya supervisi,
ing, dispensing dan administration of a drug,4 namun lemahnya kerja sama tim dan ini diperkuat dengan
dalam beberapa sumber ME bisa terjadi pada tahap sistem distribusi obat yang diterapkan di RS. Sebe-
drug ordering, transcribing, dispensing, administer- narnya kejadian ME tetap dapat diminimalkan,
ing, dan monitoring.5 Sebuah studi tentang hal ini meskipun bukan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
pernah dilakukan terhadap resep pasien rawat jalan langsung yang menyerahkan obat, asal saja perawat
di rumah sakit pemerintah di Yogyakarta pada tahun memahami dan mengetahui rencana pengobatan
2007. Dari 229 resep yang diperiksa, terdapat 226 sesuai dengan instruksi dokter yang terbaru, men-
resep dengan kategori medication error, diantaranya jamin bahwa obat yang disediakan sesuai dengan
99,12% prescribing error terutama peresepan yang instruksi dokter, menjamin pelaksanaan 5 benar
tidak lengkap, sedangkan selebihnya pharmaceuti- (benar pasien, obat, dosis, waktu dan rute) dan men-
cal dan dispensing error).6 Medication errors (ME) jamin pasien menggunakan obat dengan cara dan
merupakan suatu kesalahan dalam proses peng- jarak waktu yang benar dengan informasi yang
obatan yang masih dalam pengawasan dan tanggung adekuat.
jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen dan
seharusnya dapat dicegah.1,3 Dalam kaitannya BAHAN DAN CARA PENELITIAN
dengan pasien rawat inap di RS, tahapan kejadian Penelitian ini merupakan jenis action research,
ME dapat terjadi karena sistem distribusi obat. yang melibatkan TTK yang pada prinsipnya mem-
Sistem distribusi obat untuk rawat tinggal bervariasi bantu tenaga farmasis/apoteker dalam melaksana-
dari satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain, kan tugasnya. Hal ini dimaksudkan mengidentifikasi
tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan pengaruh partisipasinya dalam proses distribusi obat
keberadaan fasilitas fisik, personal dan tata ruang dengan kejadian ME di bangsal perawatan. Dilakukan
rumah sakit. uji coba pada satu level perawatan yaitu di bangsal
Tugas pendistribusian obat tidak sepenuhnya kelas III, bagian penyakit dalam, dengan alasan
dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian namun jumlah pasien yang banyak. Partisipasi dilakukan
masih melibatkan perawat di bangsal perawatan. dari pagi sampai sore hari. Data tentang penelitian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51/20097 pro- sejenis pernah dilakukan tahun 1993-1995 di Mas-
ses distribusi/penyerahan obat kepada pasien seha- sachusetts General Hospital. Pada penelitian terse-
rusnya dilakukan oleh apoteker, dengan dibantu oleh but intervensi dilakukan oleh seorang apoteker se-
tenaga teknis kefarmasian, tetapi yang umum terjadi nior dengan berpartisipasi ikut berkeliling bersama-
tenaga teknis kefarmasian tidak turut serta dalam sama dengan tim yang ada di ICU, memberikan
penyerahan obat kepada pasien di bangsal perawat- konsultasi di pagi hari, dan siap dipanggil setiap saat
an karena jumlahnya yang terbatas. Kondisi ini me- apabila diperlukan. Hasil dari penelitian ini menunjuk-
mungkinkan terjadinya ME, terutama untuk rumah kan terjadi penurunan angka kejadian ME, dari 66
sakit yang menerapkan kombinasi sistem unit dose % turun menjadi 3,5% pada 1000 hari perawatan
dispensing dengan bulkward stock (persediaan obat pasien.8
di bangsal) karena perawat kurang ahli dalam mem- Penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimen
baca dan menginterpretasi resep dokter. Keadaan dengan rancangan pre dan post kehadiran dan
ini seperti fenomena gunung es karena sesungguh- partisipasi aktif oleh TTK. Sebagai sampel adalah
nya sering sekali terjadi ME, namun tidak terung- resep, catatan pemberian obat dan catatan medik
kap dan hampir tidak ada upaya untuk mencegah, pasien yang di rawat di bangsal perawatan kelas III
membuat ME terlihat dan melakukan mitigasi akibat penyakit dalam RS-RK. Charitas Palembang selama
ME. bulan April- Juni 2011.
Berdasarkan laporan yang diterima Tim Kese- Data yang dicek adalah yang tertera pada
lamatan Pasien Rumah Sakit (KP-RS) R.K. Charitas catatan medik, resep dan daftar list pemberian obat
KTD yang terjadi selama lima tahun terakhir, yang perawat kepada pasien, meliputi nama pasien,
berkaitan dengan obat (ME) sebanyak 76 kasus nomor rekam medis serta nomor ruang perawatan
208 z Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 14, No. 4 Desember 2011
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
pasien, nama dokter, nama obat, jumlah obat, bentuk kesalahan dalam aturan pakai dan tidak memberikan
sediaan obat, kekuatan obat, aturan pakai, dan obat kepada pasien. Pada fase dispensing tidak
waktu pemberian obat. Pengumpulan data dilakukan ditemukan ada kesalahan.
dengan tiga tahap, yaitu sebagai data pendahuluan, Frekuensi administration error dalam hal inter-
data selama ada partisipasi TTK dan setelah TTK val khususnya obat antibiotika cukup tinggi, karena
tidak lagi ikut berpartisipasi di bangsal. Data yang dari sistem yang diterapkan di rumah sakit dan
diperoleh dikumpulkan, diolah, dioperasikan dalam sumber daya manusia belum mencukupi. Frekuensi
tabel silang dan dianalisis dengan menggunakan uji error yang cukup tinggi juga terjadi pada aturan pakai
statistik chi-square untuk mengidentifikasi ada- dan hal ini terjadi berulang kali karena pasien harus
tidaknya pengaruh intervensi yang dilakukan terhadap menggunakan obat tersebut selama pasien dirawat.
variabel yang diteliti, yaitu angka kejadian ME yang Dari Tabel 2 dapat dilihat angka kejadian ME
terjadi sebelum dan sesudah partisipasi oleh TTK. fase prescribing tidak mengalami penurunan yang
signifikan pada pre dan post partisipasi, bahkan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mengalami peningkatan tiga kali kejadian antara
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat selama dan post partisipasi. Frekuensi tertinggi fase
dilihat pada Tabel 1 dan menunjukkan penurunan prescribing error terjadi pada penulisan aturan pakai
angka kejadian ME yang terjadi sebelum partisipasi dan obat yang diresepkan tidak ditulis pada lembar
yaitu 77.65% dan sesudah partisipasi yaitu 44,69%, catatan medik.
terjadi penurunan sekitar 32,97%. Frekuensi tertinggi fase transcribing error terjadi
Kejadian ME dikategorikan dalam empat fase pada penyalinan instruksi signa dan nama obat dari
yaitu fase prescribing, transcribing, dispensing dan lembar resep ke Catatan Pemberian Obat (CPO) oleh
administration error. Tabel 2 memperlihatkan fre- perawat.
kuensi tertinggi ME terjadi pada fase administration. Pada proses terapi, setelah dokter visite, lalu
Frekuensi yang sangat tinggi ini meliputi kesalahan menulis instruksi pengobatan di catatan medik,
dalam interval pemberian, khususnya antibiotika, menulis resep, kemudian perawat menyalin resep
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 14, No. 4 Desember 2011 z 209
Sarmalina, S., dkk: Peran Tenaga Teknis Kefarmasian
ke CPO. Proses error terjadi pada proses penyalinan dapat mencegah dan atau mengurangi angka
ini. Bentuk error yang paling sering terjadi misalnya kejadian ME yang terjadi.
sebelum makan disalin dan diberikan sesudah Selama proses partisipasi, ME masih terjadi,
makan, serta error pada waktu pemberian pagi, seperti terlihat pada Tabel 1, sebesar 43 kejadian,
siang, dan sore hari. ini disebabkan karena kehadiran TTK hanya pada
Tabel silang untuk mengidentifikasi hubungan pagi dan sore, sementara di malam hari tidak ada
partisipasi yang dilakukan dengan penurunan angka TTK. Kondisi ini tidak dapat diatasi sebab keku-
kejadian medication error, dengan membandingkan rangan tenaga TTK, di sisi lain pembacaan catatan
nilai hitung dan nilai tabel dan analisa chi square. medik sebagai sumber data dilakukan setelah CM
Tabel output analisa uji chi-square untuk meng- tersebut diterima oleh bagian catatan medik. Pada
identifikasi hubungan partisipasi yang dilakukan rancangannya pembacaan data dilakukan terhadap
dengan penurunan angka kejadian medication error, seluruh informasi obat yang diterima pasien, baik
berdasarkan nilai p. Dari hasil uji statistik diperoleh pada pagi, siang maupun malam hari.
nilai p value 0.000 maka dapat disimpulkan terdapat Kejadian ME pada post partisipasi mengalami
hubungan yang signifikan antara partisipasi yang peningkatan kembali, sebesar 34 kali. Hal ini terjadi
dilakukan terhadap penurunan angka kejadian ME. sebab pada saat proses partisipasi berlangsung, apa
Nilai odds ratio 4,055 ini berarti pada pre partisipasi bila didapati ketidaksesuaian data dari ketiga catatan
potensi untuk terjadi ME sebesar 4,055 kali tersebut dapat langsung diketahui oleh TTK sehingga
dibandingkan pada saat post partisipasi (Tabel 3). kesalahan tersebut dapat dikomunikasikan agar tidak
Ditemukan adanya perbedaan angka kejadian berlanjut ke fase berikutnya. Hal ini tidak dilakukan
ME yang terjadi pada pre, selama dan post partisi- oleh perawat di bangsal.
pasi. Angka kejadian ME yang terjadi pada pre- Medication error (ME) pada fase prescribing
partisipasi 73 pasien (77,65%) dari data keseluruhan tidak mengalami penurunan yang berarti dari tahap
94 pasien, dengan frekuensi kejadian ME yang ke tahap karena sulitnya komunikasi dengan pre-
terjadi 215 kali. Angka kejadian ME yang terjadi pada scriber. Hambatan organisasi dan psikologis menjadi
selama partisipasi 43 pasien (45,75%) dari data alasan utama yang menyebabkan hal ini. Tenaga
keseluruhan 94 pasien, dengan frekuensi kejadian teknis kefarmasian ini hanya melakukan komunikasi
ME yang terjadi 73 kali. Angka kejadian ME yang dengan prescriber bila ditemui ketidaksesuaian
terjadi pada post-partisipasi 42 pasien (44,68%) dari dalam penulisan instruksi di catatan medik dan di
data keseluruhan 94 pasien, frekuensi kejadian ME resep.
yang terjadi 107 kali. Terjadi penurunan angka kejadi- Untuk kategori dispensing error, tidak ada
an ME sebesar 32,97%. Perbedaan yang cukup jelas kejadian ME, namun pada fase administration error
antara pre, selama dan post-partisipasi terdapat pada masih cukup tinggi. Kesalahan yang sering terjadi
frekuensi kejadian ME yang terjadi, yaitu pada pre- pada aturan pakai pemberian obat, misalnya
partisipasi 215 kali kejadian, selama partisipasi 73 sebelum makan diberikan sesudah makan atau yang
kali kejadian dan pada post-partisipasi 107 kali ke- seharusnya siang atau malam diberikan pagi hari.
jadian. Hal ini cukup membuktikan bahwa kehadiran Ditemukan kasus pasien masuk melalui UGD
TTK yang berpartisipasi aktif di bangsal perawatan dengan obat Digoxin 0.25 dengan aturan pakai 1 x
210 z Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 14, No. 4 Desember 2011
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
tablet , dan Metrix 2 mg 1 x 2 tablet. Setelah terjadinya kesalahan, dan kesalahan ini dapat terjadi
dikomunikasikan ternyata di dalam catatan medik dalam pengobatan. Dari hasil perhitungan manual
Metrix tidak ditulis kekuatan obatnya, padahal didapatkan nilai hitung 21.520 dan nilai tabel 3,841
perawat menyalin 2 mg, sehingga selama 2 hari maka dengan nilai hitung lebih besar dari nilai tabel,
pasien mendapat obat dengan dosis yang salah. dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
Contoh lain dokter menuliskan R/ Flunarizin 5 mg partisipasi yang dilakukan dengan penurunan angka
signa 1x1 malam, Instalasi Farmasi memberikan kejadian ME yang terjadi pada pre dan post
Sinral 5mg, tetapi perawat tidak mengetahui bahwa partisipasi, dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil
obat tersebut komposisinya sama dengan Flunarizin, uji statistik dari diperoleh nilai OR 4.055. jika tidak
mungkin juga karena kurang teliti, sampai terjadi dilakukan partisipasi berisiko 4 kali untuk terjadi ME.
pasien tidak diberikan obat karena di CPO ditulis Menurut sistem pelaporan data efek samping obat
Flunarizine 5 mg, signa 1x1. FDA ME yang paling sering adalah kesalahan karena
Kejadian yang lain adalah dalam hal perubahan human factor 42%, labeling 20%, komunikasi 19%
aturan pakai yang dilakukan oleh IFRS, misalnya dan packaging/design 20,6%.11
dokter menuliskan Simvastatin 20 mg signa 1x1
malam, sesuai dengan persediaan, IFRS memberi- KESIMPULAN DAN SARAN
kan Simvastatin 10 mg signa 1x2 malam, masih Masih adanya kejadian ME di kelas tiga bangsal
sering terjadi diberikan 1dd1 malam. Hal ini terjadi penyakit dalam RS. RK. Charitas Palembang.
karena komunikasi yang kurang antara IFRS dan Frekuensi kejadian ME tertinggi terjadi pada fase
perawat. Sistem distribusi yang kurang tepat juga administration, diikuti pada pre-partisipasi dan post
berpotensi meningkatkan kejadian medication error. partisipasi. Terdapat penurunan angka kejadian ME
Seperti yang disampaikan oleh The Joanna Briggs yang terjadi sebesar 32.09% setelah dilakukan
Institute, yang menyebutkan bahwa individual medi- partisipasi. Hal ini karena pengaruh yang signifikan
cation supply system telah menunjukkan dapat antara partisipasi yang dilakukan terhadap penurunan
mengurangi angka kejadian ME dibandingkan dengan angka kejadian ME.
sistem distribusi yang lain, misalnya sistem floor Penyebab ME yang terjadi adalah adanya
(ruang) stok. ketidaksesuaian penulisan instruksi di catatan medik
Medication error (ME) dengan frekuensi yang dan di resep, tingginya beban kerja perawat, kurang
cukup tinggi terjadi dalam hal interval pemberian adanya komunikasi yang baik antara dokter, perawat
obat, khususnya antibiotik, misalnya Amoxan 500 dan tenaga farmasi, serta sistem distribusi yang
mg signa 3x1, seharusnya diberikan tiap 8 jam, yang kurang tepat.
terjadi rentang waktu pemberian pertama dengan Diperlukan adanya kerja sama antar semua
yang berikutnya hanya 4 sampai 5 jam. Hal ini terjadi pihak untuk mencegah/mengurangi kejadian ME.
karena pola makan dan kebiasaan minum obat yang Perlu dipertimbangkan untuk penempatan TTK
selalu dilakukan sesudah makan, maka jarak sehingga dapat berperan aktif untuk meminimalkan
pemberian obat antara setelah makan malam sampai kejadian ME. Diperlukan sinkronisasi penulisan pada
setelah makan pagi, intervalnya mencapai 12-14 jam, lembar catatan medik dan resep.
sehingga kadar antibiotika dalam darah tersebut
sangat rendah pada tengah malam hingga pagi hari.9,10 KEPUSTAKAAN
Banyak hal yang menyebabkan masih tingginya 1. Kohn LT, Corrigan J, Donaldson MS. To err is
angka kejadian ME, antara lain tidak konsistennya human: building a safer health care system.
dokter dalam penulisan resep, terdapat ketidak- National academy of sciences. Washington DC.
samaan penulisan instruksi di CM dan di resep, baik 1999.
dalam hal nama obat, bentuk sediaan obat, maupun 2. Dwiprahasto, I. Clinical governance konsep mo-
aturan pakai. Hal yang sama juga dialami oleh para dern pelayanan kesehatan yang bermutu. Jurnal
petugas kesehatan di negara lain. Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2001;04
Penyebab berikutnya adalah kurangnya (04): 197-202
komunikasi dan kerja sama antara praktisi yang 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indo-
terlibat dalam pelayanan kesehatan, seperti dokter, nesia No. 1027/MENKES/SK/1X/2004. Depar-
perawat dan farmasi atau pasien itu sendiri. Jika temen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
setiap komponen tidak dapat bekerja sama, 2004: 4.
berkomunikasi dengan baik, pembagian tugas tidak 4. Williams DJP. Medication errors. J R Coll Phy-
seimbang, maka akan menciptakan peluang sicians of Edinb. 2007; 37: 343- 346.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 14, No. 4 Desember 2011 z 211
Sarmalina, S., dkk: Peran Tenaga Teknis Kefarmasian
5. Kaushal R, David WB, Christopher L, Kathryn adverse drug events in the intensive care unit.
JM, Margaret DC, Frank F, Donald AG. Medica- JAMA. 1999; 282(3):267-70.
tion errors and adverse drug events in pediatric 9. Siregar CJP. Farmasi rumah sakit : Teori dan
inpatients. JAM. 2001;285(16):2114-20. penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
6. Perwitasari DA, Abror J, Wahyuningsih I. Medi- Jakarta. 2003;10,17-22, 25, 33-4,121,196-9.
cation errors in outpatients of a government hos- 10. Cahyono JBSB dan Windarti MI(Ed). Menuju
pital in Yogyakarta Indonesia. International Jour- pelayanan kesehatan yang aman: kapita se-
nal of Pharmaceutical Sciences Review and lekta keselamatan menuju pelayanan kesehatan
Research. 2010;1(1): 8-10. yang aman: Kapita selekta keselamatan pasien
7. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah Republik di rumah sakit. Kanisius,Yogyakarta. 2007;
Indonesia Nomor 51 Tentang Pekerjaan Kefar- XVIII:187-8, 94-206
masian, Jakarta. 2009. 11. Thomas MR, Carol H, Jerry P. Med error reports
8. Leape LL, Cullen DJ, Clapp MD, Burdick E, to FDA show a mixed bag. Drug topics 2001.
Demonaco HJ, Erickson JI, Bates DW. Phar- www.drugtopics.com. Diakses pada tanggal 5
macist participation on physician round and Juni 2011
212 z Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 14, No. 4 Desember 2011