Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PEMICU 4

KOLOID, EMULSI DAN EMULSIFIER

Nama : 1. Fidelis Ayodya Amba 1506746273


2. Maretha Putri Ayu 1506746203
3. Samuel Pangeran A 1506746166
4. Yulia Endah Permata 1606951241
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB 1: PENDAHULUAN 1
BAB 2: PEMBAHASAN PEMICU 4 2
DAFTAR PUSTAKA 21

1
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Koloid
Sistem koloid (koloid) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi)
dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel
terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga menyebabkan efek
Tyndall. Bersifat homogen, artinya partikel terdispersi tidak terpengaruh
oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga
tidak terjadi pengendapan.

Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh
campuran biasa (suspensi). Koloid mudah dijumpai dimana-mana. Susu,
agar-agar, tinta, sampo, serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang
dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem
koloid. Koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena
kepentingannya. Di dalam larutan koloid secara umum, terdapat 2 zat
sebagai berikut:

1. Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan koloid.


2. Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid.

Jenis-jenis koloid:

Yang termasuk sifat-sifat koloid diantaranya yaitu Efek Tyndall, Gerak


Brown, Adsorbsi Koloid, Muatan Koloid, Elektroforesis, Koagulasi
Koloid, Koloid Liofil, Koloid Liofob, Emulsi, dan Kestabilan Koloid.

Dalam proses pembuatannya, koloid mampu dibuat baik secara manual


maupun alami yang terdiri dari berbagai macam cara, seperti:

a. Kondensasi
2
i. Reaksi pengendapan
Pembuatan sistem koloid dengan cara ini dilakukan dengan
mencampurkan larutan elektrolit sehingga menghasilkan
endapan.
ii. Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sistem
koloid dapat dibuat dengan mereaksikan suatu zat dengan
air.
iii. Reaksi Redoks
Pembuatan koloid dapat terbentuk dari hasil reaksi redoks.
Contoh: Pemurnian emas
iv. Reaksi Pergeseran
Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan cara mengalirkan gas
H2S kedalam larutan H3AsO3 encer pada suhu tertentu.
v. Reaksi pergantian pelarut
Contoh: Pembuatan gel kalsium asetat dengan cara
menambahkan alkohol 96% ke dalam larutan kalsium asetat
jenuh

b. Dispersi
Pembuatan sistem koloid dengan cara dispersi dilakukan
dengan memperkecil partikel suspensi yang terlalu besar
menjadi partikel koloid, pemecahan partikel-partikel kasar
menjadi koloid.
Ada 3 cara dalam pembuatan koloid dengan dispersi, yaitu
secara mekanik, peptisasi, dan Busur Bredig.

II. Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulsifier untuk menstabilkannya sehingga antara zat
yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak pecah atau keduanya tidak
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan
polar dan cairan non-polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari
adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung
kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Beberapa
contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang
menggunakan pengemulsi gelatin.
Komponen Dasar
Fase dispersi/fase internal/fase diskontinyu yaitu zat cair terbagi-
bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
Fase kontinyu/ fase eksternal yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung).
Emulgator adalah zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

Komponen Tambahan
Orodis
3
Colouris
Antioksidant: Asam askorbat, asam sitrat dll.
Preservatif: Asam benzoat, fenol, kresol, klorobutanol.

III. Emulsifier
Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai aktivitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat
menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan
cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya
menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier
memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa
berbeda polaritasnya.

Daya kerja emulsifier mampu menurunkan tegangan permukaan yang


dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar) yang
terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan
lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan
perilakunya dalam pengemulsian.

Emulsifier apabila lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar)
maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga
terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), misalnya pada susu. Emulsifier
yang lebih larut dalam minyak (non-polar) menyebabkan terjadinya emulsi
air dalam minyak (w/o), contohnya pada mentega dan margarin.

Secara umum emulsifier dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu


emulsifier alami dan emulsifier buatan.

4
BAB II

PEMBAHASAN
Pembahasan Topik A

1. Klasifikasi Koloid

Di dalam larutan koloid secara umum, terdapat 2 zat sebagai berikut:


1. Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan koloid.
2. Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid.
Jenis-jenis koloid:

2. Pembuatan koloid

Dalam proses pembuatannya, koloid mampu dibuat baik secara manual


maupun alami yang terdiri dari berbagai macam cara, seperti:

a. Kondensasi

Pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dilakukan dengan cara


menggumpalkan partikel yang sangat kecil. Penggumpalan partikel ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Reaksi Pengendapan

Pembuatan sistem koloid dengan cara ini dilakukan dengan


mencampurkan larutan elektrolit sehingga menghasilkan endapan.
5
Contoh: AgNO3 (aq) + NaCl (aq) > AgCl (s) + NaNO3 (aq)

2) Reaksi Hidrolisis

Reaksi hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sistem koloid dapat
dibuat dengan mereaksikan suatu zat dengan air.

Contoh: AlCl3 (aq) + H2O (l) > Al(OH)3 (s) + HCl (aq)

3) Reaksi Redoks

Pembuatan koloid dapat terbentuk dari hasil reaksi redoks.

Contoh: Pemurnian emas

Reaksi: AuCl3 + HCOH > Au + HCl + HCOOH

4) Reaksi Pergeseran

Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan cara mengalirkan gas H2S kedalam
larutan H3AsO3 encer pada suhu tertentu.

Reaksi: 2 H3AsO3 + 3 H2S > 6 H2O + As2S3

5) Reaksi Pergantian Pelarut

Contoh: Pembuatan gel kalsium asetat dengan cara menambahkan alkohol


96% ke dalam larutan kalsium asetat jenuh

b. Dispersi

Pembuatan sistem koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan memperkecil


partikel suspensi yang terlalu besar menjadi partikel koloid, pemecahan partikel-
partikel kasar menjadi koloid.

Ada 3 cara dalam pembuatan koloid dengan dispersi, yaitu secara mekanik,
peptisasi, dan Busur Bredig

6
3. Metode Sol-Gel

Dalam ilmu material, proses sol-gel adalah metode untuk memproduksi bahan padat
dari molekul kecil. Metode yang digunakan untuk pembuatan oksida logam, terutama
oksida silikon dan titanium. Proses ini melibatkan konversi monomer menjadi solusi
koloid (sol) yang bertindak sebagai prekursor untuk jaringan terpadu (atau gel) baik
partikel diskrit atau polimer jaringan. prekursor khas alkoksida logam.

Proses sol-gel adalah teknik basah-kimia yang digunakan untuk pembuatan kedua
bahan kaca dan keramik. Dalam proses ini, sol (atau solusi) berkembang secara
bertahap menuju pembentukan jaringan seperti gel yang mengandung fasa cair dan
fasa padat. prekursor khas adalah alkoksida logam dan klorida logam, yang mengalami
reaksi hidrolisis dan polikondensasi untuk membentuk koloid. Struktur dasar atau
morfologi fase padat dapat berkisar dari partikel koloid diskrit ke jaringan polimer
rantai-seperti terus menerus.

4. Sintesis nanopartikel ZnO


5. Sifat-sifat partikel koloid seperti adsorpsi, elektroforesis dan koagulasi yang
dapat menghasilkan listrik.
1) Efek Tyndall
Efek tyndall merupakan proses penghamburan cahaya pada partikel koloid. Contoh
efek Tyndall sebagai berikut.
a. Penggunaan lampu sorot mobil pada kondisi cuaca berkabut. Lampu
mobil akan lebih terang pada kondisi berkabut daripada kondisi cuaca
cerah;
b. Sorot lampu mercusuar yang terlihat lebih terang pada kondisi malam
yang berkabut dibandingkan pada malam yang cerah; dan
7
c. Pada saat ada orang yang merokok di dalam bioskop, sorot lampu
proyektor akan terlihat jelas, sedangkan gambar film yang ada di layar
tidak terlihat jelas.
2) Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid dengan menambahkan bahan
elektrolit yang berbeda muatan. Contoh penerapan koagulasi dapat ditemukan pada
proses-proses berikut.
a. Proses penjernihan air
Pada proses penjernihan air, kita dapat menambahkan tawas KAl(SO)
ke dalam air. Tawas akan membentuk koloid Al(OH) yang akan
menggumpalkan kotoran-kotoran di air, lalu mengendapkannya sehingga
kotoran-kotoran tersebut terpisah dari air.
b. Pengolahan karet
Karet diperoleh dari lateks (karet mentah). Proses pemisahan karet dari
lateks dapat dilakukan dengan menambahkan asam asetat atau asam
formiat ke dalam lateks. Penambahan asam asetat dan asam formiat ini
berfungsi untuk menggumpalkan karet sehingga karet terpisah dari
lateks.
c. Proses pembuatan tahu
Tahu dibuat dengan menghaluskan kacang kedelai yang bercampur
dengan air, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat susu kedelai.
Susu kedelai ditambahkan zat elekrolit CaSO.2HO yang dikenal di
kehidupan sehari-hari sebagai batu tahu. Penambahan batu tahu berfungsi
untuk menggumpalkan protein yang ada pada susu kedelai sehingga
menjadi tahu.
3) Adsorpsi
Permukaan koloid memiliki kemampuan menyerap ion. Hal ini yang menyebabkan
partikel koloid memiliki muatan. Proses penyerapan ion pada permukaan koloid
disebut adsorpsi. Dalam kehidupan sehari-hari, sifat adsorpsi dapat dimanfaatkan
untuk hal-hal berikut.
a. Pemutihan gula pasir
Gula pasir atau gula tebu yang masih mengandung partikel pengotor
akan berwarna cokelat atau berwarna kuning. Gula pasir dapat
diputihkan dengan melarutkannya dengan air panas, kemudian
dialirkan melalui tanah diatom yang berasal dari rangka tumbuhan air.
Gula pasir juga dapat diputihkan dengan menambahkan karbon.
Karbon adalah adsorben yang dapat mengikat partikel-partikel zat
pengotor gula.
b. Obat sakit perut (norit)
Norit mengandung serbuk karbon yang berasal dari arang kayu
tertentu. Norit digunakan sebagai obat sakit perut. Norit di dalam
perut akan bercampur dengan cairan yang ada di usus membentuk
koloid. Koloid yang terbentuk akan menyerap zat racun atau bakteri
patogen yang berada di dalam usus.
c. Deodorant
Deodorant dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk
menghilangkan bau badan. Bahan aktif yang terkandung di dalam
deodorant adalah senyawa kimia aluminium klorohidrat Al(OH)
8
Cl.2HO. Ion aluminium klorohidrat memiliki fungsi memperkecil
pori-pori kelenjar keringat dengan menggumpalkan cairan di dalam
keringat sehingga jumlah keringat yang dihasilkan tidak berlebihan.
4) Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah koloid yang memiliki kemampuan untuk menstabilkan
koloid yang lain. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari diantaranya sebagai
berikut.
a. Gelatin digunakan dalam pembuatan es krim. Gelatin berfungsi
mencegah terjadinya pengkristalan pada es krim agar diperoleh es
krim yang lembut.
b. Kasein adalah koloid pelindung yang secara alami terdapat pada susu.
5) Dialisis
Dialisis adalah proses pemisahan koloid dengan larutan sejati melalui selaput
membran semipermiabel. Prinsip dialisis dalam kehidupan sehari-hari digunakan
untuk membantu pasien yang mengalami masalah dengan ginjal (gagal ginjal). Pada
penderita gagal ginjal, fungsi ginjalnya tidak sempurna. Ginjal berfungsi untuk
menyaring darah yang mengandung urea sisa metabolisme tubuh. Seharusnya jika
ginjal masih baik, darah yang keluar dari ginjal sudah bersih tidak mengandung urea.
Pasien gagal ginjal harus menjalani proses cuci darah dengan menggunakan
dialisator sebagai pengganti ginjal.
6) Elektroforesis
Elektroforesis adalah peristiwa terjadinya pergerakan partikel koloid bermuatan yang
dipengaruhi oleh medan listrik. Jenis muatan partikel koloid dapat ditentukan dengan
elektroforesis. Penerapan elektroforesis dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk
mengurangi pencemaran udara. Asap pabrik hasil buangan industri dapat dibersihkan
dengan menggunakan alat yang bernama Cottrell. Alat ini menggunakan prinsip
elektroforesis. Asap pabrik adalah jenis koloid aerosol padat. Cerobong asap yang
dilengkapi plat kawat listrik dialiri asap pabrik. Partikel padat (zat pengotor) yang
terdapat dalam asap memiliki muatan. Ketika dialirkan ke dalam cerobong, partikel
ini akan tertarik oleh plat kawat listrik yang berbeda muatan dengan zat pengotor.
Kemudian zat pengotor ini akan menggumpal, selanjutnya mengendap ke bawah
sehingga asap yang keluar dari cerobong tidak mengandung partikel pengotor lagi.

6. Salah satu aplikasi dari sifat sifat koloid adalah untuk ourifikasi air ataupun
pemurnian gula. Jelaskan aplikasi lain berdasarkan sifat koloid selain diatas, dan
diskusikan dengan kelompok anda, mengapa sifat ini sangat penting?

Pengambilan endapan atau pengotor pada industri, gas atau udara yang dialirkan ke dalam
suatu proses industri seringkali mengandung zat-zat pengotor berupa partikel-partikel
koloid. Untuk memisahkan pengotor ini, digunakan alat yang bernama alat pengendap
Cottrel. Alat cotrrel merupakan alat yang digunakan untuk menggumpalkan asap atau debu
daripabrik. Alat cotrrel berprinsip pada sifat koagulasi (pengendapan) dari koloid.
Pengendap Cottrell digunakan untuk mengurangi polusi udara dari pabrik. Alat ini akan
mengendapkan partikel koloid yang terdapat dalam gas yang akan dikeluarkan melalui
cerobong asap. Partikel koloid berupa aerosol asap dan debu akan terendapkan karena
adanya gaya elektrostatik dengan menggunakan arus DC. Alat pengendap elektrostatik ini

9
berupa lempengan logam yang bermuatan lsitrik yang akan mengendapkan partikel koloid
yang terdapat dalam asap/debu yang keluar dari cerobong asap. Prinsip kerja pada alat ini
adalah elektroforesis dan koagulasi.

Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam
yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 75.00 Volt). Ujung-ujung yang
runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi
oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik
dan diikat pada elektroda yang lainnya. Pengendap Cottrel banyak digunakan dalam industri
untuk dua tujuan yaitu, mencegah udara buangan beracun atau memperoleh kembali debu
yang berharga (misalnya debu logam). Pengambilan partikel koloid asap dan debu dari gas
buangan pabrik

Gerak partikel bermuatan oleh pengaruh medan listrik disebut elektroforesis.Elektroforesis


dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloidberkumpul di
elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloidberkumpul di
elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif. Prinsip elektroforesis digunakan untuk
membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell

Pembahasan Topik B

1. Teknik mengekstrak pektin


Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang banyak
terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental
dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang
farmasi digunakan untuk obat diare (National Research Development Corporation,
2004). Kata pektin berasal dari bahasa Latin pectos yang berarti pengental atau
yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin secara umum terdapat di dalam
dinding sel primer tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa.
Senyawa-senyawa pektin berfungsi sebagai perekat antara dinding sel yang satu

10
dengan yang lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan tersebut dinamakan
lamella tengah (Winarno, 1997). Gambar 2 menunjukkan senyawa pektin pada
dinding sel tanaman (IPPA, 2002).

Gambar 1. Struktur Dinding Sel Tanaman


Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan jenis
tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo buah
jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan parenkimnya (Winarno,
1997). Tabel 2 menunjukkan rendemen pektin yang dihasilkan dari beberapa jenis
buah-buahan di Indonesia.

Tabel 2. Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin

Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan
- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil
sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus alkohol sekunder
terasetilasi (Herbstreith dan Fox, 2005). Gambar 3 di bawah ini menunjukkan
struktur kimia unit asam galakturonat.

Gambar 2. Struktur Kimia Asam -Galakturonat

11
Menurut Hoejgaard (2004), pektin merupakan asam poligalakturonat yang
mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk
dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul dari
asam poligalakturonat, dan ada 300 1000 cincin seperti itu dalam suatu tipikal
molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat


Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan bahan, ekstraksi,
penggumpalan, pencucian, dan pengeringan. Metode yang digunakan untuk
mengekstrak pektin dari jaringan tanaman sangat beragam. Akan tetapi pada
umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam. Beberapa
jenis asam dapat digunakan dalam ekstraksi pektin. Menurut Kertesz (1951), asam
yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartrat, asam malat, asam sitrat,
asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi ada kecenderungan untuk menggunakan
asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam khlorida, dan asam nitrat.
Ekstraksi dengan menggunakan asam mineral menghasilkan rendemen yang lebih
tinggi dibandingkan asam organik. Asam mineral pada pH rendah lebih baik dari
pada pH tinggi untuk menghasilkan pektin (Rouse dan Crandal, 1978). Peranan asam
dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen, memutus ikatan
antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin menjadi molekul
yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin (Kertesz, 1951).
Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin. Suhu yang
agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan tanaman dan dapat
meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat
di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah. Penggunaan suhu
ekstraksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan pektin yang tidak jernih, sehingga
gel yang diperoleh akan keruh dan kekutan gel berkurang. Pektin dalam jaringan
tanaman banyak dalam bentuk protopekin yang tidak larut dalam air. Dengan adanya
asam, kondisi larutan dengan pH rendah akan menghidrolisa protopektin menjadi
pektin yang lebih mudah larut. Ekstraksi pektin sayur-sayuran dan buah-buahan
dilakukan pada kisaran pH 1.5 sampai 3.0 dengan suhu pemanasan 60 100oC
selama setengah jam sampai satu setengah jam.
Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari
larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus
12
karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti
kebanyakan koloidal hidrofilik. Pektin lebih utama distabilkan oleh hidrasi
partikelnya daripada oleh muatannya. Penambahan etanol dapat mendehidrasi pektin
sehingga mengganggu stabilitas larutan koloidalnya, dan akibatnya pektin akan
terkoagulasi. Pada tahap pemurnian pektin, pencucian kulit buah jeruk dilakukan
dengan menggunakan alkohol 80% sampai pektin bebas khlorida. Salah satu tujuan
pencucian pektin adalah untuk menghilangkan khlorida yang ada pada pektin.

Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin. Ranganna
(1977) menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yang rendah agar pektin
tidak terdegradasi. Untuk pengeringan pektin dari kulit jeruk menggunakan suhu
60oC dalam oven keadaan vakum selama 16 jam untuk pengeringan pektin kulit
jeruk.

2. Pektin membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dalam air. Hubungkan
dengan sifatnya untuk pembentukan gel.
Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat (minimum 65%) yang
dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosidik dan banyak terdapat pada lamella tengan
dinding sel tumbuhan. Kelompok asam ini bisa asam bebas atau dikombinasikan
sebagai metil ester atau garam. Gugus aktif pada pektin dpaat digunakan sebagai
salah satu sumber biosorben (Wong dkk., 2008; Mata dkk., 2009). Gambar 1
menunjukkan gambar struktur pektin.

3. Mencari massa molar dengan tekanan osmotik


1. Mengatur persamaan ini dan menempatkan gram di atas. Sekarang Anda perlu
menemukan mol untuk menyelesaikan masalah.
grams
M=
moles

2. Cari Molaritas menggunakan tekanan osmotik dan suhu



Molarity=
RT

3. Cari mol zat terlarut dari molaritas dengan mengalikan dengan liter larutan.

moles solute
Molarity=
liter of solution

moles solute=Molarityliter of solution



moles solute= liter of solution
RT

13
4. Sekarang bahwa Anda memiliki mol, pasang kembali ke dalam persamaan dari
langkah 1 dan memecahkan untuk massa molar.

grams
M=

liter of solution
RT

Pembahasan Topik C

Faktor2 yang meKestabilan emulsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya:

Rendahnya tegangan antarmuka

Tidak bercampurnya dua fase cairan dikarenakan tingginya tegangan antarmuka


antar kedua fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur. Oleh karena itu, diperlukan
emulsifier untuk menstabilkan emulsi yang akan terbentuk. Cara emulsifier menstabilkan
emulsi yaitu dengan menurunkan tegangan antarmuka antara dua fase yang dalam keadaan
normal tidak bercampur. Turunnya tegangan antarmuka pada salah satu fase akan membuat
fase terdispersi dapat menyebar dan menjadi fase kontinyu.

Tolakan lapisan rangkap listrik (Electric double layer repulsion)

Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yang menyelubungi partikel


sehingga terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan
oleh salah satu dari cara berikut:

a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.


b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.

Adanya tolakan lapisan rangkap listrik mengurangi laju agregasi dan coalescence.
Semakin besar tolakan lapisan rangkap listrik, semakin stabil emulsi.

Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase

Semakin besar perbedaan densitas antara kedua fase, maka kedua fase akan semakin
sulit bercampur dan salah satu fasenya semakin sulit terdispersi. Kecilnya perbedaan
densitas antara dua fase dapat menurunkan laju creaming dan agregasi. Semakin kecil
perbedaan densitas dua fase, semakin stabil emulsi.

Kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi

1. Ukuran droplet dan volume fase terdispersi berpengaruh terhadap kestabilan emulsi.
Semakin besar ukuran droplet dan semakin banyaknya volume fase terdispersi, maka
akan semakin besar juga peluang terbentuknya agregat. Oleh karena itu, semakin
kecil ukuran droplet dan volume fase terdispersi maka semakin berkurang laju
agregasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecilnya ukuran droplet dan
volume fase terdispersi, maka semakin stabil emulsimpengaruhi kestabilan emulsi

14
2. 2 tipe pembentukan emulsi.

Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu:

a. Tipe water in oil atau w/o (water/oil)

Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya (diskontinyu) dan
minyak merupakan fase eksternalnya (kontinyu). Emulsi tipe w/o umumnya mengandung
kadar air yang kurang dari 1025% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi
jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit
bercampur/dicuci dengan air.

2. Tipe oil in water atau o/w (oil/water)

Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang berupa air.
Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 41% sehingga emulsi
o/w dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci.

Metode untuk membedakan emulsi o/w dan w/o:

a. Metode penampakan visual.


b. Metode pengenceran tetesan.
c. Metode kelarutan pewarna.
d. Metode penyerapan.
e. Metode konduktivitas elektrik.
Metode fluorosensi.

3. Metode dalam Emulsi

Sistem emulsi dapat didestabilisasi melalui beberapa metode, yaitu creaming,


flocculation, coalescence dan Ostwald Ripening. Jelaskan secara prinsip metode-metode tersebut,
dan gunakan rujukan yang sesuai.

1) Creaming
Creaming menunjukkan adanya kecenderungan dua fase dalam emulsi untuk memisah karena
adanya perbedaan densitas. Dalam creaming, ada kecenderungan fase yang densitasnya lebih
kecil untuk terkonsentrasi di atas sistem emulsi. Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer
dan kedua fasenya mempunyai densitas yang berbeda, serta medium pendispersinya adalah
cairan yang mudah mengalir. Jika fase terdispersinya memiliki densitas yang lebih besar dari
medium pendispersinya, maka proses creaming akan berlangsung di bawah sistem emulsi.

Gambar 2. Creaming
2) Flocculation

15
Flocculation diartikan sebagai proses dimana dua atau lebih droplet saling menempel tanpa
kehilangan identitas. Pada flocculation tidak terjadi penggabungan butiran-butiran kecil menjadi
butiran-butiran yang lebih besar. Butir-butir yang mengelompok dapat didispersikan kembali
dengan pengadukan atau pengocokan apabila gaya Van Der Waalsnya lemah.

Gambar 6. Flocculation
3) Coalescence
Coalescence adalah proses ketika dua atau lebih droplet bergabung dan membentuk droplet yag
lebih besar. Coalescence merupakan proses termodinamika yang terjadi secara spontan dan
mempunyai peranan penting pada pemisahan kedua fase di dalam emulsi menjadi dua lapisan
berbeda.

Gambar 7. Coalescense
4) Ostwald Ripening
Ostwald ripening terjadi pada emulsi dimana droplet bertabrakan dengan yang lain membentuk
droplet yang lebih besar dan lebih kecil. Droplet yang berukuran kecil cenderung menjadi
semakin kecil.

Gambar 8. Ostwald Ripening

4. Emulsifier untuk menstabilkan emulsi

Penggunaan emulsifier dapat digunakan untuk menstabilisasi emulsi. Emulsifier


merupakan bahan yang digunakan untuk mengurangi tegangan permukaan antara dua

16
fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur, sehingga keduanya dapat teremulsi.
Emulsifier diperlukan untuk memfasilitasi terbentuknya emulsi, sebab dispersi minyak
dan air tidak stabil (secara termodinamik). Emulsifier dapat digunakan untuk
menstabilkan emulsi karena memiliki kedua gugus penting, yaitu gugus hidrofilik dan
gugus lipofilik.

Adanya gugus hidrofilik dan gugus lipofilik menyebabkan emulsifier memiliki


kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling larut. Dalam
emulsifier, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus hidrofiliknya
(polar) yang lebih dominan, maka molekul-molekul emulsifier tersebut akan
diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan
permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase
kontinyu.

Secara umum, emulsifier akan diadsorpsi oleh medium pendispersi lebih besar dari zat
yang terdispersi. Kemudian proses adsorpsi emulsifier ini akan menurunkan tegangan
permukaan dari medium pendispersi yang lebih besar daripada zat yang terdispersi,
sehingga terbentuklah suatu lapisan terpisah dan terjadi emulsi. Lapisan ini akan
menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel
sejenis.

Proses Pembuatan Emulsifier Food Grade

Emulsifier food grade adalah emulsifier yang biasa digunakan dalam industri makanan atau
minuman. Salah satu contoh dari emulsifier ini adalah golongan cake emulsifier. Umumnya,
komposisi kimia dari cake emulsifier adalah monogliserida dan digliserida. Oleh karena itu, berikut
ini akan dijelaskan mengenai proses pembuatan emulsifier monogliserida.

Gambar 9. Struktur Kimia Monogliserida


Monogliserida dapat dibuat melalui reaksi gliserolisis. Pada reaksi ini, trigliserida
direaksikan dengan gliserol membentuk monogliserida dan digliserida. Reaksinya adalah sebagai
berikut:

Gambar 10. Reaksi Pembentukan Monogliserida


17
Pada proses pembuatan monogliserida, lemak, atau minyak dicampur dengan gliserol
berlebih pada kenaikan temperatur (220-240 oC atau 425-440oF) dengan melibatkan katalis alkali,
biasanya berupa natrium atau kalsium hidroksida (0,1% berat minyak). Namun sebelumnya, reaktan
didehidrasi dahulu pada temperatur 220-240oF selama 30 menit. Selama proses reaksi, campuran
reaksi tetap dipertahankan sampai radikal asam lemak trigliserida didistribusikan kembali secara
acak di antara grup hidroksil gliserol yang tersedia. Reaksi dilakukan dengan pengadukan selama 30
sampai 60 menit.

Campuran reaksi kemudian didinginkan dengan pengadukan sampai kesetimbangan dicapai


dan kemudian katalis dideaktivasi dengan menambahkan asam fosfor (0,1%). Garam fosfat yang
dihasilkan dari netralisasi katalis harus dikeluarkan dengan filtrsi. Gliserol berlebih akan dipisahkan,
sebagai lapisan bawah selama pendinginan, secara parsial dengan dekantasi. Sedangkan gliserol
yang tersisa dalam campuran reaksi dapat dikeluarkan melalui distilasi vakum yang sementara itu
juga dilakukan steam stripping untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas dan memindahkan
material oksidasi yang menyebabkan rasa dan bau yang tidak diinginkan.

Reaksi gliserolisis menggunakan katalis asam maupun alkali basa, berlangsung pada
temperatur yang tinggi (200-240oC). Hasilnya merupakan suatu campuran kasar dari monogliserida
dan digliserida (tampak hampir sama) serta trigliserida yang tidak terkonversi (konversi overall
90%). Proses pemisahan lebih lanjut biasanya dilakukan dengan distilasi molekular yang
menghasilkan kemurnian monogliserida di atas 90%.

5. Particle Size Analyzer


PSA paling banyak digunakan untuk pengukuran ukuran nanopartikel, koloid, dan
protein. Alat ini mampu mengukur ukuran partikel dan molekul yang berbeda dalam
rentang 0,15 nm sampai 10 m.
Prinsip kerja dari alat ini adalah hamburan cahaya dinamis atau Dynamic Light
Scaterring. Dengan teknik DLS ini, PSA dapat diaplikasikan untuk mengukur ukuran
dan distribusi ukuran dari partikel dan molekul yang terdispersi atau terlarut dalam
sebuah larutan.
.
6. Jelaskan salah satu prinsip aplikasi emulsifier.sebutkan juga keuntungan
ataupun kerugian dalam penggunaan emulsifier? Jelaskan!

Salah satu contoh emulsifier yang sering digunakan dalam produk pangan adalah
lesitin. Lesitin dapat bersumber dari telur maupun kedele. Lesitin mempunyai struktur seperti
lemak tetapi mengandung asam fosfat, gugus polar dan gugus non polar. Gugus polar yang
terdapat pada ester, fosfatnya bersifat hidrofilik (cenderung larut air), sedang gugus non polar yang
terdapat pada ester asam lemaknya bersifat lipofilik (cenderung larut dalam lemak).
Dalam pembuatan biskuit sering digunakan pengemulsi (emulsifier) guna
mendapatkan adonan lebih kompak dan menghasilkan tekstur biskuit yang kompak dan kokoh.
Pengemulsi yang umum digunakan adalah teluryang dapat melembutkan tekstur biskuit dari daya
pengemulsi lesitin yang terdapat dalam kuning telur dan membuat adonan lebih kompak oleh daya
ikat dari putih telur (Matz, 1968)

18
Roti menggunakan Emulsifier Roti tanpa Emulsifier

Selain digunakan dalam pembuatan biskuit, lesitin


merupakan pengemulsi yang digunakan untuk
pembuatan es krim. Lesitin ditambahkan dalam
pembuatan eskrim guna membantu terbentuknya atau
memantapkan sistem dispersi yang homogen pada
makanan terutama yang mengandung air dan minyak. Hal ini
karena kandungan airnya dapat mencapai 63%. Es krim
dikatakan bermutu tunggi apabila mengandung lemak yang tinggi, manis, berbodi halus dengan
tekstur lembut.
Keuntungan emulsi:
Sifat teurapetik dan kemampuan menyabar konstituen lebih meningkat, Rasa dan bau dari
minyak dapat ditutupi, Absorpsi dan penetrasi lebih mudah dikontrol, Aksi dapat diperpanjang dan
efek emolient lebih besar, Air merupakan eluen pelarut yang tidak mahal pada pengaroma emulsi.
A. Menurut Lachman;
1. Bioavalaibilitas besar,
2. Onset lebih cepat,
3. Rasa yang tidak pekat dapat ditutupi oleh penambahan zat tambahan lain,
4. Formulasi, karena bisa mempertahankan stabilitas obat yang larut dalam minyak.
B. Menurut Ansel:
1. Menurut eleganti tertentu dan mudah dicuci,
2. Dapat mengontrol penampilan, viskositas dan derajat kekasaran dari emulsi,
3. Sebagian besar lemak dan pelarut untuk lemak yang dimasukkan untuk pemakaian ke
dalam tubuh manusia, relatif memakan biaya, akibatnya pengenceran yang aman dan
tidak mahal.

Kerugian emulsi:
A. Menurut Lachman:
1. Sulit diformulasikan karena harus mencampur 2 fase yang tidak

19
2. tercampurkan,
3. Mudah ditumbuhi oleh mikroba karena adanya air,
4. Kestabilan fisika dan kimia terjamin dalam waktu lama,
5. Sediaan kurang praktis, Mempunyai stabilitas yang rendah, Takaran dosis kurang teliti,
Tidak tahan lama.
B. Menurut Ansel:
1. Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamika.,
2. Jika pengocokan ditentukan, tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat,
3. Biasanya hanya satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan

7. Pada emulsi selama penyimpanan, banyak terjadi sedimentasi bahan padatan


dan juga creaming. Mengapa demikian? Jelaskan apa yang terjadi dengan
partikel yang berada dalam sistem emulsi.

Yang terjadi pada emulsi selama penyimpanan yaitu Partikel selalu bergerak disebut
Brownian Movement, Terjadi tabrakan antar partikel (jutaan tabrakan tiap detiknya), Terjadi
interaksi antar ingredient, Partikel terkenai gaya gravitasi sepanjang waktu.

Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :

1. Creaming

Creaming adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki viskositas yang
berbeda, dimana agregat dari bulatannya fase dalam mempunyai kecenderungan yang lebih besar
untuk naik kepermukaan emulsi atau jatuh kedasar emulsi tersebut dengan keadaan yang bersifat
reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui pengocokan. (Ansel, 1989, 388) Creaming
yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung fase
dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila
dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali. Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-
tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika densitas relative
dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi
yang ada. Pada sebagian besar system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang
dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah
tipe m/a (minyak dalam air), jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut
merupakan tipe a/m (air dalam minyak).

2. Sedimentasi

Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairan


tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut. Sedimentasi yang terjadi di
lingkungan pantai menjadi persoalanbila terjadi di lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia

1
yang membutuhkan kondisi perairan yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau
yang membutuhkan kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang
atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu,
sedimentasimemberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke
arah laut. Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan menggunakan
gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam pengolahan air bersih (IPAM),
maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL). Sedimentasi adalah proses pemisahan partikel-
partikel melayang di dalam air oleh pengaruh gaya gravitasi atau gaya berat partikel.

Partikel yang berada dalam sistem emulsi, akan terjadi, misalkan pada Globula lemak:
flocculation and creaming. Bahan padatan (mis : garam mineral): Sedimentasi, kemudian Interaksi
makromolekul

Sedimentasi padatan dan creaming


serta gaya gaya droplets

8. Hukum Stokes

Hukum Stokes 'adalah formula untuk menentukan tingkat sedimentasi. Ini


menyatakan bahwa partikel bergerak melalui cairan kental mencapai kecepatan
atau sedimentasi laju konstan. Tingkat bisa sangat lambat untuk partikel yang
kepadatan dekat bahwa dari cairan, untuk partikel yang berdiameter kecil, atau
di mana viskositas yang tinggi. Mengganti percepatan gravitasi dengan
percepatan yang dihasilkan oleh berputar hasil centrifuge di sedimentasi lebih
cepat. percepatan sentrifugal dapat ribuan kali lebih besar dari gravitasi,
sehingga tingkat sedimentasi sentrifugal adalah ribuan kali lebih besar .

Vg=d2 ( ie ) G/18

Vg = sedimentation velocity

2
d = particle diameter
p = particle density
1 = liquid density
G = gravitational acceleration
= viscosity of liquid

3
DAFTAR PUSTAKA

Aimyaya. 2015. Kumpulan Teknik Penyaringan Sederhana. [ONLINE] Available

at: http://aimyaya.com/id/tag/saringan/. [Accessed 22 November 2015].

Anief, M. 2000. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. Gadjah Mada

University Press: Yogyakarta.

Anonym. 2015. Hukum Stokes. [ONLINE] Available at:


https://www.scribd.com/doc/84239809/Hukum-Stokes. [Accessed 30

November 2015].

Anonym. 2015. Stokes' law | Define Stokes' law at Dictionary.com. [ONLINE]


Available at: http://dictionary.reference.com/browse/stokes--law. [Accessed

30 November 2015].

Ansel, C.Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Edisi keempat. Jakarta: UI

Press.

th
Atkins, Peter Julia. 2006. Physical Chemistry 8 ed. Great Britain: Oxford

University Press.

4
Brown, Amy. 2014. Understanding Food: Principles and Preparation, Fifth

Edition. Stamford: Cengage Learning.

Levine, I. 1983. Physical Chemistry. Second Edition. Mcgraw-Hill


Book

Company: New York.

Liiy Dyaa. 2015. Sedimen Febri - Documents. [ONLINE] Available at:

http://documents.tips/documents/sedimen-febri.html. [Accessed 30

November 2015].

Moechtar. 1989. Farmasi Fisika Bagian Larutan Dan Sistem Dispers. Universitas
Gadjah Mada: Yogyakarta.

Pages, Ramadhani. 2014. Tegangan Permukaan Proses Pembuatan Mayonaise.


[ONLINE] Available at:

https://www.academia.edu/9643813/Aplikasi_Tegangan_Permukaan_pada_
Pembuatan_Mayones. [Accessed 20 November 2015].

Paye, et al. 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York:
Marcel Dekker, Inc.

Samuel H. Maron and Jerome B. Lando. 1974. Fundamentals of Physical


Chemistry. Amenka: Macmillan Publishing.

5
Schramm, Laurier L. 2009. Surfactants Fundamentals and Apllications in the Petroleum
st
Industry. 1 ed. Cambridge: Cambridge University Press.

Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Penerbit Rineka Cipta: Yogyakarta.

Tirto Prakoso, dkk. 2009. Pembuatan Monogliserida. [ONLINE] Available at:


http://citation.itb.ac.id/pdf/JURNAL/JTKI/JTKI%202007%203%20DES/JT KI
%206(3)%20689-698%20PEMBUATAN%20MONOGLISERIDA.pdf.

[Accessed 21 November 2015].

Zaka. 2013. Jenis Campuran Berdasarkan Ukuran Partikel. [ONLINE] Available


at:http://www.zakapedia.com/2013/04/jenis-campuran-berdasarkan-ukuran.html#. [Accessed
22 November 2015].

21

Anda mungkin juga menyukai