Anda di halaman 1dari 15

KRIM DESOXIMETASONE

Pengujian mutu serta metode analisis yang digunakan


4.1 Struktur molekul dan dasar analisis zat aktif
Senyawa desoximetasone memiliki struktur molekul sebagai berikut:

O
OH
CH3
HO CH 3

CH3 H

F H

Rangka molekul inti dari senyawa desoximetasone adalah corticosteroid.


Gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa desoximetasone antara lain:
- hidroksi
- karboksilat
- metal/ karbon alifatik
- halida
- keton
- karbon kiral : tidak ada
Senyawa desoximetasone memiliki gugus fungsi yang dapat mengalami vibrasi dan rotasi saat
dikenai sinar infra merah pada bilangan gelombang tertentu, yaitu:

Gugus fungsi Bilangan gelombang


O-H 3600-2500
C-H alifatik 2900
C=O 1800
Asam Karboksilat 1705
sehingga spektrofotometri inframerah dapat digunakan sebagai metode identifikasi
senyawa desoximetasone. Spektrum inframerah senyawa desoximetasone:

(UV and IR Spectra Pharmaceutical Substance, 2002).

4.2 Metode analisis yang diusulkan untuk pengujian mutu bahan baku (zat aktif dan
eksipien), IPC dan obat jadi serta masalah yang mungkin terjadi dalam metode analisis.
4.2.1. Pengujian mutu bahan baku
4.2.1.1 Identifikasi bahan baku
Desoximetasone dapat diidentikasi menggunakan metode analisis:
a) Spektroskopi inframerah
Prinsip: Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi dan/atau rotasi dalam molekul
yang dikenai sinar inframerah (deteksi gugus fungsi, yang bervibrasi pada frekuensi
spesifik, misal : C=O, NH2, OH dan lain-lain.) Daerah radiasi elektromagnetik IR yang
lazim digunakan dalam analisis senyawa organik meliputi bilangan gelombang 4000-
625cm-1 atau panjang gelombang 2,5-16 m. Daerah radiasi IR tengah dibagi dalam
daerah frekuensi gugus fungsi (2,5-7,69 m) dan daerah frekuensi sidik jari (7,69-
15,38 m). (Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2003, hlm. 27; Roth,
hlm. 382).
Alasan: Senyawa desoximetasone memiliki gugus fungsi yang dapat mengalami vibrasi dan
rotasi saat dikenai sinar infra merah pada bilangan gelombang tertentu.
Syarat: Diperlukan ketebalan sampel (sel cairan) 0,01-0,02 mm.
b. Kromatografi cair kinerja tingi
Prinsip: Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu jenis kromatografi
kolom cair yang memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi tinggi yang
menerapkan kemampuan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa bertekanan tinggi
dan detektor yang sensitif.
Kromatografi ini terdiri dari fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga, fase
gerak yang dialirkan cepat dengan bantuan tekanan tinggi dan hasil analisis yang dapat
dideteksi dengan instrumen (Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 186)
Alasan: Waktu analisis cepat, penentuan dapat dalam jumlah mikro, daya pemisahan tinggi, dan
ada eksipien yang mengganggu. Pada prinsipnya senyawa dapat dipisahkan dengan
metode KCKT jika senyawa tersebut dapat larut dalam pelarut yang digunakan sebagai
fase gerak. KCKT merupakan metode yang lebih baik untuk cuplikan atau sampel yang
jumlahnya sedikit. (Roth, Analisis Farmasi, hlm 431-432)
Syarat: Komposisi fase gerak berpengaruh nyata terhadap kinerja kromatografi dan harus
dikendalikan dengan cermat.

4.2.1.2 Penetapan kadar bahan baku


Desoximetasone dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode analisis :
a. Kromatografi cair kinerja tinggi
Prinsip: Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu jenis kromatografi
kolom cair yang memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi tinggi yang
menerapkan kemampuan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa bertekanan tinggi
dan detektor yang sensitif.
Kromatografi ini terdiri dari fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga, fase
gerak yang dialirkan cepat dengan bantuan tekanan tinggi dan hasil analisis yang dapat
dideteksi dengan instrumen (Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 186)
Alasan: Waktu analisis cepat, penentuan dapat dalam jumlah mikro, daya pemisahan tinggi, dan
ada eksipien yang mengganggu. Pada prinsipnya senyawa dapat dipisahkan dengan
metode KCKT jika senyawa tersebut dapat larut dalam pelarut yang digunakan sebagai
fase gerak. KCKT merupakan metode yang lebih baik untuk cuplikan atau sampel yang
jumlahnya sedikit. (Roth, Analisis Farmasi, hlm 431-432)
Syarat: senyawa desoximetasone mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari
102,0 % (FI IV, hal 286).

4.2.2 IPC
Metode pelelehan (fusi)
Zat aktif + eksipien
Jika larut minyak Jika larut air

Fasa minyak Fasa air

Lelehkan Lelehkan

Campurkan pada suhu sama

Dinginkan pada suhu kamar


IPC

Kemas

Evaluasi akhir
Metode triturasi
Eksipien
Jika larut minyak Jika larut air

Fasa minyak Fasa air

Panaskan hingga suhu 700C Panaskan hingga suhu 700C

Campurkan
dan aduk hingga terbentuk
basis

Dinginkan

Campurkan zat aktif


IPC

Timbang

Kemas

Evaluasi akhir

1. Penampilan (Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolida, hal 127)


Tujuan : Memeriksa keseuaian bau dan warna dimana sedapat mungkin
mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip : Pemeriksaan bau dan warna menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil : Bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu..............
(sesuaikan dengan spesifikasi sediaan yang dibuat).
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida ddan Semisolida, hal 127)
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen.
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukkan susunan yang homogen.
Penafsiran hasil :Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca
terlihat merata.
3. Penetapan tipe emulsi krim
Tujuan : Mengetahui kesesuaian tipe krim yang dibuat dengan tipe krim yang
telah diformulasikan sebelumnya dan melihat kemungkinan terjadinya inversi fasa.
Prinsip :
o Uji kelarutan zat warna (Martin, Farmasi Fisika, Hal 1144-1145)
Zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brilian FCF diteteskan pada permukaan
emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air,
maka tipe emulsi adalah m/a. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan zat warna
larut minyak seperti Sudan III, yang menunjukkan tipe emulsi adalah a/m.
o Uji pengenceran (Martin, Farmasi Fisika, Hal 1145)
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air, jika emulsi tercampur baik
dengan air maka tipe emulsinya adalah m/a. Hal ini dapat dilakukan dengan mikroskop
untuk memberikan visualisasi yang lebih baik
Penafsiran hasil : Emulsi minyak dalam air bila fasa eksternal emulsi terwarnai oleh
zat warna larut air
Emulsi minyak dalam air dapat diencerkan dalam pelarut air
4. Penetapan pH (FI IV <1071> hal 1039)
Tujuan : Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui kesesuaiannya
dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Alat : pH meter.
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi..
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu....................
(sesuaikan aja!)
5. Penentuan ukuran globul (Farmasi Fisika hal 1144)
Tujuan : Mengetahui stabilitas krim dengan melihat ukuran globul krim
Prinsip : Penentuan ukuran globul rata-rata dan distribusinya dalam selang waktu tertentu
dengan menggunakan mikroskop atau dengan penghitung elektronik
Penafsiran hasil : Ukuran globul berkisar 0,1 10 m dan mengikuti distribusi normal
6. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/ pengolesan sediaan.
Prinsip : Sediaan semisolida termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya
diukur dengan viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi krim dilakukan
pada suhu kamar dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai
spindel dan pada kecepatan (rpm) tertentu..
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ... (dinyatakan dalam cps).

4.2.3 Pengujian mutu obat jadi


4.2.3.1 Evaluasi Fisik
1. Penampilan (warna & bau) (Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolida, hal 127)
Mengacu pada IPC.
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida ddan Semisolida, hal 127)
Mengacu pada IPC.
3. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )
Mengacu pada IPC.
4. Penetapan pH (FI IV <1071> hal 1039)
Mengacu pada IPC.
5. Penetapan tipe emulsi krim (Martin, Farmasi Fisika, Hal 1144-1145)
Mengacu pada IPC
6. Ukuran partikel (Lachman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116) (khusus untuk
zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel.
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Penafsiran hasil : Mengikuti kurva distribusi normal.
7. Isi minimum (FI IV <861> hal 997)
Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada etiket.

8. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan (Tugas Akhir Ivantia, Uji Pelepasan Diklofenak dari
Sediaan Salep ;TA Sriningsih Kecepatan Difusi Kloramfenikol dari Sediaan Salep)
Prinsip: Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan krim dengan cara
mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.
Penafsiran hasil: Bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu tunggu
(waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dalam hal
ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.
9. Uji kebocoran tube (Lampiran FI IV Hal. 1096)
Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan.
Prinsip: 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain
penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven
dengan suhu diatur pada 60o 3o selama 8 jam.
Hasil: Tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.
Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari
tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih
dari 1 tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika: tidak
ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati
tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.
4.2.3.2 Evaluasi Kimia
1. Identifikasi
Metode utama : spektroskopi inframerah
Prinsip : Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi dan/atau rotasi dalam
molekul yang dikenai sinar inframerah (deteksi gugus fungsi, yang bervibrasi pada
frekuensi spesifik, misal : C=O, NH2, OH dan lain-lain.) Daerah radiasi elektromagnetik
IR yang lazim digunakan dalam analisis senyawa organik meliputi bilangan gelombang
4000-625cm-1 atau panjang gelombang 2,5-16 m. Daerah radiasi IR tengah dibagi dalam
daerah frekuensi gugus fungsi (2,5-7,69 m) dan daerah frekuensi sidik jari (7,69-15,38
m). (Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2003, hlm. 27; Roth, hlm. 382).
2. Penetapan kadar
Metode utama : kromatografi cair kinerja tinggi
Prinsip : Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu jenis
kromatografi kolom cair yang memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi
tinggi yang menerapkan kemampuan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa
bertekanan tinggi dan detektor yang sensitif.
Kromatografi ini terdiri dari fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga, fase
gerak yang dialirkan cepat dengan bantuan tekanan tinggi dan hasil analisis yang dapat
dideteksi dengan instrumen (Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 186)
4.2.3.3 Evaluasi Biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal 854-855) (khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet)
Tujuan: Menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral
yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektivitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida albicans, Aspergillus niger, Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-
25C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
2. Kandungan zat antimikroba (FI IV<441> hal 939-942) (khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-
zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada,
tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v

4.3 Prosedur analisis bahan baku, IPC dan obat jadi


4.3.1 Prosedur analisis bahan baku
4.3.1.1 Identifikasi bahan baku
1. Spektroskopi inframerah
Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam dan
didispersikan dalam kalium bromide P, menunjukkan maksimum hanya pada panjang
gelombang yang sama seperti pada desoksimetason BPFI (FI IV, 285).
1. Kromatografi cair kinerja tinggi
Buat larutan uji dalam campuran kloroform P dan etanol P (3:1) hingga kadar 10 mg per ml,
dan larutan baku Desoksimetason BPFI dalam pelarut yang sama hingga kadar 10 mg per ml.
Lakukan kromatografi lapis tipis. Totolkan secara terpisah masing-masin 20 L. Larutan uji
dan larutan baku pada lempeng kromatografi yang dilapisi campuran silica gel setebal 0,25
mm. Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase
gerak campuran kloroform P-etil asetat P (1:1) sampai fase gerak merambat 10 cm dari titik
penotolan. Angkat lempeng, keringkan. Amati di bawah cahaya ultraviolet 254 nm. Semprot
dengan larutan asam p-toluenasulfat P dalam etanol P (1 dalam 5): bercak utama larutan uji
menunjukkan harga Rf (lebih krang 0,25) dan warna yang sama seperti pada larutan baku (FI
IV, 286).

4.3.1.2 Penetapan kadar bahan baku: kromatografi cair kinerja tinggi


Fase gerak:
Campuran metanol P-air-asam asetat glacial P, saring dan awaudarakan, sedemikian rupa
sehingga waktu retensi desoksimetason lebih kurang 6 menit.
Larutan baku:
Pada hari penggunaan, timbang saksama lebih kurang 20 mg desoksimetason BPFI, alrutkan
dalam metanol P hingga 50,0 ml. Encerkan 10,0 larutan ini dengan campuran metanol P dan
asetonitril P (1:1) hingga 100 ml.
Larutan uji:
Timbang saksama lebih kurang 40 mg, larutkan dalam 100 ml metanol P, dan lakukan seperti
yang tertera pada larutan baku, mulai dengan encerkan 10,0 ml larutan ini
Prosedur:
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10 l) larutan uji dan larutan
baku ke dalam kromatoografi cair kinerja tinggi yang dilengkapi dengan detector UV 254 nm
dan kolom baja tahan karat 4,6 mm x 15 cm yang berisi bahan pengisi L7 dan laju aliran lebih
kurang 1 ml per menit. Simpangan baku relatif tidak lebih dari 2,0 % pada penyuntikan ulang 5
kali dan faktor ikutan tidak lebih dari 1,5. Hitung jumlah dalam mg, C22H29FO4 dengan rumus:
1000 C (Hu/Hs))
C adalah kadar desoximetasone BPFI dalam mg per ml larutan baku; Hu dan Hs berturut-turut
adalah tinggi puncak desoximetasone dari larutan uji dan larutan baku.

4.3.2 Prosedur IPC


1. Penampilan (Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolida, hal 127)
Prosedur: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida ddan Semisolida, hal 127)
Prosedur: Oleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok.
3. Penetapan tipe emulsi krim
Uji kelarutan zat warna (Martin, Farfis, Hal 1144-1145)
Prosedur: Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC diteteskan pada
permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang
berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase
internal, maka tipe emulsi adalah A/M. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan zat
warna larut minyak (Sudan merah).
Uji pengenceran (Martin, Farfis, Hal 1145)
Prosedur: Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi tercampur
baik dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran, maka tipe emulsi adalah M/A. Hal
ini dapat dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan visualisasi yang baik tentang tidak
adanya ketidakcampuran.
4. Penetapan pH (Suplemen I FI IV hal 1572)
- pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar
- ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi
5. Ukuran partikel (destruktif) (Lachman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116,
edisi III hal. 531) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Prosedur :
Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
Lihat di bawah mikroskop
Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 0,5 m.
Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai
0,1 m.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
6. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 ) dan Physical Pharmacy,
Martin, hal 463]
Prosedur:
- Tabung diisi dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh).
- Bola yang sesuai dimasukkan (yang akan melewati garis m1 dan m3 dalam 50-500
detik).
- Cairan ditambahkan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung
udara).
- Bila bola sudah turun melampaui garis awal, kembalikan bola ke posisi semula
dengan cara membalikkan tabung.
- Waktu tempuh bola dihitung dengan cara menghitung waktu (detik) yang dibutuhkan
oleh bola untuk menempuh jarak dari m1 ke m3 melalui cairan tabung.
- Bobot jenis cairan dihitung dengan menggunakan piknometer.
- Viskositas cairan dihitung dengan rumus:
= B (1 - 2) t
Keterangan:
= viskositas cairan
B = konstanta bola
1 = bobot jenis bola
2 = bobot jenis cairan
t = waktu tempuh bola untuk menempuh jarak tertentu

4.3.3 Prosedur analisis obat jadi


4.3.3.1 Evaluasi Fisik
1. Penampilan (warna & bau) (Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolida, hal 127)
Mengacu pada IPC.
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida ddan Semisolida, hal 127)
Mengacu pada IPC.
3. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )
Mengacu pada IPC.
4. Penetapan pH (FI IV <1071> hal 1039)
Mengacu pada IPC.
5. Penetapan tipe emulsi krim (Martin, Farmasi Fisika, Hal 1144-1145)
Mengacu pada IPC
6. Ukuran partikel (Lachman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116) (khusus
untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Mengacu pada IPC
7. Isi minimum (FI IV <861> hal 997)
Prosedur : Ambil contoh 10 wadah berisi zat uji, hilangkan etiket yang dapat mempengaruhi
bobot saat isi wadah dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar
wadah dengan cara yang sesuai dan timbang satu per satu. Keluarkan isi secara kuantitatif
dari masing-masing wadah, potong ujung wadah, jika perlu cuci dengan pelarut yang sesuai.
Hati-hati agar tutup dan bagian lain wadah tidak terpisah. Keringkan dan timbang kembali
masing-masing wadah kosong dan bagian-bagiannya. Perbedaan antara kedua penimbangan
adalah bobot bersih isi wadah. Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari
bobot yang tertera pada etiket dan tidak satupun yang bobot bersihnya kurang dari 90% bobot
yang tertera pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang. Jika persyaratan tidak dipenuhi,
tetapkan bobot bersih isi 20 wadah tambahan. Bobot rata-rata 30 wadah tidak kurang dari
bobot yang tertera di etiket dan hanya satu wadah yang kurang dari 90% untuk bobot 60g
atau kurang dan tidak kurang dari 95% harga yang tertera di etiket untuk bobot lebih dari 60
g dan kurang dari 150 g.
8. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan (Tugas Akhir Ivantia, Uji Pelepasan Diklofenak dari
Sediaan Salep ;TA Sriningsih Kecepatan Difusi Kloramfenikol dari Sediaan Salep)
Prosedur :
o Sejumlah krim dioleskan pada cawan petri, permukaan dibuat serata mungkin.
o Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 ml dengan
volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas kimia direndam dalam water bath bersuhu
370C. Pengaduk dipasang tepat ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima
dengan krim, dengan kecepatan 60 rpm.
o Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.
o Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada menit ke 5, 10, 15, 25,
30, 60, 90, 120, 180 dan 240.
o Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama, bersuhu 37oC.
o Kadar zat aktif dalam sampel ditentukan dengan metode yang sesuai, jika perlu
diencerkan.
o Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan penerima,
maka pada permukaan krim dipasang membran selofen sehingga krim tidak kontak
langsung dengan cairan penerima.
Penafsiran hasil
Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari sediaan apabila pada waktu tunggu (waktu pertama
kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dalam hal ini tergantung dari
pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.
9. Uji kebocoran tube (Lampiran FI IV Hal. 1096)
Prosedur: 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain
penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven dengan
suhu diatur pada 60o 3o selama 8 jam.
4.2.3.2 Evaluasi Kimia
1. Identifikasi
Mengacu pada prosedur pengujian bahan baku
2. Penetapan kadar
Mengacu pada prosedur pengujian bahan baku
4.2.3.3 Evaluasi Biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal 854-855) (khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet)
Prosedur : Inokulasi menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet secara aseptik ke
dalam 5 wadah asli sediaan. Jika wadah tidak dapat ditembus secara aseptik maka
pindahkan 20 mL sampel masing-masing ke dalam 5 tabung bakteriologik bertutup steril
lalu inokulasi menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL sediaan
lalu dicampur. Inkubasi pada suhu 20C atau 25C lalu diamati hasilnya.
Penafsiran hasil : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :
Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal
Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal
Jumlah tiap mikroba uji selama hari sisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebutkan pada a dan b.
2. Kandungan zat antimikroba (FI IV<441> hal 939-942) (khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet)
Berlaku untuk sediaan yang menggunakan pengawet berupa benzyl alcohol, klorobutanol,
fenol dan paraben. Prosedur untuk masing-masing pengawet berbeda, lihat di FI IV.

4.4 Pengujian stabilitas obat jadi


Uji stabilitas krim
Dilakukan uji percepatan dengan : Agitasi atau sentrifugasi (mekanik) (Lachman, Teori
dan Praktek Far. Ind., hal 1081).
Prinsip : Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (+ 30000 RPMO). Amati adanya
pemisahan atau tidak.
Menurut Becher : Sentrifugasi 3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam sebanding dengan efek
gravitasi 1 tahun. Ultrasentrifugassi 25000 rpm atau lebih sebanding dengan efek yang
tidak diamati selama umur normal emulsi/krim.
Manipulasi suhu (termik) (Lachman, hal 1081).

Anda mungkin juga menyukai