Anda di halaman 1dari 13

UJI KADAR PROTEIN TAPE SINGKONG (Manihot Utilissima) DENGAN

PENAMBAHAN SARI BUAH MARKISA (Passiflora Comosus)

Oleh

Syamdeni

60500115030

Kimia. B

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


KIMIA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Singkong merupakan salah satu bahan makanan yang kaya karbohidrat

(sumber energi). Pada proses pembuatan tape, karbohidat mengalami proses

peragian oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan

berubah menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna (Deputi Menegristek

Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

2005). Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah

pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai

sayuran. Singkong memiliki nama latin Manihot utilissima. Ubi kayu (singkong)

yang umum diolah menjadi tape adalah singkong manis yang berwarna putih atau

kuning. Beberapa orang beranggapan bahwa tape sibgkong kuning lebih enak

daripada singkong putih karena singkong kuning dagingnya lebih halus tanpa ada

serat-serat yang kasar. Singkong yang bagus untuk dibuat tape adalah singkong

yang berumur 6-12 bulan (Marminah, 2012).

Singkong dapat disajikan dalam bentuk tape melalui proses fermentasi,

yaitu terjadinya perubahan bahan-bahan organik dari senyawa-senyawa komplek

menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan kerja enzim. Tape

singkong memiliki kandungan protein 0,5 gram/100 gram bahan. Protein

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikan dan

pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak, dan produksi enzim pencernaan

serta enzim metabolisme (Anggiya, 2012).


Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu

(Manihot esculenta Cranz atau Manihot utilissima Pohl) merupakan limbah utama

pangan di negara- negara berkembang. Semakin luas areal tanaman ubi kayu

diharapkan produksi umbi yang dihasilkan semakin tinggi yang pada gilirannya

semakin tinggi pula limbah kulit yang dihasilkan. Setiap kilogram ubi kayu

biasanya dapat menghasilkan 15 20 % kulit umbi. Kandungan pati kulit ubi

kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi

mikroorganisme. Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan

dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat

padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam

organik dan enzim. Produk fermentasi dapat diperoleh bersamaan dengan tape

singkong karena fermentasi dapat dilakukan bersamaan dengan pembuatan tape

tersebut. Dengan demikian proses fermentasi ini selain untuk meningkatkan nilai

gizi kulit ubi kayu juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih jauh

lagi produk fermentasi dapat dijadikan bahan pangan untuk mengatasi masalah

kekurangan gizi (Muhiddin, dkk., 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marminah, dijelaskan bahwa

kadar protein tape singkong biasa dengan penambahan sari buah nanas dengan

menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan faktor yaitu volume sari buah nanas sebanyak 100 mL pada 1 kg

singkong. Hasil penelitian kadar protein tape singkong biasa yaitu 3,67% dan tape

singkong dengan penambahan sari buah nanas sebesar 4,99%. Sari buah nanas

dapat menignkatkan kadar protein padatape singkong karena mengandung enzim

bromelin (Marminah, 2012).


Penelitian yang dilakukan oleh Sofi Anggiya PS, menggunakan metode

eksperimen dengan rancangan penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 2 faktor yaitu sari buah papaya (23 mL, 50 mL, 75 mL) dan dosis ragi (2

gr dan 5 gr) untuk setiap 0,5 kg singkong, diperoleh 8 macam kombinasi. Data

analisis menggunakan uji Anava dua jalur dan dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda

Nyata Jujur) yang berupa kadar protein pada fermentasi tape singkong. Kadar

protein yang diperoleh adalah 6,60% (volume sari buah papaya 75 mL dengan

dosis ragi 5 gr, sedangkan kadar terendah 4,14 (tanpa penambahan sari papaya

dengan dosis ragi 2 gr) (Anggiya, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayani H. Muhiddin, dkk.,

menggunakan metode fermentasi substrat pada kulit umbi ubi kayu dengan

menggunakan ragi tape sebagai inokulum. Kandungan protein kulit umbi ubi

kayu dapat meningkat dari 3,41% sebelum fermentasi menjadi 5,53% pada

perlakuan kulit umbi ubi kayu segar murni dengan dosis inokulum 3,0 g/kg dan

waktu fermentasi 8 hari. Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu pada

perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu yang dikukus menjadi 8,03% setelah

fermentasi 5 hari, perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu ditambah urea + dedak

menjadi 8,88% setelah fermentasi 4 hari dan perlakuan substrak kulit umbi ubi

kayu yang ditambah NPK + vitamin B1 menjadi 4,69% setelah fermentasi 5 hari

(Muhiddin, dkk., 2001).

Dari latar belakang di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan

penambahan sari buah markisa untuk meningkatkan kadar protein pada tape

singkong dengan judul Uji Kadar Protein Tape Singkong (Manihot utilissima)
dengan Penambahan Sari Buah Markisa (Passiflora comosus) menggunakan

metode biuret.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan

yaitu berapakah kadar protein pada tape singkong dengan penambahan sari buah

markisa?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kadar protein tape singkong setelah diberi sari buah markisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tape Singkong

Tape merupakan makanan fermentasi tradisional yang sudah tidak asing

lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari singkong (ketela pohon).

Berbeda dengan makanan-makanan fermentasi lain yang hanya melibatkan satu

mikroorganisme yang berperan utama, seperti tempe atau minuman alkohol,

pembuatan tape melibatkan banyak mikroorganisme. Berdasarkan uraian di atas,

dapat disimpulkan mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah

Perbedaan Kadar Protein Tape Singkong Biasa dengan yang Diberi Penambahan

Sari Buah Nanas kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp., dan Rhizopus sp.,

khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii,

Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis, serta bakteri Pediococcus sp. dan

Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam

menghasilkan tape (Marminah, 2012).

Singkong (Manihot utilissima) merupakan komoditas hasil pertanian yang

banyak ditanam di Indonesia dan merupakan sumber karbohidrat yang penting

setelah beras, kandungan karbohidrat adalah 34,7% (Soetanto, 2001). Singkong

dapat disajikan dalam bentuk tape melalui proses fermentasi, yaitu terjadinya

perubahan bahan-bahan organik dari senyawa-senyawa komplek menjadi

senyawa senyawa yang lebih sederhana dengan kerja enzim (Anggiya, 2012).

Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz) mempunyai arti

ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian lain. Dapat dimakan

mentah, kandungan utamanya adalah pati dengan sedikit glukosa sehingga


rasanya sedikit manis. Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk singkong rebus atau

goreng, tape, ubi kayu, juga sering diolah menjadi gaplek dan tepung gaplek

merupakan bahan setengah jadi. Tepung singkong dapat digunakan untuk

mengganti tepung gandum, baik untuk pengidap alergi (Hartandria, 2014).

Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah

pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai

sayuran. Singkong memiliki nama latin Manihot utilissima. Merupakan umbi atau

akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan

panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya

berwarna putih atau kekuning-kuningan (Marminah, 2012).

Tape singkong memiliki kandungan protein 0,5 gram/100 gram bahan.

Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikan dan

pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak, dan produksi enzim pencernaan

serta enzim metabolisme (Winarno, 1993). Kadar protein pada tape singkong

dapat ditingkatkan, diantaranya dengan menambahkan sari buah pepaya pada

pembuatan tape (Anggiya, 2012).

B. Fermentasi

Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk

mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-

asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Fermentasi

merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan

oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah

biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain.
Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk

protein. Protein mikroba sebagai sumber pangan untuk manusia mulai

dikembangkan pada awal tahun 1900. Protein mikroba ini kemudian dikenal

dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal. Produk

fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk

pangan atau pakan. Produk fermentasi dapat diperoleh bersamaan dengan tape

singkong karena fermentasi dapat dilakukan bersamaan dengan pembuatan tape

tersebut. Dengan demikian proses fermentasi ini selain untuk meningkatkan nilai

gizi kulit ubi kayu juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih jauh

lagi produk fermentasi dapat dijadikan bahan pangan untuk mengatasi masalah

kekurangan gizi (Muhiddin, dkk., 2001).

Fermentasi dapat didefinisikan sebagai proses metabolisme dimana akan

terjadi perubahan-perubahan kimia dalam suubstrat organik, kegiatan atau

aktivitas mikroba yang membusukkan bahan-bahan yang difermentasi. Perubahan

kimia tadi tergantung pada macam bahan, macam mikroba, pH, suhu, adanya

aerasi atau usaha lain yang berbeda dengan faktor-faktor di atas, misalnya

penambahan-penambahan bahan tertentu untuk menggiatkan fermentasi

(Marminah, 2012).

C. Sari Buah Markisa

Tanaman markisa berasal dari Brazil, Amerika Selatan dan mudah

ditemukan di hutan-hutan basah di Brazil. Tanaman markisa termasuk dalam

genus Passiflora, merupakan tanaman tahunan, batangnya merambat, mudah

dibudidayakan di berbagai dataran, dan ditanam untuk diambil buahnya. Varian

yang mudah dibudidayakan di dataran rendah adalah markisa kuning (Ashari,


1995). Markisa merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak ditemui di

berbagai daerah di Indonesia yang beriklim tropis (Supriyanto, 2011).

Buah markisa yang banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan sirup

adalah dari jenis markisa ungu atau Passiflora edulis yang juga disebut siuh

(Anonymous, 1992b). Markisa jenis ini isi buahnya berwarna kuning dengan rasa

yang khas, asam dengan aroma wangi yang kuat (Anonymous, 1992a). Buah

markisa banyak mengandung vitamin A, vitamin B6, dan vitamin C, disamping

mineral, kalsium, fosfor, besi serta protein, lemak dan gula sekitar 10%. Dalam

buah yang masih segar, terkandung air antara 70-80%, sedangkan bagian buah

terdiri dari kulit (lebih dari separo buah), biji dengan bagian kurang lebih 20%

berat buah serta selebihnya dinamakan sari buah (Anonymous, 1992b), Untuk

menghemat biaya transportasi buah markisa dan untuk memperpanjang daya

simpan, dewasa ini telah dilakukan beberapa penelitian untuk membuat bubuk

sari buah markisa dengan pengeringan selama beberapa waktu (Mulyani, dkk.,

2014).

Jenis markisa yang paling banyak ditemui dan mudah tumbuh di berbagai

daerah di Indonesia adalah jenis markisa kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa)

. Hampir semua bagian buah markisa kuning dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Kulit buah dapat diolah menjadi bioetanol, daging dan biji buah dapat dikonsumsi

dalam keadaan segar. Daging buah markisa sering diekstrak menjadi jus atau sari

buah markisa yang mengandung berbagai vitamin, mineral, dan antioksidan.

Bijinya berpotensi sebagai sumber serat yang bermanfaat untuk kesehatan

manusia (Supriyanto, 2011).


Sari buah markisa adalah produk minuman yang memiliki daya simpan

yang relatif singkat. Salah satu upaya untuk memperpanjang daya simpan dan

memudahkan proses transportasi sari buah markisa adalah dengan cara

pengeringan dengan menggunakan metode Foam-mat drying, sehingga diperoleh

bubuk sari buah markisa. Metode Foam-mat drying membutuhkan zat pembuih

yaitu tween 80, yang berfungsi sebagai pendorong pembentukan busa. Upaya

yang lain adalah dengan penambahan bahan pengisi yaitu dekstrin, yang dapat

mempercepat proses pengeringan, meningkatkan total padatan, mencegah

kerusakan zat gizi akibat panas selama pengeringan, melapisi komponen flavour

dan memperbesar volume (Mulyani, dkk., 2014).

D. Protein

Protein terdapat di semua jaringan sel hidup, baik pada tanaman maupun

hewan. Setelah air, protein merupakan komponen yang terbesar dari tubuh

manusia. Seperenam berat manusia terdiri atas protein. Sepertiga dari jumlah

tersebut terdapat pada otot, seperlima bagian terdapat pada tulang dan tulang

rawan, seper sepuluh terdapat pada kulit dan sisanyaterdapat pada organ lain serta

cairan tubuh. Pada umumnya, protein diperlukan tubuh untuk: Pertumbuhan dan

pengembangan tubuh, perbaikan dan pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak,

produksi enzim pencernaan dan enzim metabolism, dan bagian yang terpenting

dari hormon-hormon tertentu seperti tiroksin dan insulin. pada umumnya sumber

protein dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok protein hewani serta

nabati. Sumber protein dari makanan sehari-hari yang penting adalah kacang-

kacangan, susu, daging, ikan dan unggas (Marminah, 2012).


Protein adalah makromolekul yang mengandung atom karbon (C), oksigen

(O), hidrogen (H), dan nitrogen (N). Beberapa rantai protein juga mengandung

atom sulfur (S). Protein disusun oleh beragam monomer asam amino yang

berikatan satu sama lain melalui ikatan peptida (Pratiwi, 2004). Sumber protein

yang lengkap adalah potein yang mengandung kesembilan asam amino asensial

dalam jumlah cukup.Protein yang terdapat pada hewan seperti daging, ikan, hasil

ternak, dan hasil lainnya merupakan contoh protein lengkap. Tanaman pangan

terutama serealia dan biji-bijian sering kekurangan satu atau lebih asam amino

esensial, tetapi bisa menjadi lengkap bila digabungkan dengan sumber protein

lainnya.Sebagai contoh, mengombinasikan sereal dengan biji-bijian menghasilkan

protein lengkap, dimana kedua sumber protein tersebut saling melengkapi asam

amino yang dimilikinya (Hartandria, 2014).

E. Metode

Metode yang digunakan dalam uji kadar protein tape singkong dengan

penambahan sari buah markisa adalah metode biuret. Prinsip kerja penentuan

kadar protein dengan metode biuret adalah menganalisa adanya ikatan peptida

dengan cara menambahkan reagen biuret kedalam sampel yang kemudian diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometri. Hal pertama yang dilakukan yaitu

menyiapkan sampel (ekstrak tape) dan mencampurnya air dengan perbandingan

1 : 2, mengambil 0,02 ml protein sampel (ekstrak tape) ditambah dengan 1 mL

reagen warna. Kemudian menginkubasi campuran bahan tersebut selama 30 menit

pada temperatur kamar (20-25C). Langkah terakhir mengatur ekstinksi sampel

dengan membaca pada fotometer dengan panjang gelombang 596 nm.


F. Instrument

Penelitian: Uji Kadar Protein Tape Singkong dengan Penambahan Sari Buah

Markisa.

Variabel penjelas (bebas): protein, tape singkong dan sari buah markisa.

Variabel yang dijelaskan (terikat): uji kadar protein


DAFTAR PUSTAKA

Anggiya, Sofi. 2012. Uji Kadar Protein dan Organoleptik Tape Singkong (Manihot
Utilissima) dengan Penambahan Sari Buah Pepaya (Carica Papaya L.) dan
Dosis Ragi yang Berbeda. Jurnal Publikasi, hal. 1-10.

Hartandria, A. Fitria. 2014. Uji Kadar Protein Pada Pembuatan Bolu Kukus Dari
Tepung Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Dan Penambahan Ekstrak Buah
Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Dengan Konsentrasi Yang Berbeda.
Jurnal Publikasi, hal. 1-14.

Muhiddin, Juli dan Aryantha. 2001. Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi
Kayu Melalui Proses Fermentasi. Jurnal Publikasi, JMS Vol. 6 No. 1, hal.
112.

Marminah. 2012. Perbedaan Kadar Protein Tape Singkong (Manihot Utilisima) Biasa
Dengan Yang Diberi Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas Comosus).
Jurnal Publikasi, hal. 114.

Mulyani, Yulistiani dan Nopriyanti. 2014. Buatan Bubuk Sari Buah Markisa dengan
Metode Foam-Mat Drying. J. Rekapangan Vol. 8 NO. 1.
Supriyanto, Murdiati dan Duwita. 23-24 November 2011. Pembuatan Tablet
Effervescent Sari Buah Markisa Kuning (Passifloraedulis .Var. Flarcarpa ).
Prosiding Seminar Nasional APTA, hal. 1-19.

Anda mungkin juga menyukai