Anda di halaman 1dari 50

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mengacu pada prinsip Good Govermence bahwa pemerintah, baik itu
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus menyajikan laporan
keuangan yang transparan dan akuntabel. Transparan atau Transparasi sendiri
yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah daerah
dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan
Akuntabel atau Akuntabilitas sendiri yaitu mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan
kepada pemerintah daerah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik. Tujuannya agar semua yang dilaporkan bias dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat, termasuk aset berupa barang milik Negara maupun barang
milik daerah. Secara umum barang merupakan bagian dari kekayaan yang
adalah satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur, tidak termasuk juga
uang dan surat berharga.
Dalam menunjang terlaksananya pelayanan terhadap masyarakat melalui
program-program dan kegiatan yang menjadi tujuan pokok dan fungsi
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memerlukan
sarana dan prasarana yang seharusnya dapat digunakan secara optimal. Hal ini
membutuhkan perencanaan yang matang mengenai kebutuhan apa-apa saja
yang diperlukan dalam menjalankan tujuan dan fungsi masing-masing.
Membahas tentang aspek pemerintahan, maka tidak dapat kita lepaskan
keterkaitan kebutuhan sarana yang diperlukan dengan ketersedian anggaran
yang dialokasikan kepada pemerintah.
Barang Milik Negara/Daerah adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN/D atau berasal dari perolehan lainnya yang sah,
yakni perolehan dari hibah, pelaksanaan perjanjian/kontrak, ketentuan peraturan
perundang-undangan, serta keputusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan amanat dari
bab VII Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Aturan pelaksanaan dari bab VII undang-undang tersebut adalah Peraturan

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 1


Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan regulasi yang terbaru saat ini yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Hierarki
lebih lanjut, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan
Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai
panduan pengelolaan barang milik negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007 sebagai acuan pengelolaan Barang Milik Daerah.
Aset merupakan salah satu unsur yang harus dikelola dengan baik agar
menghasilkan informasi yang andal dalam laporan keuangan daerah.
Pengelolaan aset daerah merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan dengan
baik agar dapat memberikan gambaran tentang kekayaan daerah, adanya
kejelasan status kepemilikan, pengamanan barang daerah, peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pemanfaatan aset daerah yang ada serta
dapat digunakan untuk dasar penyusunan laporan keuangan. Pengelolaan
barang milik daerah harus dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonimis
sehingga pengamanan aset daerah dapat terjaga dengan baik.
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset
adalah potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung
maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran
pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah (SAP, 2010).
Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria
tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. Aset lancar meliputi kas dan
setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Sedangkan Aset
nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana
cadangan, dan aset lainnya.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 2


Proses perencanaan dilaksanakan dengan prosedur yang berjenjang
sesuai mekanisme perencanaan yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2005 tentang sistem Perencanaan Nasional dan Peraturan
Pelaksanaannya yang dimulai dari usulan Kepala SKPD kepada tim anggaran
eksekutif untuk dimasukan ke dalam RAPBD. Usulan tersebut dilakukan dengan
berbagai tahapan, seperti adanya proses musrenbang (musyawarah
perencanaan pembangunan) dan kajian-kajian yang menyatakan diperlukan
aset/ barang milik daerah tersebut. Selanjutnya, RAPBD disampaikan kepada
DPRD untuk mendapatkan legalisasi menjadi APBD dengan dilengkapi berbagai
dokumen seperti Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA). Kemudian, dilaksanakan
Pengadaan berdasarkan kewenangan masing-masing Instansi dengan prosedur
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2009 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011. Setiap tahun
pemerintah daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai
prosedur dan mekanisme yang berlaku.
Dalam manajemen aset, Menteri Keuangan bertindak sebagai Pengelola
Barang dan Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Barang. Pengelola
Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN/D. Pengguna
Barang (PB) adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN/D.
Kuasa Pengguna Barang (KPB) adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang
ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Pengelolaan BMN/BMD dilakukan dengan mengadopsi siklus pengelolaan
aset tetap pada umumnya, yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) PP Nomor 27
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah bahwa
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi : Perencanaan Kebutuhan dan
Penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan
Pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan,
Penatausahaan, serta Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian. Kemudian
apa yang menjadi bahasan kali ini, kami akan menitikberatkan pada awal
rangkaian siklus pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yaitu tahap
perencanaan dan penganggaran dengan aturan yang ada saat ini.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 3


1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas maka kami merumuskan
masalah penulisan yang akan kami bahas sebagai berikut : Bagaimana tata
cara perencanaan dan penganggaran aset di Pemerintah Daerah (dilihat dari
segi identifikasi dan Inventarisasi serta Analisis Kebutuhan).

1.3. Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui tata cara perencanaan dan penganggaran aset di
Pemerintah Daerah (dilihat dari segi identifikasi dan Inventarisasi serta Analisis
Kebutuhan).

1.4. Manfaat Penulisan


Bagi penulis, penulisan ini menambah wawasan penulis khususnya
tentang Perencanaan dan Penganggaran Aset di Pemerintah Daerah
(dilihat dari segi identifikasi dan Inventarisasi serta Analisis Kebutuhan).
Bagi akademisi, penulisan makalah ini menambah jumlah referensi dan
hasil penulisan dapat menumbuh kembangkan pengetahuan
Perencanaan dan penganggaran Aset di Pemerintah Daerah (dilihat dari
segi identifikasi dan Inventarisasi serta Analisis Kebutuhan)

1.5. Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode deskriptif. Sedangkan bahan penulisan makalah kami peroleh dari
melakukan studi pustaka dan jurnal yang peroleh melalui internet.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 4


II. PEMBAHASAN

Pengelolaan aset daerah masih banyak menghadapi tantangan yang


merupakan pekerjaan yang tidak mudah, hal ini terbukti dari masih banyaknya
pengecualian kewajaran atas nilai aset pemerintah daerah dalam opini BPK-RI
atas laporan keuangan pemerintah daerah. Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam pengelolaan aset yang
mengakibatkan tidak tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI.
Dalam menunjang terlaksananya pelayanan terhadap masyarakat melalui
program-program dan kegiatan yang menjadi tujuan pokok dan fungsi
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memerlukan
sarana dan prasarana yang seharusnya dapat digunakan secara optimal. Hal ini
membutuhkan perencanaan yang matang mengenai kebutuhan apa-apa saja
yang diperlukan dalam menjalankan tujuan dan fungsi masing-masing.
Membahas tentang aspek pemerintahan, maka tidak dapat kita lepaskan
keterkaitan kebutuhan sarana yang diperlukan dengan ketersedian anggaran
yang dialokasikan kepada pemerintah.
Barang Milik Daerah menurut PP No. 27 Tahun 2014 Pasal 2, adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah atau perolehan lainnya yang sah antara lain (Pasal 2),
yakni :
1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan amanat dari bab VII
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aturan
pelaksanaan dari bab VII undang-undang tersebut adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan regulasi yang terbaru saat ini yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Hierarki
lebih lanjut, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan
Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 5


panduan pengelolaan barang milik negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri
sebagai acuan pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan telah
diubah dengan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah, Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan
merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang
sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Dapat diartikan bahwa rencana kebutuhan diformulasikan dari barang-barang
apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi dikurangi dengan barang-barang apa
saja yang saat itu telah tersedia dan siap digunakan. Gap (kekurangan) antara
kebutuhan dan ketersediaan barang itu lah yang selanjutnya diusulkan untuk
dianggarkan dalam APBN/D

2.1. Perencanaan dan Penganggaran Barang Milik Negara/Daerah


Menurut George R. Terry (1991), Perencanaan adalah memilih dan
menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi
mengenai masa datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Menurut Mardiasmo (2004), pemerintah daerah perlu membuat
perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah yang akan
digunakan/dimiliki. Berdasarkan rencana tersebut, pemerintah daerah kemudian
mengusulkan anggaran pengadaannya. Dalam hal ini, masyarakat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu melakukan pengawasan (monitoring)
mengenai apakah barang milik negara/daerah yang direncanakan untuk dimiliki
daerah tersebut benar-benar dibutuhkan daerah.
Dalam M Yusuf (2010), Perencanaan merupakan tahapan paling penting
dari salah satu tahap penyusunan Aset. Pelaksanaan Perencanaan kebutuhan
dan penganggaran perlu terkoordinasi dengan baik dengan memperhatikan
standarisasi yang telah ditetapkan sesuai kondisi daerah masing-masing.
Mengenai perencanaan kebutuhan dan penganggaran bukanlah merupakan
suatu kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kegiatan yang tidak

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 6


terpisahkan dalam pengelolaan barang milik daerah. Dalam perencanaan
kebutuhan dan penganggaran barang daerah perlu adanya pemahaman dari
seluruh satuan kerja perangkat daerah terhadap tahapan kegiatan pengelolaan
barang milik daerah sehingga koordinasi dan sinkronisasi dalam kegiatan
tersebut dapat dilakukan dengan baik.
Perencanaan dan penganggaran kebutuhan dilakukan dengan melihat
standart kebutuhan meliputi, standart jenis, macam, jumlah, dan besarnya
barang milik daerah yang dibutuhkan, juga merupakan standarisasi sarana dan
prasarana kerja Pemerintah Daerah. Proses perencanaan dan penganggaran
tidak terlepas dari kegiatan dalam pemenuhan barang yang disesuaikan
standarisasi satuan harga barang. Satuan harga barang disusun berdasarkan
hasil survey yang dilaksanakan oleh SKPD beserta instansi yang terkait. Jumlah
dan kualitas barang harus disesuaikan dengan standarisasi barang yang berlaku
yang tercantum dalam peraturan Kepala Daerah. (Nyemas Hasfi, et al. 2013)
Pemerintah Daerah merupakan organisasi yang sangat dinamis dalam
menjalankan roda pemerintahannya termasuk merencanakan kebutuhan aset,
sebagai upaya peningkatan pelayanan dan kesehjateraan masyarakat.
Salah satu sistem perencanaan untuk pembelian barang milik
negara/daerah yaitu, perencanaan akan pengadaan kebutuhan barang milik
negara/daerah yang dilakukan oleh SKPD. Hal ini karena SKPD mengetahui
jumlah kebutuhan tanah, jumlah kebutuhan peralatan dan mesin, jumlah
kebutuhan bangunan dan gedung, jumlah kebutuhan jalan, irigasi, instalasi, dan
jaringan, jumlah kebutuhan barang milik negara/daerah lainnya, seperti buku
perpustakaan, hewan, tumbuh-tumbuhan, serta jumlah kebutuhan aset/barang
milik daerah yang tidak berwujud.
Untuk mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana, diperlukan suatu
perencanaan yang baik agar prasarana yang dibeli tidak menjadi barang
rongsokan atau tidak dapat dimanfaatkan. Pada kenyataannya, pada masa-
masa yang lalu, seringkali sarana dan prasarana diadakan berdasarkan
keinginan subjektif. Sehingga sarana dan prasarana merupakan bentuk alat yang
dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam rangka mendukung kegiatan
pemerintah dapat terwujud.
Proses perencanaan yang baik dengan sendirinya akan berdampak baik
pula pada proses pengelolaan secara keseluruhan, sementara perencanaan
yang tidak tepat sudah pasti akan berdampak tidak baik pada proses

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 7


pengelolaan selanjutnya, karena perencanaan kebutuhan merupakan langkah
awal pengelolaan BMN yang berperan penting dan berpengaruh besar terhadap
siklus pengelolaan BMN/D tahap berikutnya.

2.2. Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah Pasal 9 Ayat (2), Perencanaan Kebutuhan meliputi :
Perencanaan Pengadaan, Pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan dan
Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah. Perencanaan Kebutuhan
berpedoman pada : Standar Barang, Standar Kebutuhan dan/atau Standar
Harga.
Untuk Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara diatur dalam
Permenkeu Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang
Milik Negara sedangkan untuk Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah
diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah.

2.2.1. Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara


Tahap pertama dalam siklus manajemen aset adalah perencanaan
kebutuhan, dimana diartikan sebagai kegiatan merumuskan rincian kebutuhan
BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan
yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan
datang. Perencanaan kebutuhan BMN harus mampu menghubungkan antara
ketersediaan barang sebagai hasil dari pengadaan yang telah lalu dengan
keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar tindakan yang akan datang dalam
rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengelolaan BMN. Perencanaan
kebutuhan BMN disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/instansi lainnya (K/L/D/I) setelah
memperhatikan ketersediaan BMN yang ada dengan berpedoman pada standar
barang, standar kebutuhan, dan standar harga. Dalam PMK-150 tahun 2014,
perencanaan kebutuhan BMN/D berpedoman pada renstra K/L, standar barang
dan standar kebutuhan.
Maksud Perencanaan kebutuhan adalah menunjang tugas dan fungsi
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang (KPB) dalam rangka
meningkatkan pelayanan umum dan mendukung pengambilan keputusan bagi

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 8


Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan/atau KPB untuk pengadaan,
pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan BMN.
Tujuan perencanaan kebutuhan BMN adalah mengoptimalkan BMN dalam
rangka mewujudkan pengelolaan BMN yang efektif, efisien, dan
berkesinambungan. Ruang lingkup perencanaan kebutuhan BMN berdasarkan
PMK Nomor 226/PMK.06/2011 antara lain :

1. Perencanaan Pengadaan BMN;


2. Perencanaan Pemeliharaan BMN;
3. Perencanaan Pemanfaatan BMN;
4. Perencanaan Pemindahtanganan BMN;
5. Perencanaan Penghapusan BMN.
Dengan berlakunya PMK Nomor 150/PMK.06/2014, ruang lingkup
perencanaan kebutuhan BMN hanya meliputi 2 hal yaitu perencanaan
pengadaan dan pemeliharaan BMN. Dalam peraturan sebelumnya, perencanaan
pemeliharaan BMN tidak diatur secara mendetail, sedangkan pada PMK 150
Tahun 2014 mengatur perencanaan pemeliharaan BMN lebih mendetail.
Hal lain yang membedakan adalah terkait kategorisasi perencanaan
kebutuhan BMN, dalam PMK Nomor 226/PMK.06/2011 yang menjadi objek
perencanaan kebutuhan BMN adalah : Tanah, Gedung, Bangunan, Peralatan
dan Mesin, Jalan, Irigasi dan Jaringan, serta Aset Tetap Lainnya, sedangkan
pada PMK Nomor 150/PMK.06/2014, kategori objek perencanaan kebutuhan
BMN diimplikasi menjadi Tanah dan/atau Bangunan dan selain Tanah dan/atau
Bangunan. Hal ini tentunya akan lebih mempermudah dalam penggolongan
objek perencanaan BMN , karena kategori BMN tidak terlalu rigid, tetapi lebih
fleksibel.
Tahapan perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara (BMN) adalah
sebagai berikut :
1) Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN);
RKBMN adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 5
(lima) tahun. RKBMN disusun oleh KPB, yang selanjutnya diteruskan kepada
Pengguna Barang dan disampaikan kepada Pengelola Barang untuk
mendapatkan persetujuan.
2) Penyusunan Rencana Kebutuhan Tahunan Barang Milik Negara (RKTBMN);

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 9


RKTBMN adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 1
(satu) tahun. Konsep RKTBMN disusun oleh KPB, kemudian disampaikan
kepada Pengguna Barang untuk selanjutnya dimohonkan persetujuan dari
Pengelola Barang.
3) Perubahan rencana pendanan BMN;
Batas waktu penyampaian perubahan perencanaan pengadaan BMN dan
persetujuan Pengelola Barang atas perubahan RKBMN dan RKTBMN
menyesuaikan dengan batas waktu revisi anggaran K/L.
4) Monitoring dan Evaluasi.
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang melakukan monitoring dan
evaluasi realisasi RKTBMN setiap tahun berdasarkan RENJA-K/L, Standar
Barang, Standar Kebutuhan sebagai umpan balik bagi penyusunan RKTBMN
tahun selanjutnya.

Perencanaan Kebutuhan BMN disusun dalam RKA-K/L setelah


memperhatikan ketersediaan BMN yang ada dengan berpedoman pada standar
berikut :
1) Standar barang adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan
perhitungan pengadaan BMN dalam perencanaan kebutuhan
kementerian/lembaga;
2) Standar kebutuhan adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai
acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan BMN dalam perencanaan
kebutuhan kementerian/lembaga.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 10


Terkait dengan standar barang dan standar kebutuhan telah dikeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 tentang Standar
Barang dan Standar Kebutuhan (SBSK) BMN berupa tanah dan/atau
bangunan. Standar Barang dan Standar Kebutuhan merupakan kewenangan
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan,
atas nama Menteri Keuangan mendelegasikan sebagian kewenangannya
kepada pejabat struktural Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
3) Standar harga adalah satuan biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
selaku pengelola fiskal (chief financial officer) sebagai acuan perhitungan
kebutuhan anggaran dalam penyusunan RKA-K/L.
Berdasarkan PMK No. 248/PMK.06/2011 sebagaimana tersebut di atas
bahwa standar barang fokus pada spesifikasi barang bisa dalam kualitas, bentuk,
luas, ataupun model. Misalnya mobil dinas jabatan menteri/pejabat negara,
pejabat eselon 1, eselon 2, eselon 3 yang dibedakan berdasarkan spesifikasinya.
Dalam PMK No. 248/PMK.06/2011 tersebut juga mengatur standar untuk
barang berupa tanah dan/atau bangunan itupun terbatas pada Bangunan
Gedung Negara dalam bentuk gedung perkantoran (masih terbatas pada ruang
kerja) dan rumah negara.
Standar berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang diatur dalam
PMK No. 248/PMK.06/2011 adalah mencakup:
1) Bangunan gedung perkantoran
a) klasifikasi bangunan gedung perkantoran berdasarkan penggunaannya,
seperti diklasifikasi tipe A, B, C, D, E1, dan E2 untuk pejabat negara dan
pejabat struktural lainnya sesuai dengan tipe yang ditentukan dalam
PMK tersebut di atas.
b) standar luas bangunan gedung perkantoran
b.1) standar luas ruang kerja, misalnya luas ruang menteri dan yang
setingkat, wakil menteri dan yang setingkat, ruang pejabat eselon 1
sampai pejabat eselon IV, baik eselon yang menjabat sebagai kepala
kantor maupun yang bukan kepala kantor, telah distandarkan sesuai
dengan PMK tersebut di atas.
b.2) standar luas ruang penunjang misalnya untuk ruang arsip, ruang
fungsional, toilet, ruang server, lobby atau fasilitas lain, dan ruang
pelayanan untuk kantor pelayanan, telah distandarkan sesuai dengan
PMK tersebut di atas.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 11


b.3) standar luas bangunan yang tidak dapat diutilisasi, disesuaikan
dengan klasifikasi bangunan berdasarkan tingkat kompleksitasnya, hal
ini dibedakan berdasarkan bangunan sederhana, bangunan tidak
sederhana, bangunan tidak sederhana bertingkat rendah, dan bangunan
tidak sederhana bertingkat tinggi.
b.4) standar ketinggian bangunan gedung perkantoran, misalnya
bangunan gedung perkantoran tipe A dan tipe B standar ketinggian
maksimum (jumlah lantai) 20, tipe C dan tipe D maksimum 8 lantai, tipe
E1 maksimum 4 lantai, dan tipe E2 maksimum 2 lantai. Kalau melebih
yang ditentukan, diusulkan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait
dengan menyertakan alasan teknis dan ekonomis pembangunan dan
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
c) standar luas tanah untuk bangunan gedung kantor
standardisasi luas tanah untuk bangunan gedung kantor merupakan
batasan luas tanah yang dibutuhkan oleh Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang.
2) Bangunan rumah negara
a) klasifikasi bangunan rumah negara untuk pejabat negara dan pejabat
struktural dari eselon 1 sampai kepada staf, mulai dari tipe khusus, tipe
A, B, C, D dan tipe E
b) standar bangunan rumah negara, yaitu standar dan jumlah ruang rumah
negara, misal kamar tidur, kamar mandi dsb jumlahnya distandarkan
mulai dari tipe khusus sampai tipe E, dan standar luas bangunan (m2)
rumah negara, serta standar luas maksimum tanah untuk bangunan
rumah negara, semua diatur dalam PMK tersebut.
3) Standar Barang Selain Tanah dan/atau Bangunan, berupa perlengkapan
kantor, misalnya perabot dan ukuran kantor.
4) Kendaraan dinas
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 21/KMK.01/2012 tentang
Pedoman Pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Negara di
Lingkungan Kementerian Keuangan telah ditetapkan kenderaan dinas
operasional jabatan dan kenderaan dinas operasional yang fungsinya telah
ditentukan KMK tersebut di atas.
Inti dari standardisasi ini adalah selain untuk memberikan standardisasi
dalam pelayanan, juga memberikan keadilan dan kemudahan dalam

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 12


menentukan anggarannya. Barang yang sama yang dibutuhkan di kementerian
A dan juga dibutuhkan di kementerian B semestinya memiliki standar yang
sama seperti tersebut di atas. Pengguna dan pengelola BMN harus mempunyai
SDM yang kompeten dan handal untuk menuntaskan segala permasalahan
yang timbul.
Kondisi yang mungkin menjadi penyebab atas kegagalan perencanaan BMN
antara lain :

1) Pencatataan atas jumlah, nilai, status dan kondisi barang masih kurang akurat.

Pada kementerian/ Lembaga, informasi mengenai jumlah, nilai, status, dan


kondisi BMN telah dituangkan dalam sebuah sistem inormasi yang disebut
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-
BMN), dan penanggungjawab pencatatan dan inventarisasi BMN tersebut adalah
Kuasa Pengguna Barang, yang dalam hai ini adalah Kepala Kantor dalam
lingkungan Kementerian/ Lembaga (Pasal 7 ayat (2)c. PMK Nomor
150/PMK.06/2014).

Dalam penyusunan RKBMN untuk pengadaan BMN, Pengguna Barang/ Kuasa


Pengguna Barang harus memperhatikan ketersediaan BMN yang ada, dan
penyusunan RKBMN untuk pemeliharaan BMN, Pengguna Barang/ Kuasa
Pengguna Barang harus memperhatikan daftar barang yang memuat informasi
mengenai status barang dan kondisi barang (Pasal 8 ayat (1) dan (2) PMK
Nomor 150/PMK.06/2014). Namun pada kenyataan, masih banyak pencatatan
atas jumlah, nilai, status dan kondisi BMN yang masih kurang akurat, sehingga
RKBMN yang disusun pun belum menggambarkan kebutuhan BMN yang
sesungguhnya.

2) Belum optimalnya mekanisme kontrol terhadap RKBMN yang diajukan.

Proses perencanaan kebutuhan selama ini dirumuskan sendiri oleh Pengguna


Barang (dalam hal ini adalah Kementerian/Lembaga masing-masing), sementara
persetujuan penganggaran dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)
Kementerian Keuangan. Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam proses
perencanaan kebutuhan, selama ini DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan
apapun untuk menyentuhnya. Implikasinya, tidak ada mekanisme kontrol yang
memadai terhadap Kementerian/Lembaga dalam merumuskan barang apa saja
yang memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 13


demikian bisa berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan
yang dirumuskan sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika
kemudian rencana kebutuhan ini dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk
diterapkan_sebagai akibat dari tidak direncanakan dengan matang; atau
kalaupun terealisasi, akan berakibat pada terjadinya redundansi barang di
kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada terjadinya inefektivitas,
inefisiensi, dan tidak optimalnya pengelolaan BMN.

3) Ketentuan yang tidak konsisten antara peraturan yang satu dengan yang lain.

Dalam sebuah institusi pemerintah, peraturan menjadi dasar yang sangat penting
dalam melaksanakan sebuah tindakan atau kegiatan, sehingga aturan yang
konsiten dan stabil sangatlah diperlukan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
aturan tersebut dapat berubah-ubah seiring dengan perkembangan kondisi,
kemajuan teknologi, serta perkemban sistem informasi.

Permasalahan akan timbul jika ketentuan yang mengatur hal yang sama antara
peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya berbeda, sebagai contoh
dalam PP No.27 Tahun 2014 Pasal 9 ayat (4) disebutkan bahwa Perencanaan
Kebutuhan kecuali untuk Penghapusan, berpedoman pada standar barang,
standar kebutuhan; dan/atau standar harga. Sedangkan dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014, perencanaan kebutuhan BMN
berpedoman pada rensta K/L, standar barang, standar kebutuhan.

Atas dasar kondisi diatas, maka diperlukan langkah-langkah strategis agar


rencana kebutuhan dirumuskan dengan benar dan tepat sesuai dengan apa
yang nyata-nyata dibutuhkan; penganggaran dilakukan sesuai dengan rencana
kebutuhan, meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan menciptakan nilai tambah
dalam mengelola aset, yaitu :

1. Mengoptimalkan peran APIP.

Peran APIP sangat dibutuhkan guna meningkatkan keandalan database BMN


yang dicatat oleh Kuasa Pengguna Barang, review terhadap kebenaran dan
kelangkapan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan
perencanaan kebutuhan BMN.

Untuk merumuskan apakah benar Kementerian/Lembaga membutuhkan atau


tidaknya suatu BMN, tentu dibutuhkan databaseBMN yang andal. Tanpa

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 14


database yang andal, pelaksanaan perencanaan kebutuhan dan penganggaran
sudah pasti tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.

2. Meningkatkan peran DJKN dalam filter RKBMN yang diajukan

DJKN dapat menjadi filter Kementerian/Lembaga dalam merumuskan kebutuhan


barangnya sebelum rencana kebutuhan barang itu diajukan untuk dianggarkan
kepada DJA. Pada tahap awal, Kementerian/Lembaga memang tetap berwenang
untuk merumuskan sendiri BMN yang mereka butuhkan. Akan tetapi, sebelum
Kementerian/Lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga, DJKN akan melakukan assessment terlebih dahulu pada
rencana kebutuhan BMN Kementerian/Lembaga itu. Assessment dilakukan
dengan membandingkan rencana kebutuhan BMN Kementerian/Lembaga
dengan existing assets yang selama ini telah dimiliki. Dalam hal
Kementerian/Lembaga memang benar-benar membutuhkan BMN melalui proses
pengadaan, rencana kebutuhan Kementerian/Lembaga dapat diusulkan kepada
DJA dalam RKA K/L yang bersangkutan. Dalam hal ternyata
Kementerian/Lembaga memang benar-benar membutuhkan BMN akan tetapi
bisa diupayakan tanpa melalui proses pengadaan, solusi non aset dalam bentuk
hibah, sewa, alih status, dan optimalisasi BMN idle dapat dilakukan. Dalam hal
ternyata Kementerian/Lembaga tidak benar-benar membutuhkan BMN, rencana
kebutuhan BMN tidak perlu diusulkan dalam RKA-K/L yang bersangkutan.

3. Konsistensi antar peraturan.

Peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi, tidak tumpang tindih dengan peraturan lain yang satu level,
mampu mengakomodasi kebutuhan akan peraturan, serta bisa teraplikasikan
dalam praktik. Selain itu, penambahan mekanisme birokrasi yang baru nanti
sebisa mungkin diharapkan tidak memperlambat proses penyusunan RKA-K/L
sehingga tidak kontraproduktif terhadap siklus APBN secara keseluruhan.

4. Kerjasama yang sinergi antara Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang,


Pengelola Barang, DJKN, dan DJA.

Pada akhirnya kesemua proses ini tidak akan berjalan jika Pengguna Barang/
Kuasa Pengguna Barang, Pengelola Barang, DJKN, dan DJA tidak memiliki
pemahaman yang sama mengenai pentingnya perencanaan kebutuhan yang

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 15


tepat dalam praktik pengelolaan APBN pada umumnya dan pengelolaan BMN
pada khususnya. Untuk itu, setiap pihak wajib memiliki paradigma yang sama
sehingga kedepannya proses perencaan kebutuhan dan penganggaran ini dapat
berjalan dengan baik sebagaimana idealnya.

2.2.2. Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah


Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah disusun dengan
memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta
ketersediaan barang milik daerah yang ada pada Pengelola Barang dan/atau
Pengguna Barang serta harus dapar mencerminkan kebutuhan riil barang milik
daerah pada SKPD sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan RKBMD.
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setiap tahun
setelah rencana kerja (Renja) SKPD ditetapkan yang merupakan salah satu
dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru
(new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan
anggaran.
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah meliputi:
(1) perencanaan pengadaan barang milik daerah dituangkan dalam dokumen
RKBMD Pengadaan;
(2) perencanaan pemeliharaan barang milik daerah, dituangkan dalam
dokumen RKBMD Pemeliharaan;
(3) perencanaan pemanfaatan barang milik daerah, dituangkan dalam
dokumen RKBMD Pemanfaatan;
(4) perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah, dituangkan dalam
dokumen RKBMD Pemindahtanganan; dan
(5) perencanaan penghapusan barang milik daerah, dituangkan dalam
dokumen RKBMD Penghapusan.
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah mengacu pada Rencana
Kerja SKPD, berpedoman pada :
a. standar barang; spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan
penghitungan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan
kebutuhan.
b. standar kebutuhan; satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan
perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik daerah dalam
perencanaan kebutuhan barang milik daerah pada SKPD dan/atau

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 16


c. standar harga; besaran harga yang ditetapkan sebagai acuan pengadaan
barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan.
Tahap dalam Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah adalah
sebagai berikut :
(1) Pengguna Barang menghimpun usulan RKBMD yang diajukan oleh Kuasa
Pengguna Barang yang berada di lingkungan SKPD yang dipimpinnya.
(2) Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD kepada Pengelola
Barang.
(3) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD bersama
Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna
Barang dan/atau Pengelola Barang.
(4) Data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang, antara
lain :
a. laporan Daftar Barang Pengguna bulanan;
b. laporan Daftar Barang Pengguna semesteran;
c. laporan Daftar Barang Pengguna tahunan;
d. laporan Daftar Barang Pengelola bulanan;
e. laporan Daftar Barang Pengelola semesteran;
f. laporan Daftar Barang Pengelola tahunan;
g. laporan Daftar Barang milik daerah semesteran; dan
h. laporan Daftar Barang milik daerah tahunan.
(5) Pengelola Barang dalam melakukan penelaahan dibantu Pejabat
Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola.
(6) Pejabat Penatausahaan Barang merupakan anggota Tim Anggaran
Pemerintah Daerah.
(7) Hasil penelaahan merupakan dasar penyusunan RKBMD.
(8) Penetapan RKBMD oleh Pengelola Barang.
(9) RKBMD yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang digunakan oleh
Pengguna Barang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
SKPD.
Dengan kondisi sumber keuangan daerah yang terbatas, maka alokasi
anggaran untuk membiayai setiap belanja daerah harus didasarkan pada
kebutuhan dan prioritas kebutuhan, salah satunya adalah Belanja Modal.
Didalam APBD, alokasi Belanja Modal biasanya jumlahnya cukup signifikan. Hal
ini disebabkan karena dalam setiap program dan kegiatan SKPD sudah barang

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 17


tentu membutuhkan barang-barang modal, seperti : Tanah, Komputer, Bangunan
Kantor, Kendaraan, dan lain-lain. Sesuai dengan namanya, belanja modal pada
hakikatnya adalah belanja untuk memenuhi kebutuhan dalam bentuk barang
modal atau yang lazim disebut aset. Tujuan pemenuhan kebutuhan barang
modal ini secara garis besar adalah : 1) untuk memenuhi kebutuhan penyediaan
barang publik (Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial) dan 2) untuk memenuhi
kebutuhan sarana dan prasarana operasional aparatur. Dalam bahasa hukum
pemerintahan daerah, barang modal atau asset ini disebut sebagai Barang Milik
Daerah
Dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyebutkan bahwa
perencanaan kebutuhan barang milik Negara/Daerah disusun dengan
memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah serta ketersediaan barang
milik Negara/Daerah yang ada.
Berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, maka
dalam penyusunan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah
(RKPBMD) juga harus direncanakan tindakan/kebijakan yang akan dilakukan
terhadap barang-barang yang sudah rusak ringan, sedang dan berat (tidak
dioperasionalkan lagi), apakah akan dipindahtangankan, dikerjasamakan dengan
pihak lain atau dihapuskan, sehingga proses pengelolaan barang milik daerah
betul-betul merupakan sebuah siklus yang berkelanjutan.
Untuk barang yang dalam kondisi rusak ringan rencana kebutuhan
pemeliharaannya disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja perangkat daerah dengan
memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian.
Yang dimaksud dengan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada
adalah barang baik yang ada di pengelola barang maupun pengguna barang dan
berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan (standar sarana dan
prasarana), dan standar harga.
Proses perencanaan yang baik dengan sendirinya akan berdampak baik
pula pada proses pengelolaan secara keseluruhan, sementara perencanaan
yang tidak tepat sudah pasti akan berdampak tidak baik pada proses
pengelolaan selanjutnya, karena perencanaan kebutuhan merupakan langkah

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 18


awal pengelolaan BMN/D yang berperan penting dan berpengaruh besar
terhadap siklus pengelolaan BMN/D tahap berikutnya.

2.3. LangkahLangkah Penyusunan RKBMN/D yang Efektif


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dalam pasal 13 dan 14 telah mengamanatkan bahwa
perencanaan dan pengendalian pembangunan serta penyediaan sarana dan
prasarana umum adalah menjadi tugas dan kewenangan pemerintah daerah.
Dalam pasal 152 dijelaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah
didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Berpedoman pada Undang-Undang tersebut
Pemerintah Daerah diwajibkan menyusun perencanaan yang efektif, beberapa
langkah yang dapat dilaksanakan dalam penyusunan RKBMD yang efektif antara
lain :
1. Mempedomani standar yang berlaku
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah/Negara telah diatur bahwa ada 3 standar yang harus
dipedomani dalam menyusun RKBMN/D yaitu :
a). Standar Barang;
b). Standar Kebutuhan; dan
b). Standar Harga
2. Inventarisis barang yang ada
Dalam rangka efisiensi, maka perlu diperhatikan kondisi ketersediaan barang
yang ada. Jika suatu barang masih tersedia dalam kondisi baik, layak serta
masih ekonomis untuk dioperasionalkan, maka pengadaan baru tidak perlu
dilakukan. Demikian juga, jika suatu barang masih layak dan ekonomis untuk
dioperasionalkan hanya perlu sedikit perbaikan, maka perencanaan yang
disusun adalah untuk perbaikan / pemeliharaan. Pengadaan baru hanya
diperuntukkan bagi barang sebelumnya belum ada atau belum lengkap.
3. Mengklasifikasikan barang
Dalam menyusun rencana kebutuhan barang perlu dibedakan antara barang
publik dan barang operasional. Barang Publik adalah Barang Milik Daerah
yang digunakan langsung oleh publik dalam bentuk fasilitas umum maupun
fasilitas sosial. Adapun Barang Operasional adalah Barang Milik Daerah
yang digunakan atau dioperasionalkan oleh perangkat daerah guna

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 19


melaksanakan tugas pokok dan fungsi termasuk memberikan pelayanan
publik.
4. Menetapkan tujuan
Menetapkan tujuan dalam perencanaan adalah merupakan hal yang paling
prinsip. Tidak ada perencanaan yang bisa dibuat jika tidak ada tujuan yang
jelas. Ada 2 (dua) hal yang harus menjadi acuan dalam penetapan tujuan,
yaitu:
a. Arah dan kebijakan pembangunan daerah.
Arah dan kebijakan pembangunan sebagaimana terdapat pada
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
yang disusun sekali dalam 5 tahun. memuat Visi, Misi dan Rencana
Strategis. Ketiga hal inilah yang menjadi acuan dalam penentuan tujuan
Rencana Anggaran dan Rencana Kebutuhan Barang.
b. Tugas pokok dan fungsi SKPD
Karena semua tugas dan fungsi pemerintah daerah telah dijabarkan
kedalam tugas pokok dan fungsi SKPD serta uraian tugas masing-
masing unit dalam SKPD, maka sesuai dengan prinsip bottom up
planning, penyusunan program dan kegiatan termasuk kebutuhan
barang dilaksanakan mulai dari unit-unit yang ada di SKPD. Dan
tentunya harus mengacu pada tugas pokok dan fungsinya masing-
masing.
5. Identifikasi kebutuhan
Setelah ditetapkan tujuan, maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi
kebutuhan. Ada 2 (dua) pendekatan yang bisa digunakan yaitu : 1)
Menggunakan pertanyaan 5W + 1H; dan 2) Meramalkan kebutuhan
potensial.

a. Menggunakan pertanyaan 5W + 1H
Pertanyaan 5W+1H ini digunakan untuk menggali semua informasi
mengenai barang yang dibutuhkan, sehingga dalam implementasinya
lebih mudah dan lebih terarah. Pertanyaan tersebut mencakup :
1) WHAT (Apa yang dibutuhkan)
Untuk mengidentifikasi jenis barang yang dibutuhkan secara umum,
misal : Lemari, Kendaraan Minibus, Personal Komputer, dam lain-
lain.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 20


2) WHY (Mengapa dibutuhkan)
Untuk mengidentifikasi alasan kebutuhan. Alasan kebutuhan barang
antara lain disebabkan :
Adanya kebutuhan baru.
Pengganti barang yang sudah rusak atau ketinggalan teknologi.
Melengkapi kekurangan barang yang sudah ada.
Hal diatas mempengaruhi tindak lanjut terhadap barang yang sudah
ada, seperti : Perbaikan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan,
Pemusnahan ataupun Penghapusan.
3) WHERE (Dimana dibutuhkan)
Untuk mengidentifikasi dimana suatu barang dibutuhkan. Lokasi
pengoperasian barang akan mengarahkan kita untuk
mengidentifikasi spesifikasi barang, misalnya kebutuhan kendaraan
dinas untuk daerah yang kondisi jalannya masih kurang baik tentu
spesifikasi kebutuhannya berbeda dengan daerah yang kondisi
jalannya sudah bagus. Lebih jauh lagi, pertanyaan ini juga
menyangkut ketersediaan suku cadang atau teknisi untuk
pemeliharaan barang, karena hal ini akan mempengaruhi efisiensi
dan efektivitas dalam penggunaan barang.
4) WHEN (Kapan dibutuhkan)
Untuk mengidentifikasi kapan suatu barang dibutuhkan sehingga
dapat ditentukan saat yang tepat untuk pengadaannya. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya barang yang menganggur.
Seringkali terjadi barang yang telah dibeli ternyata belum akan
dioperasionalkan tahun itu juga, akibatnya barang tersebut harus
digudangkan untuk sementara waktu menjelang dioperasionalkan.
5) WHO (Siapa yang membutuhkan)
Untuk mengidentifikasi siapa yang akan menggunakan/
mengoperasikan barang. Untuk itu perlu diketahui jenis kebutuhan
menurut subjek pemakainya, antara lain :
Kebutuhan individu/perorangan seperti : Kendaraan perorangan
dinas, laptop, meja kerja dan lain-lain. Barang-barang ini
biasanya dipakai secara perorangan sesuai ketentuan dan
kebijakan yang berlaku dengan persyaratan-persyaratan

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 21


tertentu, seperti : Jabatan, tuntutan pekerjaan, kemampuan
teknis, dan lain-lain.
Kebutuhan banyak orang/kelompok. Kebutuhan ini akan yang
digunakan sekaligus secara bersama-sama seperti : bangunan
kantor, bus kantor, meja rapat, dan lain-lain. Ada pula yang
digunakan perorangan secara bergantian seperti : mesin
absensi, kamera kantor, dan lain-lain.
6) HOW (Bagaimana yang dibutuhkan)
Pertanyaan ini digunakan untuk memperjelas spesifikasi barang
yang dibutuhkan, misalnya : untuk barang sejenis personal
komputer, spesifikasi yang dibutuhkan yaitu :
- Processor : setara core i5.
- HDD : minimal 500 GB
- VGA : minimal 1 GB
- Monitor : XVGA 17
- Kondisi : Baru & Built in.
b. Memprediksi kebutuhan potensial
Kebutuhan potensial adalah kebutuhan yang tidak secara langsung
dapat teridentifikasi akan tetapi dapat diprediksi akan muncul
disebabkan perubahan lingkungan yang mempengaruhi
pelaksanaan program dan kegiatan SKPD, seperti : cuaca,
perkembangan teknologi, kebijakan pemerintah pusat, dan lain
sebagainya.
Contoh : Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang
membebaskan masyarakat dari biaya pengurusan KTP, maka dapat
diprediksi terjadinya peningkatan jumlah pengurusan KTP. Oleh
sebab itu kebutuhan potensial dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Penambahan peralatan komputer untuk perekaman data
penduduk
Penambahan luas ruang tunggu pelayanan
Penambahan bangku tunggu pelayanan.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 22


6. Analisis kebutuhan
Dengan kondisi ketersediaan anggaran yang terbatas dimana tidak semua
kebutuhan barang dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran, maka perlu
penentuan prioritas. Untuk penentuan prioritas ini setiap kebutuhan barang
dianalisis/diukur tingkat kepentingannya dengan menggunakan indikator
yang relevan dan tentunya perlu dibedakan antara barang publik seperti
fasilitas umum dan fasilitas sosial dengan barang operasional. Untuk barang
publik, penilaian kebutuhannya sudah terakomodir dalam penyusunan
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran
Sementara (PPAS) yang bersumber dari hasil Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang). Dalam hal ini SKPD hanya memfasilitasi
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Adapun untuk barang
operasional aparatur dapat digunakan indikator-indikator sebagai berikut
yaitu :
a. Intensitas Penggunaan
Semakin sering barang tersebut digunakan maka akan semakin tinggi
pula tingkat kebutuhan akan barang tersebut. Barang yang intensitas
penggunaan tinggi ini biasanya adalah barang-barang adinistrasi
perkantoran, seperti : personal komputer.
b. Dependensi Barang
Indikator ini berkenaan dengan ketergantungan suatu barang dengan
barang lain. Artinya jika suatu barang x tidak akan bisa berfungsi dengan
baik tanpa adanya barang y, maka tingkat prioritas barang y menjadi
sangat tinggi.
c. Besarnya pengaruh barang terhadap pelaksananaan tupoksi.
Indikator ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengaruh suatu
barang terhadap pencapaian tupoksi SKPD. Artinya jika barang tersebut
tidak ada maka pelaksanaan tupoksi SKPD akan terganggu. contoh :
alat-alat berat pada Dinas PU, mobil pemadam kebakaran.
d. Mendesak
Indikator ini berkaitan dengan tingkat kemendesakkan kebutuhan atas
barang, yang biasanya disebabkan oleh perubahan situasi yang sangat
cepat, seperti : bencana alam, perubahan kebijakan, dan lain-lain.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 23


Penilaian tersebut kita lakukan dengan menggunakan skala likert dimana
masing-masing indikator diberikan score penilaian skala 1 s/d 5, sebagai
berikut :

Score Kriteria
1 Sangat rendah
2 Rendah
3 Sedang
4 Tinggi
5 Sangat tinggi

Total score dari semua indikator ini kita simpulkan dalam proriotas sebagai
berikut :
Total Kriteria
Score Rendah
4-9 Rendah
10 15 Sedang
16 -20 Tinggi

Selanjutnya dapat kita contohkan daftar penilaian kebutuhan sebagai mana


lampiran 1 makalah ini.
Hasil penentuan prioritas kebutuhan sebagaimana dicontohkan dalam
lampiran ini, dikompilasi dari tiap-tiap unit dalam SKPD untuk kemudian
dituangkan kedalam Daftar Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah
(RKBMD) yang disusun secara berurutan sesuai tingkat kepentingan/
prioritas sebagaimana yang tertera pada kolom 9.
Barang-barang yang kondisinya rusak ringan dan rusak berat yang masih
layak untuk diperbaiki sebagaimana pada kolom 6 dan 7 nantinya
ditambahkan kedalam Daftar Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang
Unit (RKPBU). Sedangkan barang yang sudah rusak berat dan tidak layak
diperbaiki lagi nantinya dimasukkan ke dalam daftar rencana barang yang
akan dihapuskan.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 24


7. Kembangkan alternatif selain pengadaan.
Kebutuhan barang milik daerah tidak selamanya dipenuhi melalui cara
pengadaan. Ada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat temporer dan tidak
harus dimiliki oleh SKPD. Untuk hal tersebut SKPD dapat menggunakan
alternatif-alternatif seperti : Sewa kepada provider, pinjam antar SKPD,
pinjam pakai dengan instansi vertikal, dan lain-lain sejenisnya.
Berdasarkan hasil inventarisasi barang sebagaimana yang dijelaskan pada
poin (2) diatas, kita dapat mengetahui mana barang milik daerah yang sudah
tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok SKPD. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
- Tidak sesuai lagi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
- Penggunaan teknologi baru.
- Kapasitas yang berlebih.

Untuk hal tersebut dapat dikembangkan alternatif-alternatif sebagaimana


yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain :
a. Pemanfaatan.
Sewa
Kerjasama pemanfaatan
Bangun Guna Serah / Bangun Serah Guna, untuk barang milik daerah
berupa tanah.
b. Pemindahtanganan.
Penjualan
Tukar Guling
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

8. Proses perencanaan aset hendaknya menyesuaikan prospektif permintaan


aset dengan profil penawaran aset, sebagaimana digambarkan pada
diagram dibawah ini.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 25


Gambar 1. Proses Pengembangan Strategi Aset

Sumber: Australian National Audit Office Asset Management Series Handbook,


1996

Diagram di atas mengilustrasikan 4 tahap pendekatan :


1. Menentukan Kebutuhan Aset
Dengan menyertakan perencanaan aset ke dalam kerangka perencanaan
strategis, implikasi jangka panjang dari pengambilan keputusan pada tingkat
corporate (corporate level) terhadap aset dapat diidentifikasi dan respon yang
memadai dapat disusun.
Alasan utama untuk membuat/mengadakan, mengoperasikan, dan
memelihara aset bagi organisasi sektor publik adalah untuk mendukung
penyediaan pelayanan. Untuk memastikan bahwa hal itu terwujud, sebagai
langkah pertama, organisasi harus menyusun/mengembangkan strategi
penyediaan pelayanan yang :
menjelaskan ruang lingkup, standar, dan tingkat pelayanan yang akan
diberikan
menilai metode pemberian pelayanan tersebut
mengidentifikasi sumber daya, termasuk aset, yang dibutuhkan untuk
menyediakan pelayanan;
menentukan, apabila mungkin, metode pencatatan permintaan pelayanan.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 26


Ketika mengidentifikasi kebutuhan sumber daya, organisasi harus
mempertimbangkan solusi nonaset. Berikut ini adalah solusi-solusi yang akan
mengeliminasi, mengurangi, atau membatasi kebutuhan organisasi untuk
memiliki aset baru, antara lain:
Desain ulang terhadap pelayanan
Meningkatkan penggunaan atas aset-aset yang ada (existing asset)
Menggunakan/melibatkan sektor privat.
Dengan mendefinisikan pelayanan yang akan diberikan, dan setelah
mempertimbangkan solusi-solusi non-aset, maka pelayanan-pelayanan yang
memerlukan dukungan aset dapat diidentifikasi. Selain itu, dalam
menganalisis solusi-solusi non-aset organisasi harus mempertimbangkan
durasi organisasi dan antisipasi perkembangan organisasi di masa depan.

2. Mengevaluasi Aset-Aset yang Telah Ada


Aset harus dievaluasi dalam hal:
Kondisi fisiknya
Fungsionalitasnya
Penghematannya dan
Kinerja finansialnya.
Efektivitas dari aset-aset yang ada dalam mendukung penyediaan pelayanan
juga harus ditentukan. Proses ini menganggap standar kondisi dan kinerja
yang memadai disusun untuk aset. Gambar berikut ini adalah proses
pemantauan (monitoring) kinerja Hasil dari evaluasi harus disertakan dalam
laporan kinerja yang terintegrasi.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 27


Gambar 2. Proses Pemantauan (monitoring) kinerja

Sumber: Australian National Audit Office, Asset Management Handbook, 1996


3. Membandingkan antara Permintaan dan Penawaran
Perencanaan pada tingkat strategis (strategic level) akan memberikan
perbandingan antara aset-aset yang dibutuhkan untuk penyediaan pelayanan
dan aset-aset yang saat ini tersedia dan/atau sedang dilakukan pengadaan.
Dalam hal ini organisasi mampu mengidentifikasi:
Aset-aset yang ada yang masih diperlukan dan masih mampu (capable)
mendukung penyediaan pelayanan
Aset-aset yang ada yang masih dibutuhkan tetapi berada di bawah
standar dan memerlukan perbaikan guna memenuhi kebutuhan
penyediaan pelayanan
Aset-aset yang berlebih (surplus) untuk penyediaan pelayanan dan dapat
dihapuskan dan
Aset-aset yang harus dihapuskan untuk memenuhi kebutuhan
penyediaan pelayanan.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 28


4. Strategi Manajemen Aset
Dengan melakukan evaluasi atas biaya siklus hidup, manfaat, dan risiko
yang terkait dengan masing-masing alternatif, strategi akan mengidentifikasi
pendekatan yang paling memadai untuk memenuhi kebutuhan pemberian
pelayanan.
Rencana pengadaan, yang menjelaskan aset- aset yang dibutuhkan atau
diganti dalam periode perencanaan dan yang menyusun sumber dan
biaya pendanaan untuk pengadaan.
Rencana operasional menjelaskan kebijakan penggunaan aset yang telah
ada dan mungkin mencakup hal-hal seperti jam operasi, pemakaian,
keamanan, manajemen energi dan pembersihan.
Rencana pemeliharaan menyusun standar atas aset-aset yang akan
dipelihara, bagaimana standar akan dicapai, dan bagaimana pelayanan
pemeliharaan akan diberikan.
Rencana penghapusan akan menjelaskan seluruh aset yang akan
dihapuskan dalam periode perencanaan, metode penghapusan yang
dipilih dan hasil yang diharapkan dari peghapusan.

2.3. Permasalahan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Barang


Milik Negara/Daerah
2.3.1. Barang Milik Negara Kementerian/Lembaga
Regulasi terkait pengelolaan Barang Milik Negara sudah diatur secara
jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
137 Tahun 2014 Tentang Penggolongan Dan Kodefikasi Barang Milik Negara
serta regulasi maupun kebijakan yang diatur oleh Menteri Keuangan sebagai
Pengelola Barang Milik Negara, yang merupakan turunan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan
peraturan teknis mengenai perencanaan yaitu Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.
Beberapa permasalahan yang seringkali timbul dalam perancanaan kebutuhan
barang milik Negara, adalah :

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 29


1. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan Barang yang
dibutuhkan oleh instansi atau bahkan masyarakat karena memang tidak ada
ada partisipasi atau melibatkan masyarakat, karena hanya beberapa elit itu
pun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.
2. Pada saat membuat perencanaan/penganggaran tidak terpikirkan biaya
perawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD.
3. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan
atau diremajakan, misalnya kendaraan dinas roda empat/dua, perangkat
komputer, meube Gedung/Aula/Kantor/rumah dinas masih layak huni (rusak
ringan) diusulkan untuk direnovasi/direhabilitasi
4. Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga atau Renstra SKPD tidak
berorientasi kepada Standard Pelayanan Minimal (SPM).
5. Penyusunan rencana kebutuhan barang tidak didasarkan database BMN/D
yang akurat sehingga masih banyak Satker K/L/D/I dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan
dikatagorikan disclaimer.

Kondisi yang mungkin menjadi penyebab atas kegagalan perencanaan BMN


tersebut antara lain :

1) Pencatataan atas jumlah, nilai, status dan kondisi barang masih kurang
akurat.
Pada kementerian/ Lembaga, informasi mengenai jumlah, nilai, status, dan
kondisi BMN telah dituangkan dalam sebuah sistem inormasi yang disebut
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-
BMN), dan penanggungjawab pencatatan dan inventarisasi BMN tersebut
adalah Kuasa Pengguna Barang, yang dalam hai ini adalah Kepala Kantor
dalam lingkungan Kementerian/ Lembaga (Pasal 7 ayat (2)c. PMK Nomor
150/PMK.06/2014).
Dalam penyusunan RKBMN untuk pengadaan BMN, Pengguna Barang/
Kuasa Pengguna Barang harus memperhatikan ketersediaan BMN yang
ada, dan penyusunan RKBMN untuk pemeliharaan BMN, Pengguna Barang/
Kuasa Pengguna Barang harus memperhatikan daftar barang yang memuat
informasi mengenai status barang dan kondisi barang (Pasal 8 ayat (1) dan
(2) PMK Nomor 150/PMK.06/2014). Namun pada kenyataan, masih banyak
pencatatan atas jumlah, nilai, status dan kondisi BMN yang masih kurang

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 30


akurat, sehingga RKBMN yang disusun pun belum menggambarkan
kebutuhan BMN yang sesungguhnya.
2) Belum optimalnya mekanisme kontrol terhadap RKBMN yang diajukan.
Proses perencanaan kebutuhan selama ini dirumuskan sendiri oleh
Pengguna Barang (dalam hal ini adalah Kementerian/Lembaga masing-
masing), sementara persetujuan penganggaran dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan. Sebagaimana
dijelaskan di atas, dalam proses perencanaan kebutuhan, selama ini
DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk menyentuhnya.
Implikasinya, tidak ada mekanisme kontrol yang memadai terhadap
Kementerian/Lembaga dalam merumuskan barang apa saja yang
memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi
demikian bisa berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan
kebutuhan yang dirumuskan sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu.
Ujung-ujungnya, jika kemudian rencana kebutuhan ini dianggarkan,
realisasinya menjadi sulit untuk diterapkan_sebagai akibat dari tidak
direncanakan dengan matang; atau kalaupun terealisasi, akan berakibat
pada terjadinya redundansi barang di kemudian hari. Hal ini tentu saja
akan berdampak pada terjadinya inefektivitas, inefisiensi, dan tidak
optimalnya pengelolaan BMN.

3) Ketentuan yang tidak konsisten antara peraturan yang satu dengan yang
lain.
Dalam sebuah institusi pemerintah, peraturan menjadi dasar yang sangat
penting dalam melaksanakan sebuah tindakan atau kegiatan, sehingga
aturan yang konsiten dan stabil sangatlah diperlukan. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa aturan tersebut dapat berubah-ubah seiring dengan
perkembangan kondisi, kemajuan teknologi, serta perkemban sistem
informasi.
Permasalahan akan timbul jika ketentuan yang mengatur hal yang sama
antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya berbeda,
sebagai contoh dalam PP No.27 Tahun 2014 Pasal 9 ayat (4) disebutkan
bahwa Perencanaan Kebutuhan kecuali untuk Penghapusan,
berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan; dan/atau standar
harga. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 31


150/PMK.06/2014, perencanaan kebutuhan BMN berpedoman pada
rensta K/L, standar barang, standar kebutuhan

Kementerian/Lembaga masing-masing, sementara persetujuan


penganggaran dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian
Keuangan. Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam proses perencanaan
kebutuhan, selama ini DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk
menyentuhnya. Implikasinya, tidak ada mekanisme kontrol yang memadai
terhadap Kementerian/Lembaga dalam merumuskan barang apa saja yang
memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi demikian bisa
berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan yang
dirumuskan sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika
kemudian rencana kebutuhan ini dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk
diterapkan sebagai akibat dari tidak direncanakan dengan matang; atau
kalaupun terealisasi, akan berakibat pada terjadinya duplikasi barang di
kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada terjadinya inefektivitas,
inefisiensi, dan tidak optimalnya pengelolaan BMN.
Atas dasar itu lah sudah seharusnya DJKN diberi kewenangan untuk
masuk ke ranah perumusan perencanaan kebutuhan BMN yang selama ini
menjadi otorisasi penuh Kementerian/Lembaga, guna mendukung terjadinya
integrasi antara proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran itu.
Harapannya jelas, rencana kebutuhan dirumuskan dengan benar dan tepat
sesuai dengan apa yang nyata-nyata dibutuhkan dan penganggaran dilakukan
sesuai dengan rencana kebutuhan itu.

Seandainya ke depan DJKN dilibatkan dalam proses perumusan rencana


kebutuhan Kementerian/Lembaga, setidaknya ada beberapa prasyarat agar
integrasi perencanaan kebutuhan dan penganggaran itu dapat dilakukan
sebagaimana mestinya. Beberapa prasyarat itu antara lain:

1. Peraturan yang memadai


Sebagaimana mekanisme baku pada praktik kepemerintahan pada umumnya,
setiap penambahan alur birokrasi sudah pasti membutuhkan dasar hukum yang
memadai. Dasar hukum itu tidak hanya berisi landasan dilakukannya mekanisme
birokrasi yang baru tersebut, tetapi juga menjadi pedoman/petunjuk bagaimana
proses birokrasi itu dilakukan.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 32


Ke depan, jika memang DJKN bisa berperan dalam perumusan kebutuhan
Kementerian/Lembaga dalam perumusan perencanaan kebutuhan itu, tentu
dibutuhkan peraturan yang memadai sebagai landasan sekaligus petunjuk
bertindak.
Peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi, tidak tumpang tindih dengan peraturan lain yang satu level,
mampu mengakomodasi kebutuhan akan peraturan, serta bisa teraplikasikan
dalam praktik. Selain itu, penambahan mekanisme birokrasi yang baru nanti
sebisa mungkin diharapkan tidak memperlambat proses penyusunan RKA-K/L
sehingga tidak kontraproduktif terhadap siklus APBN secara keseluruhan.

2. Database BMN yang andal

Untuk merumuskan apakah benar Kementerian/Lembaga membutuhkan atau


tidaknya suatu BMN, tentu dibutuhkan database BMN yang andal. Saat ini, DJKN
sudah memiliki Modul Kekayaan Negara, sementara setiap K/L sudah memiliki
SIMAK-BMN. Database BMN tersebut harus terus di-update agar data yang
dihasilkan di dalamnya sesuai dengan kondisi BMN yang sebenarnya. Tanpa
database yang andal, pelaksanaan integrasi perencanaan kebutuhan dang
penganggaran sudah pasti tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3. Kerjasama yang sinergi antara Kementerian/Lembaga, DJKN, dan DJA

Pada akhirnya kesemua proses ini tidak akan berjalan jika


Kementerian/Lembaga, DJKN, dan DJA tidak memiliki pemahaman yang sama
mengenai pentingnya perencanaan kebutuhan yang tepat dalam praktik
pengelolaan APBN pada umumnya dan pengelolaan BMN pada khususnya.
Untuk itu, setiap pihak wajib memiliki paradigma yang sama sehingga
kedepannya proses integrasi perencaan kebutuhan dan penganggaran ini dapat
berjalan dengan baik sebagaimana idealnya. Paradigma yang dibutuhkan itu
adalah kesadaran moral yang sama bahwa tujuan jangka panjang dari
pengelolaan APBN dan pengelolaan BMN itu adalah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Tanpa paradigma seperti itu, sebaik apapun peraturan
mengakomodasinya, serangkaian proses itu tidak akan berjalan sebagaimana
mestinya.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 33


Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014
Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara kini sudah dapat
mengantisipasi permasalahan tesebut, yakni dalam Pasal 14 disampaikan bahwa
penelitian atas Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMN) yang
disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang harus
mengikutsertakan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) pada
Kementerian/lembaga bersangkutan untuk melakukan reviu terhadap kebenaran
dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan
ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN, sehingga diharapkan pengelolaan
Barang Milik Negara dalam tahap perencanaan dan penganggaran menjadi
efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan riil instansi tersebut dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga tersebut.
Berikutnya, hal lain yang menjadi perhatian adalah mengenai Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan
Barang Milik Negara dalam Pasal 14 menyebutkan bahwa Rencana Kebutuhan
Barang Milik Negara harus disampaikan oleh Pengguna Barang sebelum bulan
Januari tahun anggaran sebelumnya, maka perencanaan kebutuhan barang
yang disusun adalah kebutuhan yang akan dilakukan pengadaannya pada dua
tahun anggaran berikutnya. Konsekuensinya adalah semua
kementerian/lembaga harus bisa memprediksi kebutuhan-kebutuhan apa saja
yang diperlukan yang baru akan diadakan untuk dua tahun kedepan. Ilustrasinya
sebagai berikut, sebuah kementerian/lembaga sebagai pengguna barang harus
menyampaikan RKBMN kementerian/lembaga kepada pengelola barang yang
disampaikan melalui Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan
untuk Tahun Anggaran 2015 selambat-lambatnya bulan Januari Tahun 2014,
maka periode penyusunan RKBMN oleh Kuasa Pengguna Barang adalah
sebelum tahun 2013 berakhir. Permasalahan yang terjadi, adalah seringkali
penyusunan rencana kebutuhan kurang mempertimbangkan aspek
perkembangan teknologi yang berlangsung sangat cepat. Dikhawatirkan saat
perencanaan kebutuhan barang tersebut direalisasikan, akan tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Ditambah lagi dengan belum diatur mengenai
sanksi keterlambatan penyampaian RKBMN kepada pengelola barang yang
menjadi indikator kinerja masing-masing pengguna barang.
Untuk studi kasus di Balai Taman Nasional Berbak, Perencanaan Barang
Milik Negara baru mulai melibatkan masukan dari masing-masing bidang pada

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 34


tahun 2014, sebelum penyusunan anggaran pada satu tahun sebelumnya maka
sudah diberikan form terkait kebutuhan BMN masing-masing bidang dan dengan
dicocokan pada laporan kondisi barang. Ini akan menjadi dasar untuk bagian
perencanaan dalam menyusun rencana kebutuhan BMN. Sayangnya
perencaaan ini masih belum mengacu pada PMK No. 150/PMK.06/2014 tentang
Perencanaan Barang Milik Negara dimana pada lampiran PMK No.
150/PMK.06/2014 terdapat form RKBMN

Keadaan yang diinginkan terkait perencanaan Barang Milik Negara

Di dalam pengelolaan barang milik negara terdapat dua kewenangan, yaitu


menteri keuangan sebagai pengelola barang dan menteri/ketua lembaga sebagai
pengguna barang. Terkait dengan perencanaan kebutuhan BMN kewenangan
pengguna barang yaitu:
1. melakukan penelitian atas rencana kebutuhan BMN yang disampaikan
oleh Kuasa Pengguna Barang;
2. menyampaikan Rencana Kebutuhan BMN kepada Pengelola Barang
3. memberikan penjelasan, klarifikasi, dan/atau keterangan lain yang
diperlukan oleh Pengelola barang terkait dengan Rencana Kebutuhan
BMN yang diusulkan;
4. menandatangani Hasil Penelahaan Rencana Kebutuhan BMN
5. menandatangani Perubahan hasil Penelaahan Rencana Kebutuhan
BMN.

Sedangkan tanggung jawab Pengguna Barang terkait perencanaan


kebutuhan BMN yaitu (a) kebenaran dan kelengkapan dari usulan Rencana
Kebutuhan BMN (RKBMN) yang disampaikannya, dan (b) kepatuhan terhadap
penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN.
Selanjutnya Kuasa Pengguna Barang (KPB) adalah kepala satuan kerja
atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang
yang ada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Terkait dengan
perencanaan kebutuhan BMN maka KPB berwenang dan bertanggung jawab
mengajukan RKBMN untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya.
Dalam rangka mewujudkan efisiensi, efektifitas dan optimalisasi
perencanaan kebutuhan BMN yang mencerminkan kebutuhan riil BMN pada
kementerian/lembaga maka diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 35


150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Barang Milik Negara. Penyusunan dan
penelahaan RKBMN dilaksanakan secara bertahap mulai tahun anggaran 2017.
Selanjutnya berdasarkan PP No. 27 Tahun 2017 lingkup perencanaan kebutuhan
BMN meliputi lima lingkup, terkait perencanaan pengadaan BMN objek
perencanaannya terdiri atas (1) tanah dan/atau bangunan, (2) selain tanah
dan/atau bangunan yang telah tersedia Standar Barang dan Standar Kebutuhan
(SBSK)-nya, sedangkan untuk perencanaan kebutuhan BMN pemeliharaan BMN
meliputi (1) tanah dan/atau bangunan, (2) alat angkutan bermotor, dan (3) BMN
selain angka 1 dan 2 dengan nilai perolehan per satuan paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Perencanaan Kebutuhan BMN merupakan salah satu dasar bagi
kementerian/lembaga dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan
baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja
dan anggaran yang dilakukan setiap tahun.
Kedepannya diharapkan kementerian Keuangan sebagai pengelola
barang milik daerah mampu mempertimbangkan permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam rangka merumuskan solusi untuk menciptakan pengelolaan
Barang Milik Negara yang baik.

2.3.2. Barang Milik Daerah


Pengelolaan Barang Milik Daerah merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan
turunannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan telah diubah
menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Seluruh kegiatan siklus pengelolaan
Barang Milik Daerah dari mulai perencanaan kebutuhan dan penganggaran
hingga pengawasan dan pengendalian merujuk pada peraturan ini. Karena
Permendagri Nomo 19 Tahun 2016 baru ditetapkan tanggal 11 April 2016 dan
belum adanya sosialisasi tentang Permendagri tersebut, sehingga hal ini
menyebabkan kesulitan dari beberapa pemerintah daerah dalam menerapkan
pengelolaan BMD dikarenakan ketidakseragaman prosedur yang dilaksanakan
yang tidak diatur dalam aturan karena masih menggunakan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 36


Barang Milik Daerah. Di beberapa Pemerintah Daerah, dibuat kebijakan/sisdur
pengelolaan BMD untuk mengakomodir kebutuhan regulasi mengenai tata cara
perencanaan dan penganggaran, penatausahaan hingga pelaporan Barang Milik
Daerah. Perbedaan masing-masing kebijakan yang diterapkan di masing-masing
daerah berimplikasi pada pemeriksaan oleh auditor atas manajemen aset di
daerah, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tersebut dijadikan
dasar/kriteria dalam pemeriksaan. Tidak semua pemerintah daerah memiliki
penafsiran yang sama atas apa yang dimaksudkan dalam permendagri 17 Tahun
2007, sehingga terkadang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah
sebagai sisdur atau aturan teknis pelaksanaan dalam siklus pengelolaan BMD
ada yang kurang sesuai atau tidak sejalan dengan maksud yang diinginkan
sebenarnya.
Beberapa permasalahan yang seringkali timbul dalam perencanaan kebutuhan
barang yaitu:
1. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan Barang yang
dibutuhkan oleh instansi atau bahkan masyarakat karena memang tidak ada
ada partisipasi atau melibatkan masyarakat, karena hanya beberapa elit itu
pun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.
2. Pada saat membuat perencanaan/penganggaran tidak terpikirkan biaya
perawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD.
3. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan
atau diremajakan, misalnya kendaraan dinas roda empat/dua, perangkat
komputer, meube Gedung/Aula/Kantor/rumah dinas masih layak huni (rusak
ringan) diusulkan untuk direnovasi/direhabilitasi.
4. Belum jelasnya kapan seharusnya masing-masing satuan kerja mulai
menyusun perencanaan kebutuhan barang dan kebutuhan pemeliharaan
(RKBMD). Atas permasalahan ini ada pemerintah daerah yang membuat
kebijakan bahwa perencanaan kebutuhan barang dan kebutuhan
pemeliharaan selambat-lambatnya sebelum pengajuan Rencana Kerja dan
Anggaran oleh masing-masing satuan kerja daerah. Permasalahannya
adalah perencanaan atas kebutuhan barang dan pemeliharaan yang disusun
tidak lagi didasarkan pada standar Kebutuhan, standar harga dan standar
barang, namun berdasarkan pagu anggaran sementara (PPAS). Akibatnya
standar yang dipersyaratkan tidak terpenuhi dan akan berpengaruh pada

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 37


sarana dan prasarana penunjang terlaksananya tujuan pokok dan fungsi dari
Satuan Kerja di Pemerintah Daerah.
5. Harga satuan antar SKPD sangat bervariasi untuk barang sejenis.
6. Penentuan jumlah yang harus diadakan tidak berdasarkan proses penentuan
yang fair dan reassonable.
7. Penentuan barang dan jumlah barang yang diadakan tidak dikorelasikan
dengan jumlah sumber daya (seperti SDM) yang ada.
8. Tidak adanya korelasi antara RKA-SKPD, RDKBMD, RKPBMD, Daftar
Rencana Tahunan Barang dan Daftar Kebutuha BMD.
Adapun pertimbangan perlunya perencanaan kebutuhan Barang Milik
Daerah adalah :
1) Untuk mengisi kebutuhan barang pada masing-masing SKPD sesuai
besaran organisasi/jumlah pegawaidalam satu organisasi;
2) Adanya barang yang rusak, dihapus, dijual, hilang, mati atau sebab lain yang
dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan penggantian;
3) Untuk menjaga tingkat ketersediaan barang milik daerah bagi setiap tahun
anggaran agar efisien dan efektif.
5.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Hasfi, N., Martoyo dan Haryono, D., (2013)
yang bertujuan untuk mengetahui kegiatan proses Perencanaan Kebutuhan dan
Penganggaran, Pengadaan, Penerimaan dan penyaluran, Penggunaan,
Penatausahaan, Pengamanan dan Pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan
Barang Milik Daerah yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kabupaten Sintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
pengelolaan barang milik daerah pada DPPKA Kab. Sintang belum sepenuhnya
terlaksana dengan baik. Hal ini meliputi Hal ini meliputi aspek perencanaan
kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyaluran,
penggunaan, penatausahaan, pengamanan dan pemeliharaan, pemanfaatan,
penilaian, dan penghapusan barang milik daerah yang kurang sesuai dengan
kebutuhan organisasi, sehingga menimbulkan inefisiensi dan kemubaziran.
Pengelolaan barang milik daerah oleh DPPKA Kab. Sintang belum sepenuhnya
terlaksana dengan baik dihadapkan beberapa kendala dibidang organisasi,
sumber daya aparatur, aturan dan praktek manajemen pengelolaan barang yang
belumPenelitian yang aturan
sesuai dengan dilakukan
yangoleh
ada.Saraun, F dan Mawikere, L (2015) yang
bertujuan untuk mengetahui apakah perencanaan dan pengadaan Aset/Barang

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 38


Milik Daerah telah terselenggara dengan baik berdasarkan Peraturan Pemerintah
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 serta untuk mengetahui proses
perencanaan dan pengadaan Aset/Barang Milik Daerah pada Pemerintah
Kabupaten Minahasa Utara. Adapun hasil penelitian yang didapat adalah
sebagai berikut : 1. Perencanaan Aset pada Pemkab Minahasa Utara telah
berpedoman pada Permendagri No,or 17 Tahun 2007 dan PP Nomor 27 Tahun
2014; 2. Pengadaan Aset pada Pemkab Minahasa Utara telah berpedoman
pada Permendagri No,or 17 Tahun 2007 dan PP Nomor 27 Tahun 2014;dan 3.
Badan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah masih kurang
berkoordinasi dalam hal Perencanaan dan Pengadaan Aset dengan pihak SKPD
lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Evans Einstein William Tulungen, (2014)
yang bertujuan untuk 1. Menganalisa pelaksanaan pengelolaan aset yang
dilakukan oleh KPU Provinsi Sulawesi Utara dan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi pengelolaan aset di KPU Provinsi Sulawesi Utara. Hasil
penelitian didapat bahwa :
1. Pengamanan dan Pemeliharaan barang milik negara yang terdiri dari item:
Penggunaan Aset barang milik negara, Standar Operational Prosedur (SOP)
Pinjam Pakai terhadap barang milik negara, Gudang untuk penyimpanan
barang milik Negara, daftar pemeliharaan terhadap barang milik Negara dan
Pencatatan Aset. Mempengaruhi pengelolaan management aset di Komisi
Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Utara.
2. Faktor Perencanaan Barang Milik Negara yang terbentuk dari Stock Opname
terhadap Barang Milik Negara, standar biaya umum untuk pengadaan barang
milik Negara, tenaga kualifikasi yang berkompeten dan berpengalaman
dalam rangka pengadaan barang dan jasa, penghapusan barang milik
Negara yang telah dilakukan dan persetujuan penghapusan dari Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara untuk melakukan penghapusan terhadap barang
milik Negara yang sudah tidak layak pakai lagi. Mempengaruhi pengelolaan
management aset di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Utara.
3. Faktor Penatausahaan Barang Milik Negara yang terbentuk dari pengelolaan
aset barang milik Negara, registrasi terhadap seluruh barang milik Negara
yang diperoleh, penggolongan terhadap barang milik Negara yang telah
dilakukan registrasi, pelaporan secara berjenjang terhadap barang milik
Negara serta tidak lanjut atas temuan pengelolaan barang milik Negara.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 39


Mempengaruhi pengelolaan management aset di Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Sulawesi Utara.
4. Faktor Penggunaan Barang Milik Negara terbentuk dari adanya Layanan
Pengadaan Secara Elektornik (LPSE) untuk pengadaan barang dan jasa,
barang dan jasa yang disewakan serta pelelangan terhadap barang dan jasa
yang sudah tidak dipakai lagi. Mempengaruhi pengelolaan management aset
di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Utara.
5. Faktor Bimtek Barang Milik Negara ini terbentuk dari adanya pelaksanaan
bimbingan teknis barang milik Negara bagi pengelola Barang Milik Negara di
lingkungan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum se Provinsi Sulawesi Utara.
Mempengaruhi pengelolaan management aset di Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Sulawesi Utara.
Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan acuan dalam penulisan makalah

ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini sebagai berikut :

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Penulis/ Judul Metode Analisis Hasil


Tahun
1 2 3 4
5
1. Hasfi PENGELOLAAN Metode analisis data Hasil penelitian
BARANG MILIK yang digunakan menunjukkan
Nyemas, dkk DAERAH adalah proses bahwa, pengelolaan
(Suatu Studi Pada penyederhanaan data barang milik daerah
2013. DPPKAD Kab.Sintang). ke dalam bentuk yang pada DPPKA Kab.
lebih mudah dibaca Sintang belum
dan sepenuhnya
diinterpretasikan. terlaksana dengan
Metode analisis yang baik. Hal ini meliputi
digunakan dalam aspek perencanaan
penelitian ini adalah kebutuhan dan
analisis deskriptif penganggaran,
yaitu suatu metode pengadaan,
yang dilakukan penerimaan dan
dengan cara penyaluran,
mengumpulkan, penggunaan,
menyajikan, serta penatausahaan,
menganalisis data pengamanan dan
sehingga diperoleh pemeliharaan,
gambaran yang cukup pemanfaatan,
jelas tentang masalah penilaian, dan
yang dihadapi, penghapusan barang
kemudian ditarik milik
suatu kesimpulan daerah yang kurang

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 40


mengenai Proses sesuai dengan
Pengelolaan Barang kebutuhan organisasi,
Milik Daerah oleh sehingga
Dinas Pendapatan menimbulkan
Pengelolaan inefisiensi dan
Keuangan dan Aset kemubaziran.
Kabupaten Sintang. Pengelolaan barang
milik daerah oleh
DPPKA Kab.
Sintang belum
sepenuhnya
terlaksana dengan
baik dihadapkan
beberapa kendala
dibidang organisasi,
sumber daya
aparatur, aturan dan
praktek manajemen
pengelolaan
barang yang belum
sesuai dengan aturan
yang ada.
1 2 3 4 5

2. Saraun M.A EVALUASI Dalam penelitian ini 1. Perencanaan Aset


PERENCANAAN DAN menggunakan data pada Pemkab
Ferina, dkk PENGADAAN ASET kualitatif yaitu Minahasa Utara
PADA BPKBMD mengenai Profil, telah berpedoman
Jurnal, 014. KAB. MINAHASA Badan pada Permendagri
Pengelolaan Nomor 17 Tahun
MINAHASA UTARA. Keuangan dan Aset 2007.
Milik Daerah,Satuan 2. Pengadaan Aset
Kerja Perangkat pada Pemkab
Daerah (SKPD), Minahasa Utara
Struktur Organisasi, telah berpedoman
dan Informasi tentang pada Permendagri
Perencanaan dan Nomor 17 Tahun
Pengadaan Aset 2007 dan PP Nomor
Daerah untuk 27 Tahun 2017..
mengetahui 3. Hasil penelitian
Pelaksanannya. diketahui bahwa
Badan Pengelolaan
Keuangan Dan
Barang Milik Daerah
Selaku Pembantu
Pengelola masih
kurang
berkoordinasi dalam
hal Perencanaan
Dan Pengadaan
Aset dengan Pihak
SKPD lainnya.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 41


1 2 3 4 5

3. Evans ANALISIS FAKTOR- Penelitian ini 1. Pengamanan dan


Einstein FAKTOR dilakukan dengan Pemeliharaan
Wiliam PENGELOLAAN menggunakan disain barang milik negara
Tulungan/ BARANG MILIK eksploratorik. yang terdiri dari
2014 NEGARA PADA Sampel penelitian ini item: Penggunaan
KOMISI PEMILIHAN yaitu Kuasa Aset barang milik
UMUM PROVINSI Pengguna Barang negara, Standar
SULAWESI UTARA (KPB), Pejabat Operational
Pengadaan Barang Prosedur (SOP)
dan Jasa (PPTk), Pinjam Pakai
Kassubag Umum dan terhadap barang
Logistik, Pegawai milik negara,
pada Bagian Umum Gudang untuk
dan Logistik di 15 penyimpanan
Komisi Pemilihan barang milik
Umum Negara, daftar
Kabupaten/Kota dan 1 pemeliharaan
Provinsi yang terhadap barang
mengelola Barang milik Negara dan
Milik Negara. Pencatatan Aset.
Data primer yang Mempengaruhi
digunakan yaitu pengelolaan
berasal dari hasil management aset di
wawancara. Komisi Pemilihan
Data sekunder yang Umum Provinsi
digunakan dalam Sulawesi Utara.
penelitian ini yaitu 2. Faktor Perencanaan
laporan barang milik Barang Milik Negara
Negara dari masing- yang terbentuk dari
masing satker. Stock Opname
Laporan yang terhadap Barang
dimaksud yaitu Milik Negara,
Laporan Kondisi standar biaya umum
Barang Milik Negara untuk pengadaan
dan Hasil Rekonsiliasi barang milik
dengan Kantor Negara, tenaga
Pelayanan Kekayaan kualifikasi yang
Negara dan Lelang berkompeten dan
(KPKNL). berpengalaman
dalam rangka
pengadaan barang
dan jasa,
penghapusan
barang milik Negara
yang telah
dilakukan dan
persetujuan
penghapusan dari
Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 42


untuk melakukan
penghapusan
terhadap barang
milik Negara yang
sudah tidak layak
pakai lagi.
Mempengaruhi
pengelolaan
management aset di
Komisi Pemilihan
Umum Provinsi
Sulawesi Utara.
3. Faktor
Penatausahaan
Barang Milik Negara
yang terbentuk dari
pengelolaan aset
barang milik
Negara, registrasi
terhadap seluruh
barang milik Negara
yang diperoleh,
penggolongan
terhadap barang
milik Negara yang
telah dilakukan
registrasi, pelaporan
secara berjenjang
terhadap barang
milik Negara serta
tidak lanjut atas
temuan pengelolaan
barang milik
Negara.
Mempengaruhi
pengelolaan
management aset di
Komisi Pemilihan
Umum Provinsi
Sulawesi Utara.
4. Faktor Penggunaan
Barang Milik Negara
terbentuk dari
adanya Layanan
Pengadaan Secara
Elektornik (LPSE)
untuk pengadaan
barang dan jasa,
barang dan jasa
yang disewakan
serta pelelangan
terhadap barang

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 43


dan jasa yang
sudah tidak dipakai
lagi. Mempengaruhi
pengelolaan
management aset di
Komisi Pemilihan
Umum Provinsi
Sulawesi Utara.
5. Faktor Bimtek
Barang Milik Negara
ini terbentuk dari
adanya
pelaksanaan
bimbingan teknis
barang milik Negara
bagi pengelola
Barang Milik Negara
di lingkungan
Sekretariat Komisi
Pemilihan Umum se
Provinsi Sulawesi
Utara.
Mempengaruhi
pengelolaan
management aset di
Komisi Pemilihan
Umum Provinsi
Sulawesi Utara.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 44


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
A. Pengelolaan BMN/BMD berdasarkan Pasal 3 ayat (2) PP Nomor 27 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah bahwa pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah meliputi : Perencanaan Kebutuhan dan
Penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan
Pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan,
Penatausahaan, serta Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian.
B. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 6
tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan
regulasi yang terbaru saat ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Hierarki lebih lanjut,
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan Menteri
Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai
panduan pengelolaan barang milik negara serta Peraturan Menteri Dalam
Negeri sebagai acuan pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri Nomor
17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
dan telah diubah dengan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah).
C. Tahapan perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara (BMN) adalah sebagai
berikut :
1) Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN);
RKBMN adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 5
(lima) tahun. RKBMN disusun oleh KPB, yang selanjutnya diteruskan
kepada Pengguna Barang dan disampaikan kepada Pengelola Barang
untuk mendapatkan persetujuan.
2) Penyusunan Rencana Kebutuhan Tahunan Barang Milik Negara
(RKTBMN);
RKTBMN adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 1
(satu) tahun. Konsep RKTBMN disusun oleh KPB, kemudian disampaikan
kepada Pengguna Barang untuk selanjutnya dimohonkan persetujuan dari
Pengelola Barang.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 45


3) Perubahan rencana pendanan BMN;
Batas waktu penyampaian perubahan perencanaan pengadaan BMN dan
persetujuan Pengelola Barang atas perubahan RKBMN dan RKTBMN
menyesuaikan dengan batas waktu revisi anggaran K/L.
4) Monitoring dan Evaluasi.
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang melakukan monitoring dan
evaluasi realisasi RKTBMN setiap tahun berdasarkan RENJA-K/L, Standar
Barang, Standar Kebutuhan sebagai umpan balik bagi penyusunan
RKTBMN tahun selanjutnya.
D. Tahap dalam Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah adalah sebagai
berikut :
1) Pengguna Barang menghimpun usulan RKBMD yang diajukan oleh Kuasa
Pengguna Barang yang berada di lingkungan SKPD yang dipimpinnya.
2) Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD kepada Pengelola
Barang.
3) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD bersama
Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna
Barang dan/atau Pengelola Barang.
4) Data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang, antara
lain :
a. laporan Daftar Barang Pengguna bulanan;
b. laporan Daftar Barang Pengguna semesteran;
c. laporan Daftar Barang Pengguna tahunan;
d. laporan Daftar Barang Pengelola bulanan;
e. laporan Daftar Barang Pengelola semesteran;
f. laporan Daftar Barang Pengelola tahunan;
g. laporan Daftar Barang milik daerah semesteran; dan
h. laporan Daftar Barang milik daerah tahunan.
5) Pengelola Barang dalam melakukan penelaahan dibantu Pejabat
Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola.
6) Pejabat Penatausahaan Barang merupakan anggota Tim Anggaran
Pemerintah Daerah.
7) Hasil penelaahan merupakan dasar penyusunan RKBMD.
8) Penetapan RKBMD oleh Pengelola Barang.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 46


9) RKBMD yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang digunakan oleh
Pengguna Barang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD.
E. Beberapa permasalahan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Barang Milik Negara/Daerah
1. Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga tidak berorientasi kepada
Standard Pelayanan Minimal (SPM).
2. Penyusunan rencana kebutuhan barang tidak didasarkan database
BMN/D yang akurat sehingga masih banyak Satker K/L/D/I dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh Badan Pemeriksa
Keuangan dikatagorikan disclaimer.
6. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan Barang
yang dibutuhkan oleh instansi atau bahkan masyarakat karena memang
tidak ada ada partisipasi atau melibatkan masyarakat, karena hanya
beberapa elit itu pun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.
7. Pada saat membuat perencanaan/penganggaran tidak terpikirkan biaya
perawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani
APBN/APBD.
8. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan
atau diremajakan, misalnya kendaraan dinas roda empat/dua, perangkat
komputer, meube Gedung/Aula/Kantor/rumah dinas masih layak huni
(rusak ringan) diusulkan untuk direnovasi/direhabilitasi.
9. Belum jelasnya kapan seharusnya masing-masing satuan kerja mulai
menyusun perencanaan kebutuhan barang dan kebutuhan pemeliharaan
(RKBMD). Atas permasalahan ini ada pemerintah daerah yang membuat
kebijakan bahwa perencanaan kebutuhan barang dan kebutuhan
pemeliharaan selambat-lambatnya sebelum pengajuan Rencana Kerja
dan Anggaran oleh masing-masing satuan kerja daerah.
Permasalahannya adalah perencanaan atas kebutuhan barang dan
pemeliharaan yang disusun tidak lagi didasarkan pada standar
Kebutuhan, standar harga dan standar barang, namun berdasarkan pagu
anggaran sementara (PPAS). Akibatnya standar yang dipersyaratkan
tidak terpenuhi dan akan berpengaruh pada sarana dan prasarana
penunjang terlaksananya tujuan pokok dan fungsi dari Satuan Kerja di
Pemerintah Daerah.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 47


10. Harga satuan antar SKPD sangat bervariasi untuk barang sejenis.
11. Penentuan jumlah yang harus diadakan tidak berdasarkan proses
penentuan yang fair dan reassonable.
12. Penentuan barang dan jumlah barang yang diadakan tidak dikorelasikan
dengan jumlah sumber daya (seperti SDM) yang ada.
13. Tidak adanya korelasi antara RKA-SKPD, RDKBMD, RKPBMD, Daftar
Rencana Tahunan Barang dan Daftar Kebutuha BMD.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 48


DAFTAR PUSTAKA

Lubis, AS., (2015), Optimalisasi BMN melalui Perencanaan Kebutuhan BMN


Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan.
Jakarta.

Mardiasmo (2004), Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah Yogyakarta :


Andi Offset.

Nyemas et al. 2013. Pengelolaan Barang Milik daerah Pada Kabupaten Sintang.
Jurnal Tesis PMIS PSIAN. Universitas Tanjungpura. Pontianak. Error!
Hyperlink reference not valid..

Tulungen, E., (2014). Analisis Fakt0r-Faktor Pengelolaan Barang Milik Negara


pada KPU Provinsi Sulawesi Utara. Program Magister Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

_________________, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang


Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

_________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011


tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 tahun
2006 tentang Pedoman Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

_________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007


tentang Pedoman teknis pengelolaan barang milik Daerah

_________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016


tentang Pedoman teknis pengelolaan barang milik Daerah

_________________, Peraturan Menteri Keuangan nomor 96 tahun 2007


tentang Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

________________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226 Tahun 2011


Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.

________________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014


Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.

_______________, Keputusan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 137 Tahun


2014 Tentang Penggolongan Dan Kodefikasi Barang Milik Negara

Terry, George R. 1991. Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta : Bumi Aksara.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 49


Yusuf, M., 2011, 8 Langkah Pengelolaan Aset Daerah Menuju Pengelolaan
Keuangan Daerah Tebaik, Cetakan Kedua, Salemba Empat: Jakarta.

Manajemen Keuangan dan Aset Daerah Page 50

Anda mungkin juga menyukai