Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Tn N datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki dan perut

membesar yang disertai mual, kadang-kadang muntah dan merasa begah setelah

makan dalam beberapa minggu terakhir. Kencing pasien juga menjadi sedikit,

berwarna kuning pekat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema tungkai kanan

dan kiri. Gejala ini mendukung adanya gangguan pada fungsi ginjal. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar ureum 174 dan kadar kreatinin 7,9.

Dari data tersebut dapat ditentukan laju filtrasi glomerulus pasien berdasarkan

rumus Kockcroft-Gault = 7,9 ml/mnt/1,73m2. Nilai laju filtrasi glomerulus (LFG)

kurang dari 15 maka, diklasifikasikan sebagai gagal ginjal kronis stage V. Hasil

LFG dari waktu ke waktu dapat naik atau turun. Diagnosis CKD biasanya baru

bisa dipastikan jika tes-tes yang dilakukan beberapa kali selama tiga bulan

berturut-turut menunjukkan hasil konsisten di bawah normal.16

Pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus sejak tahun 2007. Pasien

mengaku kakinya sering kesemutan dan kebas sehingga pasien seringkali

memakai sepatu boot. Pasien mendapatkan pengobatan anti diabetes oral dari

dokter yaitu Glibenklamid. Pasien mengaku obat diminum secara teratur namun

jarang kontrol ke puskesmas. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering

terjadi pada pasien diabetes melitus.

Etiologi yang menyebabkan CKD pada penderita DM:

1. Hiperglikemia
51
52

Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis

matriks ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantarai oleh aktivasi protein

kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada

vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas

kapiler.Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik

asam amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino

secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang

untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut

sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced

Glycation End Product (AGEs) yang ireversibel.15

2. Glikolisasi Non Enzimatik

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik

asam amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang akan

menghasilkan produk AGEs (Advanced Glycosylation Products). Penimbunan

AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginja dalam jangka panjang akan

merusak membrane basalis dan mesangium yang akhirnya akan merusak seluruh

glomerulus.15

3. Polyolpathyway

Dalam polyolpathway, glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim

aldose reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan peran utama

dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meningkat

maka sorbitol akan meningkat dalam sel ginjal dan akan mengakibatkan
53

kurangnya kadar mioinositol, yang akan mengganggu osmoregulase sel sehingga

sel itu rusak.15

4. Glukotoksisitas

Konsistensi dengan penemuan klinik bahwa hiperglikemia berperan dalam

perkembangan nefropati diabetik studi tentang sel ginjal dan glomerulus yang

disolasi menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan menambah

penimbunan matriks ekstraselular sehingga dapat terjadi nefropati diabetik.27

5. Mikroalbuminuria

Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat

normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam. Tekanan

darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan

membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.27

6. Kelainan glomerulus

Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena tingginya

kadar glukosa, hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan/perubahan

terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel

mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan

berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada

permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya

albuminuria.28

7. Proteinuria

Proteinuria merupakan predictor independent dan kuat dari penurunan

fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif


54

lainnya. Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya

filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang

berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan tubulo-intertisiel

dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat

maka akan terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan

pelepasan sitokin inflamasi seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte

chemotractant protein-I (MCP-1). Factor factor ini akan merubah ekspresi dari

pro-inflamatory dan fibritic cytokines dan infiltrasi sel mononuclear,

menyebabkan kerusakan dari tubulointertisiel dan akhirnya terjadi renal scarring

dan insufisiensi.28

Pasien juga mengeluhkan sesak sejak 1 bulan SMRS dan dirasakan

memberat dalam 1 minggu terakhir. Sesak bersifat hilang timbul, memberat saat

beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Berdasarkan data anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan 3 kriteria mayor

Framingham berupa, peningkatan vena jugularis, gallop bunyi jantung III, dan

kardiomegali yang didapatkan dari chest x-ray dengan CTR > 50%. Adapun

kriteria minor Framingham yang didapatkan pada pasien, antara lain edema

tungkai bilateral, sesak saat beraktivitas, dan efusi pleura. Diagnosis gagal jantung

dapat ditegakkan bila ditemukan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria

mayor dengan dua kriteria minor.


Terdapat hubungan antara gagal jantung dengan gagal ginjal kronis pada

pasien yang disebut sebagai cardiorenal syndrome (CRS). Berdasarkan klasifikasi

oleh Ronco yang tercantum pada tinjauan pustaka. Pasien dengan gagal jantung

kronis dapat menyebabkan gagal ginjal kronis yang diklasifikasikan sebagai CRS
55

tipe II. Pada keadaan normal regulasi hemodinamik dilakukan oleh jantung

sedang regulasi cairan tubuh dan elektrolit dilakukan oleh ginjal. Kedua sistem ini

saling membantu dalam autoregulasi tekanan darah. Bila oleh suatu sebab curah

jantung meningkat/menurun maka volume cairan tubuh akan meningkat/menurun.

Peningkatan/penurunan volume cairan tubuh akan merangsang baroreceptor yang

selanjutnya melalui suatu sistem neurohormonal dapat merangsang ginjal untuk

mengeluarkan atau menahan cairan dan natrium , serta akan merangsang

pembuluh darah untuk melakukan vasodilatasi/vasokonstriksi. Melalui

mekanisme regulasi semacam ini tekanan darah dan volume cairan tubuh serta

sistim hemodinamik dipertahankan dalam batas normal.29


Pada CRS, pompa jantung menjadi lemah (pump failure) dan stroke volume

menurun, akibatnya terjadi kelebihan cairan dalam pembuluh darah (volume

overload). Bila fungsi ginjal masih baik maka ginjal akan membantu dengan

meningkatkan diuresis dan ekskresi natrium. Tetapi pada kondisi klinik ini telah

terjadi juga gangguan fungsi ginjal sehingga mekanisme normal tidak berjalan

sebagai mana mestinya. Akibat proses inflamasi, atherosklerosis atau

mikroangiopati terjadi gangguan keseimbangan neurohormonal dengan akibat

gangguan ekskresi cairan dan elektrolit dengan konsekuensi volume cairan tubuh

bertambah. Muncullah gejala berupa bengkak seperti yang dikeluhkan pasien.

Inilah yang disebut CRS yaitu kondisi klinik pasien dengan sesak nafas yang

bertambah berat dan resisten terhadap pengobatan diuretik.29

Pasien mengeluhkan luka pada kedua kaki yang sulit sembuh sejak 1 bulan

terakhir. Luka awalnya bengkak dan kemerahan yang lama kelamaan semakin

besar, bernanah dan mengeluarkan bau busuk. Riwayat DM sejak tahun 2007.
56

Pasien mengaku kakinya sering kesemutan dan kebas. Dari pemeriksaan fisik,

termasuk dalam klasifikasi Wagner grade III (tukak dalam dengan infeksi).

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang

DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.

Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap

infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor

aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan

kaki diabetes.24

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan kulit, bibir,

telapak tangan dan telapak kaki tampak pucat. Pemeriksaan ini dikonfirmasi

dengan hasil laboratorium Tn. N pada tanggal 18 November 2016 didapatkan Hb

9,7 mg/dl. Adapun kadar MCV 94,1 fl, MCH 29,9 pg. Dari data tersebut dapat

diperkirakan bahwa pasien mengalami anemia normositik normokromik. Anemia

yang ditemukan pada pasien dapat merupakan komplikasi pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis. Faktor-faktor yang berkaitan dengan anemia pada penyakit

ginjal kronik termasuk defisiensi eritropoetin, kehilangan darah, pemendekan

masa hidup sel darah merah, defisiensi vitamin, uremic milieu, defisiensi besi

dan inflamasi.30-33

Defisiensi eritropoetin merupakan penyebab utama anemia pada pasien-

pasien penyakit ginjal kronik.30-33 Para peneliti mengatakan bahwa sel-sel


57

peritubular yang menghasilkan eritropoetin rusak sebagian atau seluruhnya seiring

dengan progresivitas penyakit ginjalnya, sehingga produksi eritropoetin tidak

serendah sesuai dengan derajat anemianya. 31 Donelly mengatakan bahwa

defisiensi eritropoetin relatif pada penyakit ginjal kronik dapat berespon terhadap

penurunan fungsi glomerulus.34 Satu studi mengatakan bahwa untuk

mempertahankan kemampuan untuk meningkatkan kadar eritropoetin dengan cara

tinggal pada daerah yang tinggi.35

Pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko kehilangan

darah oleh karena terjadinya disfungsi platelet. Penyebab utama kehilangan darah

pada pasien-pasien ini adalah dari dialisis, terutama hemodialisis dan nantinya

menyebabkan defisiensi besi juga. Pasien-pasien hemodialisis dapat kehilangan 3-

5 gr besi per tahun. Normalnya, kita kehilangan besi 1-2 mg per hari sehingga

kehilangan besi pada pasien-pasien dialisis 10-20 kali lebih banyak. 30-31 Masa

hidup eritrosit berkurang sekitar sepertiga pasien-pasien hemodialisis.32

Anda mungkin juga menyukai