KEPANITERAAN KOMPREHENSIF
Oleh :
Pembimbing:
dr. Anissa
KEPANITERAAN KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNDIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.SOETRASNO REMBANG
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intra kranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak saat terjadi cedera kepala..
Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga dikelilingi
oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya
untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum
tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi
otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan
terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang
dikenal dengan sebutan epidural hematom.
A. DEFINISI
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporal.
Kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
1. Skin atau kulit
2. Connective tissue atau jaringan penyambung
3. Aponeuresis atau galea aponeurotika
4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
5. Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan
merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala
banyak memiliki pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi
kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan
anak-anak.
Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di regio temporal sangat tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa anterior, fossa
media dan fossa posterior. Fossa anterior adalah tempat lobus frontalis, fossa
media adalah tempat lobus temporalis dan fossa posterior adalah ruang untuk
bagian bawah batang otak dan serebelum.
Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu : dura mater, arakhnoid, dan pia mater.
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh
periosteum yang membungkus dalam calvaria.
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang
kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater
spinalis yang membungkus medulla spinalis
2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba.
3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fossa temporalis (fossa media). Dibawah dura mater terdapat lapisan
kedua dari meningen yang tipis dan tembus pandang disebut selaput arakhnoid.
Lapisan ketiga adalah pia mater yang melekat erat pada permukaan korteks
serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang subarachnoid.
Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri, yaitu
lipatan dura mater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri
kiri terdapat pusat bicara manusia yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga
pada lebih dari 85% orang kidal.
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai
hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik
dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Pada semua orang yang bekerja
dengan tangan kanan dan sebagian besar orang kidal, lobus temporal kiri
bertanggung jawab dalam kemampuan penerimaan rangsang dam integrasi bicara.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus (terletak di
atap ventrikel) dengan kecepatan produksi sebanyak 20ml/jam. CSS mengalir dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, melalui aquaductus
Sylvii menuju ventrikel IV.
Selanjutnya CSS keluar dari sistim ventrikel dan masuk ke dalam ruang
subarachnoid yang berada diseluruh permukaan otak dan medulla spinalis. CSS
akan di reabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang
terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dan menyebabkan
kenaikan tekanan intrakranial (hidrosefalus komunikans pasca trauma).
Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fossa
kranii posterior). Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri
dengan batang otak (pons dan medulla oblongata) dan berjalan melalui celah lebar
tentorium serebeli yang disebut incisura tentorial. Nervus oculomotorius (Nervus
III) berjalan di sepanjang tepi tentorium, dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi
herniasi lobus temporal, umumnya di akibatkan oleh adanya massa supratentorial
atau edema otak. Serabut-serabut parasimpatik yang berfungsi melakukan
konstriksi pupil mata berjalan pada sepanjang permukaan nervus oculomotorius.
Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh penekanan nervus III akan
mengakibatkan dilatasi pupil oleh karena tidak adanya hambatan aktivitas serabut
simpatik.
Fisiologi
Tekanan Intrakranial
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat menyebabkan
kenaikan tekanan intracranial (TIK). Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi
otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK normal pada keadaan
istirahat sebesar 10 mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mmHg, terutama bila
menetap, berhubungan langsung dengan hasil akhir yang buruk.
Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian
dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial harus selalu
konstan. Hal ini jelas karena rongga cranium pada dasarnya merupakan rongga
yang rigid, tidak mungkin mekar. Segera setelah trauma, massa seperti gumpalan
darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam batas normal. Saat
pengaliran CSS dan darah intravascular mencapai titik dekompensasi, TIK secara
cepat akan meningkat.
C. PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
Sumber perdarahan :
Arteri meningea media ( lucid interval : 2 3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.
diploica dan vena diploica
Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan lamina interna
tulang pelipis.
Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)
D. ETIOLOGI
Hematoma epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala saat kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.
Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada
kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur
tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau
vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek
tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara
dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang
berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan
hematoma menjadi massa yang mengisi ruang.
Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya
disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika epidural hematom di sertai dengan cedera
otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan
tanda lainnya menjadi kabur.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.
Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal.
b. CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke
sisi kontralateral.
Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut (60 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.
c. MRI
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang
menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan
duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.
Gambaran MRI Hematoma Epidural.
G. DIAGNOSIS BANDING
a. Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara
dura mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar
dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di
sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya
seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis.
Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan
hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang
hiperdens berbentuk bulan sabit.
b. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-
pembuluh darah di dalamnya.
Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam menunjukkan hematoma subdural dan
panah putih menunjukkan pergeseran garis tengah ke kanan.
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
Dekompresi dengan trepanasi sederhana
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan
intracranial dan meningkakan drainase vena.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc desak ruang supra tentorial
> 10 cc desak ruang infra tentorial
> 5 cc desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara
trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan
perdarahan.
I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada :
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sdr. MZA
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Rembang
Nomor CM : 365776
ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri kepala
Riwayat penyakit sekarang:
1 jam SMRS, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh dari
motor sendiri. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien merasakan
mual (+), muntah (-) dan pusing (+). Riw. pingsan (+), pasien
kemudian dibawa ke RSUD Rembang.
Status generalis
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-), pekak hepar (+) N
Extremitas :
Superior Inferior
INITIAL PLANS
Dx :S:-
Rx :
Head up 300
O2 3 lpm nasal canul
IVFD Ringer Lactate 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV
Inj. Ranitidine 150 mg/12 jam IV
Inj. Tranexamate acid 500 mg/8 jam IV
Inj. Manitol loading 200 cc 125 cc/6 jam IV
Inj. Ondancentron 4 mg (ekstra) IV
Inj. ATS 1 amp IM
Mx : Keadaan umum, tanda vital, GCS, dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Ex :
Menjelaskan kepada keluarga pasien, bahwa pasien kemungkinan
mengalami perdarahan di dalam kepala yang menyebabkan
penurunan kesadaran.
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien memerlukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk mengetahui pasti adanya
perdarahan kepala dan letaknya.
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT-Scan Kepala Tanpa Kontras
o Tampak lesi hiperdens bikonveks pada regio temporo basal sinistra
o Midline struktur tidak tampak bergeser ke kontra lateral
o Grey and white matter diferensiasi baik
o Sulci dan system ventrikel tidak menyempit
o Tidak tampak diskontinuitas patologis/fraktur pada tulang tengkorak
Kesan : Epidural Hematom dengan volume kira-kira 48 cc di lobus fronto-basal
sinistra
DIAGNOSIS
Epidural hematoma regio fronto basal sinistra
INITIAL PLANS
Dx :S:-
O:-
Rx :
Terapi lanjut (idem)
Mondok HND
Rujuk ke Bedah Saraf jika kondisi stabil
Mx : Keadaan umum, tanda vital, GCS, dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Ex :
Menjelaskan kepada keluarga pasien, bahwa pasien mengalami perdarahan
di dalam kepala yang menekan bagian otak sehingga pasien kesadarannya
menurun dan gelisah.
Menjelaskan kepada keluarga pasien, bahwa pasien sementara akan
dirawat di HND dan jika kondisinya stabil akan segera dirujuk ke faskes
yang memiliki Bedah Saraf.
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
Ad sanationam : Dubia
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pada anamnesis mengarah pada adanya cedera kepala karena didapatkan
nyeri kepala, pusing, mual, dan bingung.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik mengarah pada cedera kepala sedang sebab pada
pengukuran Glascow Coma Scale, pasien berusaha membuka mata jika disuruh,
mampu berkomunikasi namun jawaban tidak sesuai pertanyaan, dan mampu
bergerak melokalisir nyeri. Pada kepala didapatkan adanya hematoma pada regio
frontalis, vulnus laseratum regio temporoparietalis dextra (3 x 0,5 x 0,5 cm), dan
hematoma palpebra dextra et sinistra.
Pemeriksaan penunjang
Pada CT-scan kepala tanpa kontras
o Tampak lesi hiperdens bikonveks pada regio temporo basal sinistra
o Midline struktur tidak tampak bergeser ke kontra lateral
o Grey and white matter diferensiasi baik
o Sulci dan system ventrikel tidak menyempit
o Tidak tampak diskontinuitas patologis/fraktur pada tulang tengkorak
Kesan : Epidural Hematom dengan volume kira-kira 48 cc di lobus fronto-basal
sinistra
Terapi
1. Pasien diposisikan head up 300 agar tidak menambah tekanan intra cranial.
2. Pertolongan pertama diberikan obat-obatan:
O2 3 lpm nasal canul
IVFD Ringer Lactate 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV
Inj. Ranitidine 150 mg/12 jam IV
Inj. Tranexamate acid 500 mg/8 jam IV
Inj. Manitol loading 200 cc 125 cc/6 jam IV
Inj. Ondancentron 4 mg IV
Inj. ATS 1 amp IM
3. Penanganan definitif
Pasien dirujuk ke faskes yang memiliki Bedah Saraf untuk dilakukan
kraniotomi
DAFTAR PUSTAKA
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,
2003. p. 818-9