Anda di halaman 1dari 7

BUDAYA BERAGAMA

1.1. Pengertian Beragama dan Cara Beragama


Dalam Bahasa Sansekerta, kata agama > a = tidak; gama = kacau,
artinya tidak kacau , teratur , ada peraturan untuk mencapai tujuan.
Bahasa Latin , Religio (religere), artinya mengembalikan ikatan, saling
memperhatikan sesama. Tindakan untuk mengembalikan ikatan
dengan Allah yang sempat putus karena dosa.
Secara Umum : Upaya manusia untuk mengenal dan menyembah ilahi
Secara Khusus : Tanggapan manusia terhadap penyataan Tuhan Allah.
Menurut KBBI :
a. Sistem untuk mengatur keimanan kepada TYME
b. Tata kaidah pergaulan manusia dengan lingkungan
Menurut Para Ahli :
a. Emile Durkheim :
Sistem terpadu yang menyangkut kepercayaan dan praktik;
Berubungan dengan hal suci.
b. Menurut Aman
Sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan peraktik;
Berhubungan dengan hal yang suci; Suatu komunitas moral
c. Menurut Grendy Hendrastomo dan Nur Hamadiah
Konsep sosiologi yang merupakan gejala sosial yang umum; aspek
dalam kehidupan sosial; Pandangan hidup yang harus diterapkan di
kehidupan.
d. Menurut Anthony F.C
Upacara keagamaan agar terbebas dari ketersempitan hidup;
Seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos ; Untuk
mencapai atau menghindarakan suatu perubaha keadaan;
Mengandung pengakuan
Agama is system kepercayaan dan tindakan yang teratur untuk
mengembalikan ikatan yang putus antara ALLAH dengan dunia, berkaitan
dengan hal-hal yang suci
1.2. Cara Beragama
a. Tradisional
Mengikuti cara beragama nenek moyang , leluhur;
Sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru;
Tidak ada minat bertukar agama;
Kurang meningkat dalam ilmu amal keagamaannya.
b. Formal
mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya;
Berdasarkan formalitas yang berlaku dilingkungan masyarakat;
Berdasarkan cara beragama orang yang berkedudukan tinggi atau
punya pengaruh;
Tidak kuat dalam beragama; Mudah berpindah agama; Muncul minat
untuk meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya namun hanya
mengenai hal-hal yang mudah.
c. Rasional
Berdasarkan penggunaan rasio; Berusaha memahami ajaran
agamanya; Berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau
formal bahkan ada yang tidak beragama.
d. Metode Pendahulu
Berdasarkan penggunaan akal dan hati, berdasarkan wahyu;
Memahami dan menghayati ajaran agama dengan ilmu; Mencari ilmu
kepada orang yang ahli dalam ilmu agama.
2. Fungsi dan Peran Agama
Dalam kehidupan agama, terdapat serangkaian fungsi / peran yang harus
dilaksanakan dengan baik. Agama memilki 3 fungsi religious dan itu
merupakan ciri khas dari agama yang membedakannya dengan lembaga-
lembaga lain di dunia ini.
Ketiga fungsi itu adalah :
a. Fungsi pelayanan sabda Tuhan : mewartakan ajaran dari Tuhan
atau sesuatu yang dipercayainya
b. Fungsi penyucian : mendatangkan rahmat penyelamatan dari Tuhan
c. Fungsi penggembalaan : mendampingi dan membimbing warganya
sendiri.

Agama memilki dua peran yaitu peran konstruktif dan peran deskruktif.
Peran konstruktif :
1. Sebagai lembaga, agama memilki peran konstruktif diantaranya:
Memberikan rasa aman bagi pemeluknya dengan cara :
a. Menjawab kebutuhan pemeluknya untuk mendekatkan diri pada
Tuhan
b. Melaksanakan cara- cara pengungkapan hubungannya dengan
Tuhan dan sesama
c. Memberikan pembinaan umat beragama.
2. Sebagai sarana atau tempat pengembagan diri.
Melalui lembaga agama yang ada, para pemeluk agama dapat
berinteraksi dengan sesamanya, sehingga dapat mengembangkan
diri baik dalam hal iman, intelektual, ekonomi dan social.
3. Pemersatu umat
Melalui lembaga agama, para pemeluknya merasa senasib dan
seperjuangan yang memilki satu tujuan dalam mencapai jati diri terkait
dengan konsep hidup sebenarnya.

Sebagai lembaga, agama acapkali berperan deskruktif, yaitu :

1. Fanatisme golongan.
Bentuk kekerasan agama, biasanya didorong oleh sikap dan tindakan
yang membagi dua kelompok agama, yakni kelompok dalam agamanya
dan kelompok diluar agamanya. Kelompok dalam agamanya biasa
dianggap suci dan kelompok diluar agamanya dianggap kafir atau tidak
ber-Tuhan.
2. Agama terkadang melegalisasikan konflik atau pertentangan antar
umatnya dan umat agama lain, bukan untuk mengatasinya.
3. Membutuhkan wilayah tertentu sebagai tempat yang aman bagi
pemeluk agamanya untuk melakukan aktifitas tanpa merasa terganggu
atau terancam dengan keberadaan umat beragama lain.
4. Konflik antar agama biasannya juga dipicu oleh persoalan- persoalan
ekonomi, politik, kekuasaan dan sebagainya yang menunggangi agama
sebagai alasan.
Sumber :http://ganesha-raztaman.blogspot.com/2010/01/bahan-ajar-agama-
kristen-protestan.html

3. Simbolisme dan Pluralisme = SIKAP DALAM BERAGAMA


Konstruktif :
a. Toleransi = menghargai
b. Inklusif = terbuka
c. Pluralis = mengakui bahwa agama-agama lain pun dengan
caranya sendiri dapat menemukan keselamatan
Destruktif:
a. Fanatisme = menolak keberadaan agama lain/ekstrem
b. Eksklusif = tertutup
c. Simbolisme/Fundamentalisme :
Sumber : http://jonaagatos.weebly.com/simbolisme dan pluralisme;
www.slideshare.net ; www.ipthukawkupang.blogspot.com ;
www.kuliah2020.wordpress.com ; www.scribd.com

4. Dampak Hidup Beragama


a. Pengertian Iman dan Orang Beriman
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Iman diartikan sebagai
kepercayaan kepada Tuhan; keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, Nabi
dan Kitab; ketetapan hati, keteguhan hati. Dalam Perjanjian Lama, kata iman
berasal dari kata kerja aman, yang berarti memegang teguh. Orang beriman
berarti orang yang mengamini bahwa Allah adalah Yang Teguh dan Yang
Kuat. Jika kita tidak percaya bahwa Allah adalah Yang Teguh dan Yang Kuat,
maka kita tidak akan menjadi teguh dan kuat. Olehnya, menurut Perjanjian
Lama, beriman kepada Allah berarti mengamini bukan saja dengan akal
tetapi juga dengan segenap kepribadian dan cara hidup. Berdasarkan kata
dalam Bahasa Yunani yang merupakan bahasa asli Perjanjian Baru, iman
berasal dari kata Pistos (kb), Pistis (ks) yang berarti percaya, yakin. Di sini,
iman dikaitkan dengan kepercayaan terhadap Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Juruselamat. Jadi beriman berarti mengamini bahwa Yesus Kristus adalah
Tuhan dan Juruselamat yang olehNya kita diperdamaikan, ditebus dan
dibenarkan dari segala dosa.
b. Tantangan Orang Beriman di Tengah Masyarakat yang Pluralis
Kita setuju bahwa orang beriman harus terlibar dalam problema-problema
sosial. Kita bergelut untuk berpikir secara Kristiani tentang isu-isu sosial yang
muncul ke permukaan sebagai sebuah realitas yang perlu dicari jalan
keluarnya. Memang kita berhasil menawarkan cara-cara penanggulangan
yang cukup meyakinkan, tetapi orang lain tidak sependapat dengan kita.
Inilah yang kian lama, kian merupakan kenyataan bahwa orang Kristen
hanyalah segolongan kecil orang di antara sekian banyak golongan yang
lebih kuat pengaruhnya. Realitas ini menjadi sebuah tantangan yang harus
dijawab oleh orang beriman agar tetap eksis mengemban amanat ilahi
menjadi garam dan terang dunia.

1. Tantangan di bidang ideologi dan politik


Pancasila ibarat sebuah rumah bersama yang dihuni orang-orang
bersaudara. Persoalannya, bagaimana para penghuni rumah itu mengisi dan
menata kehidupan bersama sehingga rumah itu dapat benar-benar menjadi
milik bersama, indah, nyaman, dan menyenangkan untuk dihuni. Jadi yang
diperlukan ialah kesepakatan bersama untuk menata pergaulan di dalam
rumah bersama itu, yang kemudian menjadi etika bersama. Dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, usaha merumuskan kesepakatan nilai
bersama itu belum pernah diupayakan dengan sungguh-sungguh (Eka
Dharmaputera). Sehubungan dengan bidang politik, kendatipun orang
beriman telah berupaya untuk tidak terlibat dalam percaturan politik, tetapi
dalam kenyataannya gereja tidak pernah berhenti bergumul dengan
masalah-masalah politik. Sebagai akibatnya, gereja menghadapi dua
kemungkinan pilihan yang berbahaya, yakni :
a mempolitisikan diri hingga mudah dipergunakan dan ditunggangi
kekuasaan dunia atau mengangkat diri menjadi sama seperti
kekuasaan dunia.
b menolak politik dengan cara menjadikan gereja sebagai persekutuan
spiritual murni dan persaudaraan kudus yang sama sekali tidak akan
memmberi kesaksian tentang Yesus di tengah dunia.

Gereja Tuhan tidak dapat mengambil keputusan untuk memilih dua pilihan di
atas, melainkan harus seperti Yesus berpolitik, mempunyai sikap politik
yang jelas dan tegas, namun dituntut untuk bersedia menolak kekuasaan
politis.

2. Tantangan di Bidang Ekonomi


Kita tahu bersama bahwa pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
masyarakat seluruhnya oleh pemerintah orde baru ditempuh dengan jalan
pembangunan ekonomi. Sementara pembangunan di sektor lainnya hanya
bersifat menunjang dan melengkapi. Akibat praktek pembangunan yag
semacam itu, maka yang dibangun bukanlah manusia yang seutuhnya tetapi
manusia-manusia ekonomi (homo economicus). Memang benar bahwa
manusia mebutuhkan makanan dan pakaian tetapi kemanusiaan tidak boleh
diukur dengan perut dan pakaian. Kenyataan di lapangan memperlihatkan
terjadinya proses pengerdilan nilai. Proses pembangunan bangsa yang
mengambil jalan pintas itu telah memacu merebaknya berbagai bentuk jalan
pintas untuk mencapai tujuan. Karena itu lahirlah segala macam bentuk
korupsi, kolusi dan nepotisme.

3. Tantangan di Bidang Sosial Budaya


Mengherankan sekali jika orang beriman mempertanyakan, apakah
keterlibatan sosial itu termasuk Misi Kristiani atau timbul pertentangan
pendapat mengenai apa kaitan antara Pekabaran Injil dan tanggung jawab
sosial. Kisah Para Rasul 10 : 38 memberi kesaksian bahwa Dia ( Yesus )
berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan. Di sepanjang
sejarah Kristiani, pengikut-Nya berbuat sama yakni memberitakan Injil
sambil memerangi berbagai bentuk kemelaratan individual dan
ketimpangan-ketimpangan sosial.
Masalah sosial yang menjadi tantangan gereja dewasa ini adalah masalah
lingkungan hidup manusia, perang, ketimpangan ekonomi, HAM, masalah
kerja dan pengangguran , kemiskinan, gender, perkawinan dan perceraian,
aborsi, penyimpangan seksual dan kepemimpinan Kristen.
Berkaitan dengan budaya, corak ragam budaya yang ada di Indonesia
menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan
landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnnya, di mana hasil-
hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Tetapi orang beriman harus menyadari bahwa di satu pihak budaya dapat
meningkatkan kehidupan sedangkan di pihak lain dapat merusak kehidupan,
karena itu orang beriman dituntut untuk memiliki sikap kritis terhadap
kebudayaan.

4. Tantangan di Bidang Pertahanan Keamanan


Agama-agama di indonesia memiliki kekuatan besar untuk menyelamatkan
bangsa ini dari bahaya perpecahan.Konflik berkepanjangan yang dialami
oleh saudara-saudara kita di beberapa tempat waktu yang lalu menantang
keterbukaan gereja utnuk membangun kekuatan bersama agama-agama lain
dalam upaya mengatasi konflik. Terpeliharanya stabilitas nasional yang
mantap dan dinamis merupakan kondisi yang harus dibangun bersama.
Sebagai gereja, orang beriman terpanggil untuk membina, memelihara dan
memantapkan stabilitas nasional sekaligus mempertajam kepekaan terhadap
berbagai kemungkinan timbulnya hambatan, tantangan, ancaman, dan
gangguan. Karena itu, ada baiknya bilamana orang beriman meninggalkan
sikap fanatisme.
Dalam bukunya, Pluraisme : Tantangan Bagi Agama-Agama, Harold Coward
menguraikan bahwa setiap agama muncul dalam lingkungan yang pluralis
yang kemudian membentuk dirinya sebagai tanggapan terhadap realitas
pluralisme tersebut. Uraian Howard ini menegaskan bahwa dalam bentuknya
yang sekarang, setiap agama merupakan hasil suatu proses sejarah yang
panjang dan kompleks dari interaksi dengan lingkungannya. Persoalannya
sekarang adalah bagaimana memahami identitas dalam persepsi agama
yang demikian. Memang benar bahwa kita membutuhkan suatu identitas,
bahkan identitas yang jelas. Tanpa identitas yang jelas, tidak ada gunanya
menjadi Kristen.

c. Dampak hidup beriman di tengah masyarakat


Dimensi pribadi
Jika seseorang mengatakan bahwa dirinya terasing, maka itu berarti ia tak
mampu lagi bersambung rasa dengan orang lain/masyarakat dan tambah
parah lagi, ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengatasinya (Karl Marx).
Orang yang tidak dapat bersambung rasa dengan orang lain, tidak dapat
dikategorikan sebagai orang beriman.
Apakah anda sudah diteguhkan menjadi anggota sidi jemaat? Kalau sudah,
tentu anda paham bahwa keputusan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat adalah keputusan pribadi ( band. Kej. 22 ). Setiap orang dapat
berkata, sekarang saya mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi saya. Pengakuan ini amat fantastis, tetapi ingatlah
bahwa bukan sekedar masalah pikiran melainkan lebih ke masalah hati dan
kehendak (band. Mat. 16:16; 26:33-35;69-75). Hidup beriman harus menjiwai
seluruh sendi kehidupan orang percaya agar dapat memberi kontribusi
positif bagi pembaruan masyarakat.

Dimensi keluarga
Keluarga adalah persekutuan hidup terkecilyang dibentuk oleh suami-istri
ditambah anak atau anak-anak. Keluarga merupakan agen sosialisasi
pertama dan utama dalam
mengenalkan nilai dan norma kepada anak. Dalam keluarga, karakter dan
kepribadian setiap anak dibentuk, demikian pula imannya. Bersama
keluarga, anda belajar berdoa, beribadah, membaca Firman sehingga anda
dapat secara langsung mengalami persekutuan hidup yang membuatmu
merasa bersukacita sepanjang hari. Keluarga yang demikian pasti dapat
memberi pengaruh positif bagi kehidupan sosial masyarakat, tempat di
mana mereka tinggal (Mat. 5:16).

Dimensi gereja, masyaraakat, bangsa & negara


Perkataan Yesus dalam Injil menurut Matius 5:13-16 menggambarkan
pengaruh yang diharapkanNya akan diperankan para murid dalam
masyarakat. Kala itu, jumlah mereka sangat kecil, naamun mereka harus
menjadi garam dan terang bagi seluruh bumi. Tanggung jawab ini
mengandung 4 (empat) makna, yakni :
Orang Kristen berbeda secara asasi dengan non Kristen ( 1 Petrus
1:16 )
Orang Kristen harus masuk ke dalam masyarakat non Kristen
Kendati orang beriman berbeda secara moral dan spiritual dengan dari
non Kristen namun secara sosial, mereka tidak dapat memisahkan diri
dari masyarakat di sekitarnya.
Orang Kristen dapat mempengaruhi masyarakat non Kristen. Jika
kehidupan masyarakat merosot dan tolok ukur tidak ada lagi, maka
tidak ada gunanya menyalakan masyarakat, pemerintah atau bangsa.
Pertanyaan yang harus diajukan adalah, dimana gereja ? mengapa
garam dan terang dunia tidak memasuki masyarakat untuk merasuki
dan mengubahnya ? Orang beriman harus peka terhadap keadaan
sosial yang demikian.
Orang Kristen harus mempertahankan identitas Kristiani mereka
Jika garam tidak dapat mempertahankan keasinannya maka garam itu
menjadi tak berguna; jika terang tidak dapat mempertahankan cahayanya, ia
akan kehilangan efektifitasnya. Gereja yang mengakui dirinya sebagai
pengikut Kristus, di satu pihak harus memasuki dan menyatu dengan
kehidupan dunia. Di pihak lain, gereja harus berjaga-jaga jangan sampai
menyesuaikan diri atau menjadi sama dengan dunia (Roma 12:2).
Di bawah ini terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan orang beriman
untuk membiaskan pengaruhnya bagi pembaruan masyarakat :
Doa dan keprihatinan sosial
Bersaksi tentang kebenaran
Menjadi teladan
Membentuk sel group/persekutuan kecil
Jumlah orang Kristen di Jepang tidak mencapai dua persen tetapi ternyata
dua persen itu dapat mengubah kualitas suatu kebudayaan, karena mereka
mempunyai suatu visi yang baru. Orang beriman seyogyanya mampu
mempunyai pengaruh yang hebat atas masyarakat, baik dalam arti
pemberitaan Injil maupun dalam arti aksi sosial, demi kesejahteraan bangsa
dan kemuliaan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai