Anda di halaman 1dari 16

Campak pada Anak Berusia Dua Tahun

Ria Novelina
102014150
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1150

Abstrak

Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang ditandai dengan demam,
korisa, konjungtivitis, batuk disertai enanthem spesifik (Koplik's spot) diikuti ruam makulo-
papular menyeluruh. Komplikasi campak cukup serius seperti diare, pneumonia, otitis media,
eksaserbasi dan kematian. Kematian akibat campak sering terjadi pada anak dengan malnutrisi
terutama di negara berkembang. Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung
maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala.
Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari
setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah
sekali terinfeksi oleh campak

Kata Kunci : campak, korisa, konjungtivitis, pneumonia, otitis media

Abstract

Measles is an acute illness with high transmission power, which is characterized by fever,
coryza, conjunctivitis, cough with specific enanthem (Koplik 's spots) followed makulo-papular
rash thoroughly. Quite serious complications such as diarrhea, measles, pneumonia, otitis
media, exacerbation and mortality. Measles deaths often occur in children with malnutrition
particularly in developing countries. Measles transmission occurs through the air, direct contact
or through droplets from the patient when there are minimal symptoms even asymptomatic.
Patients can still transmit the disease from day 7 after exposure up to 5 days after the rash
appears. Usually someone will have lifelong immunity when it has once infected by measles

Keyword : measles, korisa, conjunctivitis, pneumonia, otitis media

1
Pendahuluan
Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang ditandai dengan
demam, korisa, konj'ungtivitis, batuk disertai enanthem spesifik (Koplik's spot) diikuti ruam
makulo-papular menyeluruh. Komplikasi campak cukup serius seperti diare, pneumonia, otitis
media, eksaserbasi dan kematian.Kematian akibat campak sering terjadi pada anak dengan
malnutrisi terutama di negara berkembang. Terapi untuk campak dan komplikasinya menyedot
banyak sumber daya medis di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin.1,2

Sebelum diperkenaikannya vaksin campak pada tahun 1963, kurang lebih 400.000 kasus
campak yang dilaporkan, tetapi apabila diasumsikan setiap anak terkena campak maka kurang
lebih jumlan kasus campak dapat mencapai 3,5 juta kasus per tahun. Seteleh vaksin
diperkenalkan, dilaporkan terjadi penurunan kasus campak sampai 99%. Selama tahun 1960-an
sampai 1970-an Jumlah kasus yang dilaporkan menurun sampai 22.000 - 75.000 kasus per tahun.
Walaupun insiden campak menurun secara nyata pada semua kelompok umur tetapi penurunan
terbesar terjadi pada kelompok usia kurang dari 10 tahun.3

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu istilah yang dapat diartikan sebagai wawancara terhadap
pasien. Tehnik anamnesis yang baik hendaknya disertai dengan empati. Empati mendorong
keinginan pasien agar sembuh karena rasa percaya terhadap dokter. Anamnesis dapat langsung
dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya (alo-anamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya pasien dalam keadaan gawat darurat,
pasien dibawa dalam keadaan tidak sadarkan diri, atau afasia akibat stroke.2

Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti: Sudah sejak kapan demamnya?
Demamnya naik turun atau konstan tinggi terus menerus? Kapan saja demamnya terjadi? Apa
disertai dengan batuk dan pilek? Sejak kapan? Adakah ruam yang muncul? Ruamnya muncul
sejak kapan dan dimana pertama muncul? Ruam gatal atau tidak? Sebelumnya ada minum obat
tertentu? Adakah konjungtivitis pada mata? Adakah bintik koplik pada mukosa mulut?

2
Pemeriksaan Fisik (Tanda-tanda Vital)

Pemeriksaan Tanda-tanda vital atau Vital Signs merupakan pengukuran fungsi tubuh
yang paling dasar untuk mengetahui tanda klinis dan berguna untuk menegakkan diagnosis suatu
penyakit dan berfungsi dalam menentukan perencanaan perawatan medis yang sesuai. Ada
Empat tanda vital utama secara rutin di pantau oleh para medis dan penyedia layanan kesehatan
adalah Suhu tubuh, Denyut nadi, laju pernafasan dan Tekanan darah. Vital Signs berguna dalam
mendeteksi atau pemantauan masalah medis.4 Pada kasus didapatkan suhu tubuh 39oC, frekuensi
nafas 24x/menit, frekuensi nadi 110x/menit.

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:1

- Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan
batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomaititis, dan konjungtivitis. Tanda
patognomonik timbulnya enatema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.
- Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang bertahan selama
5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dan akirnya ekstremitas.
- Stadium penyembuhan (konvalensens), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang
sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan
menghilang 1-2 minggu.
- Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya
komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan darah didapatkan jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi infeksi bakteri. Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk
memastikan adanya infeksi campak akut. Karena IgM mungkin belum dapat dideteksi pada 2
hari pertama munculnya rash, maka untuk mengambil darah pemeriksaan IgM dilakukan pada
hari ketiga untuk menghindari adanya false negative. Titer IgM mulai sulit diukur pada 4 minggu
setelah muncul rash. Sedangkan IgG antibodi dapat dideteksi 4 hari setelah rash muncul,
terbanyak IgG dapat dideteksi 1 minggu setelah onset sampai 3 minggu setelah onset. IgG masih

3
dapat ditemukan sampai beberapa tahun kemudian. Virus measles dapat diisolasi dari urine,
nasofaringeal aspirat, darah yang diberi heparin, dan swab tenggorok selama masa prodromal
sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya
34 jam dalam suhu kamar.5

Diagnosis

Diagnosis biasanya dibuat dari gambaran klinis khas; konfirmasi dari laboratorium jarang
diperlukan. Selama stadium prodromal sel raksasa multinuclear dapat diperagakan pada pulasan
mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan, dan diagnostic naik pada titer
antibody dapat dideteksi antara serum akut dan konvalesen. Angka sel darah putih cenderung
rendah dengan linfositosis relative. Pungsi lumbal pada penderita ensefalitis campak biasanya
menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal.6

Diagnosis Banding

Diagnosis banding measles diantaranya :7


Varicella Zooster Virus
Varicella Zooster Virus memiliki tanda dan gejala :
Gejala prodormal seperti demam, malaise, dan nyeri kepala
Lesi kulit : papul eritematosa yang berubah menjadi vesikel berbentuk menyerupai
tetesan embun ( tear drops ). Vesikel ini menjalar secara sentrifugal dari badan kemudian
ke wajah, ekstremitas, selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas. Vesikel dapat
berkembang menjadi pustul , kemudian pecah , mengering membentuk krusta.

Gejala lain : gatal pada lesi kulit dan pembesaran kelenjar getah bening.

Rubella
Penderita rubella pada anak-anak cenderung mengalami gejala-gejala yang lebih ringan daripada
penderita dewasa. Tetapi ada juga penderita rubella yang tidak mengalami gejala apa pun dan
tetap dapat menularkan rubella.

Penyakit ini umumnya membutuhkan waktu sekitar 14-21 hari sejak terjadi pajanan sampai
menimbulkan gejala. Gejala-gejala umum rubella meliputi:

4
Demam.

Sakit kepala.

Hidung tersumbat atau beringus.

Tidak nafsu makan dan mual.

Iritasi ringan pada mata.

Pembengkakan kelenjar limfa pada telinga dan leher.

Ruam berbentuk bintik-bintik kemerahan yang awalnya muncul di wajah lalu menyebar
ke badan, tangan, dan kaki. Ruam ini umumnya berlangsung selama 1-4 hari.

Nyeri pada sendi, terutama pada penderita wanita.

Begitu terinfeksi, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 5-7 hari. Masa penularan
tertinggi penderita rubella biasanya pada 1-5 hari setelah ruam muncul.

Sindrom Kawasaki

Penyakit Kawasaki adalah penyakit yang dapat menyebabkan inflamasi pada dinding pembuluh
darah di seluruh tubuh. Kondisi ini termasuk penyakit langka yang mayoritas menyerang anak-
anak di bawah usia lima tahun. Umumnya balita yang berusia antara sembilan bulan hingga satu
tahun. Gejala penyakit Kawasaki akan muncul dalam tiga tahap. Tahap-tahap ini umumnya akan
berlangsung selama 1,5 bulan.

Tahap Pertama ( Minggu ke 1-2 ) :

Pada tahap ini, gejala utama yang muncul adalah demam selama lebih dari lima hari yang
disertai:

5
Ruam kemerahan yang pertama muncul di area organ intim dan menyebar ke tubuh
bagian atas, tangan, kaki, serta wajah. Ruam ini biasanya akan hilang dalam waktu satu
minggu.

Mata merah, tapi tidak keluar cairan.

Perubahan kondisi mulut, seperti lidah atau tenggorokan merah serta bibir yang kering
dan pecah-pecah.

Jari-jari tangan atau kaki yang bengkak dan memerah. Tangan dan kaki juga akan terasa
sakit.

Pembengkakan kelenjar getah bening pada leher.

Tahap Kedua ( Pada minggu 2-4 ) :

Demam biasanya sudah turun, tapi anak akan mengalami gejala-gejala lain yang meliputi kulit
pada ujung jari tangan dan kaki mengelupas, gangguan pencernaan (seperti diare, muntah, dan
sakit perut), serta rasa nyeri dan pembengkakan pada sendi. Dalam tahap inilah, risiko
komplikasi seperti aneurisma dapat muncul. Aneurisma adalah pembengkakan pada pembuluh
koroner akibat melemahnya dinding pembuluh koroner akibat inflamasi.

Tahap ketiga ( Pada minggu 4-6 ini ) :

Gejala-gejala penyakit Kawasaki perlahan-lahan akan berkurang, tapi kondisi anak umumnya
masih lemas sehingga mudah lelah. Penyakit Kawasaki memang tidak bisa dicegah, tapi
diagnosis dan penanganan secepat mungkin dapat menurunkan risiko komplikasi. Dengan
penanganan dini, sebagian besar anak yang mengidap penyakit ini dapat sembuh total dalam
waktu enam minggu hingga dua bulan.

Etiologi

6
Virus campak berasal dari genus Morbilivirus dan famili Paramyxoviridae. Virus campak
liar hanya patogen untuk primate. Kera dapat pula terinfeksi campak lewat darah atau sekret
nasofaring dari manusia Hopkins, Koplan dan Hinman menyatakan bahwa campak tidak
mempunyai reservoir pada hewan dan tidak menyebabkan karier pada manusia. Virion campak
berbentuk spheris, pleomorphic, dan mempunyai sampul (envelope) dengan diameter 100-250
nm. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA dan sampul yang mempunyai
tonjolan pendeK pada permukaannya. Tonjoian pendek ini disebut pepfomer, dan terdiri dari
hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk buiat dan fusion (F) peplomer yang berbentuk seperti
bel (dumbbell-shape). Berat molekul dari single stranded RNAadalah 4,5 X 106 (3,l2). Virus
campak terdiri dari 6 protein struktural, 3 tergabung dalam RNA yaitu nukleoprotein (N),
polymerase protein (P), dan large protein (L); 3 protein lainnya berhubungan dengan sampul
virus. Membran sampul terdiri dari M protein {glycosylated protein) yang berhubungan dengan
bagian dalam lipid bilayer dan 2 glikoprotein H dan F3. Giikoprotein H menyebabkan adsorbsi
virus pada resptor host. CD46 yang merupakan complement regulatory protein dan tersebar !uas
pada jaringan primata bertindak sebagai resptor glikoprotein H. Glikoprotein F menyebabkan fuij
virus pada sel host, penetrasi virus dan hemolisis. Dalam kultur set virus campak mengakibatkan
cytopathic elect yang terdiri dari stellate cell dan mult/nucleated gisnt cells. Virus campak ini
sangat sensitif pada panas dan dingin, cepat inaktivasi pada suhu 37C dan 20"C. Selain itu virus
juga menjadi :iiaktif dengan sinar ultraviolet, ether, trypsin dan p-propiolactone. Virus tetap
infektif pada bentuk droplet di udara selama beberapa jam terutarna pada keadaan dengan tingkat
kelembaban yang rendah.6

Epidemiologi

Jumlah kasus campak menurun pada semua golongan umur di Indonesia terutama anak-
anak di bawah lima tahun pada tahun 1999 s/d 2001, namun setelah itu insidence rate tetap,
dengan kejadian pada kelompok umur < 1 tahun dan 1-4 tahun selalu tinggi daripada kelompok
umur lainnya. Pada umumnya- KLB yang terjadi di beberapa provinsi menunjukkan kasus
tertinggi selalu pada golongan umur 1-4 tahun (Depkes, 2006). Pada tahun 2005 terdapat
345.000 kematian di dunia akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada
anak-anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak
atau 27 kematian terjadi setiap jamnya (WHO, 2007)

7
Campak adalah penyakit yang tidak mempunyai reservoir lain selain manusia. Alat
diagnostik yang ada sekarang cukup memenuhi syarat untuk mendeteksi infeksi campak karena
dengan pemeriksaan serologis dengan menggunakan darah sebagai sampel dapat mendeteksi
adanya Ig M dan Ig G yang spesifik terhadap campak. Sedangkan untuk syarat adanya intervensi
yang efektif yang dapat menghentikan transmisi dari agen virus campak dapat dilihat dari
pengalamsn Amerika dalam usaha mengeliminasi campak.7

Patofisiologi

Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup percikan yang mengandung virus dari
secret nasofaring pasien campak. Viremia primer menyebarkanvirus yang kemudian bereplikasi
di dalam sistem retikuloendotelial. Akhirnya,viremia sekunder menebarkan virus ke permukaan
epitel tubuh, termasuk kulit. Sejak saat itu (kira-kira 9 sampai 10 hari setelah infeksi) sampai
permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di seluruh tubuh, terutama di traktus
respiratorius dan jaringan limfoid; virus juga dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan
darah. Pasien paling mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5-6 hari. Dengan
mulainya awitan ruam (kira-kira 14 hari setelah infeksi awal), perbanyakan virus berkurang, dan
pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di urine, tempat virus bias menetap selama
beberahapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan munculnya eksantema adalah deteksi antibody
campak yang beredar dalam serum yang ditemukan hampir 100% pasien di hari kedua timbulnya
ruam. Perbaikan gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulainya
beberapa hari kemudian karena penyakit sekunder akibat hilangnya pertahanan normal
setempat.8

Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan serebrospinallis dan 50%
memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di puncak serangan penyakit. Namun, hanya 0,1%
yang memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis. Beberapa hari setelah serangan akut,
terlihat kelainan system saraf pusat, saat antibody serum berlimpah dan virus menular tidak lagi
dapat dideteksi. Hal ini diperkirakan merupakan ensefalitis autoimun. Pada pasien SSPE,
hilangnya virus campak dari system saraf pusat beberapa tahun kemudian setelah infeksi campak
primer menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut tentang interaksi virus dengan system saraf

8
pusat, baik secara akut maupun kronis. SSPE bisa disebut sebagai ensefalitis virus campak
lambat.9

Gejala Klinis

Pada kebanyakan pasien tanda dan gejala campak sangat khas, dan waktu munculnya
gejala dan tanda ini serta urutannya selalu konsisten. Setelah kira-kira 10 hari terpajan, tanda
pertama penyakit adalah demam dan malaise. Setelah itu diikuti oleh batuk, selesma, dan
konjungtivitis. Gejala yang memburuk secara berangsur-angsur menyertai peningkatan demam
yang jelas selama 4 hari berikutnya. Dua hari sebelum keluar eksantema, terjadi bintik koplik,
suatu enantema yang klasik. Dengan timbulnya ruam 14 hari setelah infeksi, maka gambaran
klinis mencapai keparahan maksimal, mencapai puncaknya ketika disertai oleh erupsi yang
mengenai seluruh tubuh hari kedua sampai hari kempat sesudah itu. Gejala konstitusi dalam
periode 10 hari ini berbeda, tetapi keluhan yang sering adalah sakit kepala, nyeri abdomen,
muntah, diare, dan myalgia. Demam mencapai 40 sampai 41C, yang sering disertai menggigil,
tidaklah umum terjadi bila ruam itu sangat merah. Kejang demam bias terjadi pada anak yang
mempunyai predisposisi untuk keadaan ini.7

Konjungtivitis menimbulkan edema kelopak mata, meningkatkan lakrimasi, dan sering


fotopobhia. Garis kemerahan melintang yang berbatas tegas terdapat di pinggir bawah kelopak
mata, yang disebut garis stimson, muncul sebelum terjadi peradangan konjungtiva menyeluruh
yang dapat menutupi garis itu. Batuk kering sangat menyusahkan, dan frekuensi serta berat batuk
meningkat progresif. Dengan turunnya temperature tiba-tiba, setelah ruam menutup seluruh
tubuh, keluhan kataral berkurang secara drastic, tetapi batuk tetap ada selama 7 sampai 10 hari.7

Bintik koplik, tanda khas campak, muncul 24 sampai 48 jam sebelum eksantem. Bintik
koplik berupa bintik putih kebiruan dengan diameter 1 mm dikelilingi oleh areola merah mawar.
Bintik itu cenderung muncul pertama kali di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar
bawah. Paling jelas terlihat di cahaya terang, bintik itu diskret, dan mulanya jumlahnya sedikit,
tetapi dalam 1 hari jumlah itu meningkat dengan cepat dan menyebar menutupi seluruh mukosa
bukal dan sebagian mukosa bibir. Dengan keluarnya ruam, bintik ini memudar dan sering pada
hari kedua erupsi bintik ini menghilang.7

9
Ruam dimulai sebagai macula eritematosa yang irregular dan diskret, terdapat di
belakang telinga, leher, dan sepanjang batas rambut. Kletika ruam menyebar ke bagian bawah
melibatkan muka, badan, dan lengan setelah 1\24 jam berikutnya, dengan palpasi yang seksama
akan teraba komponen popular. Dengan terkenanya tungkai dan kaki pada penghujung hari
kedua atau awal hari ketiga didapati lesi di dagu mulai menyembuh; pada infeksi berat juga
terlihat daerah ruam yang menyatu di badan dan ekstremitas. Kulit menjadi sembab dan muka
bengkak. Walaupun biasanya eksantem memutih bila ditekan, komponen petekia yang halus
sering timbul. Eksantem hilang berangsur-angsur, dengan urutasn seperti saat munculnya
pertama kali. Proses itu mulai pada hari ketiga atau keempat setelah awitan. Berkurangnya erupsi
merah diikuti oleh deskuamasi halus. Pada anak yang kurang protein, deskuamasi neluas, dan
bias berkomplikasi berupa abses kulit bernanah yang multiple.7

Limfadenopati dan splenomegaly umum yang jelas yang muncul di awal serangan
penyakit akut bisa menetap selama beberapa minggu. Demam tinggi di puncak serangan pada
beberapa anak mungkin disertai iritabilitas yang nyata, somnolen, atau keadaan delirium;
keadaan ini adalah manifestasi sementara yang dapat sembuh secara dramatis dengan
berkurangnya pireksia. Hal itu tidak ada hubungannya dengan komplikasi berikutnya pada
system saraf pusat. Campak hitam, berupa penyakit campak berat, yang menimbulkan ruam
haemoragik yang umum, pendarahan hidung, mulut, dan saluran pencernaan, serta menimbulkan
keracunan sistemik, jarang terjadi; keadaan itu sering dilaporkan pada zaman dulu. Mungkin
penyakit jenis itu memperlihatkan bentuk koagulasi intravascular diseminata.7

Penatalaksanaan

Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi pasien yang tidak
mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat replikasi virus campak in vitro, tidak
terlihat hasil yang nyata pada pemberian in vivo. Istirahat di tempat tidur, menghindari sinar
terang bila terjadi fotopobia, pemberian asupan cairan, dan penggunaan antipiretik yang
bijaksana untuk demam tinggi dan obat penekan batuk mungkin bermanfaat secara simtomatis.
Pengawasan untuk kelembaban yang tinggi, dan bila ada indikasi meningkatkan konsentrasi
oksigen memberukan beberapa perbaikan tambahan untuk bayi dengan batuk sesak hebat atau
bronkiolitis. Pemberian pengobatan yang lebih spesifik seperti pemakaian antimikroba yang
tepat harus digunakan untuk mengobati komplikasi infeksi bakteri sekunder.8

10
Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang menimbulkan
tingginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang kurang gizi, WHO menganjurkan
suplemen vitamin A dosis tinggi di semua daerah dengan defisiensi vitamin A. Suplemen vitamin
A juga telah memperlihatkan penurunan frekuensi dan keparahan pneumonia dan
laringotrakeobronkitis akibat kerusakan virus campak pada epitel traktus respiratorius bersilia.
pada bayi berusia di bawah 6 bulan, sedangkan pada bayi usia 6 bulan-1 tahun diberikan vitamin
A sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien yang lebih tua diberikan 200.000 IU. Dosis ini
diberikan sesegera mungkin setelah diketahui terserang campak. Dosis kedua diberikan hari
berikutnya, bila terlihat tanda kekurangan vitamin A di mata dan diulangi 1 sampai 4 minggu
kemudian.8

Komplikasi

Komplikasi utama campak adalah otitismedia, pneumonia, dan ensefalitis. Noma pipi
dapat terjadi pada keadaan yang jarang. Gangren muncul dimana-mana tampak merupakan
akibat purpura fulminan atau koagulasi intravaskuler tersebar.9

Pneumonia dapat disebabkan oleh virus campak sendiri; lesi adalah interstisial.
Pneumonia campak pada penderita dengan infeksi HIV sering mematikan dan tidak selalu
disertai ruam. Namun bronkopneumonia lebih sering; bronkopneumonia karena invasi bakteri
sekunder, terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenzae.
Laringitis, trakeitis, dan bronlitis lazim ada dan mungkin karena virus saja.9

Salah satu kemungkinan bahaya campak adalah eksaserbasi proses tuberculosis yang ada
sebelumnya. Mungkin juga ada kehilangan hipersensitivitas sementara terhadap tuberkulin.9

Miokarditis adalah komplikasi serius yang jarang; perubahan elektrokardiografi


sementara dikatakan relatif sering.9

Komplikasi neurologis lebih sering pada campak daripada eksantem lain apapun. Insiden
ensefalomielitis diperkirakan 1-2/1000 kasus campak yang dilaporkan. Tidak ada korelasi antara
keparahan campak dan keparahan keterlibatan neurologis atau antara keparahan proses
ensefalitisinisial dan prosgnosis. Jarang, ensefalitis dilaporkan bersama campak yang
dimodifikasi oleh gama globulin, keterlibatan ensefalitis Nampak sebelum masa eruptif, tetapi

11
lebih sering mulai terjadi 2-5 hari sesudah munculnya ruam. Penyebab ensefalitis campak tetap
kontroversial. Ia dikesankan bahwa bila ensefalitis terjadi pada awal perjalan penyakit, invasi
virus memainkanperan besar, walaupun virus camppak jarang diisolasi dari jaringan otak;
ensefalitis yang terjadi kemudian terutama demielimnasi dan dapat menggambarkan reaksi
imunologis. Pada tipe demielinasi ini gejala-gejala dan perjalanannya tidak berbeda dari gejala-
gejala dan perjalanan ensefalitis parainfeksi lain. Ensefalitis yang mematikan terjadi pada anak
yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif untuk keganasan. Komplikasi sistem saraf
sentral lain, seperti sindrom Guillain Barre, hemiplegia, tromboflebitis serebral, dan neuritis
retrobulber, jarang ada. Panensefalitis sklerotikans subakut disebabkan oleh virus campak.9

Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE) merupakan suatu proses degenerasi susunan


syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang
diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun
setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan
dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak
progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi.10
Black measles merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan
gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut,
hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.10

Pencegahan

Karantina berarti sedikit bermanfaat karena penularannya selama stadium prodromalnya,


ketika campak mungkin belum dicurigai.

a Imunisasi Aktif

Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin
diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi. Karena angka serokonversi pasca
imunisasi tidak 100% dan mungkin ada beberapa makin lama imunitasnya berkurang,
imunisasi kedua terhadap campak biasanya diberikan sebagai campak-parotitis-rubella

12
(Measles-Mumps-Rubella [MMR]), terindikasi. Dosis ini dapat diberikan anak masuk
sekolab atau nanti pada saaat masuk sekolah menengah. Remaja yang memasuki perguruan
tinggi harus juga mendapat imunisasi campak kedua.7

Respon terhadap vaksin campak hidup tidak dapat diramalkan jika telah diberi
immunoglobulin dalan 3 bulan sebelum imunisasi. Anergi terhadap tuberkulin dapat
berkembang dan vaksin campak hidup yang dilemahkan. Anak dengan infeksi tuberculosis
aktif harus mendapat pengobatan antituberkulosis bila vaksin campak hidup diberikan. Uji
tuberculin sebelum atau bersama dengan imunisasi aktif terhadap campak lebih disukai.7

Penggunaan vaksin campak hidup tidak dianjurkan unruk wanita hamil atau untuk
anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati. Vaksin hidup merupakan kontraindikasi pada
anak dengan leukemia dan pada mereka yang sedang mendapat obat-obat imunisupresif
karena risiko onfeksi progresif menetap seperti pneumonia sel raksasa. Sesudah pemajanan
dari anak yang rentan terhadap campak ini, immunoglobulin campak harus diberikan secara
intramuscular dalam dosis 0,25mL/kg sesegera mungkin. Dosis yang lebih besar dapat
dianjurkan pada anak dengan leukemia akut, walaupun pada mereka yang remisi. Anak
dengan infeksi HIV harus mendapat vaksi campak karena mortalitas campak tinggi pada
kelompok ini mereka mentoleransi vaksin dengan baik. Walaupun ada riwayat telah
mendapat imunisasi campak, anak ini harus mendapat gamma globulin sesudah pemajanan
dengan campak dengan dosis 0,5mL/kg (maksimum 15mL). dosis ini adalah dua kali dosis
yang biasa dianjurkan. Vaksin campak dapat diberikan pasca pemaparan terhadap penyakit.
Reaksi tidak bertambah, dan campak dapat tercegah. Penggunaan vaksin virus tidak aktif
(mati) tidak dianjurkan.7

b Imunsasi pasif

Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum,


komvalesen, globulin plasenta. Atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk
pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan
immunoglobulin serum (gamma globulin) dengan dosis 0,25mL/kg diberikan secara
intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi
sempurna terindikasi untuk bayi, untuk anak dengan sakit kronis, dan untuk kontak di

13
bangsal rumah sakit dan lembaga-lembaga anak. Pelemahan mungkin disempurnakan dengan
penggunaan gamma globulin 0,05mL/kg. gamma globulin adalah sekitar 25 kali lebih kuat
dalam titer antibody dari pada kumpulan serum dewasa dan ia mencegah resiko hepatitis.
Pelemahan bervariasi, dan pola klinis yang dimodifikasi dapat bervariasi dari mereka yang
dengan sedikit atau tidak ada gejala sampai mereka yang dengan sedikit atau tidak ada
modifikasi. Ensefalitis dapat menyertai campak yang dimodifikasi dengan gamma globulin.7

Sesudah hari ke 7-8 inkubasi, jumlah antibody yang diberikan harus ditambah pada
setiap tingkat proteksi. Jika injeksi ditunda sampai hari ke 9, 10, atau 11, sedikit demam
mungkin telah mulai dan hanya dapat diharapkan sedikit modifikasi dari penyakit.7

Prognosis

Anak dengan campak mempunyai prognosis yang baik, dan pasca infeksi menimbulkan
kekebalan yang bersifat permanen, walaupun dapat terjadi reinfeksi. Bayi dengan sindrom
campak yang lengkap mempunyai prognosis buruk, sedangkan bayi dengan infeksi yang
terjadi pada umur kehamilan > 16 minggu mempunyai prognosis lebih baik. Insiden reinfeksi
pada anak yang pernah mendapat campak adalah 3-10% dan yang mendapat imunisasi adalah
14-18%.7

Kesimpulan

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular dengan tingkat insidensi yang
tinggi pada anak-anak. Penularan yang cepat melalui droplet, khususnya bagi orang orang yang
immunocompromised.Kematian pada campak sering kali disebabkan oleh komplikasi-
komplikasinya, seperti pneumonia dan ensefalitis. Penyakit ini dapat dicegah melalui vaksinasi,
karena vaksin campak telah terbukti efektif menurunkan insidensi penyakit.

14
Daftar Pustaka

1. Behrman R.E, Kliegman R.M. Nelson esensi pediatric. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.h.486-7.
2. Gillespie S, Bamford K. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2009.h.70-1.

3. Baratawidjaja, K.G. Rengganis, I. Imunologi dasar. 8 th edition. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Indonesia; 2009.
4. Burnside J.W, McGlynn J. Adams diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005.h.67.
5. Soetomo. Pedoman diagnosis & terapi. Surabaya: SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair;
2006.h.34.

6. Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.


7. Rudolph A.M, Hoffman J.I.E, Rudolph C.E. Buku ajar pediatric Rudolph. Edisi 20.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.740-5.

8. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akutdalam:


Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113.
9. Nelson W.E, Behrman R.E, Kliegman R, Arvin A.M. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi
15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.1068-71.
10. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 2298

15
16

Anda mungkin juga menyukai