Skenario 3 Blok 30
Skenario 3 Blok 30
KELOMPOK B2
LINA LISA PAKEL 102012307
ANDREY YONATHAN 102013026
SUSI SUSANTI GURNING 102013099
GIOVANNI ABRAHAM MUSTOPO 102013252
ELISABETH JANICE RUSLI 102013307
RETNO PANGESTI 102013403
GERRIT YEFTA FANUEL 102013447
NUR AFIQAH BINTI ABDUL RAHMAN 102013509
FATIMATUZZAHARA BINTI HAJI OTHMAN 102013515
Abstrak
1
Pemeriksaaan DNA sering kali sangat dibutuhkan pada pembuktian kasus
perselingkuhan seseorang, karena akan banyak sekali sudut pandang. Karena tidak ada
cara lain yang dapat digunakan untuk membuktikan kasus tersebut, bahkan dengan
keterangan ataupun barang bukti seperti akte kelahiran. Keakuratan yang sangat tinggi
yang hampir mencapau 100 persen adalah salah satu penyebab mengapa tes DNA
paternal dan maternal selalu dilakukan untuk pembuktian seseorang adalah anak
kandungnya ataupun bukan.
A. Pendahuluan
Tiap sistem hukum yang ada di dunia memandang berbeda terhadap delik perzinahan
sebagai bagian dalam delik-delik mengenai kesusilaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
cara pandang dan nilai-nilai yang melatarbelakanginya. Sistem hukum yang berlaku dalam
masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan, perzinahan akan
dipandang sebagai sebuah perbuatan yang asusila. Namun hal ini berbeda menurut
masyarakat yang lebih bercorak individualis. Mereka menilai perzinahan sebagai bentuk
2
perbuatan yang biasa dan tergantung kemauan tiap individu. Perzinahan akan dipandang
tercela jika terjadi hal itu dilakukan dalam bingkai perkawinan.
Menurut ketentuan yang diatur di dalam KUHP, perzinahan hanya dapat terjadi jika
ada persetubuhan yang dilakukan orang yang telah terikat dengan perkawinan. Sedangkan
orang yang belum menikah dalam perbuatan ini adalah termasuk orang yang turut
melakukan (medepleger).
Ancaman pidana yang ditetapkan dalam pasal 284 ayat (1) KUHP adalah pidana
penjara sembilan bulan, baik bagi pelaku yang telah menikah maupun bagi orang yang turut
serta melakukan perbuatan zina itu.
Ketentuan yang mengatur mengenai persaksian tidak diatur secara khusus dalam delik
perzinahan menurut KUHP. Maka sistem pembuktian delik perzinahan sama dengan sistem
pembuktian delik-delik yang lain. Artinya, alat bukti yang digunakan dalam membuktian
adanya perbuatan zina ini seperti alat-alat bukti yang telah diatur dalam pasal 184 KUHAP,
yaitu :
1. keterangan saksi;
2. keterangan ahli;
3. surat;
4. petunjuk;
5. keterangan terdakwa.
Yang dimaksudkan dengan keterangan ahli disini dapat diambil dari pasal 1 poin ke 27
dimana disebutkan bahwa keterangan dari saksi adalah keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri dengan
menyebaut alasan dari pengetahuan tersebut.
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan.
Yang ketiga adalah surat, surat yang dimaksud disini adalah surat yang dibuat dengan
sumpah jabatan ataupun dikuatkan dengan sumpah. Bisa dalam bentuk berita acara, surat
yang menurut peraturan undang-undang, ataupun surat keterangan ahli berdasarkan
keahlian nya.
Selanjutnya pasal 185 ayat (3) mengatur bahwa keterangan seorang saksi saja cukup
untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. Pasal 284 ayat (2)
KUHP mengatur bahwa delik perzinahan adalah delik aduan absolut (absoluut
3
klachdelicten) yang hanya dapat dituntut atas pengaduan suami atau isteri yang tercemar
dengan adanya perzinahan itu (vide pasal 284 ayat (2) KUHP).
B. Aspek Hukum
Pasal 284 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa pasal
27 BW berlaku baginya;
b. seorang wanita telah kawin yang melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa pasal
27 BW berlaku baginya/
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa
yang turut bersalah telah kawin
b. seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal
diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW
berlaku baginya.
2. tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar,
dan bilamana bai mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan dikuti
dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu
juga.
3. terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5. jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena peceraian atau sebelumnya keputusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 3 UU no.1/1974 tentang perkawinan
1. Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang suami.
4
2. Pangadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
C. Prosedur Medikolegal
Persetujuan tindakan medik
Peraturan menteri kesehatan No 585/menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan
medik
Pasal 1. Pemerkes No 585/menkes/Per/IX/1989
a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang
akan dilakukan terhadap pasien tersebut;
b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapuetik;
d. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis
yang bekerja dirumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.
4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan
serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Setiap tindakan medis yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
5
2) Tindakan medik yag tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak
diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata atau diam-
diam.
Pasal 4 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak
3) Dalam hal yang sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi
oleh seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.
pasal 5 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik
yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapuetik.
3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa
hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
Pasal 9 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator.
Pasal 12 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan
medik
6
2. Pemberian persetujuan tindakan medik yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik
yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
Pasal 13 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan
surat ozin prektek.
D. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan
fisik yang melihat ciri ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna
kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat
ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium
atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan paternitas.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Golongan Darah
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan penentuan golongan darah
sebagai tes penyaring apa benar seorang anak mempunyai golongan darah yang
sama dengan orang tuanya. Berikut langkah - langkah melakukan pemeriksaan
laboratorium untuk penentuan golongan darah; Ambil beberapa tetes darah yang
dipisahkan dengan kotak kotak yang didalamnya kemudian akan diberikan
antibodi dari masing masing golongan darah. Lihat apakah tes terjadi aglutinasi
atau tidak. Yang tidak beraglutinasi terhadap anti, itulah golongan darah anak
tersebut.
+ : Aglutinasi
- : tidakTidak aglutinasi
Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang
sebenarnya dari seorang anak
7
Golongan Darah
Bayi B MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria I AB MNS Rhesus +
Pria II O MNS Rhesus +
Pria III A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak. Sedangkan pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut karena anak memiliki golongan darah AB.
Kasus yang lain yang biasa muncul adalah ayah curiga bahwa anak bukanlah anaknya
yang sejati
Golongan Darah
Anak O MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria B MNS Rhesus +
Anak tersebut pastilah bukanmasih memungkinkan bahwa anak dari pria diatas
karena bisa saja kedua orang tua memiliki golongan darah AO dan BO sehingga anak
bergolongan darah O.
b) Pemeriksaan DNA
DNA merupakan materi genetik yang membawa informasi yang dapat
diturunkan. Setiap orang memiliki DNA yang unik.
Dalam sel manusia, DNA dapat ditemukan di inti sel dan mitokondria. Di dalam
inti sel, DNA membentuk suatu kesatuan untaian yang disebut kromosom.
Setiap anak akan menerima setengah pasang kromoson dari ayah dan setengah
pasang kromosom dari ibu sehingga setiap individu membawa sifat yang
diturunkan baik dari ibu maupun ayah. Dalam hal ini ada dua tes, yaitu :
- Tes paternitas
Tes ini untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari
seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola DNA anak dengan terduga
ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan kepastian
adanya hubungan biologis.
- Tes maternitas
8
Tes DNA ini untuk menentukan apakah seorang perempuan adalah ibu biologis
seorang anak. Tes ini bisa dilakukan untuk kasus dugaan bayi tertukar, bayi
tabung, dan anak angkat. Selain di dalam inti sel, DNA juga bisa ditemukan di
dalam mitokondria, yaitu bagian dari sel yang menghasilkan energi. DNA
mitokondria hanya diturunkan dari ibu. Keunikan pola pewarisan DNA
mitokondria menyebabkan DNA ini dapat digunakan sebagai penanda untuk
mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal/garis ibu.
Berikut beberapa hal yang perlu diketahui tentang tes paternitas dan maternitas.
Siapa yang diperiksa?
Untuk tes paternitas yang diperiksa adalah ibu, anak, dan terduga ayah. Bisa saja hanya
ayah dan anak yang diperiksa, jika ibu biologis tidak bersedia ikut tes. Partisipasi ibu pada
tes paternitas dapat membantu separuh DNA anak, sehingga separuhnya lagi dapat
dibandingkan dengan DNA terduga ayah.
Apa yang diperiksa?
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA. Mulai dari buccal swab
(sel mukosa di pipi bagian dalam, diambil dengan alat khusus seperti cotton buds yang
ujungnya dilengkapi dengan sisir kecil dari karet), darah, kuku, sampai rambut. Untuk bayi,
jaringan bisa diambil dengan buccal swab atau jarum suntik kecil. Menurut Hera, yang
paling efektif adalah darah karena bisa dapat banyak DNA. Namun, kini teknik
pengambilan DNA makin lama makin sensitif, dalam arti bisa dilakukan dengan mengambil
sedikit jaringan, seperti sidik jari yang menempel di suatu benda dan bekas lipstik.
Adakah batasan usia?
Tak ada batasan usia. Bahkan pada janin dan orang yang sudah meninggal. Pada tes
paternitas sebelum anak dilahirkan (prenatal), tes DNA dapat dilakukan dengan sampel dari
jaringan janin, umumnya pada usia kehamilan 10-13 minggu atau dengan cara
amniosentesis (tes prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu. Untuk pengambilan
jaringan janin ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu yang ingin
melakukan tes DNA prenatal harus
berkonsultasi dengan ahli kebidanan kandungan.
Bagaimana prosedurnya?
9
Setelah ditanya alasan dan latar belakangnya, klien harus menandatangani persetujuan
tes paternitas atau tes DNA lainnya di atas materai. Klien juga harus menyerahkan identitas
diri (KTP atau paspor) dan foto. Setelah itu baru diambil darahnya dengan dihadiri saksi.
Apabila anak belum dewasa, diperlukan fotokopi surat kelahiran atau surat perwalian anak
yang menyatakan terduga ayah atau wali anak memiliki hal untuk membawa anak itu
melakukan tes paternitas.
Seberapa akurat?
Tes DNA adalah 100 persen akurat jika dikerjakan dengan benar. Tes DNA ini
memberikan hasil lebih dari 99,99 persen probabilitas paternitas jika DNA terduga ayah
dan DNA anak, cocok (matched). Apabila DNA terduga ayah dan anak tidak cocok
(mismatched) maka terduga ayah yang dites, 100 persen bukanlah merupakan ayah biologis
anak itu.
Dulu, konfirmasi dilakukan dengan mengulang tes terhadap terduga ayah. Kini, begitu ada
tes, dilakukan dua kali dengan dua orang pemeriksa (researcher) Jika hasil dari dua orang
itu berbeda, pasti ada kesalahan. Lalu kami cek lagi. Semua researcher sudah diperiksa
DNA-nya. Sehingga jika ada yang tidak match, jangan-jangan ada kontaminasi. Mungkin
terkena DNA si researcher.
Bagaimana prosesnya?
Begini proses yang paling sederhana: setelah mengambil jaringan atau darah, (dalam
darah ada plasma, serum, sel-sel darah merah, sel-sel darah putih), dengan suatu detergen,
"dipecahkan" membran sel darah putih. Apapun yang ada di dalamnya akan keluar,
termasuk DNA. Sekarang ada teknologi yang bisa menggandakan sampai jutaan kali
fragmen suatu DNA yang akan diperiksa.
Berapa lama?
Hasil tes DNA selesai dalam waktu 12 hari kerja terhitung dari tanggal diterimanya
sampel. Selain itu, seluruh informasi pasien, mengenai tes, dan hasil tes akan dijamin
kerahasiaannya. Karena pertanyaan mengenai paternitas, sangat sensitif. Hasil tes DNA
hanya akan diberikan kepada individu yang melakukan tes. Tidak Bisa Dipaksakan Tes
DNA tidak bisa dilakukan karena paksaan dari pihak ketiga. Namun, untuk keperluan
pengadilan, jaksa dan polisi bisa meminta. Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai
referensi pribadi, kecuali jika sampel yang diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat
dari polisi atau jaksa), maka sampel tersebut memiliki kekuatan hukum.
10
Ada beberapa pemeriksaan DNA yang biasbiasa dilakukan,yaitu:
1. Konsep Polimorfisme
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu bentuk
yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada
suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan
bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga
memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang
lain.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain
ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit dan sistim
HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme
pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik
atau DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA
fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction
Fragment Length Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase
Chain Reaction).
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme
DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat
polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak
sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA
masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau
bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas
meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai
bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang
kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.
2. Pemeriksaan DNA Fingerprint
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985.
Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah non-
coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu
yang berulang sebanyak n kali.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genommanusia sehingga dinamakan multilokus.
Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu mempunyai
jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga kemungkinan
dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA
11
ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya
tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini
diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat
dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.
Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari
DNA yang terletak dekat dengan gen globin mansuai ternyata dapat melacak VNTR ini
secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacar
Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering
digunakan.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu
memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan.
Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang
potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA
pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya
dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA
yang tleha terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran
nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat
DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan
dnegan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang
dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA
yang merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini,
dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya
radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif ini
akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode
(label barang di supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat
dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak
dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak
tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh
pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal
yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).
12
Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina dengan pita
DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita DNA
yang persis pola susunannya.
3. Analisis VNTR Lain
Setelah penemuanny Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode
pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim
labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode
Southern blot seperti metode Jeffreys.
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal
(singel locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada
sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah
satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita
DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan
pita satunya berasal dari sang ayah.
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi
lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku
perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku
perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang
sedikit membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi
personal selain kasus perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa
lokus sekaligus.
Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus
identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak
lokus tunggal.
4. Pemeriksaan RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA
setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai
kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan
potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat
membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga
membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode
analisis RFLP.
13
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,
karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi. Metode
pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan
metode PCR.
5. Metode PCR
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak
fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan
deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim
polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi
akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA
akan memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untau tunggal yang sengaja dibuat
dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga dapat
diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara
90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded)
akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan
dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau primer annealing) yang
dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T)
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada primer
yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA
untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75
derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang
diri membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin
diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan
menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang
akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara
DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan
larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara
berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).
14
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat
sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
LokusDNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali lokus
VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44.
Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga penemuan-penemuan lokus
DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap
saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti
golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya
dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh
pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu
"pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok
yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus.
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan
eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti
yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya sampel
forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada
pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb. Kelebihan lain dari
pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah
berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan
sampe postmortem yang tak segar lagi.
Interpretasi hasil
Setelah dilakukan pemeriksaan DNA pada tersangka ayah, anak, dan ibu maka ketiga
hasil pemeriksaan DNA tersebut dimasukkan dalam suatu tabel FCM (father child mother).
Pada setiap lokusnya, dicari fragmen DNA maternal, yaitu fragmen DNA anak yang sama
dengan salah satu fragmen DNA ibunya. Kemudian fragmen DNA anak satunya, yang
merupakan fragmen DNA paternal (berasal dari ayah) dibandingkan dengan kedua fragmen
15
DNA tersangka ayah. Jika ditemukan ada fragmen DNA tersangka ayah yang sama dengan
fragmen DNA paternal anak, maka pria tersebut dinyatakan mungkin merupakan anak dari
pria tersebut. Jika DNA paternal anak tidak sama dengan salah satu DNA tersangka ayah,
maka komposisi tersebut dapat dinyatakan sebagai ekslusi (2,3,4,5). Ditemukannya dua
ekslusi atau lebih pada panel 10 atau 15 lokus memastikan bahwa anak tersebut bukan anak
pria tersebut.
Contoh hasil pemeriksaan paternitas yang menunjukkan bahwa tersangka pria adalah ayah
biologis dari seorang anak.
No Lokus Tn. X Anak B Ny. M kesimpulan
01 CSFIPO 11 , 12 11 , 11 11 ,11 mungkin
02 FGA 12 , 15 15 , 16 16 , 18 mungkin
03 TH01 08 , 12 08 , 11 11 , 12 mungkin
04 TPOX 15 , 15 15 , 15 14 , 15 mungkin
05 VWA 19 , 21 19 , 22 20 , 22 Mungkin
06 D3S1358 11 , 12 10 , 12 10 , 22 mungkin
07 D5S818 08 , 11 09 , 11 09 , 11 mungkin
08 D7S820 07 , 09 07 , 07 07 , 08 mungkin
09 D8S1179 14 , 16 14 , 18 17 , 18 mungkin
10 D13S317 12 , 14 14 , 15 15 , 15 mungkin
11 D16S539 08 , 11 08 , 09 08 , 09 mungkin
12 D18S51 14 , 16 16 , 18 15 , 18 mungkin
13 D21S11 14 , 14 13 , 14 13 , 15.2 mungkin
Keterangan :
1. Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki sepasang pita
DNA, yang dinyatakan sebagai angka yang menunjukkan panjangnya DNA.
2. Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita materal),
sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ayah
kandungnya (pita paternal)
3. Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak dengan
DNA tersangka ayah pada lokus tersebut.
4. Seorang pria dikatakan AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak, jika pita
paternal anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus DNA
yang diperiksa.
5. Seorang pria dikatakan BUKAN AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak jika
dua atau lebih lokus DNA yang diperiksa didapat ada ketidaksesuaian (eksklusi)
DNA paternal anak dengan DNA pria tersebut.
16
6. Pada tabel diatas didapatkan pada semua lokus DNA ditemukan kesesuaian DNA
paternal anak B dengan DNA Tuan X. Hal ini menunjukkan bahwa anak B adalah
benar anak biologis Tuan X. Paternity Index 5.540.619, menunjukkan bahwa Tuan
X 5.540.619kali lebih mungkin merupakan ayah biologis dari anak B dibandingkan
pria lngain yang diambil secara acak dari dalam populasi yang sama.
7. Probability of paternity pada kasus ini adalah 99,99998%
MANFAAT TES DNA
Karena sebagian DNA didapat dari ayah biologik dan sebagian lagi didapat dari ibu,
maka profil DNA seseorang menunjukkan beberapa persamaan dengan profil DNA
ayah/ibu dan saudara-saudaranya. Itulah mengapa, tes DNA ini mempunyai banyak
kegunaan:
Dapat dilakukan oleh wanita yang memerlukan bukti ayah dari anaknya kepada
lelaki yang menolak mengakui anak tersebut sebagai anaknya.
Dapat menolong ayah yang ingin mencari kebenaran identitas anaknya demi
ketenangan pikirannya.
Dapat menolong anak angkat yang sedang membuktikan siapa orang tua
kandungnya.
Dapat menolong seseorang yang mencari salah satu orang tuanya yang telah
bercerai lama.
Dapat digunakan untuk mencari nenek moyangnya demi kepentingan klaim
asuransi.
Dapat digunakan untuk mencari tahu apakah kedua anak tersebut kembar identik
atau bukan.
Dapat mencari tahu apakah anak mereka anak kandungnya atau bukan, terutama
pada kasus anak yang tertukar di rumah sakit.
Dapat menentukan apakah beberapa orang tersebut saudara kandungnya atau bukan.
Dapat digunakan untuk mencari seseorang yang terlibat dalam tindakan kriminal,
seperti pembunuhan, perampokan, ataupun pemerkosaan.
E. Etika Profesi Kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.
17
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberaoa rules
dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
a) prinsipPrinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah
yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
b) prinsipPrinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien.
c) Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memoerburukmemperburuk keadaan pasien.
d) prinsipPrinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
1. Etika Klinik
Jonsen, Siegler, dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan
4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :
a) medical indication
dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi
keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi meis ini ditinjau dari
sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan nonmaleficence.
Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang
selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.
b) patient preferences
perlu memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban
yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomi. Pertanyaan etiknya
meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan
keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien
tidak kompeten, nilai, dan keyakinan yang dianut pasien, dll.
c) quality of life
aktualisasi salah satu tujuam kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga, atau
meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan
penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang
berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence, dan autonomi,
d) contextual features
18
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,
seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budayaa, kerahasiaan, alokasi sumber
daya, dan faktor hukum.
22