Kelompok D7
10 Desember 2012
1. Zebriyandi 102010102
4. Viboy 102011173
1
9. Hendra Sucipta 102011403
Alamat Korespondensi :
Pendahuluan
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dnegan meningkatnya tonus otot dan
spsame, yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Tetanus merupakan penyakit yang
perawatan, pengobatan dan pencegahannya harus dilakukan dengan secara teratur. Bila terjadi
komplikasi ataupun turunnya kerja dari sistem imun dari pasien itu sendiri, bisa menjadi
Oleh karena itu, makalah ini dibuat, yaitu untuk mengetahui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dari pasien yang memiliki gejala seperti tetanus, untuk mengetahui
prognosis dari tetanus, serta untuk mengetahui diagnosis banding apa saja yang ada dari tetanus.
2
Masalah
Seorang pria datang dengan keluhan demam, mulut kaku dan nyeri pada tungkai bawah
kanan. Saat inspeksi, kulit tungkai bawah kanan didaerah luka kemerahan, teraba panas dan
Hipotesis
Gejala infeksi pada laki laki tersebut disebabkan oleh mikroorganisme penyebab tetanus
Pembahasan
Anamnesis
Identitas. Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
nama orang tua atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
Keluhan Utama. Menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien tersebut
pergi ke dokter dan mencari pertolongan. Selain itu keluhan utama harus disertai dengan
3
Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat penyakit sekarang juga harus di tanyakan, yaitu
cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum
keluhan utama sampai pasien datang berobat. Hal yang harus ditanyakan adalah:
oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita
apakah dulu pernah mempunyai penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang di deritanya
jawabnya, apakah di dalam keluarga pasien ada yang pernah atau sedang menderita penyakit
kebiasaan pasien. Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas
dan kualitasnya. Selain itu, harus ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien,
4
Dalam kasus ini, pasien yang datang adalah seorang laki laki berusia 22 tahun yang
mengeluh demam, mulut terasa kaku dan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan. Menurut
keterangan pasien, 2 minggu lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas (yang merupakan suatu
luka kotor) dan mengalami luka robek pada tungkai bawah kanan dan mendapat 27 jahitan oleh
seorang petugas kesehatan di desanya serta tidak mendapat antibiotik dari petugas kesehatan
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali
untuk mendapatkan suhu badan pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan
denyut nadi.1 Pemeriksaan fisik lainnya adalah dengan melakukan inspeksi. Pada saat melakukan
inspeksi, kulit tungkai bawah kanan didaerah luka tampak kemerahan, teraba panas dan bengkak,
Pemeriksaan Penunjang
Sekret luka hendaknya dikultur pada kasus yang dicurigai tetanus. Namun demikian,
Clostridium tetani dapat di isolasi dari luka pasien tanpa tetanus sering tidak dapat ditemukan
dari luka pasien tetanus, kultur yang positif bukan merupakan bukti bahwa organism tersebut
Leukosit mungkin meningkat. Pemeriksaan cairan cerebrospinal mungkin menunjukan hasil yang
normal. Elektromyogram mungkin menunjukkan impuls unit unit motorik dan pemendekan
5
atau tidak adanya interval tenang yang secara normal dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan
non spesifik dapat dijumpai pada elektrokardiogram yang menunjukan aritmia vaskuler. Enzim
otot ini mungkin meningkat. Kadar antitoksin serum 0,15 U/ml dianggap protektif dan pada
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Clostridium tetani belum tentu berhasil. Anamnesis tentang adanya kelainan yang dapat menjadi
tempat masuknya kuman tetanus, trismus, risus sardonikus, kaku uduk, opistotonus cukup untuk
menegakan diagnosis tetanus.3 Tetanus tidaklah mungkin apabila terdapat riwayat serial
vaksinasi yang telah diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan.2
Diagnosis Banding
Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang. Tetani
didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). Kejang pada meningitis dapat
dibedakan dengan kelainan cairan serebrospinal. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing
atau kucing disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi
tanpa trismus. Trismus dapat pula terjadi pada angina yang berat, abes retrofaringeal, abes gigi
yang hebat, pembesaran kelenjar getih bening leher. Kuduk kaku juga dapat terjadi pada
meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis pneumonia lobaris atas, miositis
6
Patogenesis
C. tetani bukan organism invasive. Infeksi tetap bersifat local di daerah jaringan yang
mengalami devitalisasi.5 Sering terjadi kontaminasi luka oleh spora C. tetani. C. tetani sendiri
tidak menimbulkan inflamasi dan port dentrae tetap tampak tenang tanpa tanda inflamasi,
Dalam kondisi anaerobic, yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi, basil
tetanus mensekresi 2 macam toksin: tetanospasmin dan tetanosilin. Tetanosilin mampu secara
local merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan
lebih dari 5% dari berat organism. Toksin ini merupakan polipeptida rantai ganda dengan berat
150.000 Da yang semula bersifat inaktif. Rantai berat (100.000 Da) dan rantai ringan (50.000 Da)
dihubungkan oleh suatu ikatan yang sensitive terhadap protease dan dipecah oleh protease
jaringan yang menghasilkan jembatan disulfida yang menghubungkan dua rantai ini. Ujung
karboksil dari rantai berat terikat pada membrane saraf dan ujung amino memungkinkan
masuknya toksin kedalam sel. Rantai ringan bekerja pada presinaptik untuk mencegah pelepasan
neurotransmitter dari neuron yang dipengaruhi. Tetanoplasmin yang dilepaskan akan menyebar
pada jaringan di bawahnya dan terikat pada ujung ujung saraf di seluruh tubuh. Toksin
kemudian akan menyebar dan ditransportasikan dalam axon dan secara retrogred ke dalam badan
7
Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik, lalu kesaraf sensorik dan saraf otonom.
Jika toksin telah masuk kedalam sel, ia akan berdifusi keluar dan akan masuk mempengaruhi ke
neuron di dekatnya. Apabila interneuron inhibitory spinal terpengaruh, gejala gejala tetanus
akan muncul. Transpor interneuronal retroged lebih jauh terjadi dengan menyebarnya toksin ke
batang otak dan otak tengah. Penyebaran ini meliputi celah sinpatik dengan suatu mekanisme
rantai ringan dan rantai berat akan berkurang, membebsakan rantai ringan. Efek toksin dihasilkan
yang diperlukan untuk keluarnya vesikel intraseluler yang mengandung neurontransmitter. Rantai
Toksin ini memiliki efek dominan pada neuron inhibitori, di mana setelah toksin
neurontransmitter inhibitory yaitu glisin dan asam aminobutirik (GABA). Interneuron yang
menghambat neuron motorik alfa yang pertama kali dipengaruhi, sehingga neuron motorik ini
kehilangan fungsi inhibisinya. Lalu (jalur yang lebih panjang) neuron simpatetik preganglionik
pada ujung lateral dan pusat parasimpatik juga dipengaruhi. Neuron motorik juga dipengaruhi
dengan cara yang sama, dan perlepasan asetilkolin ke dalam celah neuromuscular dikurangi.
Pengaruh ini mirip dengan aktivitas toksin botulinum yang mengakibatkan paralisis flaksid.
Namun demikian, pada tetanus, efek disinhibitori neuron motorik lebih berpengaruh daripada
8
berkurangnya fungsi pada ujung neuromuscular. Pusat medulla dan hipotalamus mungkin juga
dipengaruhi. Tetanospasmin mempunyai efek konvulsan kortikal pada penelitian pada hewan.
Efek prejungsional dari ujung neuromuscular dapat berakibat kelemahan di antara dua spasme
dan dapat berperan pada paralisis saraf cranial yang dijumpai pada tetanus sefalik dan myopati
Aliran aferen yang tidak terkendali dari saraf motorik pada korda dan batang otak akan
menyebabkan kekakuan dan spasme muscular, yang menyerupai konvulsi. Refleks inhibisi dari
kelompok otot antagonis hilang, sedangkan otot otot agonis dan antagonis berkontraksi secara
simultan. Spasme otot sangatlah nyeri dan dapat berakibat fraktur atau rupture tendon. Otot
rahang, wajah dan kepala sering terlibat pertama kali karena jalur aksonalnya lebih pendek.
Tubuh dan anggota tubuh mengikuti, sedangkan otot otot perifer tangan dan kaki relative jarang
terlibat.
Aliran impuls otonomik yang tidak terkendali akan berakibat terganggunya control
otonomik dengan aktivitas berlebih saraf simpatik dan kadar katekolamin plasma yang
berlebihan.
ujung saraf yang baru yang menjelaskan mengapa tetanus berdurasi lama.
Pada tetanus local, hanya saraf saraf yang menginevarsi otot otot yang bersangkutan
yang terlibat. Tetanus generalisata terjadi akibat toksin yang dilepaskan di dalam luka memasuki
aliran limfe dan darah dan menyebar luas mencapai ujung saraf terminal: saraf darah otak
9
memblokade masuknya toksin secara langsung kedalam sistem saraf pusat. Jika diasumsikan
bahwa waktu transport intraneural sama pada semua saraf, serabut saraf yang pendek akan
terpengaruh sebelum serabut saraf yang panjang: hal ini menjelaskan urutan keterlibatan serabut
Manifestasi Klinis
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran
binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai
komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi
Masa tunas biasanya 5 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada
infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam
4. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
10
5. Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ), sudut mulut tertarik keluar
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam keadaan
ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten
diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai
dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang
kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin
dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.4
Klasifikasi Tetanus
11
Tetanus generalisata. Merupakan bentuk paling umum dari tetanus yang ditandai dengan
kontraksi otot tetanik dan hiperfleksi, yang mengakibatkan trismus (radang terkunci),
spasme kelompok otot didekat lokasi cidera atau dpat memburuk menjadi bentuk umum
(generalisata).
Tetanus sefalik. Merupakan bentuk yang jarang dari tetanus local, yang terjadi setelah
trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1 2 hari. Dijumpai trismus atau
disfungsi satu atau lebih saraf cranial, yang tersering adalah saraf ke 7. Dysphagia dan
beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor faktor seperti tindakan
perawatan sisa umbilicus yang tidak higienis atau pada sirkulasi bayi laki laki dan
12
Derajat I (ringan): Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan
Derajat II (sedang): Trismus sedang, rigiditas Nampak jelas, spasme tingkat ringan sampai
sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.
Derajat III (berat): Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan,
frekuensi pernapasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat dan takikardi lebih dari 120
Derajat IV (sangat berat): Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan
13
Komplikasi
Sistem Komplikasi
Laringospasme/obstruksi*
Respirasi Apnea*
Hipoksia*
14
ARDS*
Komplikasi trakeosotomi
akibat spasme
Penatalaksanaan
Strategi terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalm
tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksi lebih lanjut; toksin yang terdapat
15
dalam tubuh, diluar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisir dan efek dari toksin yang telah
Nonmedika Mentosa
Pada perawatan, harus dilakukan observasi ketat, terutama pada jalan napas, perubahan
posisi dan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus, serta pengosongan buli buli. Fisioterapi
paru paru dan anggota gerak serta perawatan mata juga merupakan bagian dari perawatan baku.
Berikan nutrisi parenteral dan enteral yang adekuat: selama pasase usus baik, nutrisi enteral
merupakan pilihan, tetapi bila perlu, berikan makanan lewat pipa lambung atau gastrostomi.
Perawatan pasien tetanus sebaiknya dilakukan diruangan yang tenang dan terlindung dari
rangsangan penglihatan, pendengaran dan perabaan. Selain itu, diperlukan staf perawat yang
berpengalaman, berdedikasi tinggi serta bertanggung jawab. Ruangan yang gelap tidak
diperlukan karena perubahan secara tiba tiba dapat memicu terjadinya kejang.3
Medika Mentosa
Diazepam. Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi
semua tingkatan sistem saraf pusat, termasuk bantuan limbic dan reticular, mungkin
pernafasan. Jika pada pasien terapsang ventilator, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk
16
Baklofen. Baklofen intertekal, relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara
experimental untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk menghentikan infuse
diazepam.
Dantrolen. Dantrolen menstimulasi relaksasi otot dengan memodulasi kontraksi otot pada
daerah setelah hubungan myoneural dan dengan aksi langsungnya pada otot.
Penisilin G. Berperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot selama
rentan.
Metronidazol. Metronidazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat absorbs
ke dalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yang terbentuk mengikat DNA dan
Pencegahan
memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa
inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan. Umumnya diberikan
minggu minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan
17
Pemberian penisilin prokain selama 2 - 3 hari setelah mendapat luka berat
Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif.
Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteri, dimulai
pada umur 3 bulam. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian pada saat
usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria
Epidemiologi
Tetanus terjadi secara sporadic dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu
dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal
mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat
dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia
terutama di Negara beriklim tropis. Penyakit ini umum terjadi di daerah pertanian, di daerah
pedesaan, pada daerah dengan iklim hangat, selama musim panas dan pada penduduk pria. Pada
negara negara tanpa program imunisasi yang kompeherensif, tetanus terjadi terutama pada
Penyakit tetanus biasanya timbul di daerah yang mudah terkontaminasi dengan tanah dan
Prognosis
18
Dipengaruhi oleh beberapa faktor dan akan buruk pada masa tunas pendek (kurang dari 7
hari), usia yang sangat muda (neonatus) dan usia lanjut, bila diserta frekuensi kejang yang tinggi,
kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onset yang pendek(jarak
antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya komplikasi terutama spasme otot pernafasan
Faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus adalah masa inkubasi, periode awal
pengobatan, imunisasi, local focus infeksi, penyakit lain yang menyertai, beratnya penyakit dan
Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini disebabkan oleh bakteri clostridium tetani yang menghasilkan
toksin. Port de entrenya tak selalu diketahui dengan pasti namun penatalaksanaan tetanus sangat
Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 181-3.
2. Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 2911-22.
3. Jong D, Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2010.h.46-9.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia. Ilmu kesehatan anak.
19
Jakarta: Infomedia; 2005.h.569-71.
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.h.207.
6. Hill MG. Harrisons principle of internal medicine volume 1. 3rd ed. United States :
Library of Congress; 2008.p.899.
20