Anda di halaman 1dari 42

PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Matakuliah
Perkembangan Hewan
yang dibina oleh Bapak Abdul Ghofur

oleh
Kelompok 4
Binti Hifdotun Al Aslahah (120341421999)
Putri Ani Puji K. K (120341421954)
Rifalatul Isnaini (120341400031)
Siti Nur Arifah (120341400022)
Titis Nur Ilmi (120341400021)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
Februari 2014

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pada ayam sebagaimana pada hewan yang lain
yaitu melewati proses fertilisasi sehingga terbentuk zigot. Zigot inilah yang
kemudian akan berkembang menjadi dua sel. empat sel, dan seterunya hingga
terbentuk jaringan, organ, sistem organ, dan akhirnya membentuk suatu
organisme dengan susunan sistem dalam tubuhnnya yang sangat kompleks.
Perkembangan organisme mulai dari zigot dipelajari dalam ilmu embriologi.
Embriologi adalah cabang biologi yang mempelajari proses perkembangan
organisme multiseluler pada awal kehidupan individu. Sedangkan yang
mempelajari proses perkembangan dari awal sampai akhir hayat individu
disebut biologi perkembangan (developmental biology) (Sagi, 1999).
Perkembangan dari suatu hewan pada umumnya sama namun akan
berbeda pada suatu tahap tertentu karena ketika terjadi perkembangan pasti
suatu sel akan mengalami diferensiasi dan spesialisasi menjadi organ tertentu.
Setiap jaringan mengandung sekelompok sel yang sama. Sel jaringan ini sudah
merupakan sel khusus. Bentuk umum dan struktur dari sel dimodifikasi selama
perkembangan sehingga setiap jaringan mengandung sel dengan fungsi khusus.
Ketiga lapisan benih akan mengalami spesialisasi selama periode ini dan
karena itu, setiap lapis benih menghasilkan sel yang fungsional pada jaringan
tempatnya berbeda.(Puja et.al. 2010) Perkembangan yang terjadi pada ayam
sebagimana pada hewan lainnya yaitu melewati fase blastulasi, morulasi,
gastrulasi, neurulasi, dan organogenesis.
Pada tahap blatulasi pada aves dalam hal ini ayam, blastula yang
terbentuk berbentuk cakram, hal ini terjadi karena pembelahan holoblastik
yang tidak teratur. Sedangkan pada fase gastrula terjadi penebalan yang
disebut dengan primitive steak (lempeng sederhana) yang terjadi pada daerah
bakal median embrio di bagian caudal. Sumbu memanjang bakal tubuh embrio
diperankan oleh primitive streak. Lapisan-lapisan lembaga dibentuk melalui
migrasi sel-sel epiblas ke arah nodus Hensens dan primitive streak, dan sel-sel

2
beringresi untuk membentuk lapisan lembaga tengah dan bawah (mesoderem
dan endoderem). Sel-sel pertama yang melintasi primitive streak bagian
anterior adalah bakal endoderem dan diikuti oleh bakal mesoderem. Sel-sel
bakal mesoderem menyebar diantara epiblas dan hipoblas membentuk lapisan
tengah yang kini disebut sebagai mesoderem. Sel-sel yang bermigarasi melalui
nodus Hensens meluas ke depan dan sel-sel tersebut terkondensasi membentuk
notokorda, sedangkan sisa sel-sel epiblast yang tidak berinvaginasi melalui
daerah primitive akan tetap menjadi ektoderem (Yatim, 1994).
Setalah tahap gastrulasi maka akan dilanjutkan dengan tahap neurulasi
yaitu proses pemebntukan neural atau saraf. Neurulasi aves (ayam), arkenteron
dibentuk ketika lipatan lateral menekan dan memisahkan embrio menjauhi
kuning telur. Sekitar bagian pertengahan dari panjang embrio akan tetap bertaut
ke kuning telur melalui batang kuning telur yang sebagian besar terbentuk dari
sel-sel hipoblas (Yatim, 1994). Selanjutnya menuju tahap organogeesis dari
lapisan-lapisan ektoderm, endoderm, dan mesoderm yang akan berkembang
lebih spesifik menjadi organ-organ tertentu. Seiring berjalannya waktu maka
sel-sel yang telah terdiferensi akan tumbuh menjadi organ penyusun individu,
dalam hal ini ayam yang akan tumbuh dewasa dan normal jika selama
pembelahan dan perkembangan selnya tidak megalami gangguan sehingga
terjadi keabnormalan pada bentuk tubuhnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk telur pada ayam ?
2. Bagaimanakah mekanisme fertilisasi pada ayam ?
3. Apakah yang dimaksud dengan tahap morulasi ?
4. Apakah yang dimaksud dengan tahap blastulasi ?
5. Apakah yang dimaksud dengan tahap gastrulasi ?
6. Apakah yang dimaksud dengan tahap neurulasi ?
7. Apakah yang dimaksud dengan tahap organogenesis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk telur pada ayam.
2. Untuk mengetahui mekanisme fertilisasi pada ayam.
3. Untuk mengetahui tahap morulasi pada ayam.

3
4. Untuk mengetahui tahap blastulasi pada ayam.
5. Untuk mengetahui tahap gastrulasi pada ayam.
6. Untuk mengetahui tahap neurulasi pada ayam.
7. Untuk mengetahui tahap organogenesis pada ayam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Reproduksi Pada Ayam


1. Alat reproduksi ayam jantan
Alat reproduksi ayam jantan terdiri dari alat reproduksi primer dan reproduksi
sekunder (saluran reproduksi). Alat reproduksi primer berupa testis,
sedangkan alat reproduksi sekundernya berupa epididymis, vas deferens,
penis, dan kloaka.

a. Testis
Testis pada ayam jantan berjumlah dua (sepasang) dan terletak di dalam
rongga perut. Testis berfungsi untuk memproduksi sperma, seminal plasma,
dan hormone testosterone. Sprema nantinya akan membuahi ovum. Seminal
plasma merupakan cairan semen yang berguna untuk media transportasi
(perantara) sehingga memudahkan dalam proses ejakulasi ketika perkawinan.
Testosterone merupakan hormone kejantanan yang berfungsi untuk
membantu pembentukan spermatozoa dan menumbuhkan sifat kelamin jantan
terutama membangkitkan lebido seksual.

b. Epididymis
Epididymis merupakan saluran terbelah-belah yang berfungsi untuk alat
transport, penyerapan air, pematangan dan penyimpanan sperma.

c. Vas deferens
Vas deferen pada ayam terdapat sepasang yang menghubungkan epididymis
dengan penis dan berfungsi untuk menyalurkan sperma.

d. Penis
Penis pada ayam tidak berkembang seperti halnya pada aves lainnya.
Bentuknya hanya sebagai papilla atau pallus dan mengalami rufimenter
seperti putting susu dan agak berkembang pada saat akan kopulasi atau
terangsang lebidonya. Penis berfungsi sebagai alat kopulasi atau

5
menyemprotkan sperma ke dalam alat reproduksi betina pada saat terjadinya
kopulasi. Menurut Nesheim (1972) menyatakan bahwa organ kopulasi unggas
duktus deferen berakhir pada suatu lubang papilla kecil yang terletak pada
dinding dorsal kloaka. Papilla kecil ini merupakan rudimenter dari organ
kopulasi.

e. Kloaka
Kloaka sebenarnya bukan merupakan alat kelamin, namun fungsi kloaka ini
adalah untuk melindungi alat reproduksi terutama organ kopulasinya. Kloaka
memiliki otot spinter dan selalu tertutup rapat dan membuka pada saat hanya
akan membuang kototran dan saat akan ejakulasi.

a b

Gambar organ reproduksi ayam jantan

Sumber : a. http://www.search-document.com/pdf/1/7/sistem-
reproduksi-ayam-jantan.html

6
b. Nesheim et al., 1979

2. Alat reproduksi ayam betina


Organ reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium dan oviduct. Pada ovarium
terdapat banyak folikel dan ovum. Oviduct terdiri dari infudibulum, magnum,
ithmus, kelenjar kerabang telur dan vagina (Nalbandov, 1990).

a. Ovarium
Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan
rongga perut pada garis punggung sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat
kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk. Ovarium terdiri atas dua lobus
besar yang banyak mengandung folikel-folikel (Nalbandov, 1990). Ovarium
biasanya terdiri dari 5 sampai 6 ovum yang telah berkembang dan sekitar
3.000 ovum yang belum masak yang berwarna putih (Akoso, 1993).

Yolk merupakan tempat disimpannya sel benih (discus germinalis)


yang posisinya pada permukaan dipertahankan oleh latebra. Yolk dibungkus
oleh suatu lapisan membran folikuler yang kaya akan kapiler darah, yang
berguna untuk menyuplai komponen penyusun yolk melalui aliran darah
menuju discus germinalis. Ovum juga dibungkus oleh suatu membran vitelina
dan pada ovum masak membran vitelina dibungkus oleh membran folikel.
Bagian yolk mempunyai suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh
kapiler darah yang disebut stigma. Pada bagian stigma inilah akan terjadi
perobekan selaput folikel kuning telur, sehingga telur akan jatuh dan masuk ke
dalam ostium yang merupakan mulut dari infundibulum (Nesheim et al.,
1979).

7
Gambar . Ovarium dari ayam petelur (Nesheim et al., 1979)

Tipe yolk pada aves tergolong pada tipe polilechital atau juga
disebut dengan megalechital yaitu kuning telur berjumlah banyak dan cukup
untuk cadangan makanan selama beberapa hari.

Ovarium menghasilkan beberapa hormon pada saat


perkembangannya, folikel-folikel pada ovarium ini berkembang karena
adanya FSH (Follicle-Stimulating Hormone) yang diproduksi oleh kelenjar
pituitari bagian anterior (Nesheim et al., 1979). Anak ayam belum dewasa
mempunyai oviduk yang masih kecil dan belum berkembang sempurna.
Perlahan lahan oviduk akan mengalami perkembangan dan sempurna pada
saat ayam mulai bertelur, dengan dihasilkannya FSH tersebut (Akoso, 1993).

Setelah ayam dewasa ovarium juga memproduksi hormon estrogen. Hormon


estrogen memacu pertumbuhan saluran reproduksi dan merangsang terjadinya
kenaikkan Ca, protein, lemak dan substansi lain dalam darah untuk
pembentukan telur. Estrogen juga merangsang pertumbuhan tulang pinggul
dan brutu. Progresteron juga dihasilkan oleh ovarium, yang berfungsi sebagai
hormon releasing factor di hipothalamus untuk membebaskan LH dan
menjaga saluran telur berfungsi normal (Akoso, 1993).

8
b. Oviduct

Gambar . Organ reproduksi ayam betina (Nesheim et al., 1979)

Oviduk terdapat sepasang dan merupakan saluran penghubung antara


ovarium dan uterus. Pada unggas oviduk hanya satu yang berkembang baik
dan satunya mengalami rudimeter. Bentuknya panjang dan berkelok-kelok
yang merupakan bagian dari ductus Muller. Ujungnya melebar membentuk
corong dengan tepi yang berjumbai (Nalbandov, 1990). Oviduk terdiri dari
lima bagian yaitu: infundibulum atau funnel, magnum, ithmus, uterus atau
shell gland dan vagina (Nesheim et al., 1979).

Oviduk mempunyai struktur yang kompleks untuk menghasilkan


bahan sekitar 40 g (10 g padat dan 30 g air) dalam waktu sekitar 26 jam.
Secara garis besar terdiri lapisan perotoneal eksternal (serosa), lapisan otot
longitudinal luar dan sirkuler dalam, lapisan jaringan pengikat pembawa
pembuluh darah dan syaraf, serta lapisan mukosa yang melapisi seluruh
duktus. Pada ayam muda mukosa bersifat sederhana tanpa lekukan maupun
lipatan. Pada saat mendekati dewasa kelamin serta mendapat stimulus dari

9
estrogen dan progresteron, maka oviduk menjadi sangat kompleks dengan
terbentuknya ikatan-ikatan primer, sekunder dan tersier. Pada puncak aktivitas
sekresinya, sel-sel menunjukkan bentuk variasinya dari kolumner tinggi
sipleks sampai kolumner transisional yang memiliki silia. Oviduk unggas
tidak dapat membedakan antara ovum dengan benda-benda asing, sehingga
akan tetap mensekresikan albumen, kerabang lunak dan kerabang keras
disekitar benda asing tersebut (Nalbandov, 1990).

i. Infundibulum
Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan mempunyai
panjang sekitar 9 cm (North, 1978). Infundibulum berbentuk seperti corong
atau fimbria dan menerima telur yang telah diovulasikan. Pada bagian
kalasiferos merupakan tempat terbentuknya kalaza yaitu suatu bangunan yang
tersusun dari dua tali mirip ranting yang bergulung memanjang dari kuning
telur sampai ke kutub-kutub telur (Nalbandov 1990). Pada bagian leher
infundibulum yang merupakan bagian kalasiferos juga merupakan tempat
penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan antara
uterus dan vagina. Penyimpanan ini terjadi pada saat kopulasi hingga saat
fertilisasi (Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999).

Infundibulum selain tempat ovulasi juga merupakan tempat


terjadinya fertilasi. Setelah fertilasi, ovum akan mengalami pemasakkan
setelah 15 menit di dalam infundibulum, dan dengan gerak peristaltik ovum
yang terdapat pada yolk akan masuk ke bagian magnum (Nesheim et al.,
1979).

ii. Magnum
Magnum merupakan saluran kelanjutan dari oviduk dan merupakan
bagian terpanjang dari oviduk. Batas antara infundibulum dengan magnum
tidak dapat terlihat dari luar (Nalbandov, 1990). Magnum mempunyai panjang
sekitar 33 cm dan tempat disekresikan albumen telur. Proses perkembangan
telur dalam magnum sekitar 3 jam (North, 1978).

10
Albumen padat yang kaya akan mucin disekresikan oleh sel goblet
yang terletak pada permukaan mukosa magnum dan jumlah albumen yang
disekresikan sekitar 40 sampai 50% total albumen telur.

iii. Ithmus
Setelah melewati infundibulum telur masuk ke dalam Ithmus. Antara
ithmus dan magnum terdapat garis pemisah yang nampak jelas yang disebut
garis penghubung ithmus-magnum (Nalbandov, 1990).

Panjang ithmus sekitar 10 cm dan merupakan tempat terbentuknya


membran sel (selaput kerabang lunak) yang banyak tersusun dari serabut
protein, yang berfungsi melindungi telur dari masuknya mikroorganisme ke
dalam telur (North, 1978). Membran sel yang terbentuk terdiri dari membran
sel dalam dan membran sel luar, di dalam ithmus juga disekresikan air ke
dalam albumen. Calon telur di dalam ithmus selama 1,25 jam (Sastrodihardjo
dan Resnawati, 1999). Dua lapisan membran sel telur saling berhimpit dan ada
bagian yang memisah/melebar membentuk bagian yang disebut rongga udara
(air cell), air cell akan berkembang mencapi 1,8 cm. Rongga udara bisa
digunakan untuk mengetahui umur telur dan besar telur (North, 1978).

iv. Kelenjar kerabang telur (uterus)


Kelenjar kerabang telur ini identik dengan uterus pada mamalia,
namun fungsi utamanya adalah pengapuran kerabang telur.

Uterus merupakan bagian oviduk yang melebar dan


berdinding kuat. Di dalam uterus telur mendapatkan kerabang
keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium (Nalbandov,
1990). Uterus (shell gland) mempunyai panjang sekitar 10 sampai
12 cm dan merupakan tempat perkembangan telur paling lama di
dalam oviduk, yaitu sekitar 18 sampai 20 jam (North, 1978).

Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi


penyempurnaan telur dengan disekresikannya albumen cair,
meneral, vitamin dan air melalui dinding

11
uterus dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel.
Pada uterus terjadi penambahan albumen antara 20 sampai 25%
(North, 1978).

Deposisi kalsium sudah terjadi sebagian kecil di ithmus dan


dilanjutkan di uterus. Deposisi terjadi pada bagian inner shell,
lapisan mammillary (berupa kristal kalsit) yang membetuk lapisan
material berongga. Komposisi komplit dari kerabang telur berupa
kalsit (CaCO3), dan sedikit sodium, potasium dan magnesium
(North, 1978).

Formasi terbentuknya kerabang telur dengan adanya


ketersediaan ion kalsium dan ion carbonat didalam cairan uterus
yang akan membentuk kalsium karbonat. Sumber utama ion
karbonat terbentuk karena adanya CO 2 dalam darah hasil
metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus, dan dengan
adanya H2O, keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase
(dihasilkan pada sel mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang
akhirnya menjadi ion karbonat setelah ion hidrogen terlepas.
Beberapa hubungan antara kalsium dalam darah, CO 2 dan ion
bikarbonat di dalam uterus dalam peristiwa pembentukan kerabang
telur dapat dilihat pada gambar 19. Untuk itu pada ayam petelur
perlu diperhatikan bahwa kebutuhan kalsium terutama harus
disediakan pada pakan, karena jika kekurangan kalsium akan
mengambil dari cadangan kalsium pada tulang (Nesheim et al.,
1979).

Pembentukan kerabang juga diikuti dengan pewarnaan


kerabang. Warna dominan dari kerabang telur adalah putih dan
coklat, yang pewarnaannya tergantung pada genetik setiap
individu (North, 1978). Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh
darah (50 70%) dan disekresikan saat 5 jam sebelum peneluran.
Pembentukan kerabang berakhir dengan terbentuknya kutikula
yang disekresikan sel mukosa uterus berupa material organik dan
juga mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti telur
yang akan mempermudah perputaran telur masuk ke vagina. Pada

12
kutikula terdapat lapisan porus yang berguna untuk sirkulasi air dan
udara.

v. Vagina
Bagian akhir dari oviduk adalah vagina dengan panjang sekitar 12 cm
(North, 1978). Telur masuk ke bagian vagina setelah pembentukan oleh
kelenjar kerabang sempurna (di dalam uterus). Pada vagina telur hanya dalam
waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang berguna untuk menyumbat pori-
pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Kemudian telur dari
vagina keluar melalui kloaka (Nalbandov, 1990).

vi. Kloaka
Seperti halnya pada ayam jantan, sebenarnya kloaka bukan merupakan
alat reproduksi. Namun fungsi dari kloaka ini sendiri adalah pintu keluar
telur, alat pengeluaran kototran feses, dan apagila kloaka tidak terbuka maka
tidak dapat terjadi perkawinan.

Fertilisasi pada ayam

Fertilisasi pada ayam didahului dengan dengan rposes ejakulasi pada ayam
jantan kea yam betina.

Gambar. Proses ejakulasi pada ayam

Sumber : Nuryati et al., 1998

13
Fertilisasi merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet
yang berbeda, yaitu sel gamet jantan dan betina untuk membentuk satu sel
yang disebut zygote. Secara embriologik fertilisasi merupakan pengaktifan sel
ovum oleh sperma dan secara genetik merupakan pemasukkan faktor-faktor
hereditas pejantan ke ovum (Toelihere, 1985).

Hanya beberapa lusin sel sperma yang dapat mendekati ovum dan hanya
beberapa sperma yang bisa masuk ke dalam zona pelusida yang akhirnya
hanya satu buah sperma yang bisa membuahi ovum (Nalbandov, 1990). Begitu
pula pada unggas, setelah terjadi perkawinan sperma akan mencapai
infundibulum dan akan menembus membran vitelina ovum untuk bertemu sel
benih betina, sehingga terbentuk calon embrio. Telur yang dibuahi disebut
telur fertil dan telur yang tidak dibuahi disebut telur infertil atau telur
konsumsi (Nuryati et al., 1998).

Siklus irama bertelur

Ayam bertelur dengan irama bertelur, yaitu bertelur satu atau lebih pada hari
berurutan dan kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam bisa bertelur lima
butir atau lebih dalam satu irama bertelur atau disebut clutch (Nalbandov,
1990).

Ovulasi biasa terjadi pada siang hari, terutama pada jam-jam pagi dan jarang
terjadi setelah jam 15.00. Telur setelah ovulasi , sekitar 3,5 jam berada di
magnum untuk mendapat selubung albumen, 1,25 jam di ithmus dengan
terbentuknya membran kerabang dan 21 jam di uterus untuk terbentuknya
kerabang keras. Sehingga secara total dibutuhkan 25 sampai 26 jam untuk
waktu pembentukan telur. Ovulasi berikut pada satu irama bertelur terjadi 30
sampai 60 menit setelah ovoposition sebelumnya. Jadi karena waktu ovulasi
tidak terjadi secara teratur setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi pada hari
berikutnya pada clutch yang sama akan terlambat. Akhirnya akan semakin
terlambat sampai mencapai jam 14.00 - 15.00. Bila batas waktu ini tercapai,
maka akan terjadi penundaan ovulasi, sehingga bertelurnya tertunda satu hari

14
atau beberapa hari sebelum irama bertelur baru dapat dimulai. Ovulasi pada
irama bertelur baru terjadi pada pagi hari

Irama Bertelur

Irama bertelur merupakan suatu proses yang melibatkan sistem hormon dan
sistem syaraf karena adanya variasi panjang siang dan malam yang
mempengaruhi ovulasi dan peneluran. Lama penyinaran tertentu akan
mempengaruhi sistem syaraf sehingga mengakibatkan pelepasan hormon
untuk merangsang terjadinya ovulasi. Ovulasi merupakan suatu proses yang
penting untuk suatu awal produksi telur (Nesheim et al., 1979). Pengaruh
irama telur antara lain :

a. Pengaruh Cahaya Terhadap Peneluran


Manajemen pengaturan cahaya sangat mempengaruhi proses integral dalam
produksi telur. Pengaturan pemberian cahaya dalam manajemen ayam petelur
dengan waktu 12 sampai 14 jam dalam satu hari yang terbagi menjadi waktu
gelap dan waktu terang, mengingat ayam mempunyai sifat sangat sensitif
terhadap waktu penyinaran. Waktu penyinaran ini mempengaruhi sifat
mengeram, dewasa kelamin, periode bertelur, produksi telur dan tingkah laku
sosial perkawinan (Nesheim et al., 1979).

Penerimaan cahaya pada ayam akan mengakibatkan rangsangan terhadap


syaraf pada syaraf optik, yang dilanjutkan oleh syaraf reseptor ke
hipothalamus untuk memproduksi hormone releasing factor (HRS). Hormone
releasing factor selanjutnya merangsang pituitaria pars anterior untuk
menghasilkan FSH dan LH. HRS juga merangsang pituitaria pars posterior
untuk menghasilkan oksitosin (Nesheim et al., 1979).

b. Pengaruh Hormon Terhadap Peneluran

FSH berpengaruh terhadap perkembangan folikel pada ovarium


sehingga mempunyai ukuran yang tertentu. Pada saat
perkembangan ovum FSH merangsang ovarium untuk
mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi perkembangan

15
pematangan oviduk untuk dapat mensekresikan kalsium, protein,
lemak, vitamin, dan substansi lain dari dalam darah untuk
pembentukan komponen telur (Nesheim et al., 1979). Hasil sekresi
komponen telur tersebut akan mengakibatkan terjadinya
perkembangan telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di
dalam oviduk setelah didahului proses ovulasi (Nalbandov, 1990).

Ovum akan berkembang terus sehingga terjadi pematangan ovum.


Proses pematangan ovum disebabkan adanya LH. Setelah ovum
masak maka selaput folikel akan pecah dan ovum jatuh ke dalam
mulut infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini juga
disebabkan peranan LH (Nalbandov, 1990).

Proses pembentukan komponen telur di dalam oviduk berlangsung


dengan adanya hormon estrogen, juga terjadi pembentukan granula
albumen oleh stimulasi dari hormon androgen dan progresteron
sampai tercapai telur sempurna (Nalbandov, 1990). Setelah telur
sempurna, maka pituitaria pars posterior akan mensekresikan
oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi ovoposition dan
merangsang uterus untuk mengeluarkan telur pada proses
peneluran (Nesheim et al., 1979).

B. Perkembangan Embrio Ayam

1. Tahap Pembelahan dan Morulasi


Telur yang telah siap difertilisasi mengandung sitoplasma pada semua
komponen lapisan germ. Pembelahan membagi sel tunggal ke dalam sel-sel
yang lebih kecil dalam ukuran yang lebih kecil dan membentuk suatu
kompleks yang kemudian dapat disusun kembali dan dicetak menjadi
organisme multiseluler (Surjono, 2001).

Semua telur tidak dapat membelah. Yang dapat membelah hanya


kubangan sitoplasma yang berada pada bagian atas dari pembelahan kuning
telur. Kuning telur yang menebal membentuk halangan yang berat menjadi alur

16
pembelahan. Pada telur ayam, kuning telur sangat banyak menghentikan semua
alur pembelahan. Pembelahan ini terjadi secara meroblastik diskoidal, yaitu
pembelahan sel tidak membagi telur dengan lengkap, sehingga pembelahan ini
disebut meroblastik (Greek, meros=bagian). Karena hanya sitoplasma pada
blastodisk yang menjadi embrio, maka pembelahan meroblastik ini disebut
dengan diskoidal (Burley & Vadehra, 1989).

Telur yang baru dibuahi (zigot) mengandung suatu struktur berbentuk


cakaram dan keping keputihan yang disebut dengan blastodiskus atau germinal
disk. Blastodiskus merupakan protoplasma aktif yang berdiameter 3 mm dan
terdapat di kutub animal. Daerah seputar blastodiskus tampak gelap dan
disebut periblas (Surjono, 2001).

Alur pembelahan pertama terjadi di tengah blastodiskus, tetapi tidak


menembus seluruh permukaan telur. Tahapan pembelahan embrio unggas tidak
selalu beraturan dan setelah pembelahan ketiga prosesnya sudah tidak sinkron
lagi. Alur pembelahan tempat sirkumferensial (melingkar) yang memotong
bagian tengah deretan blastomer dari daerah peripheral (Surjono, 2001).

Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa pembelahan


awal, biasanya bagian atas dan pinggirnya dibatasi membrane plasma, tetapi
pada bagian bawahnya terbuka pada yolk yang mendasarinya. Pembelahan
selanjutnya, menyebabkan embrio meluas secara radial kea rah periblas. Sel-sel
yang terdapat pada blastoderm di daerah perifer yang jarang berinti. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya inti sperma tambahan yang merangsang
pembelahan sitoplasma sel di daerah perifer. Pembelahan ini terjadi hingga 32
sel (Surjono, 2001)

17
Gambar proses pembelahan pada embrio unggas (bagian blastodiskusi);
(a) pembelahan pertama; (b) pembelahan kedua; (c) pembelahan ketiga;
(d) pembelahan keempat; (e) pembelahan kelima; (f) morula muda
(Carlson, 1988 dalam Surjono, 2001)

2. Blastula
Setelah pembelahan yang terjadi di daerah permukaan telur, pada
embrio 32 sel, kemudian terjadi pembelahan secara ekuatorial di bawah
permukaan lapisan sel berinti, sehingga sel-sel tersebut terbagi menjadi 2
lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang berbatasan dengan kuning
telur (Surjono, 2001). Antara blastoderm dan kuning telur terdapat ruang yang
bernama rongga subgerminal. Ruang ini terbentuk ketika sel-sel blastoderm
menyerap cairan dari albumin (putih telur) dan sekresi antara sel-sel
blastoderm dan kuning telur. Pada tahap ini, sel yang cekung yang berada di

18
tengah blastoderm lepas dan hilang, meninggalkan ke belakang menjadi satu
sel yang tebal yaitu area pellusida. Bagian ini blastoderm membentuk embrio
sesungguhnya. Pada cincin tepi sel blastoderm yang tidak lepas oleh sel yang
cekung akan terdapat area opaca. Antara area pellusida dan area opaca terdapat
lapisan sel yang tebal yang disebut dengan rongga marginal (atau sabuk
marginal). Beberapa sel pada rongga marginal menjadi sangat penting dalam
menentukan sel nasib selama sejak perkembangan anak ayam (Gilbert, 2008).

Gambar (a) pembentukan Epiblas; (b) pembentukan hipoblas (Gilbert,


2008).

Pembelahan terjadi selanjutnya yang sejenis menyebabkan sel


berlapis-lapis. Pembelahan terjadi secara sentrifugal ketika blastoderm
memperbesar ukurannya. Tetapi perluasan tersebut tidak mencapai daerah
paling tepi, sehingga bagian tepi daerah perifer blastoderm masih mempunyai
ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai 100 sel, bagian dasar
blastoderm berbatasan dengan rongga submarginal (Surjono, 2001).

Selanjutnya, sel-sel blastoderm akan bermigrasi secara individual ke


rongga submarginal, kemudian beragregasi dan dengan proses delaminasi
terbentuk lapisan kedua. Dengan demikian sekarang embrio unggas terdiri atas
2 lapisan, yaitu lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hipoblas). Di antara
epiblas dan hipoblas terdapat blastocoel (Surjono, 2001)..

19
Epiblas dibandingkan dengan embrio amfibia serta dengan daerah
animal dan hipoblas setara dengan daerah vegetal. Seperti blastula hewan
lainnya, blastula unggas telah mempunyai daerah-daerah pembentuk alat
(Surjono, 2001)..

Epiblas akan membentuk bakal ectoderm epidermis dan ectoderm


saraf, mesoderm, dan notokord. Sedangkan hipoblas membentuk bakal
endodermis ekstraembrio. Bagian anterior epiblas membentuk bakal ectoderm
epidermis, di sebelah posteriornya secara berturut-turut adalah bakal ectoderm
saraf, notokorda, prekorda, dan yang paling posterior adalah mesoderm
(Surjono, 2001).

Gambar bakal pembentuk alat pada blastula ayam (Yatim,1990 dala Surjono,
2001)

3. Gatrulasi

Gastrulasi adalah pergerakan atau pengaturan kembali sel-sel blastula,


sehingga blastula akan mengalami transformasi menjadi embrio berlapis tiga
(gastrula). Tahap gastrulasi juga terjadi pada aves, misalnya pada ayam.
Gastrula ayam ditandai dengan adanya penebalan blastodisk di daerah posterior
blastoderm di area pelusida. Penebalan ini kemudian memanjang ke arah
anterior sehingga membentuk parit dengan pematangannya yang disebut
dengan daerah primitif (primitive streak.). Penebalan ini disebabkan kerena

20
adanya migrasi sel-sel dari daerah posterolateral ke bagian tengah area
pelusida.Gastrula ayam memiliki epiblast, hipoblast dan rongga arkhentheron.

Pembelahan meroblastik pada sel telur aves yang kaya kuning telur
dan bercangkang hanya terbatas pada cakram kecil sitoplasma pada kutub
animal. Dari pembelahan tersebut terbentuk embrio dan empat lapisan
ekstraembrionik (korion, amnion, alantoisdanyolk sac). Proses morfogenetik
disebut juga sebagai proses gastrulasi. Selama masa gastrulasi sel-sel
melakukan gerakan morfogenetik sehingga terjadi reorganisasi seluruh embrio
atau sebagian daerah kecil di dalam embrio. Hasil pembelahan sel berupa
blastoderm yang terletak sebagai suatu tudung di atas yolk. Sedangkan bagian
tengah dari blastoderm terpisah dari yolk oleh rongga sub germinal, sehingga
tampak terang disebut sebagai area pelusida. Sebaliknya bagian tepi dari area
pelusida tampak gelap karena berlekatan dengan yolk, disebut area opaca.

Saat sel dalam bentuk blastula, pertambahan massa sel masih terus
terjadi dengan pembelahan mitosis. Akibatnya sel mendesak kebawah (ke arah
kutub vegetal / vegetal pole) dan terjadilah pelipatan sel ke dalam (invaginasi).
Terjadinya invaginasi membentuk sebuah lekukan yang disebut blastopore.
Invaginasi ini yang menandai dimulainya tahap gastrulasi. Sel-sel blastula
yang mengalami invaginasi terus tumbuh ke arah dalam sehingga blastopore
akan terus terdesak ke dalam dan terbentuk rongga arkenteron. Rongga ini
membagi sel-sel yang tumbuh tersebut menjadi lapisan endoderm disebelah
dalam dan mesoderm dibagian tengah.

Lapisan bagian luar dari lapisan sel pada animal pole yang tetap
berada diluar (tidak melipat ke dalam) membentuk ektoderm. Ketiga lapisan
tersebut kemudian disebut dengan Lapisan Germinal Embrio. Pada gastrulasi
beberapa organisme invaginasi diawali oleh penyempitan (wedging) sel-sel
pada permukaan blastula, penetrasi sel-sel untuk masuk lebih dalam kebagian
dalam embrio melibatkan ekstensifi lopodia oleh sel-sel terdepan dari jaringan
yang bermigrasi. Gerakan sel-sel tersebut akan menarik sel-sel yang mengikuti
dibelakangnya untuk melalui blastopori sehingga membantu menggerakkan

21
lapisan sel dari permukaan embrio ke dalam blastosoel untuk kemudian
membentuk endoderm dan mesoderm embrio.

Gambar. Tahap Gastrulasi pada Ayam

Tahap gastrulasi ayam akan menghasilkan gastrula, embrio berlapis


tiga (3 lapisan germinal; endoderm, mesoderm, ektoderm) dengan rongga
pencernaan rudimenter (arkenteron). Gastrulasi pada aves tidak membentuk
arkenteron sejati. Setelah endoderm dibentuk, yang menjadi arkenteron adalah
rongga subgerminal (atapnya dibatasi endoderm, dasarnya adalah yolk). Tiga
lapisan germinal hasil gastrulasi ini menjadi ciri umum perkembangan pada
sebagian besar filum hewan terutama ayam, yaitu tipe tubuh tripoblastik (3
lapis). Ketiga lapisan tersebut nantinya akan berkembang menjadi berbagai
jaringan dan organ dalam sistem tubuh hewan dewasa.

Pada ujung anterior terjadi penebalan disebut Nodus Hensen. Bagian


tengah nodus Hensen akan dilalui oleh sel-sel yang masuk ke rongga blastula.
Pada Aves gastrulasi dilakukan oleh sel-sel yang bergerak sendiri-sendiri dan
terkoordinasi dari luar masuk ke dalam embrio, bukan melalui gerakan
bersama dalam suatu lempengan. Sel-sel pertama yang bermigrasi melalui
daerah unsure primitif adalah sel yang akan menjadi endoderm. Sel-sel ini

22
bergerak ke anterior, bergabung dengan hipoblast. Sel berikut yang masuk
melalui nodus Hensen juga bergerak ke anterior, tetapi tidak bergerak sejauh
bakal endoderm tetap berada antara epiblast dan endoderm membentuk
mesoderm kepala dan notokord.

Gambar. Tahapan migrasi sel hipoblas

Sel-sel yang masuk ini bergerak ke anterior mendorong epiblast


bagian tengah ke atas sehingga akhirnya terbentuk lipatan kepala. Makin
banyak sel-sel bermigrasi masuk melalui daerah unsure primitif yang setelah
masuk ke dalam rongga blastula mereka memisahkan diri menjadi dua arah.
Satu masuk lebih dalam dan bergabung dengan hipoblast serta mendorong
hipoblast ke tepi membentuk organ-organ endodermal dan sebagian besar
selaput ekstra-embrio. Kelompok kedua menyebar membentuk suatu lembaran
yang terbentang diantara epiblast dan hipoblast.

23
Lembaran ini yang membentuk bagian mesoderm dari embrio dan
selaput ekstra embrio. Saat pembentukan mesoderm berlangsung, daerah
unsure primitif mulai memendek sehingga nodus Hensen berpindah letak dari
tengah area pelusida menjadi berada di bagian posterior terbentuk notokord
posterior. Akhirnya nodus bergeser mencapai posisinya yang paling posterior
dan membentuk daerah anal. Pada tahap ini, epiblast seluruhnya terdiri atas
bakal sel-sel ektoderm yang berepiboli hingga mengelilingi yolk. Gastrulasi
telah selesai dengan dibentuknya ectoderm digantinya hipoblast dengan
endoderm dan terletaknya mesoderm di antara kedua lapisan ini.

Dalam perkembangannya lapisan mesoderm membentuk somite yang


akhirnya berdeferensiasi lagi membentuk dermatom (calon dermis), myotom
(calonotot) dan sklerotom (calonrangka). Tipe-tipe pergerakan sel selama
gastrulasi :

1. Epiboly adalah gerakan sel ektoderm di permukaan embrio dari daerah


animal pole ke vegetal pole. Lapisan sel membentang dengan menipiskan
bentuk sel-selnya menyeberangi permukaan luar sebagai suatu unit.

Gambar. Tipe Pergerakan Sel selama Gastrulasi

2. Interkalasi adalah dua atau lebih deretan sel yang menyusun tubuh dengan
cara masuk ke sela-sela antara satu sel ke sel lainnya, sehingga terbentuk
deretan sel yang lebih panjang dan lapisannya lebih tipis.

24
3. Convergent Extension (Perluasan secara Konvergen) adalah dua atau lebih
deretan sel interkalasi, tetapi interkalasinya teratur dan terarah pada suatu
tujuan.
4. Emboly adalah gerakan sel-sel dari luar (permukaan) ke arah dalam,
perpindahan sel yang akan menyusun mesoderm dan endoderm, meliputi :
Invaginasi proses pelekukan sel ke arah dalam. Lapisan sel bagian
luar masuk atau melipat ke dalam.
Involusi proses peluncuran sel / pembelokan lapisan ke posisi
tertentu. Lapisan sel membelok ke dalam dan kemudian membentang
jauh ke bagian permukaan internal.
Inggresi pemisahan kelompok sel secara bebas untuk membentuk
lapisan baru. Sel-sel bagian permukaan secara individual bermigrasi
ke bagian dalam (interior) dari embrio.
Delaminasi pelepasan lapisan sel untuk membentuk lapisan baru
dalam embrio.

Gambar. Macam-macam Emboly

4. Neurulasi

Neurulasi berasal dari kata neuro yang memiliki arti saraf,


sehingga neurulasi adalah proses terbentuknya sistem saraf, sistem
saraf berasal dari diferensiasi ektoderm, sehingga disebut neural

25
ectoderm. Sebagai inducer pada proses neurulasi adalah chorda
mesoderm yang terletak di bawah neural ectoderm. Proses Neurulasi
melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal neural, dimulai dengan
pembentukan keping neural (neural plate), lipatan neural (neural folds)
serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang
terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi otak dan
korda spinalis dan berakhir dengan terbentuknya bumbung neural.
Diduga bahwa perubahan morfologi yang terjadi selama neurulasi
sejalan dengan perubahan kromosom dan pola proteinnya.

Proses yang terjadi pada saat neurulasi yaitu setelah proses


gastrulasi maka akan dilanjutkan dengan fase neurulasi atau
pembentukan saraf. Bakal saraf berasal dari sel-sel mesoderm yang
kemudian akan membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut.
Awalnya notokord akan menginduksi ektoderm yang ada di atasnya,
ektoderm yang dimaksud adalah ektoderm neural (Surjono, 2001).
Induksi paling awal yaitu induksi neural dan disebut induksi primer yang
akan dilanjutkan dengan induksi sekunder. Kebanyakan induksi bersifat
instruktif dan lainnya bersifar permisif. Contoh induksi permisif adalah
induksi matrik ekstraseluler fibronektin terhadap pial neural untuk
berdiferensiasi. Sedangkan pada induksi instruktif yaitu induktor
melakukan aksi terhadap jaringan kompeten untuk berdiferensiasi.

Cara neurulasi dibedakan menjadi tiga, dua kelompok utama


dan satu kelompok khusus.

1. Neurulasi primer, bumbung neual dibentuk dengan cara pelipatan


keping neural dan bertemunya kedua pelipatan itu
2. Neural sekunder, bumbung neuralnya atau salurannya terbentuk
oleh adanya kafitasi (pembentukan rongga) di dalam kelompok sel
ektoderm neural yang memadat

26
3. Pembentukan bumbung dengan adanya pemisahan (peninggian)
epidermis yang membatasi keping neural. Peninggian epidermis
disebut juga sebagai pelipatan neural temporer yanga akan bertemu
di bagian mediodorsal da menjadi atap di atas keping neural yang
sudah melipat dan melekuk, membentuk lipatan neural dan lekuk
neural biasa yng sama dengan kejadian pada neurulasi primer.
Kedua lipatan neural ini akan bertemu satu sama lain membentuk
bumbung neural. Selanjutnya atap epidermis akan terpisah dari
bumbung neural.
Dari ketiga cara ini, neurulasi primer merupakan cara paling
umum yang terjadi berbagai hewan salah satunya adalah ayam dari
bangsa aves.

Selanjutnya sel-sel ektoderm menebal dan memanjang atau


terjadi poliferasi menjadi lempeng saraf (neural plate). Kemudian tepi
neural plate menebal dan tumbuh ke atas yang akhirnya terbentuk
neural fold atau lipatan neural, selanjutnya terjadi fusi neural fold kanan-
kiri di bagian tengah atau bagian mediodorsal embrio sehingga
terbentuk parit atau disebut parit neural (neural groove), barulah
terbentuk tabung atau bumbung saraf (neural tube) dengan lubangnya
yang disebut neural canal atau neurocoel. Akhirnya neural tube akan
tenggelam di bawah ektoderm.

Selain terbentuk neural tube selama neurilasi juga terbentuk


neural crest atau pial neural, yang berasal dari sel-sel lempeng saraf
yang tidak membentuk tabung saraf. Pial neural tersusun sebagai
sepasang leempengan yang segmental di kiri kanan bumbung
neural.Pial neural bersifat migratif dan akan bermigrasi cukup jauh ke
tempat-tempat tertentu di tubuh embrio (Surjono, 2001)

Neural crest akan membentuk ganglion-ganglion saraf,


sedangkan neural tube akan membentuk sistem saraf pusat. Neural

27
crest akan berdiferensiasi menjadi sel-sel ganglia spinalis dan otot
otonom,dan sebagainya. Di tempat kedudukannya yang terakhir pial
neural akan berdiferensiasi menjadi berbagai struktur, misalnya:

1. neuron, termasuk ganglia saraf sensoris , simpatis dan


parasimpatis, serta sel-sel neuroglia
2. sel-sel penghasil epinefrin (medulia) kelenjar adrenal
3. sel-sel pigmen pada epidermis
4. berbagai komponen rangka dan jaringan ikat wilayah kepala.
Pial neural pada embrio dibedakan menjadi empat berdasarkan
kedudukan dalam tubuh embrio:

a. Pial kranial, sel-sel pial bermigrasi dorsolateral dan menghasilakan


mesenkim wilayah tengkorak dan wilayah kranofasial yang akan
berdiferensiasi menjadi tulang rawan, neuron kranial, glia, dan
jaringan ikat wajah.
b. Pial tubuh (trunk crest), sel-sel pial tubuh bermigrasi mengikuti dua
jalur utama. Jalur utama ialah ke arah permukaan dan dorsal menuju
ektoderm yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel-sel pigmen
dalam epidermis atau dermis, tergantung dari jenis hewannya. Jalur
kedua lebih mengarah pada jalur ventral yaitu melewati dan mengitari
sklerotom yaotu sekelompok sel-sel mesenkim yang mengelilingi
bumbung neural dan notokorda yang akan berdiferensiasi menjadi
rawan vertebrata. Sel-sel yang mengikti jalur kedua akan
berdiferensiasi menjadi saraf otonom dan berbagai struktur lain.
c. Pial vagal dan pial sakral, sel-sel pial ini akan menghasilakan
ganglion parasimpatik usus, jika pial neural ini gagal bermigrasi ke
daerah kolon maka akan mengakibatkan hilangnya gerak peristaltik
karena tidak terbentunya ganglion usus.
d. Pial kardiak, letaknya di antara pial kranial dan pial tubuh dan
berimpit dengan sebagaian pial vagal. Struktur yang dapat dihasilkan
yaitu melanosit, neuron, rawan, jaringan ikat di lengkung faring yaitu

28
penonjolan jaringan mesoderm di antara kantung faring yang satu
dengan yang berikutnya. Selain itu pial tersebut juga dapt membentuk
jaringan otot dan jaringan iakat pada dinding arteri yangmuncul dai
jantung dan terdapat pula pada sekat-sekat yang memisahkan
sirkulasi pulmonalis dari sirkulasi aorta.
Lebih lanjut pada Surjono (2001) dijelakan mengenai fenomena
bermigrasinya pial neural pada embrio ayam terjadi yaitu karena adanya
berbagai molekul yang sintesisnya dikontrol oleh berbagai gen yang
relevan. Diantara molekul itu adalah protein slug yang diekspresikan
pial neural pada tahap pramigrasi selain itu ada juga molekul adhesif N-
khadherin yang mengalami down regulated pada saat mulai migrasi
dan mengubah sel-sel yang semula berupa epitelium berubah menjadi
mesenkim.

Mesensim yang berasal dari neural crest disebut


ektomesensim. Sementara tabung neural akan membentuk lekukan-
lekukan sehingga dihasilkan tiga daerah otak : otak depan, otak tengah
dan otak`belakang. Tubulasi ektoderm saraf tesebut berlangsung,
sehingga terjadi differensiasi pada daerah-daerah bumbung itu, bagian
depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi
medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf).

Lapis benih ektoderm menghasilkan atau menumbuhkan bagian


epidermal, neural tube, dan sel neural crest.

a. Epidermal ectoderm akan menumbuhkan organ antara lain:


1) lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang seperti sisik, bulu,
kuku, tanduk, cula, taji, kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh,
kelenjar lugak, kelenjar lendir, dan kelenjar mata,
2) organ perasa sepertai lensa mata, alat telinga dalam, indra
pembau, dan indra peraba, dan

29
3) epithelium dari rongga mulut (stomodium), rongga hidung, sinus
paranasalis, kelenjar ludah, dan kelenjar analis (proctodeum).
b. Neural tube akan menumbuhkan organ antara lain : otak, spinal cord,
saraf feriper, ganglia, retina mata, beberapa reseptor pada kulit,
reseptor pendengaran, dan perasa, neurohifofisis.
c. Neural crest akan menumbuhkan organ antara lain : neuron sensoris,
neuron cholinergik, sistem saraf parasimpapetik, neuron adrenergic,
sel swann dan ginjal, sel medulla adrenal, sel para folikuler kelenjar
tyroid,sel pigmen tubuh, tulang dan yang lainnya.

Pada perkembangannya bisa saja terjadi gangguan-gangguan


yang menyebabkan keabnormalan pada sistem saraf ayam.
Keabnormalan yang terjadi salah satunya yaitu akibat pemaparan zat
kimia insektisida karbofuran. Pemparan karbofuran menyebabkan
penumpukan residu ada kuning telur (yolk), hal ini yang akan
menyebabkan mengganggu perkembangan perkembangan embrio ayam.
Karbofuran sebagai anti-ChE sangat potensial mempengaruhi
neurogenesis, karena pros es transmisi neurotransmitter menjadi
terganggu. (Lukman, 2007). Pada pembentukan vesikel otak embrio
ayam sangat diperlukan keberadaan ChE sebagai regulasi pertumbuhan
dan fungsi morfogenetik. Bila pembentukan ChE terhambat akibat zat
cholinotoxic seperti insektisida karbofuran, maka akan terjadi
hambatan pembentukan vesikel otak. Hambatan pembentukan vesikel
otak pada masa embrional akan berdampak pada kelainan struktur dan
fungsi otak saat dewasa kelak (Lukman, 2007)

Ayam sebagaimana vertebrata yang lain memiliki bagian saraf


sebagai pusat sinaps yang berfungsi mengalirkan senyawa kimia menuju
otot maupun neuron yang lain. Senyawa kimia berupa neurotransmitter
yaitu asetil kolin atau ACh tesebut akan mengalami hidrolisis oleh kolin
esterase (ChE). Peran ChE dimulai sebelum sinaptogenesis pada
pembentukan neural tube pada ayam (Layer, 1991) dan pembentukan

30
ChE terjadi seiring dengan pertumbuhan akson (Gilbert, 1988). Sistem
cholinergik pada awal perkembangan berfungsi sebagai regulasi
pertumbuhan dan fungsi morfogenetik (Lauder dan Schambra, 1999)
yaitu perkembangan sel dan penyusunan perkembangan otak.
Penurunan aktivitas ChE menyebabkan terjadi penumpukkan ACh pada
sinaps dan aliran sinaps akan terganggu, kondisi demikian meyebabkan
individu menjadi hiper aktif kemudian lumpuh dan mati (Luqman, 2007).

Gambar: Vesikel Otak : a. Metensefalon ; b. Mielensefalon ; c. Mesensefalon ; d.


Diensefalon ; e. Telensefalon

Perkembangan vesikel otak embrio a yam antar kelompok (pembesaran 400X).


Keterangan:

perkembangan vesikel otak embrio ayam antar kelompok P0 : Penyuntikan larutan


NaCl fisiologi.

0,9% steril sebanyak 0,1 ml ; P1 : Penyuntikan Furadan 3G dengan dosis 0,3534


mg/0,1 ml; P2:

Penyuntikan Furadan 3G dengan dosis 0,4241 mg/0,1 ml , dimana furadan 0,4241


dan 0,3534

mg/butir equivalen dengan karbofuran 0,0127 dan 0,0106 mg/butir.

5. Organogenesis

Organogenesis disebut juga morphogenesis adalah suatu proses


pembentukan organ yanberasal dari tiga lapisan germinal embrio yang telah

31
terbentuk terlebih dahulu pada tahap gastrulasi. Masing- masing lapisan yaitu
ektoderm, mesoderm dan endoderm akan membentuk suatu bumbung atau
tabung yang akan berkembang menjadi sistem organ tertentu yang berbeda
namun berkaitan satu dengan yang lain. Organogenesis atau morfogenesis
merupakan suatu proses pertumbuhan embrio yang masih memiliki bentuk
primitif yang akan tumbuh menjadi bentuk definitif dan memiliki bentuk dan
rupa yang spesifik menurut spesies. Pada tahap organogenesis ini terdapat dua
periode, yaitu periode pertumbuhan antara dan pertumbuhan akhir. Pada
periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan diferensiasi
bagian-bagian tubuh embrio dari bentuk primitif sehingga menjadi bentuk
definitif. Pada periode ini embrio akan memiliki bentuk yang khusus bagi
suatu spesies. Pada periode ini sudah terdapat bentukan ayam.

Pada organogenesis juga terjadi tahap pertumbuhan akhir embrio yaitu


penyelesaian secara halus bentuk definitif menjadi ciri suatu individu. Pada
aves tidak begitu terlihat jelas batas kedua periode. Selama proses
organogenesis berbagai daerah pada tiga lapisan germinal berkembang
menjadi rudimen dari organ-organ. Tiga jenis perubahan morfogenetik yaitu
pelipatan, pemisahan, dan pengelompokan padat (kondensasi) sel-sel adalah
bukti pertama pembentukan organ. Embrio ayam yang dieramkan selama 5-8
hari juga dianggap oleh beberapa ahli sebagai tingkat berudu. Pada jam-jam
tertentu dapat ditentukan organ apa saja yang telah terbentuk. Diantaranya usia
19 jam telah terbentuk somit, 24-96 jam telah terbentuk usus atau saluran
pencernaan, 33-72 jam telah terbentuk otak, 96 jam telah terbentuk sistem
urogential dan seterusnya.

Organogenesis pada Germ layer

Organogenesis mencakup organisasi sel-sel menjadi berbagai lapisan


dan kelompok yang akan membentuk struktur-struktur tubuh. Mencakup pula
pembelahan sel dan gerak sebenarnya dari sel-sel tersebut dari suatu tempat ke
tempat lain pada embrio. Ektoderm, germ layer ectoderm akan menumbuhkan
kulit, rambut, kuku, seluruh system saraf termasuk sel reseptor, medulla
adrenal (Kimball, 1996).Kelenjar-kelenjar kulit yaitu kelenjar minyak bulu,

32
kelenjar peluh, kelenjar ludah, kelenjar lendir, dan kelenjar air mata, lensa
mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra raba, stomodeum menumbuhkan
mulut, dengan derivatnya seperti lapisan enamel (email) gigi, kelenjar ludah
dan indra kecap, proctodeum, menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang
menghasilkan bau tajam.

Endoderm, germ layer endoderm akan menumbuhkan lapisan epitel


seluruh saluran pencernaan sejak pharynx sampai rectum, kelenjar-kelenjar
pencernaan hepar, pancreas, serta kelenjar lendir yang mengandung enzim
dalam oesophagus, gaster dan intestinum, lapisan epitel paru, kloaka yang
menjadi muara ketiga saluran: pembuangan (ureter), makanan (rectum), dan
kelamin (ductus genitalis), lapisan epitel vagina, uretra, vesica urinaria dan
kelenjar-kelenjarnya (Yatim, 1994).Mesoderm, germ layer mesoderm akan
menumbuhkan otot, darah dan pembuluh darah, jaringan konektif termasuk
tulang, ginjal, ureter, testis, ovari, oviduk, uterus, mesenteri, dan system
limfatik (Kimball,1996).

Tabel 1 Turunan Ketiga Lapisan Germinal Embrio pada Vertebrata

LAPISAN GERMINAL ORGAN DAN JARINGAN PADA HEWAN DEWASA

Ektoderm Epidermis kulit dan turunannya ,misalnya, kelenjar kulit,


kuku, lapisan epitelium mulut dan rektum; reseptor indra
pada epidermis; kornea dan lensa mata; sistem saraf;
medula adrenal; enamel gigi; epitelium kelenjar pituitari.

Endoderm Epitelium yang melapisi saluran pencernaan (kecuali


mulut dan rektum); epitelium yang melapisi sitem
respirasi; hati; pankreas; tiroid; paratiroid; timus; lapisan
uretra, kandung kemih, dan sistem reproduksi.

Mesoderm Notokord; sistem rangka; sistem otot; sistem sirkulasi


dan limfatik; sistem ekskresi; sistem reproduksi (kecuali
sel germinal yang sudah berdiferensiasi selama
pembelahan); dermis kulit; lapisan rongga tubuh; korteks
adrenal.

Proses Organogenesis

33
Proses yang terjadi dalam organogenesis meliputi transformasi dan
diferensiasi embrio bentuk primitif berupa Ekstensi dan pertumbuhan
bumbung-bumbung yang terbentuk pada tubulasi, evaginasi dan invaginasi
daerah tertentu setiap bumbungnya.Pertumbuhan yang tidak merata pada
berbagai daerah bumbung, perpindahan sel-sel dari satu bumbung ke bumbung
lain atau ke rongga antara bumbung-bumbung, pertumbuhan alat yang terdiri
dari berbagai macam jaringan, yang berasal dari berbagai macam jaringan
yang berasal dari berbagai bumbung, pengorganisasian alat-alat menjadi
sistem: sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem urogenitalia, dan
seterusnya, dan penyelesaian bentuk luar (morfologi) embrio secara terperinci,
halus dan individual (Yatim, 1994).

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam organogenesis yaitu :

1. Setiap embrio mengalami organogenesis dengan menempuh tahap tahap


embriogenesis yang dimiliki leluhur secar evolusi.
2. Ada bagian dari tubuh embrio yang pada suatu ketika berkembang, lalu
susut, dan hilang atau berubah letak dan peranan dibandingkan dnegan asal
usul, sebaliknya ada sebagian yang pada asal usul susut dan tak berperan
tapi kemudian berkembang (Yatim, 1999 ).
Perkembangan Membran Ekstra Embrionik pada Embrio Ayam

Masing-masing dari empat membran utama (amnion, korion, alantois,


dan kantung kuning telur) yang menyokong embrio merupakan lembaran sel-
sel yang berkembang dari lembaran epitelium yang berada di sisi luar proper
embrio. Kantung kuning telur meluas di atas permukaan massa kuning telur.
Sel-sel kantung kuning telur akan mencerna kuning telur, dan pembuluh darah
yang berkembang di dalam mebran itu akan membawa nutrien ke dalam
embrio. Lipatan lateral jaringan ekstraembrionik menjulur di atas bagian atas
embrio itu dan menyatu untuk membentuk dua membran tambahan, yaitu
amnion dan korion, yang dipisahkan oleh perluasan ekstraembrionik selom.
Amnion membungkus embrio dalam kantung yang penuh cairan, yang
melindungi embrio dari kekeringan, dan bersama-sama dengan korion

34
menyediakan bantalan bagi embrio agar terlidung dari setiap guncangan
mekanis.

Membran keempat yaitu alantois, berasal dari pelipatan keluar perut


belakang embrio. Alantois adalah kantung yang memanjang ke dalam selom
ekstraembrionik. Alantois berfungsi sebagai kantung pembuangan untuk asam
urat, yaitu limbah bernitrogen yang tidak larut dari embrio. Sementara alantois
terus mengembang, alantois menekan korion ke membran vitelin, yaitu lapisan
dalam cangkang sel telur. Bersama-sama, alantois dan korion membentuk
organ respirasi yang melayani embrio. Pembuluh darah yang terbentuk dalam
epitelium alantois mengangkut oksigen ke embrio ayam itu. Membran
ekstraembrionik burung dan reptilia merupakan adaptasi yang berkaitan dengan
permasalahan khusus perkembangan di darat(Campbell,2004). Pembentukan
organ dari masing-masing lapisan embrio ayam dapat diamati pada embrio
umur sebagai berikut:

Lapisan Lembaga Organ Umur Embrio Ayam

Ektodermal neural Otak 33-72 jam

Ektodermal somatik Mata 33-72 jam

Hidung 48-72 jam

Telinga 48-72 jam

Endoderm Usus/ Saluran pencernaan 24-96 jam

Hati 72-96 jam

Paru-paru 72 jam

Mesoderm Jantung 25-29 jam

Pembuluh Darah 24-72 jam

Sistem Urogenital 96 jam

35
Gambar Embrio ayam umur 18 jam

Embrio yang telah berumur 24 jam, lipatan neuraknya mendekat satu


sama lain. Persatuan lipatan neural pertama-tama terjadi di bagian depan somit
pertama. Embrio umur 33 jam, bumbung neural yang telah terbentuk dapat
dibedakan menjadi bagian anterior yang agak lebar, bagian tengah, serta
posterior yang menyerupai bumbung. Persatuan lipatan neural yang paling
akhir, terjadi di bagian depan dan di belakang, sehingga terbentuk lubang-
lubang neuroporus-anterior dan posterior. Belakang osmit terkahir terdapat
lipatan neural yang mengembang dan menghilang dalam ektoderm (Yatim,
1982). Bagian belakang lipatan neural membatasi suatu daerah dangkal pada
ektoderm yang disebut sinus phromboidalis. Stria primitiva terus makin
menghilang. Daerah antara kedua lapisan ektoderm dari tiap lipatan neural

36
yang menyatu terlepas sel-sel yang akan menjadi dua batang neural chest di di
kiri-kanan bumbung neural. Neural crest ini bersegmen dan
merupakan primordial dari akar dorsal saraf spinal dan juga ganglia
dari sistem saraf otonom (Yatim, 1982).

Bagian mesoderm dapat dibentuk tiga bagian, yaitu mesoderm


dorsal atau mesoderm segmental membentuk somit, pada somit-somit sehingga
terjadirongga miosol. Mesoderm intermediet tidak bersegmen tetapi walaupun
demikian membentuk nefrotom yang ebrsegmen-segmen. Mesoderm lateral
terdiri darai lapisan somatis dan lapisan splankhnis yang melebar jauh di luar
embrio, karenanya pada selom dapat dibedakan dua daerah yaitu intra dan
ekstra embrionik selom (Saunders, 1982). Menurut Djuanda (1081), embrio
utuh akan membentuk 12 somit pada umur inkubasi 22 jam. Embrio ayam yang
diinkubasi selama 33 jam akan memperlihatkan tahap-tahap pokok
perkembangan dan pembentukan sistem syaraf pusat dan sistem sirkulasi.
Selama periode inkubasi 33 jam menunjukkan adanya perubahan pada daerah
usus depan dan somit serta diferensiasi pada mesoderm luar media yang
menandai pembentukan organ urinaria. Vesikula optika tersusun sebagai
sepasang pertumbuhan kolateral prosencephalon. Vesikula ini secara meluas
dan menduduki seluruh luas kepala. Rongga vesikula optika (optisol), pada
mulanya mempunyai daerah yang luas dengan rongga prosencephalon.

37
Embrio ayam yang telah diinkubasi selama 72 jam memiliki 35
pasanag somit. Embrio mengalami pelekukan servikal, sehingga daerah
rhombenchepalon berada di sebelah dorsal dan telencephalon mendekati
perkembangaan jantung. Lipatan kepala makin berkembang ke arah posterior,
sebaliknya dengan amniotic tail fold (berkembnag ke arah anterior), dan lateral
body fold semakin menutup. Mata terletak lebih ke arah kaudal dari padaotosis.
Daerah ventro-lateral rhombencephalon menjadi tempat berkembang derivat
neural crest berupa pasanagn ganglion saraf-saraf kranial. Di daerah setinggi
AIP, terjadi penebalan mesoderm yang kaan berkembang menjadi upper limb
bud atau wig bud, merupakan primordia sayap, sedangkan di daerah cauda
dibentuk lower bud yaitu primordia kaki (Syahrum, 1994).

Permukaan blastoderma area opaka menjadi bertambah lebar, pada


bagian posterior tampak berbintik-bintik yaitu pulau-pulau darah yang kelak
akan menjadi sebagian besar sistem pembuluh ekstra embrional. Area opaka
yang berbintik-bintik sekarang disebut area opaka vaskulosa. Bintik. Bintik-
bintik tersebut disebabkan penebalan-penebalan setempat pada mesoderm yaitu
pada lapisan splankhnis. Mula-mula pulau-pulau darah merupakan kumpulan

38
sel-sel yang kompak, selanjutnya terjadi rongga dn terpisah menjadi kumpulan
sel-sel sentral. Sel-sel sentral ini kelak akan menjadi butir-butir darah yang
menagndung hemoglobin, sednagkan sel-sel perifer yang tinggal, memebangun
dinding pembuluh darah yang disebut endothelium . pulau-pulau darah itu
sedemikian banyaknya sehingga bersentuhan satu sama lain dan terjadi suatu
jaringan pembuluh kapiler yang disebut retikulum.ya rongga-rongga di dalam
pulau darah tersebut disi dengan palsma darah (Balinsky, 1970)

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2003. Sistem reproduksi. (online)


(http://pertanian.uns.ac.id/~adimagna/IlmuTernak
%20UnggasReproduksi.htm) , diakses 17 Februari 2014

Akoso, B. T., 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta : Penerbit


kanisius.

Burley, R. W. and D. V. Vadehra. 1989. The Avian Egg: Chemistry and


Biology. New York: John Wiley and Sons

Campbell, N.A. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta.

Campbell, N.A; J.B Reece dan L.G Mitchell. 2000. Biologi Edisi
Kelima Jilid 3.Erlangga.Jakarta.

Carlson, B. (1991).Pattens Foundations Of Embriology ed. 7. Mc Graw Hill,


Inc: New York

Djuhanda, T. (1981).Embriologi Perbandingan. Amico. Bandung

39
Gilbert S. 1988. Developmental Biology. 2nd ed. Sinauer
Associates. Massachuset.

Gilbert, Scott. 2008. Development Biology Seventh Edition. New York: The
MC. Graw-Hill Inc.

Kimball, J.W. 1983. Biologi 2 Edisi 1. Erlangga: Jakarta.

Layer PG. 1991. Choline Esterase During Development of the


Avian Nervous System . Cell Mol Neurobiol. 11:7-13

Lauder JM, and Schambra UB. 1999. Morphogenetic Roles of


Acetylcholine Environ. Health Perspect. 107 (S1): 65-69.

Lukman, Epy., Soenardirahardjo, Bambang Poernomo., Mahaputra,


Laba. 2007. Peranan Choline Esterase (ChE) p ada
Pembentukan Vesikel Otak Embrio Ayam yang Terpapar
Insektisida Karbofuran. Jurnal Media Kedokteran Hewan. Vol.
23, No. 3, September 2007.

Metrizal. 2011. Proses pembentukan telur dan tekhnik inseminasi


buatan pada ternak ayam. (online)
(http://id.scribd.com/doc/50762334/REPRODUKSI-AYAM),
diakses 17 Februari 2014

Nalbandov, R. 1990. Fisiologi reproduksi pada mamalia dan unggas.


Jakarta : universitas Indonesia press

Nelson, O. R. 1953.Comparative Embryology of The Vertebrates .


The Blankston Co. Inc, New York.

Nesheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card, 1979. Poultry Production. 11th


ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

North, M. O., 1978. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed.


AVI Pub. Co. Inc., Westport, Connecticut.

40
Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamim dan P. S. Hardjosworo, 1998.
Sukses Menetaskan Telur. Jakarta : Penebar Swadaya

Puja, I Ketut et al. 2010. Embriologi Modern, Udayana University


Press : Denpasar.

Sagi, Mammed. 1999. Embriologi dalam Ilmu Terapan. Jogjakarta:


Universitas Gajah Mada: Press.

Sastrodihardjo, S. dan H. Resnawati, 1999. Inseminasi Buatan Ayam


Buras: Meningkatkan Produksi Telur Mendukung Pengadaan
DOC Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.

Surjono, Tien Wiati. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta: Universitas


Terbuka

Sutiyono. 2001. Pengenalan organ reprodksi ayam. (online)


(http://eprints.undip.ac.id/21444/1/704-ki-fp-04.pdf), diakses
17 Februari 2014

Saunders, J.W. 1982.Developmental Biology. MacMillan Publishing Co., New


York.

Syahrum, M.H. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Fakultas Kedokteran UI,


Jakarta.Yatim, Wildan,Yatim. 1994. Reproduksi dan Embriologi.
Tarsito. Bandung

Toelihere, M. R., 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung :


Penerbit Angkasa,.

Yatim, Wildan. 1994. Wildan Yatim, Embriologi untuk Mahasiswa


Biologi dan Kedokteran. Bandung: Tarsito.

41
42

Anda mungkin juga menyukai