KRISIS
Konstelasi Perekonomian SUBPRIME MORTGAGE
Domestik Outlook Indonesia Jangka
Menengah
Permintaan domestik
penggerak perekonomian Dampak terhadap perekonomian dunia Asumsi yang mendukung
Dominasi peran konsumsi - Dampak ke pasar uang internasional perbaikan pertumbuhan
swasta - Dampak makroekonomi ekonomi
Investasi belum membaik - Pelemahan perdagangan dunia dan harga komoditas - Perlambatan pertumbuhan
Struktur ekspor yang rentan - Berkurangnya aliran remittance ekonomi di 2009
terhadap gejolak eksternal - Kontraksi dan perubahan pola aliran FDI dunia - Pemulihan perekonomian
Perkembangan pangsa upah dunia mulai 2010
yang searah dengan pangsa - Harga komoditas (minyak
konsumsi masyarakat dan pangan) meningkat,
Dampak terhadap namun tidak setinggi periode
PDB sektoral perekonomian domestik boom
Kinerja sektor tersier belum Trade Channel Financial Channel - Peningkatan aliran FDI
berimbas ke sektor primer Pelemahan - Peningkatan stimulus fiskal
Peran sektor primer permintaan ekspor di 2009
(pertanian dan industri) dan penurunan harga Dampak Dampak Ekspansi pertumbuhan
melemah komoditas Langsung Tidak ekonomi mulai 2010
- Pelemahan ekspor Kerugian Langsung - Membaiknya kinerja ekspor
terutama pada akibat Terhambat- - Peningkatan konsumsi
Struktur pembiayaan ekonomi kepemilikan nya sumber masyarakat (efek perbaikan
Dominasi pembiayaan sektor tradable
(income effect) aset pembiayaan kinerja ekspor dan
internal bermasalah ekonomi
Peran sektor rumah tangga - Penurunan peningkatan penyerapan
penyerapan tenaga Keketatan tenaga kerja)
dalam pembiayaan nasional likuiditas
kerja - Meningkatnya investasi
- Perlambatan akibat sebagai akibat meningkatnya
Inflasi deleveraging aliran FDI (membaiknya iklim
Rentan terhadap gejolak konsumsi domestik
- Perlambatan Risk investasi domestik dan
eksternal (fluktuasi harga aversion global)
komoditas dunia dan nilai investasi (efek
rambatan dan flight - Dukungan pengeluaran
tukar) to quality
penurunan pemerintah
pendapatan) Capital - Nilai tukar cenderung stabil
outflow - Tekanan inflasi menurun
Konstelasi Perekonomian Global
Pelemahan pertumbuhan
ekonomi dunia
Resesi ekonomi negara maju Nilai
Kontraksi ekonomi negara Tukar Implikasi Kebijakan dalam Jangka
berkembang Menengah
Pelemahan perdagangan Meningkatnya daya saing:
dunia - Menjaga ukuran pasar
Perubahan pola aliran FDI - Struktur ekspor harus
Respons Kebijakan Dalam terdiversifikasi dengan baik
Pasar komoditas Penanggulangan Krisis Menjaga iklim investasi
Tren penurunan harga Peningkatan kualitas human
minyak dan komoditas Moneter capital untuk mengejar
pangan Fiskal ketertinggalan
Kerentanan pasar minyak Perbankan
dunia (suplai terbatas) Sektor Riil
Diagram 1.1. Skema Pembahasan Dampak Krisis Global terhadap Perekonomian Indonesia
semakin memperlambat kegiatan konsumsi dan dengan pelemahan permintaan global. Kondisi
investasi masyarakat melalui efek penurunan ini segera diikuti oleh penurunan harga-harga
pendapatan. Dengan kondisi yang demikian komoditas dunia. Harga minyak dunia yang dalam
perekonomian AS hanya mampu tumbuh 1,1% lima tahun terakhir terus meningkat, bahkan
pada tahun 2008, jauh di bawah pertumbuhan sempat mencapai USD147/barel pada Juli 2008,
tahun sebelumnya yang meskipun telah melambat menurun tajam hingga mencapai USD47/barel
namun masih mampu tumbuh hingga 2%. pada Desember 2008. Penurunan harga minyak
Kondisi yang hampir sama juga dialami negara- ini juga diikuti dengan penurunan tajam harga
negara di kawasan Euro, yang menyebabkan komoditas lainnya, terutama logam, mineral dan
perekonomian negara-negara di kawasan produk pertanian.
tersebut hanya mampu tumbuh 1% pada tahun Perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat
2008, jauh melambat dibandingkan pertumbuhan krisis keuangan global dan dibarengi dengan
tahun 2007 sebesar 2,6%. berkurangnya tekanan inflasi seiring dengan
Perlambatan aktivitas ekonomi yang terjadi kecenderungan penurunan harga komoditas dunia
di negara maju berimbas ke negara-negara telah mendorong bank sentral di berbagai negara
berkembang terutama negara yang memiliki secara agresif melonggarkan kebijakan
keterkaitan perdagangan dan finansial yang erat moneternya. Federal Reserve memangkas cukup
dengan negara maju. Ancaman perlambatan signifikan Fed Funds rates hingga mencapai level
pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih 0,25% pada akhir 2008. Langkah serupa diikuti
signifikan terjadi di negara-negara Asia yang oleh bank sentral negara lain seperti Australia,
mengandalkan ekspor, seperti Singapura, Taiwan, Inggris, Euro dan kawasan Asia, untuk mencegah
Korea, dan Hongkong atau yang dikenal dengan dampak krisis yang semakin parah. Kebijakan
NIEs (Newly Industrialized Economies). Namun pelonggaran moneter tersebut juga didukung
demikian, perekonomian China dan India dengan kebijakan yang diarahkan ke pasar uang
diperkirakan masih mampu tumbuh di atas 5% seperti suntikan dana ke pasar uang guna
sehingga diharapkan tetap menjadi penopang mengatasi kekeringan likuiditas dan kebijakan
perekonomian dunia. Secara keseluruhan, yang diarahkan ke perbankan seperti bantuan
pertumbuhan ekonomi di negara berkembang modal ke perbankan yang mengalami kesulitan
masih dapat tumbuh sebesar 6,3% pada tahun likuiditas dan peningkatan jaminan terhadap
2008, meskipun jauh melambat dibandingkan simpanan masyarakat di perbankan untuk
pertumbuhan tahun 2007 yang mencapai 8,3%. meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia perbankan. Selain itu, otoritas fiskal di berbagai
menyebabkan volume perdagangan dunia negara telah berkomitmen untuk mengeluarkan
diprakirakan mengalami penurunan yang cukup paket stimulus fiskal yang ditujukan untuk
tajam. Setelah mencapai pertumbuhan rata-rata mendorong permintaan masyarakat, peningkatan
8,1% selama 5 tahun terakhir, pada tahun 2008 pengeluaran infrastruktur, dan pemotongan
pertumbuhan volume perdagangan dunia sementara pajak yang terkait dengan investasi
menurun tajam menjadi sebesar 4,1% seiring swasta.
Industri Tekstil, dan Industri Pengilangan Minyak, Dalam menghadapi imbas perlambatan
serta Industri Barang dari Karet. Mengingat kinerja ekonomi dunia dan ketidakpastian di pasar
industri-industri tersebut bersifat leading dalam keuangan global yang berimbas ke perekonomian
investasi (memiliki multiplier investasi yang tinggi), domestik, Pemerintah dan Bank Indonesia
maka perlambatan investasi yang dialami oleh senantiasa meningkatkan sinergi dan koordinasi
sektor-sektor tersebut berpengaruh besar dalam mengelola kebijakan fiskal, moneter dan
terhadap kinerja perekonomian secara sektor riil. Di sisi moneter, pelonggaran kebijakan
keseluruhan. Dilihat dari faktor pendorongnya, moneter dibarengi dengan upaya
perkembangan investasi pascakrisis lebih searah penyempurnaan pengelolaan likuiditas di pasar
dengan pergerakan pangsa konsumsi swasta uang untuk menjaga kestabilan pasar uang
namun terdapat efek tunda. Hal ini menandakan domestik dan peluncuran serangkaian kebijakan
bahwa investasi akan dilakukan jika dipandang baik dari sisi pengelolaan permintaan maupun
terdapat potensi kenaikan permintaan domestik pasokan valuta asing. Di bidang perbankan,
yang cukup permanen. Namun demikian, dengan dalam rangka meningkatkan kepercayaan
kecenderungan pangsa upah yang semakin terhadap perbankan dan kepastian hukum
menurun, maka konsumsi rumah tangga akan penyelesaian krisis telah dikeluarkan Peraturan
menurun, sehingga dampak lanjutannya akan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
memberikan tekanan pada investasi ke depan. tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK)
Sementara itu, berbagai upaya yang telah yang berlaku per 15 Oktober 2008.
dilakukan untuk meningkatkan daya saing Di sisi fiskal, dalam merespons krisis
ekonomi belum menunjukkan hasil yang keuangan global Pemerintah berkoordinasi
signifikan. Rendahnya daya saing dengan Bank Indonesia mengeluarkan 10 langkah
(competitiveness) terlihat dari semua aspek utama Stabilisasi Ekonomi yang bertujuan menjaga
yang meliputi basic requirement, efficiency dan kegiatan ekonomi agar tidak banyak mengalami
innovation . Hal itu dapat dilihat dari posisi gangguan, menjaga keselamatan dan keamanan
Indonesia dalam Global Competitiveness Report perekonomian, dan melakukan respons terhadap
2008-2009 yang berada pada peringkat 55, tidak kesulitan-kesulitan yang dihadapi pelaku ekonomi
jauh berbeda dengan periode sebelumnya (54). serta menjaga masyarakat dari dampak yang
Hal tersebut diperburuk lagi dengan masih merugikan. Selain itu, Pemerintah juga
banyaknya hambatan dalam melakukan bisnis di melakukan penambahan stimulus fiskal sebagai
Indonesia sebagaimana tercermin dari hasil survei kebijakan countercyclical yang dilakukan dalam
Doing Business, terutama pada aspek birokrasi rangka mempertahankan daya beli masyarakat,
Pemerintah yang dinilai tidak efisien dan memperbaiki daya saing dan daya tahan sektor
infrastruktur yang kurang memadai.2 usaha, serta menangani dampak PHK dan
mengurangi tingkat pengangguran melalui
peningkatan belanja infrastruktur padat karya.
2 Sumber: Hasil Survei Doing Business, Global Competitiveness
Report 2008-2009, World Economic Forum.
3. Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya pembiayaan perumahan milik pemerintah seperti
terhadap Perekonomian Indonesia Fannie Mae dan Freddie Mac . Melonjaknya
Di tengah berbagai kebijakan yang permintaan rumah menyebabkan harga rumah
diupayakan berbagai negara guna mengatasi turut mengalami peningkatan. Kondisi ini semakin
turbulensi di perekonomian global, krisis yang mendorong perbankan untuk mengucurkan kredit
terjadi juga menyisakan satu pertanyaan penting, perumahan secara agresif sehingga pada saat
yakni apa sesungguhnya penyebab terjadinya krisis bersamaan terjadi penurunan standar kehati-hatian
yang berkembang dengan skala yang demikian dalam penyaluran kredit perumahan, yang
besar ini. Pada saat kajian ini disusun, berbagai memunculkan subprime mortgage (pinjaman
penelitian yang melibatkan para ekonom, perumahan kepada nasabah yang sebetulnya
akademisi, bank sentral maupun lembaga-lembaga kurang layak untuk mendapatkan KPR bank).4
internasional masih terus dilakukan. Telah banyak Permasalahan menjadi semakin kompleks dengan
kajian yang dihasilkan, namun nampaknya sejauh munculnya sekuritisasi subprime mortgage
ini belum ada satu hipotesis penjelas krisis yang menjadi mortgage-backed securities (MBS), yang
bisa disepakati semua pihak. Meskipun demikian, kemudian berkembang menjadi produk-produk
satu hal yang sama yang terdapat dalam berbagai derivatif seperti CDOs ( collateralized debt
penjelasan tersebut adalah keyakinan bahwa obligations ) dan SIVs ( structured investment
walaupun krisis mulai muncul sejak Agustus 2007 vehicles ) melalui financial engineering yang
namun akar masalah dari krisis tersebut kompleks dan tidak transparan. Lembaga rating
sesungguhnya telah berawal beberapa tahun juga turut berperan cukup signifikan dalam
sebelumnya. memicu terjadinya krisis. Lembaga pemeringkat
Dari kajian yang telah dilakukan oleh rating hanya memperhitungkan credit risk, dan
berbagai pihak setidaknya terdapat dua hal yang kurang memperhitungkan kemungkinan
dapat menjelaskan mengenai latar belakang munculnya systemic market risk, yang muncul dari
terjadinya krisis keuangan global. Pertama, akibat respons yang tidak simetris dari sekuritas-sekuritas
kebijakan moneter yang terlalu longgar. 3 tersebut terhadap perubahan kondisi
Longgarnya kebijakan moneter AS sepanjang perekonomian.
periode 2002-2004 diyakini merupakan faktor Kedua, ketidakseimbangan global (global
pendorong utama melonjaknya kredit perumahan imbalances). Twin deficit (defisit fiskal dan transaksi
di AS. Selain rendahnya suku bunga, kenaikan berjalan) yang dialami AS diyakini bertanggung
permintaan kredit perumahan juga didorong oleh jawab terhadap terjadinya krisis saat ini. Twin deficit
kebijakan Pemerintah AS yang mendukung ini dipicu oleh munculnya fenomena global saving
program kepemilikan rumah melalui lembaga glut di mana sejumlah orang di sejumlah tempat
kinerja perusahaan otomatis akan berimbas pada maksimum 2, dengan posisi tertinggi pada bulan
kemampuan perusahaan dalam melakukan November 2008 sebesar 2,43 6 . Tingginya angka
pembiayaan bisnis. Sumber pembiayaan yang lain, FSI tersebut terutama disebabkan oleh anjloknya
yaitu melalui saham maupun penyertaan IHSG dan harga SUN. Namun demikian, serangkaian
diperkirakan juga akan mengalami hambatan kebijakan yang segera dikeluarkan oleh Pemerintah
sejalan dengan terganggunya kinerja sektor rill dan dan Bank Indonesia sebagai respons dari krisis global,
kuatnya persepsi risiko akibat tingginya di antaranya dinaikkannya jaminan dana nasabah
ketidakpastian. Sementara itu, peranan sektor oleh Lembaga Penjamin Simpanan serta perubahan
eksternal dalam pembiayaan ekonomi yang pada dalam ketentuan Giro Wajib Minimum, berhasil
dasarnya telah mengalami penurunan pada meredam gejolak yang terjadi di pasar keuangan.
periode pascakrisis akan semakin menurun dengan Hal ini tercermin dari angka Indeks Stabilitas
adanya krisis perekonomian global karena Keuangan yang semakin menurun hingga mencapai
terhambatnya pembiayaan dari luar negeri, baik 2,06 pada Januari 2009.
yang berbentuk pinjaman maupun penanaman
modal langsung (foreign direct investment). B) Dampak Melalui Trade Channel
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, (Macroeconomic Links)
dampak krisis global ke Indonesia melalui jalur Dampak krisis melalui jalur perdagangan
finansial secara langsung memang cenderung diperkirakan akan cukup signifikan, karena akan
terbatas. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh diikuti oleh dampak rambatan ( spillover ) ke
rendahnya kepemilikan perbankan atau lembaga seluruh sektor ekonomi. Terganggunya sektor riil
keuangan domestik terhadap aset-aset bermasalah melalui jalur perdagangan ini bahkan berpotensi
dari pasar finansial global. Hal ini tidak terlepas dari meningkatkan intensitas transmisi krisis melalui
berbagai peraturan Bank Indonesia yang menerapkan jalur finansial secara tidak langsung, yaitu dalam
sejumlah batasan terhadap aktivitas yang dilakukan bentuk terhambatnya kemampuan melakukan
perbankan. Meskipun dampak finansial langsung ini pembiayaan ekonomi.
cenderung terbatas, namun tak urung intensitas krisis Dampak melalui trade channel berjalan
ke pasar finansial global yang mengalami eskalasi searah dengan memburuknya kondisi
pada akhir triwulan III-2008 menyusul bangkrutnya perekonomian dunia. Perkembangan Neraca
perusahaan keuangan terbesar di AS Lehman Pembayaran Indonesia (NPI) yang cukup positif
Brothers pada Oktober 2008, telah menimbulkan di paruh pertama 2008 berubah secara signifikan
tekanan pada stabilitas keuangan domestik. Salah di semester II-08, terutama di triwulan akhir.
satu indikator peningkatan tekanan tersebut adalah Tekanan pada kondisi NPI di antaranya didorong
Indeks Stabilitas Keuangan atau Financial Stability oleh memburuknya kinerja neraca berjalan yang
Index (FSI)5 , yang sempat melampaui batas indikatif dipicu oleh menurunnya kinerja ekspor, akibat
melemahnya permintaan global dan anjloknya
5 Uraian detail tentang metodologi dan pendekatan yang
digunakan untuk menghitung Indeks Stabilitas Keuangan 6 Kajian selengkapnya mengenai kondisi stabilitas keuangan
dapat ditemukan pada Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. Indonesia dapat dilihat pada Kajian Stabilitas Keuangan No.
8, Maret 2007 dan No. 9, September 2007. 12, Maret 2009.
harga-harga komoditas dunia. Rentannya ekspor domestik jangka pendek, namun juga akan
Indonesia terhadap shock di kondisi eksternal ini mempengaruhi lintasan variabel-variabel kunci
sesungguhnya tidak terlepas dari karakteristik ekonomi makro dalam jangka menengah.
yang terdapat pada komoditas ekspor Indonesia. Meskipun diperkirakan akan mengalami
Dengan negara tujuan utama ekspor yang tekanan yang cukup kuat pada tahun 2009, namun
cenderung terkonsentrasi pada sejumlah negara dalam jangka menengah perekonomian
saja serta jenis komoditas ekspor yang secara diperkirakan akan tetap bergerak dalam lintasan
umum relatif kurang terdiversifikasi , maka pertumbuhan ekonomi yang makin tinggi dengan
dampak krisis global pada ekspor menjadi sangat laju inflasi yang tetap terkendali. Permintaan
signifikan. Intensitasnya juga cenderung domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan
memburuk sejalan dengan semakin tajamnya utama pertumbuhan ekonomi, sementara kinerja
kontraksi ekonomi dunia. Sektor-sektor yang ekspor juga akan kembali mengalami penguatan
paling terkena imbas krisis global adalah sektor sejalan dengan mulai bangkitnya perekonomian
yang mengandalkan permintaan eksternal global pada tahun 2010. Berdasarkan asesmen yang
(tradable), seperti industri manufaktur, pertanian, dilakukan, lintasan pemulihan ekonomi ( recovery
dan pertambangan. Ketiga sektor ini path) dunia, yang dimotori oleh negara-negara
menyumbang lebih dari 50% PDB dan menyerap maju, diperkirakan akan mengikuti pola U-shape
lebih dari 60% tenaga kerja nasional. Terpukulnya secara kuartalan, namun secara tahunan akan
kinerja sektor-sektor ini pada akhirnya akan cenderung V-shape.
berujung pada gelombang pemutusan hubungan Penguatan sisi permintaan domestik ini
tenaga kerja, menurunnya daya beli, melemahnya mampu diimbangi dengan meningkatnya daya
konsumsi dan investasi hingga pada akhirnya akan dukung kapasitas perekonomian, sehingga mampu
menahan akselerasi pertumbuhan ekonomi menjaga kecukupan di sisi produksi. Terjaganya
domestik. Selain menyebabkan gangguan keseimbangan antara sisi permintaan dan
signifikan di sektor riil, krisis global juga berpotensi penawaran inilah yang merupakan salah satu
memberikan tekanan bagi perusahaan- faktor utama yang menyebabkan perekonomian
perusahaan yang memiliki kewajiban dalam valas, mampu terus tumbuh tanpa harus mengorbankan
seiring dengan terjadinya tekanan depresiasi stabilitas harga. Meskipun demikian, tekanan yang
Rupiah. cukup kuat terhadap perekonomian pada tahun
2009 menyebabkan akselerasi pertumbuhan
4. Prospek Perekonomian Indonesia 2009-2014 ekonomi dalam jangka panjang akan cenderung
Perkembangan perekonomian dunia yang terhambat, sehingga secara umum proyeksi
terus memburuk dan belum munculnya tanda-tanda perekonomian ini mengalami penyesuaian ke
akan segera berakhirnya krisis global menyebabkan bawah dibandingkan proyeksi sebelumnya (Tabel
proyeksi perekonomian Indonesia ini dilakukan 1.1). Dengan perkembangan ini, perekonomian
dalam nuansa ketidakpastian yang tinggi. Dampak Indonesia pada 2013 dan 2014 diprakirakan dapat
krisis dipastikan akan memberikan tekanan yang tumbuh masing-masing pada kisaran 5,7 6,7%
cukup signifikan, tidak saja pada perekonomian dan 6,0-7,0%. Angka perkiraan pertumbuhan
PDB 6,06 3,5 - 4,5 4,5 - 5,5 5,0 - 6,0 5,4 - 6,4 5,7 - 6,7 6,0 - 7,0
- Konsumsi Rumahtangga 5,34 3,2 - 4,2 4,0 - 5,0 4,6 - 5,6 4,9 - 5,9 5,0 - 6,0 5,1 - 6,1
- Investasi Swasta 12,06 4,9 - 5,9 7,4 - 8,4 9,3 - 10,3 9,8 - 10,8 10,3 - 11,3 10,6 - 11,6
- Konsumsi dan Investasi Pemerintah 10,10 9,3 - 10,3 7,1 - 8,1 6,0 - 7,0 5,0 - 6,0 4,2 - 5,2 3,8 - 4,8
- Ekspor 9,49 (-5,1) - (-4,1) 6,7 - 7,7 9,2 - 10,2 9,8 - 10,8 10,2 - 11,2 10,5 - 11,5
- Impor 10,03 (-5,3) - (-4,3) 8,4 - 9,4 9,6 - 10,6 10,2 - 11,2 10,4 - 11,4 10,5 - 11,5
Inflasi 11,1 5,0 - 7,0 6,0 - 7,0 5,1 - 6,1 4,5 - 5,5 4,4 - 5,4 4,0 - 5,0
*) Proyeksi Bank Indonesia
ekonomi tahun 2013 tersebut mengalami menjadi sangat penting. Berikut sejumlah kebijakan
penyesuaian ke bawah dibandingkan prakiraan yang perlu dilakukan guna mendukung pencapaian
sebelumnya yang mencapai 6,7 7,2%. Sementara performa perekonomian yang diharapkan:
itu, laju inflasi pada tahun 2013 dan 2014
diprakirakan akan berada dalam kisaran 4,4 5,4% A. Kebijakan Ekonomi Makro (Moneter dan Fiskal)
dan 4,0-5,0%, cenderung lebih tinggi Kebijakan moneter akan secara konsisten
dibandingkan prakiraan sebelumnya sebesar 2,5 dilakukan dengan mengacu kepada Inflation
4,5% pada tahun 2013. Targeting Framework (ITF) . Meskipun
demikian, pelaksanaan dari ITF tersebut akan
5. Implikasi Kebijakan dilakukan dengan tetap mengupayakan
Pengamatan terhadap data ekonomi dalam keseimbangan yang optimal antara
satu dasawarsa terakhir menunjukkan indikasi kuat mempertahankan kestabilan harga, menjaga
karakteristik perekonomian nasional yang ketenangan pasar keuangan, mengawal
mengarah pada domestic-demand led growth. integritas sistem, dan menggairahkan sektor
Kekuatan market size ini juga diyakini merupakan riil. Guna mendukung implementasi ITF, maka
salah satu penyebab lebih kuatnya daya tahan langkah-langkah penyempurnaan kebijakan
perekonomian terhadap kejutan eksternal moneter di tingkat operasional juga akan
belakangan ini. terus dilakukan.
Berpijak pada karakteristik ini, arah kebijakan Di bidang perbankan, belajar dari krisis
ekonomi secara umum harus diarahkan untuk finansial global yang terjadi, maka langkah-
tetap menjaga market siz e dan daya beli langkah memperkuat manajemen risiko dan
masyarakat. Meskipun demikian, dalam jangka prinsip good governance di lembaga-
menengah panjang, hanya kekuatan permintaan lembaga keuangan bank dan non-bank perlu
domestik yang mampu diimbangi oleh sisi produksi makin diperkuat. Selain itu, mitigasi risiko di
(penawaran) yang memungkinkan perekonomian sektor keuangan juga perlu dilakukan
mencapai pertumbuhan tinggi tanpa harus dengan memperkuat surveillance, baik di
mengorbankan stabilitas harga. Oleh karena itu, tingkat makro maupun mikro. Pengawasan
dalam jangka menengah panjang, kemampuan dini yang diterapkan Bank Indonesia dengan
untuk meningkatkan kapasitas produksi domestik mengembangkan model deteksi dini antara
lain stress tests, financial stability index, dan lebih kredibel. Dalam hal pengendalian
analisis probability of default, perlu terus inflasi, langkah-langkah koordinasi kebijakan
disempurnakan. yang selama ini telah berlangsung melalui
Kebijakan fiskal secara umum akan tetap Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi, Tim
diarahkan untuk menjaga keseimbangan Pengendalian Inflasi dan Tim Koordinasi
antara tetap memberikan stimulus ke Stabilisasi Pangan Pokok akan terus diperkuat
perekonomian dan mempertahankan dan ditingkatkan. Selain itu, upaya
kesinambungan fiskal. Dalam jangka pendek, pengendalian inflasi di tingkat daerah melalui
rencana stimulus fiskal sebagai bagian dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang
kebijakan publik yang bersifat counter- merupakan koordinasi antara instansi terkait
cyclical guna menahan pelemahan ekonomi di daerah dengan Kantor Bank Indonesia
yang lebih dalam, diharapkan dapat berjalan akan terus diintensifkan.
optimal dan tepat waktu. Dalam jangka
menengah, langkah-langkah optimalisasi B. Kebijakan Ekonomi Mikro (Struktural)
penerimaan negara perlu terus dilakukan Untuk mendorong sektor riil agar bergerak
dengan tetap memperhatikan perlunya lebih cepat dan berdaya tahan tinggi, perbaikan
insentif fiskal untuk sektor-sektor prioritas iklim investasi merupakan faktor yang sangat
guna tetap memacu investasi di dalam penting. Ketersediaan infrastruktur dan kualitas
negeri. Dari sisi pengeluaran, perlu adanya institusi yang memadai merupakan bagian penting
suatu mekanisme kebijakan yang yang dari terciptanya iklim investasi yang kondusif.
menekankan pencapaian hasil tertentu atas Infrastruktur yang baik akan menjamin kelancaran
alokasi anggaran yang telah disediakan. arus barang modal dan input antara guna
Selain itu, berdasarkan pengamatan terhadap terciptanya proses produksi yang lancar dan
perkembangan realisasi APBD beberapa fleksibel dalam merespons permintaan pasar serta
tahun terakhir, perlu diciptakan suatu menjamin kelancaran distribusi barang komoditas
mekanisme untuk mengoptimalkan maupun hasil industri. Perbaikan iklim investasi ini
pemanfaatan surplus di pemerintah daerah juga sangat penting guna mendorong peningkatan
guna meningkatkan stimulus fiskal di daerah. daya saing ekonomi Indonesia, mengingat relatif
Koordinasi fiskal dan moneter mutlak masih belum terlalu baiknya peringkat daya saing
diperlukan demi terciptanya konsistensi dan Indonesia khususnya di negara-negara kawasan.
keselarasan kebijakan yang diambil. Di samping itu, peningkatan kapasitas
Kemitraan strategis dan koordinasi yang kelembagaan perlu diberi prioritas yang tinggi. Hal
selama ini telah terjalin antara Pemerintah ini mencakup perbaikan-perbaikan yang terkait
dan Bank Indonesia perlu terus dipererat. investasi (baik perizinan, keamanan dan kepastian
Dalam penetapan sasaran inflasi misalnya, usaha), human capital development (keterampilan,
koordinasi yang baik dan harmonisasi pendidikan dan kesehatan), efisiensi dan
kebijakan antara Bank Indonesia dan produktivitas produksi, serta distribusi barang dan
Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi jasa.